cendolsangeks
Adik Semprot
- Daftar
- 21 Dec 2019
- Post
- 108
- Like diterima
- 4.405
Index cerita
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4 dan 5 (baru edit karena ketinggalan hehe)
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15 dan 16 ada di lapak sebelah yak. Wkwk maaf kalo misal berbayar.
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21 dan 22 ada di KK ya hu, undarage soalnya.
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26-27 ada di KK ya hu..
Bab 28
Bab 29
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4 dan 5 (baru edit karena ketinggalan hehe)
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15 dan 16 ada di lapak sebelah yak. Wkwk maaf kalo misal berbayar.
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21 dan 22 ada di KK ya hu, undarage soalnya.
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26-27 ada di KK ya hu..
Bab 28
Bab 29
===
Bab 1
27 Oktober 2021 aku mendapatkan kepercayaan dari atasan untuk diangkat menjadi asisten di sebuah PT kelapa sawit. Dan hari 15 November aku harus berangkat ke Palembang, di perkebunan kelapa sawit yang ada di sana.
Aku ditugaskan bersama dua orang teman yang menjadi kepala mandor dan bagian pengawasan di bawah kepimpinan ku.
Perkenalkan namaku Adit, kini aku berusia 27 tahun. Dan aku masih lajang. Tinggi badanku 175cm dan berat badan ku 65kg. tidak terlalu gendut untuk orang yang memiliki tinggi badan sepertiku. Aku di Lampung, dan ini kalo pertama aku harus meninggalkan Lampung. Yah mau bagaimana lagi, tugas dan pekerjaan sudah menjadi tanggung jawab yang harus di kerjakan.
"Udah siap semua?" Aku bertanya pada Rudi dan juga Adi, mereka yang akan menemani ku di sana, walau tugas kami berbeda tapi kamu mendapatkan lokasi kerja yang sama, jadi selama dua tahun ke depan mereka yang akan menemani ku. Tentu saja aku bersyukur, karena saat aku pergi dari kampung ku. Aku di temani oleh dua orang yang sudah menjadi teman seperjuangan sejak kami masuk di PT ini.
"Udah semu, dit, tinggal nunggu pak Roni aja kayaknya." Jawab Adi.
Pak Roni adalah atasan ku, yang posisinya aku gantikan karena dia naik jabatan, dan pak Roni adalah kerabat dekat ayahku, jadi kalian tahu lah. Kenapa di umur yang masih mudah aku bisa mendapatkan jabatan ini, tentu saja kekuatan orang dalam.
"Nggak ada yang ketinggalan lagi kan?"
"Aman. Lo gimana rud?" Tanya Adi pada Rudi.
"Aman semua. Paling nanti yang kurang beli di sana aja?"
"Beli Mulu lu mah, hobi bet belanja." Tukas adi
"Ya gimana, bawa barang banyak bikin ribet." Jawab Rudi.
"Iya sih, gue aja cuma bawa sekedarnya aja. Kayaknya kalo bawa barang banyak malah repot." Keluh Adi.
Kami memang tidak membawa banyak bawaan. Hanya laptop, dan satu koper untuk masing-masing orang.
"Berkas-berkas, udah aman kan?" Tanyaku lagi untuk jaga-jaga.
"Aman...." Jawab Adi sembari mengacungkan jempolnya.
Tak lama berselang pak Roni datang menjemput kami, dia tersenyum lebar saat turun dari mobilnya.
"Wah-wah, pemuda yang penuh semangat. om kira kalian malah belum siap-siap!" Ujarnya sembari menyalami kami satu persatu.
"Udah dong om. Kedisiplinan nomor satu!" Jawab Rudi.
"Nah gitu. Om suka pemuda semangat seperti kalian." Jawa. Pak Roni sembari tertawa. "jadi gimana, udah siap?"
"Udah dong om!" Balasku.
"Bagus, kalo gitu kita pergi sekarang aja."
Kami setuju dan segera bergegas memasukkan barang bawaan kami ke bagasi mobil. Lalu setelahnya kami meluncur ke bandara.
"Kalian jangan kaget ya sama lokasi kerja kalian." Ujar pak Rudi di tengah-tengah perjalanan.
Aku yang mendengar itu lantas mengerutkan kening. "Kaget kenapa om?" Tanyaku heran.
"Ya gitu. Perkebunan di Palembang itu lokasinya cukup plosok. Pelosok banget malah. Jauh dari keramaian."
"Lah bukannya perkebunan emang selalu di pelosok ya om?" Tanya Rudi.
"Iya emang.... Tapi gimana ya jelasinnya. Perkebunan yang kalian tempati nanti tuh jauh dari kota, bahkan untuk ke kota kecilnya aja butuh waktu sekitar 6 jam, terus untuk ke desa terdekat itu lumayan jauh juga. Yah hampir tiga jam lah."
Aku mengangguk, memang sudah biasa perkebunan milik perusahaan itu biasanya terletak jauh dari desa, karena sejauh mata memandang isinya hanya kebun sawit saja. Jadi aku tidak heran, bahkan sudah terbiasa.
"Terus akses masuk ke desa tuh cuma bisa di lewati mobil truk sama mobil Jeep. Medannya itu loh. Om di sana setahun aja nggak pernah ke kota kalo nggak ada rapat, atau pertemuan. Pinggang yang jadi korban soalnya."
"Waduh. Repot juga ya om." Jawab Adi.
"Makanya itu saran om, nanti begitu kalian sampai di kota, kalian belanja kebutuhan yang perlu kalian pakai, karena om yakin. Begitu masuk ke area, kalian bakal males untuk keluar."
"Kalo itu sih aman om, cuma masalahnya, jaringan sama listrik gimana om? Kan nggak mungkin kita kesulitan listrik di sana?" Tanyaku, karena bagaimanapun juga, jaringan itu perlu untuk keperluan mengirim laporan dan pekerjaan. Tidak mungkin kan kami harus repot mencari sinyal.
"Kalo itu jangan khawatir. Jaringan internet udah ada khusus untuk kalian, kalo listri ya cuma pakai disel aja. Itupun hidupnya cuma jam 6 sampai jam 12 malam. Tapi di rumah dinas adit Nanti ada genset untuk keperluan darurat." Jelas om Roni.
"Wah, nggak kebayang gimana panasnya kalo siang." Ujar Adi.
"Ye, itu mah Udah jadi resiko, jangan ngeluh." Jawab Rudi.
Om Roni terkekeh pelan, mungkin maklum karena selama ini kami berkerja di dalam ruangan yang bisa dibilang sejuk karena AC.
"Tenang aja, walau gitu, om yakin kalian bakal betah di sana. Om juga udah siapkan sesuatu untuk kalian biar kalian nggak banyak ngeluh." Ujar om Roni.
Beliau memang selalu baik di nata bawahannya, tak heran jika dia bisa dengan cepat naik jabatan. Selain baik kinerja beliau juga sangat bagus.
Lima belas menit perjalanan kami sampai di bandara, om Roni berpamitan setelahnya dan setelah mengucapkan terimakasih kami segera duduk di bangku tunggu sampai keberangkatan kami tiba.
"Nggak kebayang hidup di pelosok gitu..." Keluh Adi.
"Jangan terlalu ngeluh, nikmati aja, apalagi gaji dan tunjangan kita udah terjamin."
"Iya sih, cuma kalo susah jaringan, bisa kangen gue sama emak."
"Kan tadi pak Roni bilang, untuk jaringan aman di rumah Adit. Jadi nggak masalah lah."
"Iya sih."
Aku yang mendengar keluhan Adi hanya terkekeh kecil. Lalu menepuk pundaknya. "Semangat ah! Banyak loh yang pengen ada di posisi kalian, apalagi bener kata Rudi. Gaji kita kan naik hampir tiga kali lipat dari sebelumnya, jadi coba aja dulu."
"Nah bener tuh kata Adit. Belum lagi. Pak Roni bilang udah nyiapin sesuatu untuk kita, jadi aman lah. Kita lihat dulu aja apa yang udah disiapkan pak Roni. Siapa tau kita di kasih mobil Jeep atau motor cross, kan seru tuh. Bisa off-road tiap Minggu." Ujar Rudi dengan menggebu-gebu.
"Ye! Itu mah hobi lu. Gue mana suka yang gituan." Balas Adi.
"Makanya coba, siapa tau jadi ketagihan, ya kan dit?"
Aku hanya mengangguk Saja. Hingga Tak terasa waktu keberangkatan kami tiba. Kami bergegas masuk ke dalam pesawat, dan selama penerbangan aku hanya melihat pemandangan di luar jendela, sedangkan Adi dan Rudi memilih tidur.
===
Begitu sampai di bandara, kami langsung di jemput oleh sopir suruhan pak Roni. Beliau dengan sigap membantu kami memasukkan koper dan juga barang bawaan kami ke dalam bagasi, setelahnya kami melanjutkan perjalan ke lokasi.
"Kita mampir dulu ya pak, ada beberapa barang yang mau di beli." Ucapku pada sopir yang bernama Supri.
"Oh, iya den. Aden mau belanja apa biar bapak antar."
"Pakaian sama alat-alat mandi sih pak."
"Oh kalo itu ke supermarket simpang aja ya den."
"Iya pak." Jawabku.
Setelahnya pak Supri membawa kami ke sebuah minimarket yang cukup besar, aku dan kedua temanku segera berbelanja, dan tak lupa membeli cemilan untuk di perjalanan nanti.
"Pak Supri rokoknya apa ya?" Tanya ku pada kedua temanku.
"Wah kurang tau gue. Tadi gue liat sih rokok kretek gitu."
Aku mengangguk, lalu tak ambil pusing aku membeli 2 bungkus rokok dji Sam Soe dan satu bal rokok sempurna. Yah jangan heran kenapa banyak, karena itu untuk kebutuhan kami satu bulan di sana.
"Ayo pak." Ucapku pada pak Supri yang kulihat tengah menunggu kami sembari merokok.
"Udah den?"
"Udah pak," jawabku sembari masuk ke kursi depan. "Ini buat bapak,"
"Wah, nggak usah repot-repot den. Bapak masih ada rokok."
"Nggak papa pak, buat temen nyupir. kata pak Roni perjalanan ke perkebunan itu 6 jam ya pak?" Tanyaku sembari meletakkan rokok yang ku beli di dasbor mobil.
"Iya den. Tapi kayaknya kalo ini lebih dari 6 jam. Soalnya macet, ada mobil terguling di pertengahan jalan. Maklum hujan, jadi jalannya nggak karuan."
"Jadi berapa lama perjalanan kita pak?" Tanya Adi di belakang.
"Kalo macetnya udah berkurang, ya kemungkinan 10 jam pak."
"Waduh, apa kabar pinggang 10 jam di dalam mobil."
"Hehe ya gimana pak, maklum soalnya musim hujan gini beberapa akses jalan banyak yang rusak."
"Kita masuk pake mobil ini pak?" Tanyaku pada pak Supri.
"Oh nggak den, nanti kita ganti mobil. Kalo pake mobil ini malah makin lama." Jelas pak Supri.
Aku terdiam, sembari melihat kondisi sekitar. Benar-benar perjuangan, ujarku dalam hati, aku melirik jam yang ada di ponselku. Sudah jam 10 pagi. Berarti perkiraan jam 8 malam baru sampai.
Ya sudahlah. Jalani saja karena bagaimanapun juga sudah menjadi tanggung jawab.
===
Perjalanan kami lanjutkan hingga dua jam berlalu kami sampai di perbatasan desa. pak Supri membelokkan mobil yang kami kendarai di sebuah warung. Lalu setelah terparkir pak Supri menatapku sejenak.
"Kita makan siang dulu ya den. Soalnya perjalanan setelah ini bakal lama banget, butuh energi." Kelekar pak Supri.
"Oh iya pak kebetulan saya juga sudah lapar."
Pak Supri turun mendahului, aku segera menoleh kebelakang, ku lihat kedua temanku tengah tertidur pulas. Aku segera membangunkan mereka.
"Kalian mau makan nggak? Udah jam 12 nih." Ujarku.
Rudi langsung bangun saat aku menepuk kakinya, sedangkan Adi hanya bergumam sebentar lalu membalikkan tubuhnya ke kiri. Aku yang malas langsung menyuruh Rudi untuk membangunkan sahabatku satu itu. Setelahnya aku turun.
Melihat sekeliling, dan sedikit asing dengan apa yang aku lihat.
Warung yang disinggahi pak Supri terletak di pinggir jalan pindah yang di kelilingi kebun karet, dan yang membuatku asing, di setiap sudut kebun karet ada beberapa alat yang mirip seperti bor manual dan cairan coklat yang hampir menutupi tanah.
Melihat itu aku penasaran dan bertanya ke pak Supri. "Pak itu apa?"
"Oh itu tambang minyak den."
"Tambang? Milik pemerintah kah?"
"Bukan, itu milik pribadi."
"Serius?"
"Iya den, di sini memang terkenal sama tambang minyak mentahnya, makanya banyak sultan di sini."
"Ohh... Emang nggak di larang ya pak?"
"Ya gimana ya den... Kalo itu bapak kurang ngerti."
Aku mengangguk kecil. Mungkin urusan pribadi masing-masing, dan akupun tak ingin banyak tanya. Yah setidaknya aku bisa mendapat pengalaman baru di sini. Bahasa yang digunakan di sinipun sangat berbeda di lingkungan sebelumnya. Sepertinya aku memang harus membiasakan diri dengan lingkungan baru ini.
Setengah jam kami menghabiskan makan siang di warung ini. Dan masakan yang ada di warung ini benar-benar membuatku terkejut. Semua yang ada di warung ini sangat enak, bahkan Rudi sampai tambah tiga kali. Tidak heran jika banyak orang bilang, masakan Palembang itu enak-enak, dan terbukti sekarang.
Setelah kenyang dan mobil kami datang, kami segera berbenah dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan mobil Jeep yang terbilang cukup layak. Tidak seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Yah ini lebih nyaman dan sepertinya menghabiskan waktu 8 jam di mobil ini tidak terlalu buruk.
Selama perjalanan, pemandangan yang ku tangkap hanya perkebunan sawit dan jalan yang rusak parah, ada beberapa mobil truk yang terpuruk dan satuobil truk yang tergelempang, membuat kondisi jalan benar-benar rusak.
"Ini jalan benar-benar separah ini pak?"
"Iya den, semenjak pak Roni pergi. Pekerjaan di jalan terhenti, jadi ya gini. Sekarang kondisinya."
Aku hanya bisa membatin. Pekerjaan ku akan benar-benar menumpuk setelah ini. Ada banyak hal yang harus aku benahi. Karena bagaimana pun juga, ini adalah akses penting untuk distribusi hasil panen nantinya.
===
Tepat jam 10 malam kami sampai di lokasi tempat ku bekerja. Dua jam lebih lama dari perkiraan karena di tengah perjalan tadi kami terhalang oleh mobil terus yang terguling dan badan mobil teruk menghalangi hampir setengah jalan.
Perjalanan yang sangat melelahkan. Dan asal kalian tahu, perjalan itu bukan satu-satunya yang membuatku terkejut. Namun ada satu hal lagi yang benar-benar membuatku terkejut.
Perumahan, tidak ini bahkan tidak layak dibilang perumahan, lebih tepatnya pemukiman yang akan menjadi tempat tingalku benar-benar mengenaskan. Jika dalam benakku perumahan di sini adalah perumahan permanen seperti halnya tempat ku bekerja sebelumnya. Nyatanya itu hanya angan-angan saja, karena pada kenyataannya perumahan di ini sebagian besar terbuat dari kayu. Dan ada beberapa yang hampir roboh.
"Ini perumahan pegawai pak?" Tanyaku pada pak Supri yang tengah mengeluarkan barang bawaan kami. Jangan tanyakan dua temanku itu. Mereka tengah asik tidur dan sangat sulit di bangunkan, mungkin karena lelah.
"Iya den, ginilah keadaan permukaan pegawai di sini."
Aku hanya menggeleng kecil. Tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi perumahan di sini.
Bahkan susunan perumahan di sini cukup berantakan. Hanya ada tiga lorong perumahan dan sayi lapangan besar di Tengah-tengah lorong. Kalau ku perkiraan, mungkin hanya ada 30 rumah yang layak huni. Sisanya hampir roboh dengan kondisi yang sudah tambal sana sini.
"Apa nggak bahaya pak?"
"Ya gimana ya den, kami juga sudah usul ke pak Roni. Cuma kata pak Roni sulit."
Aku menghela napas panjang, aku tentu tahu apa yang dimaksud sulit oleh pak Roni, menager sebelumnya memang sulit untuk diajak kerja sama dan mungkin itulah yang membuat pak Roni tidak bisa berkutik.
"Kayaknya nanti aku coba usul ke pak Roni, kasian juga liat perumahan pegawai, yang menjadi ujung tombak perusahaan nggak ke urus gini." Aku bergumam kecil. Lalu segera membangunkan kedua temanku itu untuk pindah ke dalam rumah sembari melanjutkan istirahat mereka.
Terakhir diubah: