Chapter 2 – Gadis Misterius
Aku paling benci jika cuaca panas harus berbaur dengan debu jalanan dan juga asap dari kendaraan, hal ini membuatku sangat tidak nyaman. Setelah 10 menit berjalan menelusuri jalanan ibukota untuk menuju ke kampusku, akhirnya aku pun sampai pada tujuanku. Hari ini aku harus mengikuti perkulihan serius karena ada mata pelajaran dengan 4 SKS yang membuatku harus bisa mendapatkan nilai baik.
Saat aku melihat jam tanganku, waktu sudah menunjukan pukul 11:00 siang, sepertinya aku terlambat masuk kelas. Namun untungnya dosen mata pelajaran ini sangat toleran sekali, kita sebagai mahasiswa diberikan kelonggaran sampai 10 menit, jika lebih dari itu maka tidak diperbolehkan untuk mengikuti kelasnya.
Ini adalah awal dari semester ketigaku, setelah dua semester awal telah aku lalui dengan hasil yang cukup memuaskan. IPK ku tidak terlalu tinggi tapi lumayan bagus, dengan angka 3,24 membuatku sedikit tenang karena setidaknya masih di atas Tiga dan lolos dari omelan kakakku. Sebenarnya jika aku ingin serius mengejar IPK tinggi, aku yakin aku bisa saja melakukan hal tersebut tapi jika itu terjadi maka namaku akan terkenal di kelas maupun di kampus dan dengan begitu aku tidak akan bisa bebas lagi karena hari-hariku akan di selalu di kelilingi oleh pertanyaan dari rekan-rekanku mahasiswa lainnya.
“Tok.. tok.. tok.. “, suara pintu kelas yang terketuk oleh tanganku.
Aku pun lalu membuka sedikit pintu kelas tersebut dengan sedikit membungkuk sopan untuk meminta izin masuk ke kelas, dan dosen yang melihatku pun menganggukan kepalanya seakan memberikan isyarat kalau aku diizinkan mengikuti pelajarannya. Dengan langkah sopan aku pun memasuki ruang kelas dan segera mencari tempat duduk yang kosong.
Suasana kali ini Nampak sepi sekali tidak seperti biasanya, jika aku menghitung mahasiswa yang ada diruangan ini hanyalah 16 orang saja. Aku yang saat ini duduk di paling belakang mencoba memperhatikan satu-persatu dari mahasiswa yang mengikuti kelas dari dosen ini, dari semuanya sebagaian besar aku mengenalnya karena mereka adalah rekan-rekanku dulu.
Tapi ada seorang mahasiswa yang mencuri perhatianku, dia adalah seorang wanita dengan rambut panjang sebahu, jika di perhatikan dari belakang Nampak sekali jika wanita ini bukan dari kalangan orang biasa atau aku bisa bilang kalau dia adalah anak orang kaya. Hal tersebut terlihat dari pakaian, perhiasan dan juga tubuhnya sangat terawatt mulai dari rambut sampai kulitnya begitu putih mulus nan bersih. Sepertinya dia sangat cantik, karena bukan hanya diriku yang memusatkan perhatian padanya. Hampir semua orang yang ada dikelas sini memperhatikan wanita ini.
Ehmm.. baiklah aku akan mencoba menebak-nebak tentang siapa wanita ini, dari penampilannya sepertinya dia wanita yang sangat selalu ingin tampil sempurna dan cantik, hal ini juga diperkuat oleh bagaimana dia merawat dan mewarnai rambutnya hingga terlihat indah, tubuhnya pun sangat putih mulus. Lalu dia mengenakan perhiasaan yang terlihat mewah, tentu saja hal ini bisa aku pastikan jika wanita ini adalah orang yang berduit, bisa jadi dia anak orang kaya atau mungkin dia simpanan orang kaya.
Semua bisa jadi, tidak ada yang tidak mungkin di zaman sekarang, apa lagi jika kita terlahir dengan wajah cantik serta tubuh yang indah, tentu saja itu adalah modal yang sangat berharga. Jika aku menjadi wanita dan berada pada posisi yang ekonomi kekurangan serta kemampuan otak yang pas-pasan, wajar saja menurutku kalau aku menggadaikan tubuh dan parasku pada lelaki hidung belang untuk mendapatkan apa yang aku mau.
Dan jika kulihat dari cara dia duduk dan memperhatikan dosen, aku bisa pastikan jika wanita tidak seberapa pintar, duduk dengan kaki saling bersilangan dan cara memandang yang terkesan dibuat-buat dengan gestur tubuh yang sepertinya malas, dimana jemarinya sibuk memainkan pulpennya sendiri.
“Ahh.. sialan, aku jadi tidak focus dengan pelajaran gara-gara wanita ini”, ucapku dalam hati.
Seperti aku harus merelakan kelas hari ini karena otakku tidak bisa konsen pada pelajaran, selama 1,5 jam kedepan aku akan terlihat bodoh karena selalu memperhatikan wanita ini. Memang sangat disayangkan jika harus aku lewatkan begitu saja moment seperti ini, jarang sekali aku menemukan wanita yang sangat cantik dan sempurna seperti dia.
Meskipun aku belum melihat seluruh wajahnya, tapi naluri lelakiku mengatakan jika wanita ini sangatlah cantik. Mengenakan celana jeans slim sehinggan lekuk tubuh bawahnya begitu ketara dan mengumbar kesexyan, dipadukan dengan kaos putih yang ketat dengan hiasan liontin yang mengayun indah pada daun telinganya. Rambut sedikit bercorak violent dengan panjang sebahu, alis hitam dan bulu mata yang elok menambah keindahan paras ayu nya. Setiap inch dari tubuhnya tak lepas dari perhatianku, baru kali ini aku benar-benar terpikat dengan wanita yang baru saja aku lihat.
“Hey.. ngelamun aja lu !”, ucap dari teman sebelahku dengan sedikit mengagetkanku.
“Ohh.. gak kok”, ucapku pelan sedikit kaget.
“Kenal lu ama dia, dari tadi kok lu pelototin terus ?”, tanyanya padaku.
“Kagak”, jawabku singkat.
“Naksir lu ama dia ?”, tanyanya lagi dengan nada meledekku.
“Gak juga”, jawabku.
“Ngeles aja lu dah kayak bemo”, saut temenku meledekku.
Sialan, aku tidak sadar kalau ada yang memperhatikanku saat aku melihat wanita tersebut. Tapi sebenarnya bukan hanya aku yang memperhatikan wanita tersebut, hampir seisi ruangan ini memperhatikan wanita tersebut karena kecantikannya. Bagaimana tidak karena wanita di kelas ini sedikit sekali dan pastilah para kaum adam akan mudah tertarik jika ada wanita yang cantik di kelas ini.
Tidak terasa jam pelajaran pun telah usia, kini waktunya untuk istirahat. Seperti biasanya jika jam istirahat ini aku biasanya meluangkan waktu di perpustakaan untuk membaca novel favoritku. Masih ada beberapa novel lagi yang belum aku baca sama sekali, perpustakaan di kampus sini sangatlah bagus karena banyak sekali rekomendasi buku maupun novel.
Disaat aku sedang berjalan menelusuri lorong kelas yang menuju ke perpustakaan, tak disengaja aku berpapasan dengan wanita cantik yang tadi satu kelas denganku. Hatiku sangat gugup dan berdetak kencang dan mulut pun tak sanggup berkata-kata walau hanya sekedar menyapa saja. Dengan menunduk penuh ketidak jelasan aku pun sedikit meliriknya, dia pun ternyata melihat kearahku, jantung pun serasa berhenti seketika dan aku langsung mengalihkan lirikanku.
“Sialan, apa yang terjadi padaku.. !!”, tanyaku dalam hati.
Semua terasa kaku dan seakan berhenti seiring langkah kaki dari wanita tersebut menjauh dari diriku, dia bagaikan penyihir yang mampu mempesonaku walau hanya dengan melihat saja. Begitu cantik bak sang putri surgawi, sedikit tutur terlantun penuh harap dalam hati ini mengatakan jika dialah tulang rusuk yang hilang selama ini. Dan saat aku sedang termabuk dalam indahnya lamunan, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku.
“Maaf, apa kamu yang namanya Dewa ?”, tanya dari seseorang dari belakangku.
Dan betapa kagetnya diri ini sesaat setelah melihat siapa orang yang mencoba bertanya padaku, yaa benar dia adalah wanita yang selama ini aku agung-agungkan. Semuanya seakan diam dan hening, aku hanya mampu melihat tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun. Aroma tubuhnya sangat kental dengan ciri khas layaknya seorang bidadari.
“Ehm.. maaf, apa kamu yang bernama Dewa ?”, tanyanya lagi setelah aku diamkan beberapa saat.
“Eeehh… iya”, jawabku dengan sangat gugup.
“Apa aku boleh pinjam novel yang kamu pinjam dari perpustakaan ?”, tanyanya lagi dengan menatap penuh ramah.
“Novel apa ?”, tanyaku balik masih dengan kegugupan dan menunduk malu.
“Love Without Tears”, jawabnya dengan senyum kecil tersirat dari bibir merahnya.
“Ini.. “, ucapku dengan memberikan sebuah novel padanya.
“Terima kasih, besok aku kembalikan yaa..”, tuturnya sangat senang.
“Bye.. “, pungkasnya.
Wanita itu pun berlalu pergi, namun aku masih bisu membeku dalam keheningan. Entah apa yang terjadi pada diriku, kenapa aku merasa sangat gugup dan begitu bodohnya aku sampai aku melewatkan kesempatan ini untuk bisa berkenalan dan menjadi lebih dekat lagi dengannya. Tapi masih ada hari esok, dan aku akan mencoba untuk bisa lebih tenang agar bisa lebih dekat dengannya.
Dengan langkah pelan dan hati sangat bergejolak penuh kesenangan, aku berjalan menuju perpustakaan. Lamunan sepanjang langkah kecil ini pun mulai berbinar-binar membayangkan akan dirinya yang mempesona tersebut.
P O V
Fransiska Gita Dewanti
“Coba deh kamu pikirin, masa dia biarin temannya bermesraan di rumah dan si Dewa Cuma diem aja.. bukannya di tegur tapi dia malah ngintip di dapur dengan guna’in pantulan cermin”, ucapku dengan sangat kesal pada Sinno.
“Coba tadi kalau aku gak pulang, gak tau deh apa yang terjadi”., pungkasnya dengan jengkelnya.
“Yaa sudahlah sayang, kau jangan galak-galak gitu donk ama adikmu”, tutur dari Sinno menenangkanku.
Perasaan jengkel ini membuatku kehilangan mood untuk bekerja saja, pekerjaan kantor jadi terbengkalai gara-gara masalah bodoh seperti ini. Sebenarnya apa yang ada di otaknya si Dewa sampai-sampai dia harus membiarkan temannya melakukan hal seperti itu dan dia hanya diamkan saja, apa dia tidak sadar kalau hal tersebut dilakukan di rumah kakaknya.
“Mau makan siang dimana, yank ?”, tanya dari sinno padaku.
“Terserah kamu sajalah yank, aku ngikut aja”, jawabku dengan perasaan bete.
“Ehmm.. sudahlah jangan kayak gitu, masa karena satu kesalahan saja kamu udah ngejudge Dewa yang enggak-enggak”, tutur sinno mencoba menenangkanku.
“Kalau dibiarin dia bisa saja salah pergaulan”, sedikit bantah dariku.
“Menurutku Dewa bukan anak seperti itu, dan ada baiknya jika kamu beri dia sedikit kelonggaran, jangan terlalu di tekan”, nasehat dari sinno.
“Hah.. aneh banget kamu yaa, kalau aku biarin aja bisa-bisa dia jadi anak berandalan yang gak tau aturan, kamu tau sendirikan pergaulan jaman sekarang kayak gimana”, sautku dengan nada kesal.
“Hahaha… Ok lah, terserah kamu saja, aku hanya bisa memberikan saran saja”, ucapnya mencoba menenangkanku.
“Pokoknya aku gak mau dia seperti kedua kakaknya, tidak memiliki tanggung jawab sama sekali dan sangat tamak. Dia satu-satunya keluarga yang aku punya dan aku mau didik dia menjadi lelaki yang baik”, ucapku dengan tegas.
“Iya aku tau dan aku ingin dia menjadi lelaki seperti apa yang kamu mau, tapi lebih baik kita cari makan dulu yaa.. dah laper banget aku ini”, ucap dari sinno mencoba mengalihkan obrolan.
“Di rumah makan Ampera situ aja yank, banyak menunya”, ucapku sambal menunjukan rumah makan yang akan kita tuju.
“Ok nyonya”, sautnya dengan bercanda.
Aku sangat beruntung sekali memiliki kekasih seperti Sinno, sangat baik dan perngertian dan yang paling penting dia bisa menerima aku apa adanya, bahkan dengan kondisi keluargaku seperti sekarang ini. Dia selalu membelaku dan selalu ada untukku, dalam keadaan apapun dia akan setia disampingku, selalu mencoba menenangkanku disaat aku marah dan bersedia menjadi sandaranku disaat aku kelelahan akan semua problema yang aku hadapi.
Jika aku piker-pikir, nasehat yang diberikan oleh sinno ada benarnya. Terkadang aku juga harus sadar diri jika Dewa sekarang bukanlah anak kecil lagi, setidaknya dia sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dan aku terlalu posesif terhadapkunya. Aku selalu menekannya dengan segala aturanku dan dia selalu mencoba untuk mematuhinya, Dewa adalah anak yang baik, jarang sekali dia melakukan kesalahan. Seharusnya aku tidak boleh seperti ini, aku harus lebih memberikannya kepercayaan dan sedikit kebebasan agar dia bisa belajar dari pengalaman pribadinya.
“Hey, ayo turun, malah ngelamun”, ucap Sinno dengan menepuk pahaku.
“Ohh.. maaf”, sautku setelah terbangun dari lamunanku.
Aku dan sinno pun kemudian turun dari mobil dan masuk kedalam rumah makan untuk mengisi kekosongan perut ini, saat ini waktu sudah menunjukan pukul 12:45 siang. Setelah di dalam rumah makan aku pun memilih menu yang akan kita santap dan setelah ak aku dan sinno pun memilih tempat duduk yang berada di pojok kanan dari pintu masuk rumah makan ini.
Dengan menggandeng tanganku, sinno menuntunku kea rah meja makan, dan dengan sangat perhatiannya dia pun menarik tempat duduk dan memberseihkannya untukku. Pria ini benar-benar sangat romantis dan menyanyangiku. Dia selalu tersenyum manis kala aku sedang murung atau dilanda sebuah masalah, dengan senyumnya itulah aku bisa sedikit tenang.
“Wah.. udah mau jam 13:00 aja, cepet banget”, ucap dari Sinno sambal memperhatikan jam tangannya.
“Kamu buru-buru ?”, tanyaku.
“Enggak, justru aku khwatir ama kamu, nanti kamu telat masuk kantornya”, sautnya atas pertanyaanku.
“Enggak apa-apa kok, lagian dikantor juga lagi gak ada kerjaan”, ucapku pada Sinno.
Sepertinya aku butuh masukan dari saran dari sinno untuk permasalahan dari Dewa adikku ini, mungkin aku harus mendengarkan nasehatnya karena mereka sama-sama seorang lelaki. Yaa aku harus mulai membicarakan hal ini kepada sinno dan mencoba untuk menerapkannya kepada Dewa, siapa tau hal ini adalah yang terbaik untuk Dewa.
“Ehmm.. yank, aku mau minta saranmu donk”, ucapku pada Sinno.
“Saran apa nih ?’, tanya dari Sinno.
“Tentang Dewa, menurutmu aku harus bagaimana yaa kepadanya ?’, jawabku dengan kembali bertanya pada Sinno.
“Sebenarnya banyak cara untuk mendidik seseorang menjadi baik seperti yang kamu mau” ucapnya darinya.
“Contohnya?”, tanyaku lagi dengan memperhatikannya sangat serius.
“Kalau menurutku cara mendidik cewek dengan cowok itu beda, dalam hal ini aku akan lebih focus ke cowok karena Dewa adalah anak lelaki, bukan berarti aku mendiskreditkan seorang wanita yaa”, ucap dari Sinno mulai menuturkan nasehatnya.
“Mendidik seorang cowok itu ibarat kamu memegang sebuah gelas kaca, jika kamu terlalu erat/kuat memegangnya maka gelas itu akan pecah, jadi yang perlu kamu lakukan adalah cukup pegang biasa saja”, sambung dari Sinno.
“Apa menurutmu aku terlalu posesif dan kaku dalam mendidik Dewa ?”, tanyaku pada Sinno.
“Kalau boleh jujur, menurutku kamu terlalu berlebihan dalam mendidik Dewa”, jawab dari Sinno padaku.
“Yank, pada dasarnya seorang lelaki itu memiliki jiwa petualang layaknya seorang survival, lelaki itu ingin terlihat layaknya pahlawan, mandiri dan berusaha mencari jati dirinya sendiri. Lelaki itu ingin menunjukan bahwa dia mampu menaklukan sebuah tantangan, mereka butuh itu dan jika hal tersebut tidak teraih karena hal konyol semacam peraturan yang sengaja membelenggunya maka mereka akan memberontak”, lanjut nasehat dari Sinno.
“Jadi menurutmu aku harus memberikan dia ruang dan kebebasan ?”, tanyaku pada Sinno.
“Iya, biarkan saja menemukan jalan hidupnya sendiri. Seorang lelaki akan lebih tertarik belajar dari pengalaman dari pada dengan teori-teori, dan dengan hal tersebut akan bisa membentuk karater dirinya sendiri”, jawab dari Sinno.
“Apa menurutmu Dewa tidak akan apa-apa jika aku berikan dia kebebasan ?”, tanyaku lagi Sinno.
“Tentang hal ini aku tidak bisa menjamin, tapi aku memiliki feeling jika Dewa akan mampu memegang tanggung jawabnya sendiri. Walaupun dia terkesan sangat diam dan cuek tapi aku yakin kalau dalam diamnya tersebut dia sendiri berpikir keras tentang apa yang akan dan harus dia lakukan”, jawab dari sinno penuh keyakinan.
“Jika aku melihat Dewa selama ini, menurutku dia sudah dewasa dari usianya. Pada usia sepertinya saat ini kebanyakan lelaki akan labil dan sedikit berlebihan tapi hal tersebut tidak aku temukan pada diri Dewa, dan dia terlihat lebih suka mengamati dengan teliti sebelum bertindak. Jadi hal inilah yang membuatku yakin jika dia akan bertanggung jawab jika kamu berikan dia kebebasan”, sambung nasehat dari Sinno.
“Iya, kamu benar juga. Dia sudah waktunya mengenal dunia luar dan sebaiknya aku tidak terlalu membelenggunya dengan peraturan konyolku”, ucapku dengan nada sedikit menyesal.
“Kita makan dulu, makanannya sudah datang”, ucap dari Sinno dengan tersenyum kecil.
Sepertinya apa yang disarankan oleh Sinno memang benar adanya, aku harus bisa mengubah sikapku kepada Dewa. Dia sudah besar dan sudah bisa berjalan dengan benar tanpa harus diberikan pegangan lagi, aku hanya perlu mengawasinya dari kejauhan saja, selebihnya biarkan saja dia yang menentukan arah dari perjalanannya.
“Terima kasih, yank”, ucapku lirih pada Sinno dengan mata sedikit berbinar-binar.
“Ehmm.. apa, kamu ngomong apa barusan ?”, tanya Sinno dengan tampak culunnya.
“Enggak apa-apa, buruan makan tar keburu dingin”, ucapku mengalihkan perhatiannya.
Aku dan Sinno pun segera melahap makan siang yang sdah tersaji di meja makan ini, satu persatu lauk yang tersaji pun habis tertelan oleh rasa lapar kita berdua. Setelah semua tersantap habis kita pun segera membayar dan pergi meninggalkan rumah makan tersebut untuk kembali ke kantor masing-masing.
Sesaat sebelum aku masuk kedalam mobil aku tanpa sengaja berpapasan dengan teman Dewa yaitu Vira, tanpa jika dia seorang diri dengan pakaian yang masih sama saat dia pakai bertamu ke rumahku tadi pagi. Dan aku pun mencoba untuk segera masuk kedalam mobil dan mengawasinya dari dalam mobil.
“Ada apa yank kok buru-buru amat ?”, tanya dari Sinno padaku.
“Tuh lihat, cewek yang pakai dress hitam, itu cewek temannya Dewa yang tadi pagi kerumah”, jawabku dengan jari telunjukku menunjuk pada seorang wanita.
“Wow.. sexy banget”, celetuk dari Sinno.
“Hush.. awas kamu yaa !”, hardikku pada Sinno.
“Hehehe.. bercanda sayank”, balas dari Sinno.
“Yank, kita ikuti dia dulu sebelum balik ke kantor, aku penasaran dengannya”, ucapku pada Sinno.
“Ok, tapi jangan lama-lama yaa”, ucapnya.
Sangat aneh sekali jika ada seorang wanita berjalan sendirian di siang hari dengan pakaian yang sangat secy seperti itu, dress hitam yang sangat ketat dan panjangnya hanya sebatas pahanya. Jika aku perhatikan disekelilingnya, semua orang matanya tertuju pada wanita tersebut dan beberapa kali para cowok mencoba untuk menggodanya dengan siulan dan sapaan yang nakal.
Dengan berjalan sedikit cepat dia pun menelusuri setiap trotoar jalan ini menuju ke sebuah apartement mewah, dan aku pun terus mengikutinya dari dalam mobil ini. Rasa penasaran pun kian bergejolak dengan apa yang akan dia lakukan, pikiran kotor pun bernaung dalam otakku.
“Apa mungkin ayam kampus yaa ?”, ucapku sendiri dengan lirih.
“Ngomong apa seh kamu, jangan berprasangka buruk dulu lah sebelum ada buktinya”, saut dari Sinno setelah mendengarkan gumamanku.
“Maaf yank, tapi aneh banget kan ada cewek dengan pakaian seperti itu jalan sendirian di siang hari gini”, ucapku dengan mata masih memperhatikan Vira.
“Iya juga seh”, ucap dari Sinno.
Dan sesaat Vira sampai pada pintu masuk Apartement, tiba-tiba ada seorang lelaki muda yang langsung memegang tangannya dan menariknya ke sebuah mobil, dan vira ikut masuk dalam mobil lelaki tersebut, setelah itu mobil itu pun keluar dan meninggalkan apartement. Melihat hal tersebut aku dan Sinno pun berusaha terus mengikuti kemana mobil tersebut akan singgah.
“By the way, lelaki tadi sama dengan lelaki yang di bawa kerumahmu gak ?”, tanya dari Sinno padaku.
“Bukan, lelakinya beda yank”, jawabku.
Beberapa menit kemudian mobil tersebut berhenti didepan rumah bercat putih dengan pagar yang tertutup rapat, lalu seorang tua membuka pagar tersebut dan mobil mereka pun masuk kedalam setelah itu pagar pun kembali ditutup rapat. Rumah tersebut sangat susah di awasi dari luar karena pagar yang begitu tinggi sehingga aku dan Sinno tidak bisa melihat kedalam pagar tersebut.
“ Tunggu disini sebentar”, ucap dari Sinno.
Sinno pun memarkirkan mobilnya di dekat rumah tersebut, lalu dia pun keluar dari mobil menuju kesebuah warung kecil yang berjualan minuman ringan. Aku pun menyaksikan dari dalam mobil jika Sinno sedang bercakap-cakap dengan penjual tersebut, sepertinya Sinno ingin mencari tau tentang rumah ini, dan tak lama kemudian Sinno pun kembali kemobil.
“Kamu ngapain tadi yank ?”, tanyaku dengan penasaran.
“Aku tanya-tanya sama bapak tadi tentang rumah ini”, jawab dari Sinno.
“Lalu apa katanya yank ?’, tanyaku lagi pada Sinno.
“Ehm.. ini bukan rumah biasa, ini adalah sebuah klinik”, jawab dari Sinno.
“Hah.. klinik, kalau klinik kenapa tidak ada papan keterangan yang menunjukan kalau ini adalah klinik”, ucapku dengan sangat penasaran.
“Ini klinik ******”, saut dari Sinno dengan lirihnya.
“Apa…. !”, ucapku sedikit kaget mendengarnya.
“Sudahlah, lebih baik kita pergi saja, yang penting kita sudah bisa memperkirakan tujuan mereka kesini untuk apa”, ucap dari Sinno.
Dan kita berdua pun pergi meninggalkan tempat tersebut, dengan pikiran yang masih terguncang aku sangat kecewa dan was-was dengan apa yang barusan terjadi. Sepertinya aku harus beritahu Dewa agar tidak bergaul dengan teman wanitanya ini, karena hal ini bisa mempengaruhi Dewa.
Aku paling benci jika cuaca panas harus berbaur dengan debu jalanan dan juga asap dari kendaraan, hal ini membuatku sangat tidak nyaman. Setelah 10 menit berjalan menelusuri jalanan ibukota untuk menuju ke kampusku, akhirnya aku pun sampai pada tujuanku. Hari ini aku harus mengikuti perkulihan serius karena ada mata pelajaran dengan 4 SKS yang membuatku harus bisa mendapatkan nilai baik.
Saat aku melihat jam tanganku, waktu sudah menunjukan pukul 11:00 siang, sepertinya aku terlambat masuk kelas. Namun untungnya dosen mata pelajaran ini sangat toleran sekali, kita sebagai mahasiswa diberikan kelonggaran sampai 10 menit, jika lebih dari itu maka tidak diperbolehkan untuk mengikuti kelasnya.
Ini adalah awal dari semester ketigaku, setelah dua semester awal telah aku lalui dengan hasil yang cukup memuaskan. IPK ku tidak terlalu tinggi tapi lumayan bagus, dengan angka 3,24 membuatku sedikit tenang karena setidaknya masih di atas Tiga dan lolos dari omelan kakakku. Sebenarnya jika aku ingin serius mengejar IPK tinggi, aku yakin aku bisa saja melakukan hal tersebut tapi jika itu terjadi maka namaku akan terkenal di kelas maupun di kampus dan dengan begitu aku tidak akan bisa bebas lagi karena hari-hariku akan di selalu di kelilingi oleh pertanyaan dari rekan-rekanku mahasiswa lainnya.
“Tok.. tok.. tok.. “, suara pintu kelas yang terketuk oleh tanganku.
Aku pun lalu membuka sedikit pintu kelas tersebut dengan sedikit membungkuk sopan untuk meminta izin masuk ke kelas, dan dosen yang melihatku pun menganggukan kepalanya seakan memberikan isyarat kalau aku diizinkan mengikuti pelajarannya. Dengan langkah sopan aku pun memasuki ruang kelas dan segera mencari tempat duduk yang kosong.
Suasana kali ini Nampak sepi sekali tidak seperti biasanya, jika aku menghitung mahasiswa yang ada diruangan ini hanyalah 16 orang saja. Aku yang saat ini duduk di paling belakang mencoba memperhatikan satu-persatu dari mahasiswa yang mengikuti kelas dari dosen ini, dari semuanya sebagaian besar aku mengenalnya karena mereka adalah rekan-rekanku dulu.
Tapi ada seorang mahasiswa yang mencuri perhatianku, dia adalah seorang wanita dengan rambut panjang sebahu, jika di perhatikan dari belakang Nampak sekali jika wanita ini bukan dari kalangan orang biasa atau aku bisa bilang kalau dia adalah anak orang kaya. Hal tersebut terlihat dari pakaian, perhiasan dan juga tubuhnya sangat terawatt mulai dari rambut sampai kulitnya begitu putih mulus nan bersih. Sepertinya dia sangat cantik, karena bukan hanya diriku yang memusatkan perhatian padanya. Hampir semua orang yang ada dikelas sini memperhatikan wanita ini.
Ehmm.. baiklah aku akan mencoba menebak-nebak tentang siapa wanita ini, dari penampilannya sepertinya dia wanita yang sangat selalu ingin tampil sempurna dan cantik, hal ini juga diperkuat oleh bagaimana dia merawat dan mewarnai rambutnya hingga terlihat indah, tubuhnya pun sangat putih mulus. Lalu dia mengenakan perhiasaan yang terlihat mewah, tentu saja hal ini bisa aku pastikan jika wanita ini adalah orang yang berduit, bisa jadi dia anak orang kaya atau mungkin dia simpanan orang kaya.
Semua bisa jadi, tidak ada yang tidak mungkin di zaman sekarang, apa lagi jika kita terlahir dengan wajah cantik serta tubuh yang indah, tentu saja itu adalah modal yang sangat berharga. Jika aku menjadi wanita dan berada pada posisi yang ekonomi kekurangan serta kemampuan otak yang pas-pasan, wajar saja menurutku kalau aku menggadaikan tubuh dan parasku pada lelaki hidung belang untuk mendapatkan apa yang aku mau.
Dan jika kulihat dari cara dia duduk dan memperhatikan dosen, aku bisa pastikan jika wanita tidak seberapa pintar, duduk dengan kaki saling bersilangan dan cara memandang yang terkesan dibuat-buat dengan gestur tubuh yang sepertinya malas, dimana jemarinya sibuk memainkan pulpennya sendiri.
“Ahh.. sialan, aku jadi tidak focus dengan pelajaran gara-gara wanita ini”, ucapku dalam hati.
Seperti aku harus merelakan kelas hari ini karena otakku tidak bisa konsen pada pelajaran, selama 1,5 jam kedepan aku akan terlihat bodoh karena selalu memperhatikan wanita ini. Memang sangat disayangkan jika harus aku lewatkan begitu saja moment seperti ini, jarang sekali aku menemukan wanita yang sangat cantik dan sempurna seperti dia.
Meskipun aku belum melihat seluruh wajahnya, tapi naluri lelakiku mengatakan jika wanita ini sangatlah cantik. Mengenakan celana jeans slim sehinggan lekuk tubuh bawahnya begitu ketara dan mengumbar kesexyan, dipadukan dengan kaos putih yang ketat dengan hiasan liontin yang mengayun indah pada daun telinganya. Rambut sedikit bercorak violent dengan panjang sebahu, alis hitam dan bulu mata yang elok menambah keindahan paras ayu nya. Setiap inch dari tubuhnya tak lepas dari perhatianku, baru kali ini aku benar-benar terpikat dengan wanita yang baru saja aku lihat.
“Hey.. ngelamun aja lu !”, ucap dari teman sebelahku dengan sedikit mengagetkanku.
“Ohh.. gak kok”, ucapku pelan sedikit kaget.
“Kenal lu ama dia, dari tadi kok lu pelototin terus ?”, tanyanya padaku.
“Kagak”, jawabku singkat.
“Naksir lu ama dia ?”, tanyanya lagi dengan nada meledekku.
“Gak juga”, jawabku.
“Ngeles aja lu dah kayak bemo”, saut temenku meledekku.
Sialan, aku tidak sadar kalau ada yang memperhatikanku saat aku melihat wanita tersebut. Tapi sebenarnya bukan hanya aku yang memperhatikan wanita tersebut, hampir seisi ruangan ini memperhatikan wanita tersebut karena kecantikannya. Bagaimana tidak karena wanita di kelas ini sedikit sekali dan pastilah para kaum adam akan mudah tertarik jika ada wanita yang cantik di kelas ini.
Tidak terasa jam pelajaran pun telah usia, kini waktunya untuk istirahat. Seperti biasanya jika jam istirahat ini aku biasanya meluangkan waktu di perpustakaan untuk membaca novel favoritku. Masih ada beberapa novel lagi yang belum aku baca sama sekali, perpustakaan di kampus sini sangatlah bagus karena banyak sekali rekomendasi buku maupun novel.
Disaat aku sedang berjalan menelusuri lorong kelas yang menuju ke perpustakaan, tak disengaja aku berpapasan dengan wanita cantik yang tadi satu kelas denganku. Hatiku sangat gugup dan berdetak kencang dan mulut pun tak sanggup berkata-kata walau hanya sekedar menyapa saja. Dengan menunduk penuh ketidak jelasan aku pun sedikit meliriknya, dia pun ternyata melihat kearahku, jantung pun serasa berhenti seketika dan aku langsung mengalihkan lirikanku.
“Sialan, apa yang terjadi padaku.. !!”, tanyaku dalam hati.
Semua terasa kaku dan seakan berhenti seiring langkah kaki dari wanita tersebut menjauh dari diriku, dia bagaikan penyihir yang mampu mempesonaku walau hanya dengan melihat saja. Begitu cantik bak sang putri surgawi, sedikit tutur terlantun penuh harap dalam hati ini mengatakan jika dialah tulang rusuk yang hilang selama ini. Dan saat aku sedang termabuk dalam indahnya lamunan, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku.
“Maaf, apa kamu yang namanya Dewa ?”, tanya dari seseorang dari belakangku.
Dan betapa kagetnya diri ini sesaat setelah melihat siapa orang yang mencoba bertanya padaku, yaa benar dia adalah wanita yang selama ini aku agung-agungkan. Semuanya seakan diam dan hening, aku hanya mampu melihat tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun. Aroma tubuhnya sangat kental dengan ciri khas layaknya seorang bidadari.
“Ehm.. maaf, apa kamu yang bernama Dewa ?”, tanyanya lagi setelah aku diamkan beberapa saat.
“Eeehh… iya”, jawabku dengan sangat gugup.
“Apa aku boleh pinjam novel yang kamu pinjam dari perpustakaan ?”, tanyanya lagi dengan menatap penuh ramah.
“Novel apa ?”, tanyaku balik masih dengan kegugupan dan menunduk malu.
“Love Without Tears”, jawabnya dengan senyum kecil tersirat dari bibir merahnya.
“Ini.. “, ucapku dengan memberikan sebuah novel padanya.
“Terima kasih, besok aku kembalikan yaa..”, tuturnya sangat senang.
“Bye.. “, pungkasnya.
Wanita itu pun berlalu pergi, namun aku masih bisu membeku dalam keheningan. Entah apa yang terjadi pada diriku, kenapa aku merasa sangat gugup dan begitu bodohnya aku sampai aku melewatkan kesempatan ini untuk bisa berkenalan dan menjadi lebih dekat lagi dengannya. Tapi masih ada hari esok, dan aku akan mencoba untuk bisa lebih tenang agar bisa lebih dekat dengannya.
Dengan langkah pelan dan hati sangat bergejolak penuh kesenangan, aku berjalan menuju perpustakaan. Lamunan sepanjang langkah kecil ini pun mulai berbinar-binar membayangkan akan dirinya yang mempesona tersebut.
P O V
Fransiska Gita Dewanti
“Coba deh kamu pikirin, masa dia biarin temannya bermesraan di rumah dan si Dewa Cuma diem aja.. bukannya di tegur tapi dia malah ngintip di dapur dengan guna’in pantulan cermin”, ucapku dengan sangat kesal pada Sinno.
“Coba tadi kalau aku gak pulang, gak tau deh apa yang terjadi”., pungkasnya dengan jengkelnya.
“Yaa sudahlah sayang, kau jangan galak-galak gitu donk ama adikmu”, tutur dari Sinno menenangkanku.
Perasaan jengkel ini membuatku kehilangan mood untuk bekerja saja, pekerjaan kantor jadi terbengkalai gara-gara masalah bodoh seperti ini. Sebenarnya apa yang ada di otaknya si Dewa sampai-sampai dia harus membiarkan temannya melakukan hal seperti itu dan dia hanya diamkan saja, apa dia tidak sadar kalau hal tersebut dilakukan di rumah kakaknya.
“Mau makan siang dimana, yank ?”, tanya dari sinno padaku.
“Terserah kamu sajalah yank, aku ngikut aja”, jawabku dengan perasaan bete.
“Ehmm.. sudahlah jangan kayak gitu, masa karena satu kesalahan saja kamu udah ngejudge Dewa yang enggak-enggak”, tutur sinno mencoba menenangkanku.
“Kalau dibiarin dia bisa saja salah pergaulan”, sedikit bantah dariku.
“Menurutku Dewa bukan anak seperti itu, dan ada baiknya jika kamu beri dia sedikit kelonggaran, jangan terlalu di tekan”, nasehat dari sinno.
“Hah.. aneh banget kamu yaa, kalau aku biarin aja bisa-bisa dia jadi anak berandalan yang gak tau aturan, kamu tau sendirikan pergaulan jaman sekarang kayak gimana”, sautku dengan nada kesal.
“Hahaha… Ok lah, terserah kamu saja, aku hanya bisa memberikan saran saja”, ucapnya mencoba menenangkanku.
“Pokoknya aku gak mau dia seperti kedua kakaknya, tidak memiliki tanggung jawab sama sekali dan sangat tamak. Dia satu-satunya keluarga yang aku punya dan aku mau didik dia menjadi lelaki yang baik”, ucapku dengan tegas.
“Iya aku tau dan aku ingin dia menjadi lelaki seperti apa yang kamu mau, tapi lebih baik kita cari makan dulu yaa.. dah laper banget aku ini”, ucap dari sinno mencoba mengalihkan obrolan.
“Di rumah makan Ampera situ aja yank, banyak menunya”, ucapku sambal menunjukan rumah makan yang akan kita tuju.
“Ok nyonya”, sautnya dengan bercanda.
Aku sangat beruntung sekali memiliki kekasih seperti Sinno, sangat baik dan perngertian dan yang paling penting dia bisa menerima aku apa adanya, bahkan dengan kondisi keluargaku seperti sekarang ini. Dia selalu membelaku dan selalu ada untukku, dalam keadaan apapun dia akan setia disampingku, selalu mencoba menenangkanku disaat aku marah dan bersedia menjadi sandaranku disaat aku kelelahan akan semua problema yang aku hadapi.
Jika aku piker-pikir, nasehat yang diberikan oleh sinno ada benarnya. Terkadang aku juga harus sadar diri jika Dewa sekarang bukanlah anak kecil lagi, setidaknya dia sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dan aku terlalu posesif terhadapkunya. Aku selalu menekannya dengan segala aturanku dan dia selalu mencoba untuk mematuhinya, Dewa adalah anak yang baik, jarang sekali dia melakukan kesalahan. Seharusnya aku tidak boleh seperti ini, aku harus lebih memberikannya kepercayaan dan sedikit kebebasan agar dia bisa belajar dari pengalaman pribadinya.
“Hey, ayo turun, malah ngelamun”, ucap Sinno dengan menepuk pahaku.
“Ohh.. maaf”, sautku setelah terbangun dari lamunanku.
Aku dan sinno pun kemudian turun dari mobil dan masuk kedalam rumah makan untuk mengisi kekosongan perut ini, saat ini waktu sudah menunjukan pukul 12:45 siang. Setelah di dalam rumah makan aku pun memilih menu yang akan kita santap dan setelah ak aku dan sinno pun memilih tempat duduk yang berada di pojok kanan dari pintu masuk rumah makan ini.
Dengan menggandeng tanganku, sinno menuntunku kea rah meja makan, dan dengan sangat perhatiannya dia pun menarik tempat duduk dan memberseihkannya untukku. Pria ini benar-benar sangat romantis dan menyanyangiku. Dia selalu tersenyum manis kala aku sedang murung atau dilanda sebuah masalah, dengan senyumnya itulah aku bisa sedikit tenang.
“Wah.. udah mau jam 13:00 aja, cepet banget”, ucap dari Sinno sambal memperhatikan jam tangannya.
“Kamu buru-buru ?”, tanyaku.
“Enggak, justru aku khwatir ama kamu, nanti kamu telat masuk kantornya”, sautnya atas pertanyaanku.
“Enggak apa-apa kok, lagian dikantor juga lagi gak ada kerjaan”, ucapku pada Sinno.
Sepertinya aku butuh masukan dari saran dari sinno untuk permasalahan dari Dewa adikku ini, mungkin aku harus mendengarkan nasehatnya karena mereka sama-sama seorang lelaki. Yaa aku harus mulai membicarakan hal ini kepada sinno dan mencoba untuk menerapkannya kepada Dewa, siapa tau hal ini adalah yang terbaik untuk Dewa.
“Ehmm.. yank, aku mau minta saranmu donk”, ucapku pada Sinno.
“Saran apa nih ?’, tanya dari Sinno.
“Tentang Dewa, menurutmu aku harus bagaimana yaa kepadanya ?’, jawabku dengan kembali bertanya pada Sinno.
“Sebenarnya banyak cara untuk mendidik seseorang menjadi baik seperti yang kamu mau” ucapnya darinya.
“Contohnya?”, tanyaku lagi dengan memperhatikannya sangat serius.
“Kalau menurutku cara mendidik cewek dengan cowok itu beda, dalam hal ini aku akan lebih focus ke cowok karena Dewa adalah anak lelaki, bukan berarti aku mendiskreditkan seorang wanita yaa”, ucap dari Sinno mulai menuturkan nasehatnya.
“Mendidik seorang cowok itu ibarat kamu memegang sebuah gelas kaca, jika kamu terlalu erat/kuat memegangnya maka gelas itu akan pecah, jadi yang perlu kamu lakukan adalah cukup pegang biasa saja”, sambung dari Sinno.
“Apa menurutmu aku terlalu posesif dan kaku dalam mendidik Dewa ?”, tanyaku pada Sinno.
“Kalau boleh jujur, menurutku kamu terlalu berlebihan dalam mendidik Dewa”, jawab dari Sinno padaku.
“Yank, pada dasarnya seorang lelaki itu memiliki jiwa petualang layaknya seorang survival, lelaki itu ingin terlihat layaknya pahlawan, mandiri dan berusaha mencari jati dirinya sendiri. Lelaki itu ingin menunjukan bahwa dia mampu menaklukan sebuah tantangan, mereka butuh itu dan jika hal tersebut tidak teraih karena hal konyol semacam peraturan yang sengaja membelenggunya maka mereka akan memberontak”, lanjut nasehat dari Sinno.
“Jadi menurutmu aku harus memberikan dia ruang dan kebebasan ?”, tanyaku pada Sinno.
“Iya, biarkan saja menemukan jalan hidupnya sendiri. Seorang lelaki akan lebih tertarik belajar dari pengalaman dari pada dengan teori-teori, dan dengan hal tersebut akan bisa membentuk karater dirinya sendiri”, jawab dari Sinno.
“Apa menurutmu Dewa tidak akan apa-apa jika aku berikan dia kebebasan ?”, tanyaku lagi Sinno.
“Tentang hal ini aku tidak bisa menjamin, tapi aku memiliki feeling jika Dewa akan mampu memegang tanggung jawabnya sendiri. Walaupun dia terkesan sangat diam dan cuek tapi aku yakin kalau dalam diamnya tersebut dia sendiri berpikir keras tentang apa yang akan dan harus dia lakukan”, jawab dari sinno penuh keyakinan.
“Jika aku melihat Dewa selama ini, menurutku dia sudah dewasa dari usianya. Pada usia sepertinya saat ini kebanyakan lelaki akan labil dan sedikit berlebihan tapi hal tersebut tidak aku temukan pada diri Dewa, dan dia terlihat lebih suka mengamati dengan teliti sebelum bertindak. Jadi hal inilah yang membuatku yakin jika dia akan bertanggung jawab jika kamu berikan dia kebebasan”, sambung nasehat dari Sinno.
“Iya, kamu benar juga. Dia sudah waktunya mengenal dunia luar dan sebaiknya aku tidak terlalu membelenggunya dengan peraturan konyolku”, ucapku dengan nada sedikit menyesal.
“Kita makan dulu, makanannya sudah datang”, ucap dari Sinno dengan tersenyum kecil.
Sepertinya apa yang disarankan oleh Sinno memang benar adanya, aku harus bisa mengubah sikapku kepada Dewa. Dia sudah besar dan sudah bisa berjalan dengan benar tanpa harus diberikan pegangan lagi, aku hanya perlu mengawasinya dari kejauhan saja, selebihnya biarkan saja dia yang menentukan arah dari perjalanannya.
“Terima kasih, yank”, ucapku lirih pada Sinno dengan mata sedikit berbinar-binar.
“Ehmm.. apa, kamu ngomong apa barusan ?”, tanya Sinno dengan tampak culunnya.
“Enggak apa-apa, buruan makan tar keburu dingin”, ucapku mengalihkan perhatiannya.
Aku dan Sinno pun segera melahap makan siang yang sdah tersaji di meja makan ini, satu persatu lauk yang tersaji pun habis tertelan oleh rasa lapar kita berdua. Setelah semua tersantap habis kita pun segera membayar dan pergi meninggalkan rumah makan tersebut untuk kembali ke kantor masing-masing.
Sesaat sebelum aku masuk kedalam mobil aku tanpa sengaja berpapasan dengan teman Dewa yaitu Vira, tanpa jika dia seorang diri dengan pakaian yang masih sama saat dia pakai bertamu ke rumahku tadi pagi. Dan aku pun mencoba untuk segera masuk kedalam mobil dan mengawasinya dari dalam mobil.
“Ada apa yank kok buru-buru amat ?”, tanya dari Sinno padaku.
“Tuh lihat, cewek yang pakai dress hitam, itu cewek temannya Dewa yang tadi pagi kerumah”, jawabku dengan jari telunjukku menunjuk pada seorang wanita.
“Wow.. sexy banget”, celetuk dari Sinno.
“Hush.. awas kamu yaa !”, hardikku pada Sinno.
“Hehehe.. bercanda sayank”, balas dari Sinno.
“Yank, kita ikuti dia dulu sebelum balik ke kantor, aku penasaran dengannya”, ucapku pada Sinno.
“Ok, tapi jangan lama-lama yaa”, ucapnya.
Sangat aneh sekali jika ada seorang wanita berjalan sendirian di siang hari dengan pakaian yang sangat secy seperti itu, dress hitam yang sangat ketat dan panjangnya hanya sebatas pahanya. Jika aku perhatikan disekelilingnya, semua orang matanya tertuju pada wanita tersebut dan beberapa kali para cowok mencoba untuk menggodanya dengan siulan dan sapaan yang nakal.
Dengan berjalan sedikit cepat dia pun menelusuri setiap trotoar jalan ini menuju ke sebuah apartement mewah, dan aku pun terus mengikutinya dari dalam mobil ini. Rasa penasaran pun kian bergejolak dengan apa yang akan dia lakukan, pikiran kotor pun bernaung dalam otakku.
“Apa mungkin ayam kampus yaa ?”, ucapku sendiri dengan lirih.
“Ngomong apa seh kamu, jangan berprasangka buruk dulu lah sebelum ada buktinya”, saut dari Sinno setelah mendengarkan gumamanku.
“Maaf yank, tapi aneh banget kan ada cewek dengan pakaian seperti itu jalan sendirian di siang hari gini”, ucapku dengan mata masih memperhatikan Vira.
“Iya juga seh”, ucap dari Sinno.
Dan sesaat Vira sampai pada pintu masuk Apartement, tiba-tiba ada seorang lelaki muda yang langsung memegang tangannya dan menariknya ke sebuah mobil, dan vira ikut masuk dalam mobil lelaki tersebut, setelah itu mobil itu pun keluar dan meninggalkan apartement. Melihat hal tersebut aku dan Sinno pun berusaha terus mengikuti kemana mobil tersebut akan singgah.
“By the way, lelaki tadi sama dengan lelaki yang di bawa kerumahmu gak ?”, tanya dari Sinno padaku.
“Bukan, lelakinya beda yank”, jawabku.
Beberapa menit kemudian mobil tersebut berhenti didepan rumah bercat putih dengan pagar yang tertutup rapat, lalu seorang tua membuka pagar tersebut dan mobil mereka pun masuk kedalam setelah itu pagar pun kembali ditutup rapat. Rumah tersebut sangat susah di awasi dari luar karena pagar yang begitu tinggi sehingga aku dan Sinno tidak bisa melihat kedalam pagar tersebut.
“ Tunggu disini sebentar”, ucap dari Sinno.
Sinno pun memarkirkan mobilnya di dekat rumah tersebut, lalu dia pun keluar dari mobil menuju kesebuah warung kecil yang berjualan minuman ringan. Aku pun menyaksikan dari dalam mobil jika Sinno sedang bercakap-cakap dengan penjual tersebut, sepertinya Sinno ingin mencari tau tentang rumah ini, dan tak lama kemudian Sinno pun kembali kemobil.
“Kamu ngapain tadi yank ?”, tanyaku dengan penasaran.
“Aku tanya-tanya sama bapak tadi tentang rumah ini”, jawab dari Sinno.
“Lalu apa katanya yank ?’, tanyaku lagi pada Sinno.
“Ehm.. ini bukan rumah biasa, ini adalah sebuah klinik”, jawab dari Sinno.
“Hah.. klinik, kalau klinik kenapa tidak ada papan keterangan yang menunjukan kalau ini adalah klinik”, ucapku dengan sangat penasaran.
“Ini klinik ******”, saut dari Sinno dengan lirihnya.
“Apa…. !”, ucapku sedikit kaget mendengarnya.
“Sudahlah, lebih baik kita pergi saja, yang penting kita sudah bisa memperkirakan tujuan mereka kesini untuk apa”, ucap dari Sinno.
Dan kita berdua pun pergi meninggalkan tempat tersebut, dengan pikiran yang masih terguncang aku sangat kecewa dan was-was dengan apa yang barusan terjadi. Sepertinya aku harus beritahu Dewa agar tidak bergaul dengan teman wanitanya ini, karena hal ini bisa mempengaruhi Dewa.