Chapter 2
Insting Dewa
Rafhael Yudha Dewanata
Aku jadi teringat saat terakhir aku kesini, ditempat ini dimana aku acap kali memainkan permainan konyol dengan teman-teman waktu kecil dulu. Sekarang semuanya hanyalah sebuah kenangan yang termakan waktu dan tersimpan pilu dalam sanubari angan, tak ada lagi kekang waktu yang membelenggu cerita pada masa itu, semua Nampak indah berjalan dengan sendirinya, dikelilingi oleh tawa dan senyum dari kedua orang tua kita. Inilah tempat kelahiranku dan disini pula aku memulai perjalanan hidupku didunia ini.
Duduk disamping pintu usang yang terbuat dari pahatan kayu jati, Nampak kokoh dengan liukan ukiran yang menghiasinya. Diatas kursi panjang ini aku pun menyandarkan tubuh ini sambil melihat indahnya pancaran dari sang surya, siang ini aku pun hanya berpangku tangan tanpa adanya hal yang bisa aku lakukan. Secarik kertas tergenggam di tangan kiri ini, sembari melayangnya lamunan aku pun meremasny kuat-kuat penuh kekesalan.
“Bodoh.. bodoh.. bodoh.. “, gumamku sendiri karena penatnya pikiran ini.
Dari kantong celanaku, aku mengeluarkan sebungkus rokok untuk aku hisap. Sudah tidak lagi aku hiraukan akan peringatan tentang bahaya merokok yang selalu terpapang depan bungkusnya. Sebatang rokok aku nyalakan lalu aku hisap penuh kenikmatan, asap pun perlahan keluar dari mulutku, lambat laun aku pun terlena dalam khayalanku lagu, nikotin ini bak narkotika yang selalu membuatku melayang jauh ke surga lamunan.
Sebenarnya aku tidak ingin menjadi seperti ini, berada dibalik baying-bayang orang lain dan selalu mencoba tegar akan semua kepahitan hidupku. Andai Tuhan tidak memberikanku sebuah kesabaran dan ketenangan yang kuat, mungkin aku akan seperti manusia-manusia biasanya yang dengan mudahnya meluapkan emosinya jika dalam keadaan tertekan. Ini bukan masalah hutang atau ancaman, tapi lebih karena perasaan daam hati yang selalu tersakiti dan mengalah untuk mati.
Sama sepertinya dirinya, aku yakin jika dia sudah tau tentang apa yang aku rasakan tapi dia sangat pintar bersandiwara. Aku memiliki akal yang cukup bagus, aku bisa berpikir jernih walau dalam keadaan seperti ini, aku masih waras dan aku masih bisa membedakan baik dan buruk. Ini adalah cinta, namun buka cinta biasa, cinta yang tak terbalas, cinta yang selalu mengalah, cinta yang setia menanti kematian, cinta yang rela tersakiti dan cinta yang siap akan perpisahan.
Selalu menjadi pertanyaan dalam benakku adalah kenapa aku selalu dan selalu bertahan dengan keadaan seperti ini, kenapa aku selalu dan terus saja mengalah walaupun aku tau hal itu sangat menyakitkan sekali. Aku bukanlah dewa atau pun malaikat, aku adalah manusia biasa dan sekali lagi aku tegaskan, aku adalah manusia biasa sama seperti mereka. Jika seperti ini terus aku tidak tau apa yang harus aku lakukan, aku tidak tahu bagaimana cara aku bisa bertahan lagi.
Sudah ribuan kali aku mencoba melupakan kegilaan ini namun tidak bisa dan dia masih tertawa dalam tangisan ini, jutaan kali aku mencari kejelekannya yang bisa membuatku muak akan dirinya tapi tetap saja aku tidak bisa, semakin aku mengingatnya semakin aku terbawa dalam arus asmara dan cnta gila ini. Aku hanya ini memutar waktu sebentar saja, saat dimana aku pertama kali bertemu dengannya, disaat itulah aku bisa menjalankan rencanaku yaitu membunuhnya agar aku bisa hidup tenang.
Mungkin kalian mengira jika aku sudah gila karena ingin membunuh seseorang yang aku cintai, tapi itulah jalan satu-satunya untukku dan juga untuknya, tak bersamaku dia akan masuk kedala kegelapan yang setiap saat bisa menelannya, bersamaku dia akan merasakan penderitaan yang tak tentu dengan statusku yang seperti ini. Aku manusia biasa tak bergelimang harta, sedangkan dia membutuhkan harta karenan tuntutan keadaannya. Dia bukan matre, dia wanita baik dan dia selalu berusaha demi apapun agar bisa mendapatkan pundi-pundi rupiah demi masa depannya dan juga keluarganya.
Aku tipe orang yang tidak percaya dengan takdir, bahkan aku selalu menentang takdir atau suratan atau apapun itu bahasanya, yang aku percaya adalah semua yang terjadi di dunia ini itu karena buah dari pemikiran kita, keputusan kita, dan pilihan kita. Takdir adalah omong kosong dari orang yang bersembunyi dibalik kedok ketuhanan, seorang pengecut adalah orang yang selalu bilang ‘Ini Sudah Takdir’, bahkan aku bisa bilang bahwa mereka adalah sampah yang sengaja Tuhan ciptakan, dan tugas kita adalah membakar sampah itu sampai menjadi abu.
Perdebatan tentang cinta adalah sebuah hal yang membosankan, ribuan pertanyaan akan terlontar dan kita pun tidak akan bisa menemukan jawaban yang pasti, saat kita dimabuk akan rasa cinta maka saat itu pula kita akan bilang ini adalah surge duniawi, tapi sebaliknya juga berlaku dimana neraka dunia akan tercipta saat kita tersakiti oleh cinta. Cinta bak pedang bermata dua, dimana pun kita memegangnya akan tersakiti juga, entah kapan dan bagaimana yang pasti adalah persiapkan dirimu untuk terhunus pedang tersebut.
“Dewa.. dewa.. bedug dobol kok ngelamun ae”, celetuk dari ibuku secara tiba-tiba.
(Dewa.. dewa.. siang bolong kok melamun aja).
Wanita kalem dengan kental ada jawa yang kini usianya sudah menginjak 45 tahun, manis nan ayu khas wanita jawa, kebaya selalu membalut tubuhnya dalam kesehariannya. Dia adalah orang tuaku, salah satu wanita yang paling aku kagumi dan aku jadikan panutan, sabar dan penyayang adalah karakternya. Dari bilik pintu dia mencoba membangunkanku dari lamunan, teguran lembut dengan sindiran halus dia sematkan dalam ucapannya.
“Ehh.. ibu.. “, sautku sedikit kaget akan kehadiran ibuku.
“Ngelamun toh anak’e ibu iki.. ganteng-ganteng kok doyan ngelamun, gak ilok lho”, ucap dari ibuku.
(Melamun apa anak ibu ini.. cakep-cakep kok senang melamun, gak baik lho).
Dia pun beralih dari bilik pintu sekarang dia berjalan dan duduk tepat disamping bangku panjang yang aku duduki, tangan kirinya pun menepuk pundakku dengan sangat lembut dan Nampak telapak tangannya memijit-mijit pundakku. Terasa sangat nyaman dan aku pun merasa tenang, tersadar dari lamunan dan kembali kepada masa anak-anak dulu, selalu memanjakan kasih saying dari orang tua dan hal inilah yang aku rindukan.
Sesaat semua beban hidup ini sirna karena adanya malaikat seperti ibuku yang senantiasa membantu menopang beban hidupku ini. Entah apa yang aku rasa aku hanya ingin seperti ini untuk saat ini, entah sampai kapan tapi aku ingin menikmati saat-saat seperti ini. Kembali ke masa dimana pahitnya dunia belum aku kenal dan menyapaku, dimana kelamnya kehidupan belum menenggelamkanku, hanya tawa polos yang aku ingat.
“Ada apa toh nak.. mbok yaa cerito neng ibu kalau ada masalah ?”, tanya ibuku padaku.
“Gak apa-apa bu.. Cuma kelingan cilik’an ku mbiyen, rasane pingin balik cilik maneh”, ucapku menjawab pertanyaan ibu.
(Gak apa-apa bu.. Cuma keingat masa kecilku dulu, rasanya ingin balik ke masa kecil lagi).
“Oalah.. uwong urip iku kudu nerimo ing pandum nak, pengeran kuwi ora bakal ngewene’i cobaan ngeluwih’i kemampuan’e awak’e dewe”, tutur dari ibuku memberikanku motivasi untuk tetap semangat menghadapi hidup ini.
(Oalah.. orang hidup itu harus tabah menghadapi cobaan dunia nak, Tuhan itu gak bakal memberikan kita cobaan melebihi kemampuan diri kita).
“Kabeh manungso iku bakal ciloko, seng penting iling karo pinutur’e wong tua insyaallah bakal selamet, iling karo welas asih’e pengeran ben lempeng dalan’e… seng legowo nak ngadep’i urip neng dunyo iki”, sambung dari nasehat ibuku.
(Semua manusia itu bakal celaka, yang penting ingat akan nasehat orang tua insyaallah bakal selamat, ingat dengan belas kasih Tuhan agar jalan hidupmu mudah… yang penting ikhlas menghadapi hidup di dunia ini).
“Iya bu.. kulo iling kale pinutur’e panjenengan, sak abot-abot’e perkoro neng dunyo iki pasti onok dalan’e, seng penting usaha lan iling karo seng gawe urip”, sautku membenarkan pernyataan ibuku.
(Iya bu.. aku ingat akan nasehat dari ibu, seberat-beratnya masalah di dunia ini pasti ada jalan keluarnya, yang penting usaha dan ingat dengan Tuhan).
“Seng sabar yo nak.. !”, imbuh dari ibuku.
“Matur suwun bu.. ”, sautku dengan mata sedikit berkaca-kaca.
(Terima kasih bu).
Dan ibu pun kembali kedalam rumah meninggalkan aku sendiri lagi, menurutnya aku sudah cukup dewasa untuk bisa memahami arti hidup didunia ini. Baik buruknya aku paham dan manis pahitnya juga telah aku mengerti, tapi harus berjalan diatas hamparan bara api dunia sangatlah menyiksaku, tak cukup dengan keyakinan saja namun harus dengan support dari mereka yang selalu ada untukku, percuma saja aku berkorban habis-habisan jika tidak ada satupun orang yang bisa memahami arti dari pengorbananku.
“Berkorban demi apa.. jika aku tidak tau dia akan mengerti akan pengorbananku atau tidak”, lirih aku bergumam sendiri.
Entah kenapa hari ini aku selalu memikirkan seorang wanita yang aku sendiri tidak tau apakah dia disana memikirkan aku juga, aku disini hanya bisa melamun dan berharap bisa merubah waktu. Kebodohan ini selalu menjadi boomerang dalam hidupku, sampai kapan dan entah harus berkali aku harus mencoba bersabar menahan nanah yang kian hari semakin mendidih. Harusnya aku tak usah takut akan kegagalan jika sekarang aku sangat meratapi hari ini, seandainya bisa terulang lagi aku bisa pastikan aku tidak akan seperti ini sekarang ini.
Perasaan ini sunguh amat ganjil dan membuatku sangat gelisah, aku dating kesini untuk menenangkan diri tapi kenapa jadi seperti ini. Aku dibuat galau akan hal yang aku sendiri tak tau kebenarannya, sebenarnya apa yang telah terjadi padaku. Otak ini mulai tak bisa berpikir normal dan sangat memilukan, bagiku hal ini sangatlah buruk dimana akalku mulai tergeroti oleh pikiran negative.
“Ada apa ini dan apa yang harus aku lakukan ?’, tanyaku sendiri dalam hati.
Renaldy Arya Pamungkas
“Woi.. jangan berisik, kupret lu pada”, teriakku mendiamkan celoteh cewek-cewek dalam kelas yang sedang asik bergosip ria.
“Apa seh lu.. kepo banget deh”, saut dari salah satu cewek.
“Gue cipok sange lu.. “, balasku atas celetuk dari cewek tersebut.
“Gopek sini.. cipok gue sepuas lu.. “, jawabnya dengan menantangku.
Sentak saja keadaan kelas mendadak ramai akan suara-suara teman sekelas yang riuk meledek serta memprovokasiku.
“Huuuu… hajar nald”, teriak dari anak-anak kelas.
“Jangan kasih kendor nald, hahahaha.. “, lagi teman-teman kelasku mengomporiku.
“Gopek mah murah kali… sikat aja udah, gak pakai nego”, dan sekali lagi mereka memancing egoku untuk bertindak.
Seorang Renald Arya Pamungkas memang pantang untuk direndahkan, jika ada orang yang berani buka harga didepanku maka tidak ada kata lain selain membelinya, karena prinsipku adalah “Lu jual, Gue beli”. Tapi bukan Renald jika mudah terpancing oleh seorang wanita apalagi wanita rendahan macam dia, aku akan bukti jika aku bisa menikmati tubuhnya tanpa harus mengeluarkan satu sen pun untuknya.
Mendengar tantangan tersebut, aku pun langsung berdiri dari tempat dudukku dan menghampiri wanita yang menantangku tersebut. Dia memang terkenal bandel di kalangan kelas ini, namanya sudah tidak asing lagi di telingaku. Banyak sedikitnya tentang dia aku sudah tau tapi selama ini aku hanya diam saja tak mau mencari masalah dengannya, namun kali ini lain cerita dimana dia telah mulai memancing-mancingku bahkan berani menantangku di depan umum seperti ini.
Saat aku telah berhadapan dengannya, dia pun menunjukan sikap yang sangat menantang, tak hanya diam duduk saja, dia berdiri dan mencoba menatapku balik dengan tatapan tajam. Sentak saja seluruh ruangan kelas ini menjadi riuk tak terkendali, dan aku tak mendengarkan ocehan dari teman-teman sekelas, aku hanya focus pada wanita yang sedang berada tetap dihadapan mataku ini.
Wanita ini cukup manis, tidak putih namun berkulit sawo matang layaknya wanita Indonesia yang khas dengan keeksotikannya. Rambut hitam panjang menawan dan juga kulit halus mengkilat nan mulus, wajahnya elok dan bersih sangat terawat membuatnya sangat enak untuk dipandang, apa lagi tubuhnya yang meliuk bak bodi gitar menambah nilai tersendiri akan kecantikannya.
“Gopek dulu sini, dan cipok gue sepuas lu.. “, ucapnya dengan nada menantang.
“Gue bisa bayar lebih dari itu jika lu bisa puasin gue”, tantangku balik pada wanita tersebut agar dia menjadi sedikit jinak.
Mendengar ucapanku, tiba-tiba suasana ruangan meledak akan suara teriak dari teman-teman sekelas. Menurut mereka aku adalah seorang playboy yang sangat pilah-pilih pasangan, tak sembarangan aku bisa berpacaran atau mendekati cewek. Bisa dibilang aku ini adalah Don Juan dikelas atau bahkan dikampus ini, sedangkan yang berhadapan denganku adalah salah satu primadona dari kaum adam dikampus ini, sayangnya aku lebih sering mendengar tentang negatifnya daripada positifnya.
“Emang lu sanggup bayar ?”, tanyanya menantangku.
“Sebutin berapa yang lu mau ?”, tanyaku balik.
“100 kali lipat”, jawabnya.
“Gimana.. sanggup gak, jangan Cuma ngomong doank”, imbuhnya dengan nada sedikit menggertak.
“Deal”, sautku tanpa pikir panjang.
Dan tanpa basa-basi lagi, aku pun berjalan keluar kelas meninggalkan keriuhan yang ada, semua orang yang berada dalam kelas adalah saksi dari kegilaan ini. Gengsi gede-gedean dipertaruhkan dalam perbincangan tadi, dimana tentu saja aku tidak mau kalah dan tidak akan pernah kalah dengan wanita matre seperti dia. Aku pun segera menuju ketempat saahabatku yaitu Joseph, seperti biasa aku selalu meminta pertolongannya disaat kepepet seperti ini, kalau masalah uang Joseph adalah solusinya. Tapi memang hoki sedang bagus hari ini, baru saja beberapa langkah keluar dari pintu kelasku, aku melihat sosok Joseph sedang berjalan kearahku, dan aku pun segera memanggilnya.
“Woi.. bro, how are u ?”, sapaku sedikit berteriak dengan melambaikan tangan untuk memanggil Joseph.
Dia pun menoleh kearah dan seperti biasanya, wajah nyolotnya selalu saja dia pampang dengan sombongnya. Sekarang dia pun berjalan kearahku, menghampiriku yang telah memanggilnya, dengan dandanan layaknya orang perlente dan dengan angkuhnya dia pun menyapaku dengan ucapan anak-anak gaul sekarang ini.
“What’s up bro ?”, tanyanya dengan nada sengak.
“Gue bisa gak minta tolong sama lu nih… serius butuh banget gue nih”, ucapku merayunya agar sudi menolongku.
“How ?”, tanyanya menghentikan ocehanku.
“Cepek”, jawabku singkat dan tegas.
Dengan ekspresi sombongnya dia pun mengeluarkan dompetnya dan ditariknya satu kartu ATM dengan salah satu merk bank ternama di negeri ini. Seperti biasa dia selalu saja bisa diandalkan untuk saat-saat seperti ini, dia adalah teman yang baik sekali yang tidak bisa melihat temannya dalam kesusahan, tapi aku harus belajar bagaimana cara menjadi penjilat selama berteman dengan dia, hal ini karena aku sangat tidak nyaman dengan sifat egois dan juga sok kaya yang membuatnya sombong tersebut, hanya karena uangnya saja aku sudi berteman dengannya.
“Nih lu ambil aja, nanti balikin lagi”, ucapnya dengan memberikanku sebuah kartu ATM.
“Siap boss ku… !”, ucapku memujinya.
“Ehh.. by the way lu lihat si Shandy gak ?”, tanyanya padaku.
“Terakhir gue lihat sedang di kelas, lagi ada bimbing kayaknya dia”, jawabku.
“Ok thanks”, jawabnya singkat dan berlalu pergi begitu saja.
“Fuck you.. “, ucapku dalam hati karena saking jengkelnya dengan sikap sombongnya.
Bodoh amat dengan sifat sombongnya Joseph, sekarang waktunya mempermainkan wanita yang berani menantangku. Kali ini aku akan membuatmu bertekuk lutut memohon ampunan padaku, aku akan memuaskan diriku saat menikmati tubuh indahnya dengan gratis. Itulah resiko yang harus wanita itu tanggung karena berani-beraninya menantang si Renald di depan umum. Dan aku pun segera berjalan kembali ke dalam kelas untuk menemui wanita tersebut, dengan otak jahat aku pun sudah merencanakan ide gila yang bisa membuat dirinya bertekuk lutut di depanku, dan sesaat kemudian aku berhadapan dengannya lallu perbincangan pun dimulai setelah suara riuh dari teman kelasku terhenti.
“Nanti malam jam 21:00 WIB, di hotel Orion”, ucapku saat sedang bertatapan dengan wanita yang menantangku tadi.
“Tunjukin dulu duit lu”, ujar dari wanita ini seolah tidak percaya padaku.
“Nih pegang dan ambil sesuka hatimu”, ucapku padanya dengan melemparkan sebuah kartu ATM ke arah tubuhnya.
Kartu ATM tersebut telah berpindah tangan dan sekarang dia telah memegang kartu tersebut, dari sini aku sekarang bisa memulai permainan ini. Dengan begini antara aku dan dia sudah terjalin deal dan saling menyetujui akan transaksi jual beli ini, dia penjual dan aku pembeli. Saat ini pula aku akan memulai rencana jahat ini dan aku akan membuatnya memohon ampunan padaku, dengan begitu aku keadaan bisa aku kendalikan.
“Aku akan WA nomor PIN nya”, sambung ucapku padanya.
“Emang lu ada WA gue ?”, tanyanya padaku.
“Lu mah sudah ada dalam list gue kali, hehehe… “, jawabku simple.
“Udah yaa.. see u”, ucapku selanjutnya sembari meninggalkan ruang kelas layaknya manusia tajir nan sombong agar menimbulkan rasa penasaran pada wanita tersebut.
Seiring langkahku pergi meninggalkannya, sepertinya dia selalu memperhatikan diriku dan penasaran akan apa yang akan aku lakukan nanti. Seperti yang telah aku rencanakan, aku memiliki sebuah kejutan untuknya malam nanti, dimana aku bisa jamin kalau dia akan menyerahkan tubuhnya secara cuma-cuma kepadaku.
Cuma satu hal yang menjadikan permainan nanti malam terasa tidak asik, dikarenakan tidak adanya Dewa. Dia sudah beberapa hari ini berada di kampong untuk menjenguk orang tua nya, sebenarnya aku membutuhkannya karena aku hanya ingin memberikannya sebuah pengalaman yang indah tentang seorang wanita.
Dewa adalah teman baikku dan aku tidak akan pernah melupakan sedikit pun tentang kebaikannya, dibandingkan dengan Joseph, Dewa jauh lebih menyenangkan untuk dijadikan seorang sahabat, karena kepintarannya dan kepolosannya terdapat seorang wanita. Tapi bagaimana pun juga dia adalah orang baik yang tak layak untuk disakiti oleh wanita manapun.
Sebenarnya ada sedikit niatan untuk mengajak Joseph, tapi aku takut jika dia asal bicara dan yang ada nanti aku malah kena getahnya. Tapi sebenarnya juga tidak masalah ngajak dia, toh ujung-ujungnya ini hanya menjadi cerita usang yang jadi kenangan doank. Dan setelah beberapa lama aku berpikir tentang menaruh Joseph dalam rencanaku, akhirnya aku bisa ambil keputusan untuk mengajak Joseph dalam rencanaku mengerjain wanita resek tadi.
“Ehm.. ngajak Joseph berarti gue harus ngibulin Shandy dulu”, gumamku dengan berpikir keras.
Aku pun jadi berpikir keras akan hal ini, masalah utama ada didiri Shandy, dimana hal ini akan berhubungan dengan Dewa. Sepertinya aku tidak akan pernah mau untuk berkhianat kepada Dewa, apalagi dia telah percaya sekali kepadaku untuk menitipkan Shandy padaku dan bukannya pada kekasihnya sendiri si Joseph, bagaimanapun juga itu adalah sebuah amanat yang disematkan kepadaku dari teman baikku.
“Tunggu.. Dewa sekarang sedang berada di kampong, jadi jika gue bisa menyiapkan ini semua dengan matang, gue yakin hal ini tidak akan bocor sampai ke telinga Dewa”, ujar sendiri.
Yaa.. benar, amanat dari Dewa adalah aku harus menjaga Shandy, dalam hal ini aku hanya butuh membohonginya bukan mengajaknya jadi tidak akan jadi masalah. Lalu aku juga merancang agar hal ini tidak sampai kedengar ke telingan Dewa, dan menurutku rencana ini tidak aka nada satu pun yang membocorkannya dikarenakan sudah pasti Joseph akan diam saja karena dia pun akan takut jika sampai Shandy mendengarnya.
Jika Joseph tidak mau aku ajak, maka yang perlu aku lakukan adalah menjebaknya. Sebenarnya aku hanya butuh duitnya saja, dan disamping itu juga aku punya misi tersendiri yaitu ingin memberikan sedikit kebebasan pada Shandy dan juga Dewa. Benar sekali, alasan utamaku adalah mereka berdua, jika bukan karena mereka mungkin aku akan menikmati malam nanti sendirian.
Dari sini kalian akan menilaiku jika aku adalah seorang bajingan dan pengkhianat, tapi tidak bisa melihat kenyataan yang ada. Dimana ada sebuah cinta yang terhalang dinding keegoisan dan kemunafikan, cinta mereka harusnya bersatu bukan hanya untuk bertemu namun tak bisa melebur, aku sangat kasian dengan mereka berdua dan disinilah aku ingin mengambil peran agar mereka bisa saling melengkapi.
Seiring langkah ini melangkah menyusuri lorong kampus tua ini, aku pun akhirnya berpapasan dengan Joseph dan aku mencoba menyapanya dan menghentikannya untuk aku bisa mengajaknya ke acara nanti malam.
“Hi, Bro.. Whats up Bro”, sapaku belaga lebay.
“What ?”, sautnya dengan tampak sinis.
“Tar malam ikut gue yuk.. seneng-seneng kita”, ucap dariku pada Joseph dengan nada merayu dan tangan kananku merangkul bahunya.
“Sorry, I’m Bussy”, jawabnya singkat dengan menyingkirkan tanganku dari bahunya dan tanpa basa-basi lagi dia pun lekas pergi menjauh dariku.
“Ok, sorry if disturb your time”, ucapku pada Joseph yang telah melangkahkan kakinya pergi.
Seperti biasa, sifatmu yang sekarang sudah jauh berbeda dengan Joseph yang aku kenal dulu, bukan hanya aku saja yang merasakan hal ini namun Dewa pun sama denganku juga. Sebenarnya aku dan Dewa sangat ingin kembali seperti masa dulu, dimana kita bertiga bisa salin melengkapi satu sama lain dan saling membagi kegilaan. Aku tidak tau kemana Joseph yang dulu aku kenal, sekarang aku tidak bisa merasakan sentuhan hangat dari sahabat karibku dulu, seorang Joseph.
Cerita indah, keseruan lugu, bahkan tawa canda serta tangis pilu diantara kita bertiga sudah jarang sekali terukir bersama. Semua karena dirimu yang telah berubah, aku hanya ingin kita bertiga bersama dan kembali ke masa dulu, bukan hal seperti ini yang aku inginkan dan bukan hal masa depan seperti ini yang ada dalam mimpiku.
“Fuckers.. Bullshit dengan semua ini”, ucapku sendiri dengan sangat geram sekali melihat sifat dari Joseph.
Dengan perasaan sedikit kesal aku pun pergi dan mencoba menenangkan perasaan ini, dan kaki ini pun melangkah kearah taman belakang kampus. Sebuah pemandangan taman yang lumayan rindang akan pepohonan, dan juga bangku-bangku kosong menghiasi keindahan taman tersebut. Dan disela sudut bangku tersebut terlihat seorang wanita sedang duduk diam sendiri, entah menunggu seseorang atau memang sengaja berdiam disana untuk menenangkan dirku seperti diriku.
Tanpa banyak basa-basi aku pun menghampirinya, dan semakin dekat aku melihatnya aku mulai sadar jika dia adalah Shandy, Nampak dari belakang dia begitu layu dengan wajah tertunduk, kedua tangan memegang wajahnya dan terselip tissue diantara jemari munggilnya. Sentak saja pikiran ini langsung berpikir jika dia sedang menangis tersendu-sendu, tanpa piker panjan aku pun segera berlari kearahnya dan mencoba menjadi pelipur laranya.
“Shandy.. “, sapaku saat aku sudah berdiri didepannya.
Dengan kaget dia pun menengngadakan kepalanya kearahku dan dengan cepatnya dia pun menunduk kembali untuk membasuh air matanya yang membasahi pipinya. Kini aku tau jika dia memang sedang menangis dan aku harus mencari tau kenapa hal ini bisa terjadi padanya. Sedikit banyaknya hati ini juga merasa tidak tega melihat seorang wanita yang baik sepertinya harus menangis pilu seperti ini.
“Hah.. lu nangis, kenapa ?”, ucapku bertanya padanya dengan sedikit kaget.
“Enggak kok.. !’, jawabnya dengan kedua tangannya masih mengkucek-kucek matanya untuk membasuh airmata yang terkucur diwajahnya.
“Serius gue tanya, lu kenapa ?’, tanyaku lagi degan sedikit tegas.
“Berisik lu.. gue gak apa-apa”, jawabnya lagi tanpa berani melihatkan wajahnya kepadaku.
“Sono pergi ahh.. “, ucapnya dengan lekas berdiri dan tangan kirinya mendorong tubuhku untuk menjauh darinya, dengan wajah tertunduk dia pun berlari kecil menjauhi diriku.
Aku tidak bisa diam saja melihat hal ini, rasa kasian nan iba tersibak dalam hatiku. Aku pun berlari kecil menyusulnya, dan seketika itu pula aku pun langsung memegang tangannya untuk menghentikan langkah kakinya. Aku pun mencoba sedikit menarik tangannya dan saat berhenti aku segera menghadap kearah wajah dengan membalikan tubuhnya.
“Bicara ama gue, lu kenapa ?”, tanyaku pada Shandy dengan sangat serius.
“Hikss.. hiks.. Joseph.. “, ucapnya singkat dengan menahan airmata yang terus mengalir.
“Kenapa dengan Joseph ?”, tanyaku mencoba interogasinya karena penasaran dengan apa yang Shandy alami.
“Apa yang dia lakuin ama lu, lu ditampar lagi sama dia ?”, tanyaku frontal dengan sedikit emosi mulai tersulut.
“Gue serius sama dia, tapi dia selingkuh dibelakang gue”, ucap Shandy dengan sedikit berteriak.
Dalam hati kecilku, aku hanya bisa mencoba menjadi sandaran dari Shandy atas semua beban yang dia pikul selama ini. Tentang perselingkuhan diantara Aku, Joseph dan juga Dewa, hanya Dewa sajalah lelaki yang sangat menghargai perempuan dan oleh karena itu pula aku sangat menaruh hormat padanya. Bukan cerita baru jika Joseph selingkuh dibelakang Shandy, namun hal ini menjadi pukulan berat untuk Shandy jika sampai dia mengetahuinya, karena selama ini Shandy tidak tau akan kebusukan dari Joseph, aku dan juga Dewa hanya bisa menyembunyikan kebusukan tersebut dari Shandy.
“Jangan asal nuduh Shan.. kalau lu gak ada buktinya”, ucapku mencoba menenangkan Shandy.
Sebenarnya dalam hati kecil ini sangatlah muak dengan semua sandiwara ini, tapi aku tidak bisa apa-apa dengan keadaan seperti ini. Aku hanya bisa terus-menerus melihat Shandy dibodoh-bodohin oleh Joseph, seorang wanita yang sangat malang sekali nasibnya. Dan ini adalah salah satu alasan bagiku untuk mengikuti amanat dari Dewa, aku dimintanya untuk selalu bisa menjaga Shandy disaat dia tidak ada disini. Tentang perasaan Dewa sendiri terhadap Shandy, aku melihatnya ada sesuatu yang sengaja disembunyikan, tapi jujur dalam hatiku yang palling dalam, aku sangat setuju bila Shandy dengan Dewa dari pada dengan Joseph.
“Mau bukti.. ini, lihat ini”, ucap dari Shandy dengan nada membentak kepadaku, sambal dia memperliatkan kepadaku sebuah rekaman video pada handphonenya.
Aku pun mengambil handphone tersebut dan mencoba untuk memperhatikan dengan seksama rekaman didalam video tersebut. Nampak jelas jika video ini sengaja direkam oleh mereka berdua, dimana Joseph sedang bercumbu mesra dengan seorang wanita dengan candaan khas mereka. Tapi ada satu hal yang membuatku sangat kaget adalah wanita dalam video ini, dia adalah Della teman sekelas yang nanti malam ingin aku permainkan, dengan melihat video ini rasa kasianku kepada wanita jalang tersebut sudah sirna tertelan amarah.
“Sekarang apa, hah… ?”, teriak Shandy padaku dengan bertanya.
“Gue yakin lu dan Dewa juga tau akan kelakuan busuk Joseph, tapi lu berdua sengaja menyembunyi’in dari gue, ya kan ?”, sambungnya dengan semakin lantang bentaknya kepadaku.
“Gue gak tau tentang ini”, jawabku dengan sedikit rasa bersalah karena menyembunyikan sifat busuk dari Joseph ini.
“Bohong.. dia satu fakultas sama lu dan tadi gue lihat lu dikelas lagi ngerayu dia, bener gak ?”, tanyanya lagi lagi dengan membentakku.
“Shan.. gue ga ada niatan untuk… “, ucapku ingin meluruskan permasalahan agar tidak terjadi salah paham, namun Shandy tidak membiarkanku untuk meneruskan ucapanku, dia pun memotong pembicaraanku.
“Bangsat lu semua… “, ucapnya dengan mata menatap tajam kearahku.
Dan dia pun kembali pergi menjauh dariku, namun kali ini aku tidak ada niatan untuk mengejarnya. Aku hanya ingin membiarkannya tenang dulu, saat tenang itulah aku akan masuk dan mencoba untuk meluruskan permasalahan ini. Apa pun itu agar dia bisa tenang dan lega aku akan lakukan termasuk membongkar semua rahasia tentang Joseph. Aku sekarang sudah tidak perduli lagi dengan persahabatan konyol ini, yang ada di otakku hanyalah ingin melepaskan Shandy dari dekapan Joseph.
Rasa benci ini semakin menjadi-jadi dan entah setan apa yang merasuk otakku, aku benar-benar tidak bisa membedakan mana baik dan buruk, yang ada kini hanyalah bagaimana membalas semua ini kepada Joseph. Sangat tidak mungkin jika membuat Joseph kembali ke jalan lurus dan setia kepada Shandy, hal itu sangatlah mustahil karena aku sangat mengenal sifat dan watak dari Joseph, hanya ada satu jalan yaitu mengakhiri hubungan mereka. Sesaat kemudian handphoneku bergetar, saat aku lihat sebuah pesan Whatsapp dari Dewa, dan aku pun segera membuka pesan tersebut.
“Jaga dia, Gue akan kembali sore ini juga”
Itulah pesan singkat dari Dewa, sepertinya Dewa sudah tau akan kejadian yang menimpa Shandy, dia begitu khwatir sampai-sampai dia kembali sore ini juga. Semoga saja masalah ini cepat selesai, tapi yang menjadi pertanyaanku adalah dari mana Dewa bisa tau akan hal ini. Apa pun itu aku percayakan saja pada Dewa, sekarang tugasku hanya menjaga dan mengawasi Shandy sampai Dewa kembali kesini.