Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Desa Waringin. (Terjebak kawin kontrak)

Status
Please reply by conversation.
Part 7

Bermodalkan keberanian dan tekat aku pergi ke rumah pak Supri. Waktu baru saja menunjukkan pukul 8 malam. Aku sengaja mengulur waktu karena bagiku. Waktu seperti sekarang orang lebih banyak beristirahat dari pada sore hari.

Jadi dengan membawa map perjanjian itu. Aku berjalan menyusuri lorong. Beberapa kali aku berpapasan dengan para pekerja ku yang menyapa dan hanya ku jawab dengan anggukan dan senyum.

Rumah pak Supri terletak di lorong nomor tiga paling ujung dan dekat dengan toilet umum. Sedikit jauh dari rumah dinasku, tapi aku memilih berjalan kaki karena sekalian olahraga.

Setelah sampai di ujung. Aku bisa melihat rumah pak Supri yang terletak di paling pinggir. Total rumah di lorong ini ada lima dengan model memanjang, dan rumah satu dengan yang lain saling menyatu, hanya ada pembatas papan untuk menyekat setiap rumah.

Mirip seperti mes di pabrik pada umumnya, hanya saja yang membedakan, rumah di sini tidak terbuat dari baru bata.

Cukup miris memang, tapi biarlah. Kita kesampingkan hal itu dulu, karena ada hal yang lebih penting dari pada rumah.

Bukan tidak ingin peduli, tapi kali ini biarkan aku peduli pada komandanku dulu. Jika memang benar surat perjanjian itu nyata, maka surga sudah ada di depan mata.

Ahh! Aku sudah tidak sabar untuk itu.

"Loh pak, mau kemana?" Tanya seorang pria yang tengah duduk di teras rumah ketiga. tepatnya hanya berjarak satu rumah dari rumah pak Supri.

"Eh pak... Ini mau ke rumah pak Supri." Jawabku sembari tersenyum.

"Oalah, kirain mau ke mana, kebetulan pak Supri ada di rumahnya, silahkan pak!" Ujarnya lagi.

Aku mengangguk, lalu segera berjalan ke rumah pak Supri dan mengetuk pintu rumah sesaat setelah aku sampai.

Tok... Tok... Tok...

"Permisi!" Aku berteriak karena tak mendengar jawaban dari dalam.

Lalu tak lama setelahnya aku mendengar suara pak supri menyuruh seseorang untuk membuka pintu.

"Jon. Buka pintunya dulu! Bapak lagi manggung ini!" Suara pak Supri terdengar sangat jelas karena dinding kayu itu.

"Iya pak!"

Kreekkk! Pintu rumah di buka dan seorang anak laki-laki keluar hanya dengan memakai boxer.

Anak laki-laki itu adalah anak pak Supri. Kalo tidak salah namanya Joni, usianya baru 19 tahun. Dan dia tidak bersekolah. Karena memang anak-anak di sini rata-rata tidak ada yang memiliki minat untuk sekolah, mereka lebih memilih untuk membantu orang tua dari pada harus membuang waktu untuk bersekolah.

Aku tidak bisa berkomentar akan hal itu. Tapi mungkin nanti aku akan memikirkan hal itu. Tentu saja nanti... Karena sekarang aku ada perlu lain dengan pak Supri.

"Eh pak Adit..." Sapanya.

Aku mengangguk sebentar. "Bapak ada Jon?" Tanyaku tak sabar. Aku meremas map ini dengan gusar. Ada perasaan membuncah dalam dirimu seolah ada hal yang harus aku pastikan secepatnya. Terlebih sang komandan sudah memberontak gila di bawah sana. Seolah menanyakan hak yang harus aku berikan kepadanya.

Sial! Aku harap ini bukan sebuah tipuan atau harapan palsu. Karena jika iya, maka akan ku cari pak Roni dan ku pukul komandannya lm

"Ada pak, itu lagi di dalam sama mamak. Mari pak." Ujar Joni sembari melebarkan pintu utama.

Aku segera melepas sandalku lalu naik ke lantai yang terbuat dari kayu dengan tinggi 30cm dari tanah.

Segera aku masuk. Namun langkahku terhenti seketika saat melihat apa yang tengah dilakukan oleh pak Supri dan bik Sri.

Aku melongo seketika, bahkan mulutku terbuka saat itu juga.

Ini beneran? Gila anjir!

Benar-benar edan! Apa yang dilakukan pak Supri benar-benar di luar nalar.

Dari tempat ku berdiri. Aku melihat dengan jelas pak Supri tengah menunggangi bik Sri di depan tv dan hanya beralaskan tikar kecil. Mereka tengah asik bersenggama dengan gaya doggy. Bahkan aku bisa melihat dengan jelas penis pak Supri yang keluar masuk dengan mudahnya di memek bik Sri. Menggenjot seolah tak peduli jika ada tamu yang datang. Dan yang membuatku terpelongo adalah, apakah mereka waras? Bersenggama di depan anak laki-lakinya?

Edan sungguh edan!

Aku bahkan tidak bisa berkata-kata lagi karena perbuatan pak Supri ini.

"Pak, ada pak Adit datang!" Ujar Joni yang kini duduk di kursi plastik reot sembari meraih remote tv dan memindah saluran cenel. Seolah sudah biasa melihat apa yang dilakukan oleh kedua orang tuannya itu.

Mendengar namaku di sebut. Pak Supri langsung menghentikan genjotnya, lalu menoleh dan tersenyum kemudian.

"Eh den adit? Dateng kok nggak bilang-bilang dulu?" Tanyanya sembari melepas penisnya dengan santai seolah tidak terjadi apa. "Buat minum buk. Ada den adit!" Lanjutnya lagi pada bik sri.

"Iya pak sebentar..." Jawab bik Sri sembari beranjak dengan santainya dan berjalan ke arah dapur tanpa perlu memakai pakaiannya terlebih dahulu. Membiarkan payudara super besar dan memek yang ditumbuhi jembut lebat itu terpampang jelas di mataku.

Aku menelan ludah kasar melihat dengan jelas bentuk lekuk tubuh bik Sri yang benar-benar luar biasa.

Tidak sampai di sana. Lagi-lagi aku terpelongo. Apa yang dilakukan pak Supri setelahnya benar-benar membuatku tak percaya. Bahkan kini dengan santainya dia meraih celana kolor dan memakainya di depanku, tidak peduli jika penisnya itu masih tegang.

Aku cukup terpukau melihat bagaimana bentuk penis pak Supri yang terlihat panjang itu, walau tidak sebesar milik ku, tapi melihat panjang penis itu ku yakin bik Sri selalu puas dengan pelayanan pak Supri.

"Maaf ya den kalo kesannya nggak sopan. Saya nggak tahu kalo Aden bakalan Dateng makanya sempet pemanasan dulu hehe." Ucap pak Supri. "Mari duduk den, maaf kalo keadaannya kayak gini, saya nggak punya kursi."

Aku langsung menggeleng pelan. "Eh enggak pak, justru aku yang harusnya minta maaf, datang nggak bilang-bilang, jadi ganggu acara bapak." Jawabku sembari duduk di lantai beralaskan kayu itu.

"Hehe. Nggak papa den, udah biasa. Lagian masih jam segini, suka pemanasan dulu." Jawab pak Supri sembari menggaruk kepalanya.

Aku hanya meringis kecil.

Sialan, masih jam 8 udah tancap gas aja, mana tetangga belum pada tidur pula, emang nggak malu atau nggak risih gitu?

Aku jadi bertanya-tanya apa mungkin ini termasuk ke dalam satu kesatuan yang disebutkan pak Supri saat hari pertama aku di sini?

"Jadi ada perlu apa ya Aden datang, tumben banget. Biasanya Aden kan tinggal manggil saya aja biar saya yang ke sana." Tanya pak Supri lagi. Suasana canggung mulai mencair. Aku sudah mulai terbiasa dengan suasana ini.

Menarik Nafas pelan lalu hembuskan.

Aku segera mengulurkan map berisi surat perjanjian itu, Lalu mendorongnya ke arah pak Supri.

Pak Supri menatap map itu dengan kening berkerut. Lalu menatapku kemudian. "Ini apa ya den?"

"Surat yang saya tandatangani waktu saya baru datang pak." Ucapku memancing pembicaraan ke arah sana.

"Terus?" Tanya pak Supri seolah tak mengerti.

"Kok terus? Saya ke sini karena saya mau tanya, apa bener ini map itu bapak yang buat sama pak Roni."

"Loh, bukannya pak Roni udah kasih tau Aden ya? Emang Aden belum baca isinya?" Ujar pak Supri yang membalikkan pertanyaanku tadi.

Aku langsung membuang muka karena malu, yah... Jangan salahkan aku Karena malam itu aku tidak membaca dulu isi dari surat itu dan asal menandatanganinya. Salahkan saja bik Sri yang membuat ku hilang fokus.

"Pak Roni nggak kasih tau, bahkan pas aku tanya, dia malah lempar pertanyaan itu ke bapak, katanya tanya aja langsung sama yang bersangkutan." Jelasku lagi.

Pak Supri mengangguk-angguk sebentar. Lalu mendorong kembali map itu ke arahku. "Semua yang ada di dalam surat perjanjian itu memang benar adanya, saya sendiri yang membuat surat itu atas bantuan pak Roni sebelumya." Jelasnya.

"Jadi apa ada yang mau ditanyakan lagi, den? Atau Aden belum baca seluruh isi perjanjian itu?"

"Udah semua sih pak, tapi, saya masih nggak ngerti dengan isi perjanjian poin 2 pak. Kok kelihatannya agak nggak beretika gitu...." Tanyaku pelan. Jujur saja aku sih berharap isi surat perjanjian itu nyata. Karena siapa sih yang nggak pengen bisa ngentot sama bik Sri sesuka hati...

"Hem... Semua sudah tertulis di sana dengan jelas den. Apa yang saya tulis itulah yang sudah dijanjikan, terlebih kami sudah sepakat sebelumnya."

"Tapi kesepakatan itu di buat tanpa ada saya di sana..."

"Maaf den... Bukan saya bermaksud lancang, tapi pak Roni yang mendesak saya dan merencanakan semua ini...."

Arrggh! Pak Roni, kenapa harus membuatku berada di posisi yang nggak menguntungkan ini, di lain sisi aku berharap banyak pada surat perjanjian itu. Tapi di lain sisi aku jika tidak enak pada pak Supri.

"Kebetulan saat itu saja juga lagi butuh banyak uang, dan kebetulan kontrak istri saya dengan pak Roni sudah habis, jadi saya tidak berpikir panjang lagi dan setuju saja. Dan kebetulannya lagi Aden langsung tandatangan malam itu."

Apakah itu sindiran? Sial! Aku tertohok oleh kata-kata itu dan kecerobohan ku sendiri.

"Kawin kontrak, saya masih nggak percaya hal semacam itu ada." Aku bersandar pada dinding kayu dengan wajah mendongak. Memikirkan hal gila yang akan aku jalani setelah ini.

Pak Supri terkekeh pelan, lalu membakar rokok yang baru saja dia ambil. "Jangan heran den. Kan udah saya bilang, di sini hal semacam itu lumrah. Apalagi kayak kami. Jujur, kami orang-orang di kamp ini butuh banyak uang untuk menutupi kekurangan."

"Menutupi kekurangan apa pak? Masa iya sampai jual istri segala?"

"Panjang ceritanya den, singkatnya kami pernah di tipu habis-habisan dulu danembuat kami kehilangan lahan pertanian kami. Itulah yang buat kami terjebak di PT ini, dan memiliki hutang yang sangat banyak?"

"Jadi yang pak Supri bilang satu kesatuan dulu apakah salah satunya ini?"

"Kalo itu beda den, satu kesatuan, adat di sini bukan untuk sembarang berhubungan dengan orang ataupun pasangan lain. Tapi jika ada kesepakatan di dalamnya tentu beda cerita, dan yang jelas tidak ikut campur apapun masalah rumah tangga orang, jadi cukup tahu melihat dan abaikan."

Aku mulai serius dan duduk tegak sembari meraih rokok. Ku tatap pak Supri lekat. "Terus kenapa ada sistem kawin kontrak?"

"Em... Gimana ya den. Ibaratnya gini, kalo Adam punya uang, Aden punya kuasa...."

Aku melongo, tapi mengerti arah pembicaraan pak Supri ini. Tapi jujur, aku masih belum percaya dengan kontrak yang ada di hadapanku ini.

Kawin kontrak cuy! Kawin kontrak, apalagi sama perempuan yang udah buat aku ngocok pagi tadi.

Sial! Tau gini kan udah gue embat aja tadi!

Sial! Sial! Sial!
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd