Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI PARADOKS

Bimabet
Chapter 2 – Gadis Misterius

Aku paling benci jika cuaca panas harus berbaur dengan debu jalanan dan juga asap dari kendaraan, hal ini membuatku sangat tidak nyaman. Setelah 10 menit berjalan menelusuri jalanan ibukota untuk menuju ke kampusku, akhirnya aku pun sampai pada tujuanku. Hari ini aku harus mengikuti perkulihan serius karena ada mata pelajaran dengan 4 SKS yang membuatku harus bisa mendapatkan nilai baik.

Saat aku melihat jam tanganku, waktu sudah menunjukan pukul 11:00 siang, sepertinya aku terlambat masuk kelas. Namun untungnya dosen mata pelajaran ini sangat toleran sekali, kita sebagai mahasiswa diberikan kelonggaran sampai 10 menit, jika lebih dari itu maka tidak diperbolehkan untuk mengikuti kelasnya.

Ini adalah awal dari semester ketigaku, setelah dua semester awal telah aku lalui dengan hasil yang cukup memuaskan. IPK ku tidak terlalu tinggi tapi lumayan bagus, dengan angka 3,24 membuatku sedikit tenang karena setidaknya masih di atas Tiga dan lolos dari omelan kakakku. Sebenarnya jika aku ingin serius mengejar IPK tinggi, aku yakin aku bisa saja melakukan hal tersebut tapi jika itu terjadi maka namaku akan terkenal di kelas maupun di kampus dan dengan begitu aku tidak akan bisa bebas lagi karena hari-hariku akan di selalu di kelilingi oleh pertanyaan dari rekan-rekanku mahasiswa lainnya.

“Tok.. tok.. tok.. “, suara pintu kelas yang terketuk oleh tanganku.

Aku pun lalu membuka sedikit pintu kelas tersebut dengan sedikit membungkuk sopan untuk meminta izin masuk ke kelas, dan dosen yang melihatku pun menganggukan kepalanya seakan memberikan isyarat kalau aku diizinkan mengikuti pelajarannya. Dengan langkah sopan aku pun memasuki ruang kelas dan segera mencari tempat duduk yang kosong.

Suasana kali ini Nampak sepi sekali tidak seperti biasanya, jika aku menghitung mahasiswa yang ada diruangan ini hanyalah 16 orang saja. Aku yang saat ini duduk di paling belakang mencoba memperhatikan satu-persatu dari mahasiswa yang mengikuti kelas dari dosen ini, dari semuanya sebagaian besar aku mengenalnya karena mereka adalah rekan-rekanku dulu.

Tapi ada seorang mahasiswa yang mencuri perhatianku, dia adalah seorang wanita dengan rambut panjang sebahu, jika di perhatikan dari belakang Nampak sekali jika wanita ini bukan dari kalangan orang biasa atau aku bisa bilang kalau dia adalah anak orang kaya. Hal tersebut terlihat dari pakaian, perhiasan dan juga tubuhnya sangat terawatt mulai dari rambut sampai kulitnya begitu putih mulus nan bersih. Sepertinya dia sangat cantik, karena bukan hanya diriku yang memusatkan perhatian padanya. Hampir semua orang yang ada dikelas sini memperhatikan wanita ini.

Ehmm.. baiklah aku akan mencoba menebak-nebak tentang siapa wanita ini, dari penampilannya sepertinya dia wanita yang sangat selalu ingin tampil sempurna dan cantik, hal ini juga diperkuat oleh bagaimana dia merawat dan mewarnai rambutnya hingga terlihat indah, tubuhnya pun sangat putih mulus. Lalu dia mengenakan perhiasaan yang terlihat mewah, tentu saja hal ini bisa aku pastikan jika wanita ini adalah orang yang berduit, bisa jadi dia anak orang kaya atau mungkin dia simpanan orang kaya.

Semua bisa jadi, tidak ada yang tidak mungkin di zaman sekarang, apa lagi jika kita terlahir dengan wajah cantik serta tubuh yang indah, tentu saja itu adalah modal yang sangat berharga. Jika aku menjadi wanita dan berada pada posisi yang ekonomi kekurangan serta kemampuan otak yang pas-pasan, wajar saja menurutku kalau aku menggadaikan tubuh dan parasku pada lelaki hidung belang untuk mendapatkan apa yang aku mau.

Dan jika kulihat dari cara dia duduk dan memperhatikan dosen, aku bisa pastikan jika wanita tidak seberapa pintar, duduk dengan kaki saling bersilangan dan cara memandang yang terkesan dibuat-buat dengan gestur tubuh yang sepertinya malas, dimana jemarinya sibuk memainkan pulpennya sendiri.

“Ahh.. sialan, aku jadi tidak focus dengan pelajaran gara-gara wanita ini”, ucapku dalam hati.

Seperti aku harus merelakan kelas hari ini karena otakku tidak bisa konsen pada pelajaran, selama 1,5 jam kedepan aku akan terlihat bodoh karena selalu memperhatikan wanita ini. Memang sangat disayangkan jika harus aku lewatkan begitu saja moment seperti ini, jarang sekali aku menemukan wanita yang sangat cantik dan sempurna seperti dia.

Meskipun aku belum melihat seluruh wajahnya, tapi naluri lelakiku mengatakan jika wanita ini sangatlah cantik. Mengenakan celana jeans slim sehinggan lekuk tubuh bawahnya begitu ketara dan mengumbar kesexyan, dipadukan dengan kaos putih yang ketat dengan hiasan liontin yang mengayun indah pada daun telinganya. Rambut sedikit bercorak violent dengan panjang sebahu, alis hitam dan bulu mata yang elok menambah keindahan paras ayu nya. Setiap inch dari tubuhnya tak lepas dari perhatianku, baru kali ini aku benar-benar terpikat dengan wanita yang baru saja aku lihat.

“Hey.. ngelamun aja lu !”, ucap dari teman sebelahku dengan sedikit mengagetkanku.

“Ohh.. gak kok”, ucapku pelan sedikit kaget.

“Kenal lu ama dia, dari tadi kok lu pelototin terus ?”, tanyanya padaku.

“Kagak”, jawabku singkat.

“Naksir lu ama dia ?”, tanyanya lagi dengan nada meledekku.

“Gak juga”, jawabku.

“Ngeles aja lu dah kayak bemo”, saut temenku meledekku.

Sialan, aku tidak sadar kalau ada yang memperhatikanku saat aku melihat wanita tersebut. Tapi sebenarnya bukan hanya aku yang memperhatikan wanita tersebut, hampir seisi ruangan ini memperhatikan wanita tersebut karena kecantikannya. Bagaimana tidak karena wanita di kelas ini sedikit sekali dan pastilah para kaum adam akan mudah tertarik jika ada wanita yang cantik di kelas ini.

Tidak terasa jam pelajaran pun telah usia, kini waktunya untuk istirahat. Seperti biasanya jika jam istirahat ini aku biasanya meluangkan waktu di perpustakaan untuk membaca novel favoritku. Masih ada beberapa novel lagi yang belum aku baca sama sekali, perpustakaan di kampus sini sangatlah bagus karena banyak sekali rekomendasi buku maupun novel.

Disaat aku sedang berjalan menelusuri lorong kelas yang menuju ke perpustakaan, tak disengaja aku berpapasan dengan wanita cantik yang tadi satu kelas denganku. Hatiku sangat gugup dan berdetak kencang dan mulut pun tak sanggup berkata-kata walau hanya sekedar menyapa saja. Dengan menunduk penuh ketidak jelasan aku pun sedikit meliriknya, dia pun ternyata melihat kearahku, jantung pun serasa berhenti seketika dan aku langsung mengalihkan lirikanku.

“Sialan, apa yang terjadi padaku.. !!”, tanyaku dalam hati.

Semua terasa kaku dan seakan berhenti seiring langkah kaki dari wanita tersebut menjauh dari diriku, dia bagaikan penyihir yang mampu mempesonaku walau hanya dengan melihat saja. Begitu cantik bak sang putri surgawi, sedikit tutur terlantun penuh harap dalam hati ini mengatakan jika dialah tulang rusuk yang hilang selama ini. Dan saat aku sedang termabuk dalam indahnya lamunan, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku.

“Maaf, apa kamu yang namanya Dewa ?”, tanya dari seseorang dari belakangku.

Dan betapa kagetnya diri ini sesaat setelah melihat siapa orang yang mencoba bertanya padaku, yaa benar dia adalah wanita yang selama ini aku agung-agungkan. Semuanya seakan diam dan hening, aku hanya mampu melihat tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun. Aroma tubuhnya sangat kental dengan ciri khas layaknya seorang bidadari.

“Ehm.. maaf, apa kamu yang bernama Dewa ?”, tanyanya lagi setelah aku diamkan beberapa saat.

“Eeehh… iya”, jawabku dengan sangat gugup.

“Apa aku boleh pinjam novel yang kamu pinjam dari perpustakaan ?”, tanyanya lagi dengan menatap penuh ramah.

“Novel apa ?”, tanyaku balik masih dengan kegugupan dan menunduk malu.

“Love Without Tears”, jawabnya dengan senyum kecil tersirat dari bibir merahnya.

“Ini.. “, ucapku dengan memberikan sebuah novel padanya.

“Terima kasih, besok aku kembalikan yaa..”, tuturnya sangat senang.

“Bye.. “, pungkasnya.

Wanita itu pun berlalu pergi, namun aku masih bisu membeku dalam keheningan. Entah apa yang terjadi pada diriku, kenapa aku merasa sangat gugup dan begitu bodohnya aku sampai aku melewatkan kesempatan ini untuk bisa berkenalan dan menjadi lebih dekat lagi dengannya. Tapi masih ada hari esok, dan aku akan mencoba untuk bisa lebih tenang agar bisa lebih dekat dengannya.

Dengan langkah pelan dan hati sangat bergejolak penuh kesenangan, aku berjalan menuju perpustakaan. Lamunan sepanjang langkah kecil ini pun mulai berbinar-binar membayangkan akan dirinya yang mempesona tersebut.



P O V
Fransiska Gita Dewanti


“Coba deh kamu pikirin, masa dia biarin temannya bermesraan di rumah dan si Dewa Cuma diem aja.. bukannya di tegur tapi dia malah ngintip di dapur dengan guna’in pantulan cermin”, ucapku dengan sangat kesal pada Sinno.

“Coba tadi kalau aku gak pulang, gak tau deh apa yang terjadi”., pungkasnya dengan jengkelnya.

“Yaa sudahlah sayang, kau jangan galak-galak gitu donk ama adikmu”, tutur dari Sinno menenangkanku.

Perasaan jengkel ini membuatku kehilangan mood untuk bekerja saja, pekerjaan kantor jadi terbengkalai gara-gara masalah bodoh seperti ini. Sebenarnya apa yang ada di otaknya si Dewa sampai-sampai dia harus membiarkan temannya melakukan hal seperti itu dan dia hanya diamkan saja, apa dia tidak sadar kalau hal tersebut dilakukan di rumah kakaknya.

“Mau makan siang dimana, yank ?”, tanya dari sinno padaku.

“Terserah kamu sajalah yank, aku ngikut aja”, jawabku dengan perasaan bete.

“Ehmm.. sudahlah jangan kayak gitu, masa karena satu kesalahan saja kamu udah ngejudge Dewa yang enggak-enggak”, tutur sinno mencoba menenangkanku.

“Kalau dibiarin dia bisa saja salah pergaulan”, sedikit bantah dariku.

“Menurutku Dewa bukan anak seperti itu, dan ada baiknya jika kamu beri dia sedikit kelonggaran, jangan terlalu di tekan”, nasehat dari sinno.

“Hah.. aneh banget kamu yaa, kalau aku biarin aja bisa-bisa dia jadi anak berandalan yang gak tau aturan, kamu tau sendirikan pergaulan jaman sekarang kayak gimana”, sautku dengan nada kesal.

“Hahaha… Ok lah, terserah kamu saja, aku hanya bisa memberikan saran saja”, ucapnya mencoba menenangkanku.

“Pokoknya aku gak mau dia seperti kedua kakaknya, tidak memiliki tanggung jawab sama sekali dan sangat tamak. Dia satu-satunya keluarga yang aku punya dan aku mau didik dia menjadi lelaki yang baik”, ucapku dengan tegas.

“Iya aku tau dan aku ingin dia menjadi lelaki seperti apa yang kamu mau, tapi lebih baik kita cari makan dulu yaa.. dah laper banget aku ini”, ucap dari sinno mencoba mengalihkan obrolan.

“Di rumah makan Ampera situ aja yank, banyak menunya”, ucapku sambal menunjukan rumah makan yang akan kita tuju.

“Ok nyonya”, sautnya dengan bercanda.

Aku sangat beruntung sekali memiliki kekasih seperti Sinno, sangat baik dan perngertian dan yang paling penting dia bisa menerima aku apa adanya, bahkan dengan kondisi keluargaku seperti sekarang ini. Dia selalu membelaku dan selalu ada untukku, dalam keadaan apapun dia akan setia disampingku, selalu mencoba menenangkanku disaat aku marah dan bersedia menjadi sandaranku disaat aku kelelahan akan semua problema yang aku hadapi.

Jika aku piker-pikir, nasehat yang diberikan oleh sinno ada benarnya. Terkadang aku juga harus sadar diri jika Dewa sekarang bukanlah anak kecil lagi, setidaknya dia sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dan aku terlalu posesif terhadapkunya. Aku selalu menekannya dengan segala aturanku dan dia selalu mencoba untuk mematuhinya, Dewa adalah anak yang baik, jarang sekali dia melakukan kesalahan. Seharusnya aku tidak boleh seperti ini, aku harus lebih memberikannya kepercayaan dan sedikit kebebasan agar dia bisa belajar dari pengalaman pribadinya.

“Hey, ayo turun, malah ngelamun”, ucap Sinno dengan menepuk pahaku.

“Ohh.. maaf”, sautku setelah terbangun dari lamunanku.

Aku dan sinno pun kemudian turun dari mobil dan masuk kedalam rumah makan untuk mengisi kekosongan perut ini, saat ini waktu sudah menunjukan pukul 12:45 siang. Setelah di dalam rumah makan aku pun memilih menu yang akan kita santap dan setelah ak aku dan sinno pun memilih tempat duduk yang berada di pojok kanan dari pintu masuk rumah makan ini.

Dengan menggandeng tanganku, sinno menuntunku kea rah meja makan, dan dengan sangat perhatiannya dia pun menarik tempat duduk dan memberseihkannya untukku. Pria ini benar-benar sangat romantis dan menyanyangiku. Dia selalu tersenyum manis kala aku sedang murung atau dilanda sebuah masalah, dengan senyumnya itulah aku bisa sedikit tenang.

“Wah.. udah mau jam 13:00 aja, cepet banget”, ucap dari Sinno sambal memperhatikan jam tangannya.

“Kamu buru-buru ?”, tanyaku.

“Enggak, justru aku khwatir ama kamu, nanti kamu telat masuk kantornya”, sautnya atas pertanyaanku.

“Enggak apa-apa kok, lagian dikantor juga lagi gak ada kerjaan”, ucapku pada Sinno.

Sepertinya aku butuh masukan dari saran dari sinno untuk permasalahan dari Dewa adikku ini, mungkin aku harus mendengarkan nasehatnya karena mereka sama-sama seorang lelaki. Yaa aku harus mulai membicarakan hal ini kepada sinno dan mencoba untuk menerapkannya kepada Dewa, siapa tau hal ini adalah yang terbaik untuk Dewa.

“Ehmm.. yank, aku mau minta saranmu donk”, ucapku pada Sinno.

“Saran apa nih ?’, tanya dari Sinno.

“Tentang Dewa, menurutmu aku harus bagaimana yaa kepadanya ?’, jawabku dengan kembali bertanya pada Sinno.

“Sebenarnya banyak cara untuk mendidik seseorang menjadi baik seperti yang kamu mau” ucapnya darinya.

“Contohnya?”, tanyaku lagi dengan memperhatikannya sangat serius.

“Kalau menurutku cara mendidik cewek dengan cowok itu beda, dalam hal ini aku akan lebih focus ke cowok karena Dewa adalah anak lelaki, bukan berarti aku mendiskreditkan seorang wanita yaa”, ucap dari Sinno mulai menuturkan nasehatnya.

“Mendidik seorang cowok itu ibarat kamu memegang sebuah gelas kaca, jika kamu terlalu erat/kuat memegangnya maka gelas itu akan pecah, jadi yang perlu kamu lakukan adalah cukup pegang biasa saja”, sambung dari Sinno.

“Apa menurutmu aku terlalu posesif dan kaku dalam mendidik Dewa ?”, tanyaku pada Sinno.

“Kalau boleh jujur, menurutku kamu terlalu berlebihan dalam mendidik Dewa”, jawab dari Sinno padaku.

“Yank, pada dasarnya seorang lelaki itu memiliki jiwa petualang layaknya seorang survival, lelaki itu ingin terlihat layaknya pahlawan, mandiri dan berusaha mencari jati dirinya sendiri. Lelaki itu ingin menunjukan bahwa dia mampu menaklukan sebuah tantangan, mereka butuh itu dan jika hal tersebut tidak teraih karena hal konyol semacam peraturan yang sengaja membelenggunya maka mereka akan memberontak”, lanjut nasehat dari Sinno.

“Jadi menurutmu aku harus memberikan dia ruang dan kebebasan ?”, tanyaku pada Sinno.

“Iya, biarkan saja menemukan jalan hidupnya sendiri. Seorang lelaki akan lebih tertarik belajar dari pengalaman dari pada dengan teori-teori, dan dengan hal tersebut akan bisa membentuk karater dirinya sendiri”, jawab dari Sinno.

“Apa menurutmu Dewa tidak akan apa-apa jika aku berikan dia kebebasan ?”, tanyaku lagi Sinno.

“Tentang hal ini aku tidak bisa menjamin, tapi aku memiliki feeling jika Dewa akan mampu memegang tanggung jawabnya sendiri. Walaupun dia terkesan sangat diam dan cuek tapi aku yakin kalau dalam diamnya tersebut dia sendiri berpikir keras tentang apa yang akan dan harus dia lakukan”, jawab dari sinno penuh keyakinan.

“Jika aku melihat Dewa selama ini, menurutku dia sudah dewasa dari usianya. Pada usia sepertinya saat ini kebanyakan lelaki akan labil dan sedikit berlebihan tapi hal tersebut tidak aku temukan pada diri Dewa, dan dia terlihat lebih suka mengamati dengan teliti sebelum bertindak. Jadi hal inilah yang membuatku yakin jika dia akan bertanggung jawab jika kamu berikan dia kebebasan”, sambung nasehat dari Sinno.

“Iya, kamu benar juga. Dia sudah waktunya mengenal dunia luar dan sebaiknya aku tidak terlalu membelenggunya dengan peraturan konyolku”, ucapku dengan nada sedikit menyesal.

“Kita makan dulu, makanannya sudah datang”, ucap dari Sinno dengan tersenyum kecil.

Sepertinya apa yang disarankan oleh Sinno memang benar adanya, aku harus bisa mengubah sikapku kepada Dewa. Dia sudah besar dan sudah bisa berjalan dengan benar tanpa harus diberikan pegangan lagi, aku hanya perlu mengawasinya dari kejauhan saja, selebihnya biarkan saja dia yang menentukan arah dari perjalanannya.

“Terima kasih, yank”, ucapku lirih pada Sinno dengan mata sedikit berbinar-binar.

“Ehmm.. apa, kamu ngomong apa barusan ?”, tanya Sinno dengan tampak culunnya.

“Enggak apa-apa, buruan makan tar keburu dingin”, ucapku mengalihkan perhatiannya.

Aku dan Sinno pun segera melahap makan siang yang sdah tersaji di meja makan ini, satu persatu lauk yang tersaji pun habis tertelan oleh rasa lapar kita berdua. Setelah semua tersantap habis kita pun segera membayar dan pergi meninggalkan rumah makan tersebut untuk kembali ke kantor masing-masing.

Sesaat sebelum aku masuk kedalam mobil aku tanpa sengaja berpapasan dengan teman Dewa yaitu Vira, tanpa jika dia seorang diri dengan pakaian yang masih sama saat dia pakai bertamu ke rumahku tadi pagi. Dan aku pun mencoba untuk segera masuk kedalam mobil dan mengawasinya dari dalam mobil.

“Ada apa yank kok buru-buru amat ?”, tanya dari Sinno padaku.

“Tuh lihat, cewek yang pakai dress hitam, itu cewek temannya Dewa yang tadi pagi kerumah”, jawabku dengan jari telunjukku menunjuk pada seorang wanita.

“Wow.. sexy banget”, celetuk dari Sinno.

“Hush.. awas kamu yaa !”, hardikku pada Sinno.

“Hehehe.. bercanda sayank”, balas dari Sinno.

“Yank, kita ikuti dia dulu sebelum balik ke kantor, aku penasaran dengannya”, ucapku pada Sinno.

“Ok, tapi jangan lama-lama yaa”, ucapnya.

Sangat aneh sekali jika ada seorang wanita berjalan sendirian di siang hari dengan pakaian yang sangat secy seperti itu, dress hitam yang sangat ketat dan panjangnya hanya sebatas pahanya. Jika aku perhatikan disekelilingnya, semua orang matanya tertuju pada wanita tersebut dan beberapa kali para cowok mencoba untuk menggodanya dengan siulan dan sapaan yang nakal.

Dengan berjalan sedikit cepat dia pun menelusuri setiap trotoar jalan ini menuju ke sebuah apartement mewah, dan aku pun terus mengikutinya dari dalam mobil ini. Rasa penasaran pun kian bergejolak dengan apa yang akan dia lakukan, pikiran kotor pun bernaung dalam otakku.

“Apa mungkin ayam kampus yaa ?”, ucapku sendiri dengan lirih.

“Ngomong apa seh kamu, jangan berprasangka buruk dulu lah sebelum ada buktinya”, saut dari Sinno setelah mendengarkan gumamanku.

“Maaf yank, tapi aneh banget kan ada cewek dengan pakaian seperti itu jalan sendirian di siang hari gini”, ucapku dengan mata masih memperhatikan Vira.

“Iya juga seh”, ucap dari Sinno.

Dan sesaat Vira sampai pada pintu masuk Apartement, tiba-tiba ada seorang lelaki muda yang langsung memegang tangannya dan menariknya ke sebuah mobil, dan vira ikut masuk dalam mobil lelaki tersebut, setelah itu mobil itu pun keluar dan meninggalkan apartement. Melihat hal tersebut aku dan Sinno pun berusaha terus mengikuti kemana mobil tersebut akan singgah.

“By the way, lelaki tadi sama dengan lelaki yang di bawa kerumahmu gak ?”, tanya dari Sinno padaku.

“Bukan, lelakinya beda yank”, jawabku.

Beberapa menit kemudian mobil tersebut berhenti didepan rumah bercat putih dengan pagar yang tertutup rapat, lalu seorang tua membuka pagar tersebut dan mobil mereka pun masuk kedalam setelah itu pagar pun kembali ditutup rapat. Rumah tersebut sangat susah di awasi dari luar karena pagar yang begitu tinggi sehingga aku dan Sinno tidak bisa melihat kedalam pagar tersebut.

“ Tunggu disini sebentar”, ucap dari Sinno.

Sinno pun memarkirkan mobilnya di dekat rumah tersebut, lalu dia pun keluar dari mobil menuju kesebuah warung kecil yang berjualan minuman ringan. Aku pun menyaksikan dari dalam mobil jika Sinno sedang bercakap-cakap dengan penjual tersebut, sepertinya Sinno ingin mencari tau tentang rumah ini, dan tak lama kemudian Sinno pun kembali kemobil.

“Kamu ngapain tadi yank ?”, tanyaku dengan penasaran.

“Aku tanya-tanya sama bapak tadi tentang rumah ini”, jawab dari Sinno.

“Lalu apa katanya yank ?’, tanyaku lagi pada Sinno.

“Ehm.. ini bukan rumah biasa, ini adalah sebuah klinik”, jawab dari Sinno.

“Hah.. klinik, kalau klinik kenapa tidak ada papan keterangan yang menunjukan kalau ini adalah klinik”, ucapku dengan sangat penasaran.

“Ini klinik ******”, saut dari Sinno dengan lirihnya.

“Apa…. !”, ucapku sedikit kaget mendengarnya.

“Sudahlah, lebih baik kita pergi saja, yang penting kita sudah bisa memperkirakan tujuan mereka kesini untuk apa”, ucap dari Sinno.

Dan kita berdua pun pergi meninggalkan tempat tersebut, dengan pikiran yang masih terguncang aku sangat kecewa dan was-was dengan apa yang barusan terjadi. Sepertinya aku harus beritahu Dewa agar tidak bergaul dengan teman wanitanya ini, karena hal ini bisa mempengaruhi Dewa.
 
Sip udah update lagi, hmm kakak yg baik tapi sayang terlalu posesif, eh vira hamilkah? Makasih hu
 
ijin berteduh dimari ya suhu...
mau baca

@ts : ane taunya lewat PC suhu, itu disebelah tombol like (kanan bawah) tiap post ada tanda "tagar Nomor" (contoh #24) klik aja suhu nanti langsung ngelink, tinggal copy urlnya
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
masih bingung ama jalan ceritanya hu :(( mungkin nanti ane baca lagi dr part pertama ...
 
Chapter 3 – Dejavu

Waktu sudah menunjukan pukul 15:00 sore hari, aku inget jika aku ada janji dengan dosenku Ibu Lia di taman belakang kampus ini. Setelah aku membereskan mejaku dan merapikan semua alat tulisku, aku pun segera menuju ke taman belakang untuk bertemu dengan dosenku Ibu Lia, sepertinya aku akan terlambat untuk bertemu dengannya karena sekarang sudah jam tiga sore, untuk ke taman belakang kampus membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 5 menit.

Ini adalah jam terakhirku untuk mengikuti perkuliahan pada hari ini, setelah urusanku dengan Ibu Lia selesai aku akan langsung pulang karena aku takut jika kakakku mencariku dan mencemaskanku, apa lagi tadi pagi dia terlihat sangat marah padaku gara-gara ulah temanku si Vira, lebih baik jika aku tidak memperkeruh masalah yang sudah ada.

Langkah-langkah kecil nan cepat dari kakiku segera mungkin menuju ke taman belakang karena aku tidak enak jika membiarkan Ibu Lia menunggu terlalu lama. Namun setelah menuruni tangga yang menuju ke lantai bawah, aku pun mendengar seseorang memanggil namaku. Dan dengan reflex aku pun menoleh kearah suara tersebut berasal, dan seorang wanita cantik yang tadi sempat satu kelas denganku, sekali lagi jantungku pun berhenti berdetak.

“Dewa.. tunggu sebentar”, ucapnya padaku sambal berlari kecil menuju kearahku.

Aku hanya diam terpaku tak bergerak sedikitpun, aku hanya bisa memandangi kecantikannya sembari menunggu dirinya sampai di dekatku. Sangat cantik bahkan aku tidak bisa membandingkannya dengan siapapun, wanita pertama yang mampu meluluhkan perasaan serta hatiku ini.

“Kamu mau kemana ?”, tanyanya padaku setelah berhadapan denganku.

“Ehh.. taman belakang”, ucapku sedikit gugup.

“Ohh.. apa aku boleh ikut, soalnya ada yang aku mau omongin sama kamu ?”, pinta dari wanita tersebut.

“Jangan”, tolakku setelah mengingat pesan dari ibu lia.

“Ehmm.. Ok deh, mungkin next time aja”, ucapku padaku dengan senyum kecil terbias dari wajah ayu nya.

Aku pun langsung membalikan badanku dan kembali berjalan menuju ke taman belakang, namun belum sempat kaki ini melangkah tiba-tiba wanita tersebut kembali memanggilku dan sontak saja aku pun berhenti dan kembali menghadap kearahnya.

“Ohh.. tunggu”, ucapnya padaku.

“Ada apa ?”, tanyaku.

“Kamu belum tau namaku kan, kalau gitu kenalin namaku Maria Stephanie”, ucapnya dengan menjulurkan tangannya untuk bisa berjabat tangan denganku.

“Dewa”, ucapku memperkenalkan diri dengan meraih tangannya dan kita pun berjabat tangan.

Sesaat itu pula aku benar-benar merasakan kelembutan dari seorang bidadari, aku seperti terbuai dalam lamunan surgawi. Tak kusangkah aku bisa memegang tangan dari wanita yang sangat cantik ini. Dan keringat kecil pun membasahi tanganku karena sanagt gemetar dan nervous.

“Tanganmu basah sekali, grogi yaa”, ucap dari wanita yang bernama Maria ini.

“Ehh.. maaf”, ucapku sangat malu.

“Hehe.. gak apa-apa kok”, sautnya dengan tersenyum kecil.

“Ya udah kalau gitu, aku pergi dulu yaa”, lanjutnya.

“Iya”, sautku.

“Ok, See you next time”, pungkasnya dan dia pun pergi dari hadapanku.

Sial, aku membuang kesempatan untuk bisa mengenalnya lebih dekat lagi, tapi tidak masalah karena sepertinya dia saat ini sedang membutuhkan diriku jadi mungkin besok dia akan mencariku lagi. Dan disaat itu aku harap aku bisa mendapatkan kesempatan yang baik untuk bisa lebih jauh lagi mengenalnya atau bahkan menjalin hubungan yang lebih hangat lagi.

Dengan berjalan terburu-buru aku masih saja memikirkan bagaimana aku memegang tangan lembutnya, semua pikiranku kali ini benar-benar bercampur aduk antara senang dan nervous tapi bagaimanapun juga hatiku saat ini sangat berbunga-bunga. Langkah kaki pun akhirnya tiba pada tujuanku yaitu taman belakang kampus, dimana aku telah janjian dengan Ibu Lia untuk bertemu dengannya disini.

Disebuah bangku dibawah rindangnya pepohonan, seorang wanita tengah duduk sendiri sambal membaca sebuah buku. Hijab kuning cerah membalut indah paras manisnya, dress muslimah pun jadi paduan indah untuk menutupi auratnya. Duduk dengan santai sambil membawa sebuah buku, sepertinya wanita bisa lepas dari tanggung jawabnya sebagai dosen, dalam waktu senggah dia selalu menyempatkan untuk membaca materi perkuliahannya.

“Sore bu’, sapaku pada Ibu Lia.

“Ehh.. Dewa, sore juga. Sini duduk samping ibu”, ucapnya dengan tangannya memberikan gestur untuk duduk disampingnya.

Aku pun duduk disamping Ibu Lia, aroma tubuhnya pun langsung tercium sangat harum. Jarak aku duduk dengannya sangatlah dekat bahkan pahaku bisa merasakan kalau bersentuhan dengan pahanya. Dan dengan sengaja mataku pun melirik ke bagian perutnya, karena rasa penasaran ingin mengetahui apa benar jika Ibu Lia ini sedang hamil muda, namun aku tidak bisa melihat jika perutnya seperti orang yang sedang hamil, semua nampak normal.

“Dewa, coba kamu baca ini”, ucap dari Ibu Lia dengan memberika sebuah buku pada.

“Kamu bukan halaman 193 dan coba baca dan pahami yang sudah ibu tanda’in dengan Stabilo”, sambung dari ucapannya.

Aku pun membuka buku yang diberikan oleh Ibu Lia, pada cover buku ini terpampang dengan jelas judul dari buku ini yaitu “Feel, Logic and Religius”, jika dilihat dari judul bukunya isi buku ini mungkin mengupas tentang perasaan, logika dan juga agama. Dan tak mau berlama-lama aku pun segera mencari halaman 193 seperti yang diperintahkan oleh Ibu Lia. Setelah ketemu aku lanjut membaca pada bagian yang telah diberi tanda dengan stabile kuning, tidak banyak namun cukup sukar untuk dimengerti maksud dari kalimatnya, berikut adalah bunyi dari kalimat tersebut.

“Tidak seorangpun tertawa dalam kepedihan, jikalau engkau bagian dari manusia yang tersia-siakan maka tak ada secuil asa untukmu bisa mengarungi teriknya dunia ini.”

“Manusia tidak akan pernah mengerti getirnya biduan dalam berjalan menapaki terjalnya lembah neraka, biduan hanyalah lantunan lagu malam hari untuk menghibur mereka yang haus akan sexualitas.”

“Aku tak lebih dari binatang rendahan yang mengharap secercah cahaya untuk kehidupanku diesok hari, melihat segelintir roti basi yang termakan belatung telah membuatku terlapar-lapar sampai air mata ini terkikis dengan sendirinya.”

“Wanita adalah dalang dari segala kehancuran, kemunafikan selalu dimainkan untuk mendapatkan tujuan dan melampiaskan birahi, tubuh indah sangatlah peka akan sentuhan nafsu lelaki, dan paras ayu bak bidadari terkubur bersama dengan cumbuan dan rayuan sang penyair.”

“Begitu pula dengan rasa perasaan, semua terurai pada senyawa kehidupan didunia ini. Sendiri menelan pahitnya asmara duniawi, mengorbankan cinta dan juga logika dalam bercinta, semua itu demi berpacu pada tuntunan gairah sesaat dan setelah itu pun setanlah yang menjadi buah bibir atas perbuatan hina ini.”

“Tidak ada lagi landasan agama untuk mensucikan diri dari kutukan Sang Ilahi, hanya sisa-sisa dari penyesalan yang membeludak dalam hati, hanya itulah obat dari lara yang abadi.”

Itulah beberapa kalimat yang diberikan tanda oleh Ibu Lia, setelah membacanya aku pun dibuatnya binggung dengan apa yang sebenarnya dimaksud dari kalimat tersebut. Namun jika sekilas saja aku bisa menyimpulkan jika kalimat-kalimat tersebut menceritakan tentang pahitnya kehidupan dari seseorang dan wanita adalah biang keladi dari permasalahannya, hingga akhirnya terjadilah penyesalan yang sudah terlambat untuk diperbaiki.

“Sudah bacanya ?”, tanya dari Ibu Lia.

“Sudah bu”, jawabku.

“Apa kesimpulannya ?”, tanya dari Ibu Lia.

“Semacam penyesalan yang mendalam karena sebuah permasalahan yang ditimbulkan oleh seorang wanita”, jelasku pada Ibu Lia.

“Ehm… sepertinya kamu kurang memahaminya, lebih baik kalau kamu simpan buku itu dan baca terus sampai kamu paham”, ucap dari Ibu Lia.

“Baik bu”, ucapku.

Dan aku pun menyimpan buku tersebut dalam tasku, lalu aku memulai percakapan dengan Ibu Lia untuk mencari tau clue dari tugas yang dia berikan padaku. Namun setelah aku melihat jam tanganku sepertinya aku tidak memiliki waktu yang banyak karena aku harus segera pulang kerumah, kakakku sebentar lagi akan pulang jadi lebih baik aku tidak terlambat sampai rumah.

“Saya pamit dulu”, ucapku pada Ibu Lia.

“Tunggu sebentar dewa, jangan buru-buru”, ucap dari Ibu Lia.

Tangan kirinya mencoba menekan pahaku agar aku tidak berdiri dari tempat dudukku, dan aku pun hanya bisa diam saja dengan mencoba merasakan kehangatan dari sentuhan tangannya. Perlahan gairah tubuhku pun begejolak karena sentuhan dari seorang wanita. Kemudian tanganku pun dia raihnya lalu diarahkan ke bagian perutnya, dimana telapak tanganku menyentuh perutnya dan dituntunnya untuk mengelus-elus perut dari Ibu Lia.

Walau ada batasan kain pakaian yang menghalangi namun aku bisa merasakan dan semakin bergairah. Aku hanya bisa duduk diam dengan wajah tertunduk, sementara itu tanganku terus dituntun oleh tangan Ibu Lia untuk mengelus-elus perutnya. Salah tingkah dan tak tau harus berbuat apa itulah yang sedang aku rasakan saat ini.

“Kamu bisa ngerasain gak kalau ada yang beda ?”, tanya dari Ibu Lia.

“Tidak”, jawabku dengan sangat gugup.

“Ibu sedang hamil, Ibu ingin anak ibu nanti seperti kamu”, tutur dari Ibu Lia.

Kenapa Ibu Lia begitu agresif sekali dan to the point banget padaku, aku merasakan hal yang aneh, seperti jika dia bukan Ibu Lia yang aku kenal. Biasanya Ibu Lia selalu menjaga sekali akan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh ajaran agamanya tapi kali ini dia seperti tidak memperdulikan hal tersebut, hal ini jelas tidak diperbolehkan dalam ajaran agama yang di anut oleh Ibu Lia.

Suasana taman yang nampak lengang dan sepi dari orang-orang membuat pikiran jadi tak menentu, aku takut jika terjadi hal-hal yang diluar dugaan. Perlahan aku mencoba menarik tanganku dan mencoba melepaskan dari genggaman tangan Ibu Lia. Mengetahui hal tersebut tangan Ibu Lia pun melonggarkan genggamannya, dan aku pun segera menarik tanganku menjauhi tubuh dari Ibu Lia.

“Saya pamit dulu”, ucapku pada Ibu Lia.

“Iya”, saut dari Ibu Lia dengan menatapku penuh senyuman.

Aku pun segera pergi meninggalkan Ibu Lia sendirian disana, tanpa piker panjang aku pun mempercepat langkah kakiku. Aku benar-benar sangat gugup menghadapi situasi seperti ini, entah kenapa hari ini begitu aneh sekali, banyak sekali moment yang membuat jantungku berdebar begitu cepat namun dalam hasrat ini ingin menikmatinya.

Aku mencoba memperhatikan jam tanganku, saat ini waktu sudah menunjukan pukul 16:15 sore, sudah cukup lama juga aku berada di taman tadi dengan Ibu Lia. Aku harus bergegas pulang karena aku takut jika kakakku akan ngomel karena aku telat pulang, apalagi sekarang mood nya sedang tak baik, mending jangan sampai aku membuatnya semakin marah.

Dengan jalan cepat akhirnya aku bisa mengejar busway yang searah kearah rumahku, dengan pikiran masih runyam karena memikirkan hal-hal konyol pada hari ini, aku pun juga dibuat cemas oleh keadaan kakakku. Hari ini benar-benar menjadi hari yang sangat aneh dan membuatku sampai linglung.

Dan betapa leganya perasaan ini saat aku tiba didepan gerbang rumahku, aku melihat jika gerbang ini masih terkunci rapat berarti pertanda jika kakakku belum sampai rumah. Mungkin saat ini dia sedang dalam perjalanan pulang, lebih baik jika aku segera masuk dan mencoba merapikan rumah. Dengan buru-buru aku pun masuk kedalam rumah dan tanpa banyak piker, aku langsung mengambil alat pembersih untuk membersihkan ruang tamu serta dapur, dimana tempat tersebut adalah tempat yang sering dikunjungi oleh kakakku.

Tidak selang berapa lama kemudian aku pun mendengar suara mobil dari kakakku sedang memasuki halaman rumah, sementara tadi aku memang sengaja membuka lebar gerbang rumah agar kakakku bisa langsung memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Dan aku pun segera menghentikan acara bersih-bersihku, lalu dengan cepat aku pun mencoba menyambut kakakku yang baru saja sampai rumah.

Aku berjalan dengan langkah cepat untuk membukakan pintu rumah agar kakakku tidak perlu repot-repot lagi membukanya, saat aku buka ternyata kakakku sudah turun dari mobil dan sedang berjalan kearahku bersma dengan kekasihnya si Sinno. Dengan tersenyum tipis aku mencoba menyapa mereka berdua.

“Kak”, sapaku pada mereka berdua.

“Ikut kakak, kakak ingin bicara denganmu !”, ucap dari kakakku dengan sangat serius sekali.

Sialan, sepertinya aku bakal kena omelan lagi, aku pun tertunduk lesu penuh dengan kepasrahan. Nasibku seperti bakal malang hari ini, namun disaat aku sedang murung dan lesu tiba-tiba Sinno kekasih kakakku berbisik padaku.

“Santai aja”, bisik lirih dari Sinno.

Aku pun langsung memandang kearah Sinno, kulihat wajahnya tersenyum penuh keyakinan berusaha menyakinkanku kalau semua tidak seperti yang aku bayangkan. Dan tangannya pun mencoba menenangkanku dengan menepuk-nepuk pundakku, perilaku Sinno layaknya kakak yang begitu perhatian terhadap adiknya, walaupun masihlah orang lain untuk saat ini.

“Ehmm… ada apa ?”, tanyaku lirih penuh penasaran pada Sinno.

“Tidak apa-apa”, jawabnya singkat.

Dengan rasa penasaran aku pun menngikuti langkah kakakku hingga pada dia pun duduk pada sofa diruang tamu, aku tepat berada didepan kakakku sedangkan Sinno berada disamping kakakku. Terlihat jika Sinno senyum kepada mencoba mengisyaratkan untuk tenang dan santai saja, aku pun mencoba untuk santai dan percaya akan ucapan dari Sinno.

“Kakak ingin tanya kepadamu tentang teman-temanmu dikampus atau pun diluar sana yang kakak ketahui dan yang tidak kakak ketahui ?’, tanya kakakku tanpa basa-basi.

“Temanku cuma dikampus saja, dan itu pun sedikit sekali, bisa dihitung dengan jari”, jawabku.

“Siapa ?”, tanyanya lagi layaknya orang yang sedang mengintrogasi.

“Vira, Yoyon, Abel tapi mereka juga hanya teman biasa saja buat teman akrab”, jawabku dengan wajah menunduk.

“Siapa yang paling dekat denganmu ?”, tanya lagi kakakku.

“Vira”, jawabku singkat.

“Jika kakak minta kamu tidak usah lagi berteman dengan Vira, apa kamu keberatan ?”, ucap dari kakakku.

Sialan, pertanyaan ini sepertinya menjebakku, jika aku menjawab “Iya” pasti kakakku akan menanyakan alasannya, tapi jika aku menjawab “Tidak” maka kakakku akan semakin mencurigaiku karena kakakku pastilah berpikir jika aku berbohong dan hal ini bisa memperburuk keadaanku dengan kakakku. Namun jika aku terlalu lama berpikir dan diam seperti ini kakakku pasti akan menebak jika aku keberatan dengan permintaannya, aku harus cepat memutuskan jawabanya sebelum kakakku memiliki pemikiran lainnya.

“Dekat dalam artian apa ?”, tanyaku balik mencoba mengulur waktu untuk berpikir.

“Jangan coba mengalihkan perhatian untuk mengulur waktu, jawab saja”, desak dari kakakku.

“Selama ini dimataku, teman adalah orang yang datang jika ada perlu dan pergi jika sudah selesai, hanya sebatas itu dan tidak lebih dari itu. Dan aku hanya menyikapi dengan sebiasa mungin, jika aku bisa bantu aku akan coba bantu tapi jika aku tidak bisa maka aku juga tidak akan menghiraukan mereka, dan selama ini aku juga tidak pernah benar-benar memiliki teman yang begitu akrab, dan aku yakin kakak juga sudah tau hal ini”, tutur sedikit panjang lebar.

“Apa menurut kakak aku akan keberatan jika meninggalkan mereka ?”, sambungku dengan bertanya balik pada kakakku.

“Baiklah, kalau begitu aku anggap jawabannya adalah kamu bersedia untuk tidak berteman lagi dengan Vira”, tegas ucap dari kakakku.

Aku benar-benar tidak habis piker jika kakakku akan mengambil langkah sedemikian rupa, hanya karena permasalahan sepele dia sampai harus melarangku untuk berteman lagi dengan Vira. Tapi apa itu sepertinya ini adalah keputusan terbaik yang harus aku ambil, lebih baik jika aku kehilangan teman dari pada kehilangan kakakku sendiri, selama ini memang aku tidak pernah merasakan memiliki teman yang benar-benar akrab denganku.

“Maaf sebelumnya, tapi sepertinya aku harus terlibat dalam perdebatan kalian berdua”, saut dari Sinno ditengah-tengah pembicaraan kita berdua.

“Jujur aku adalah orang yang tidak setuju dengan aturanmu untuk melarang Dewa berteman lagi dengan Vira hanya karena persoalan yang sebenarnya bukan karena kesalahan Dewa, apa ini semacam hukuman kepada Dewa ?”, ucap dari Sinno kepada kakakku.

“Iya, aku tau jika Dewa tidak salah, dan aku tidak menyalahkannya dan ini juga bukan hukuman kepadanya”, jawab dari kakakku atas pertanyaan Sinno.

“Yank, bukannya tadi kita sudah bicarakan hal ini”, ucap dari Sinno.

“Dengerin aku, aku sama sekali tidak menyalahakan Dewa. Ini adalah bentuk kompensasi yang Dewa harus bayar kepadaku”, ucap dari kakakku dengan seriusnya.

“Kompensasi… apa maksudmu dengan kompensasi ?”, tanya dari Sinno dengan tatapan tajam kepada kakakku.

“Iya, ini adalah kompensasi yang harus dia bayar jika ingin aku berikan kebebasan”, jawab dari kakakku.

“Tidak masalah, menurutku teman hanyalah sebuah beban saja. Aku lebih percaya pada diriku sendiri dan tidak usah kakak repot-repot memberiku kebebasan karena aku sudah bsia menemukan kebebasan versiku sendiri”, sautku memotong pembicaraan mereka berdua.

“Jika ini inti dari pembicaraan kita, menurutku pembicaraan ini sudah selesai, kalau begitu aku pamit ke kamar dulu, aku mau istirahat”, sambungku.

Tanpa mempedulikan mereka lagi, aku pun beranjank dari tempat dudukku dan berjalan menuju lantai atas dimana kamarku berada. Sejujurnya aku sedikit kecewa dengan sifat posesif dari kakakku tapi aku sadar akan hal seperti ini, karena kakak sangatlah ingin melihatku menjadi orang yang berhasil dan jauh dari pergaulan bebas yang bisa menyesatkanku.

Bagaimanapun juga dia adalah kakakku, dan aku tau akan latar belakangnya. Rasa kekecewaan yang sangat mendalam pernah dia alami disaat keluarga yang dulunya sangat hangat tiba-tiba hancur begitu saja semenjak kedua orang tua kita meninggal. Dia seorang wanita jadi sangatlah wajar jika hal tersebut membuatnya trauma dan paranoid sendiri, aku sebagai satu-satunya yang dia miliki haruslah bisa membanggakan dirinya dengan menjadi seperti apa yang dia mau.

Keputusan yang aku ambil kali ini menurutku sudah benar, aku tidak membutuhkan teman karena teman hanyalah sebuah penghambat dalam mencapai tujuanku. Aku harus lebih percaya pada kemampuan diriku sendiri untuk bisa memaksimalkan usahaku dalam mencapai masa depanku sendiri, semua itu ada di tanganku sendiri buka pada teman dan juga orang lain, termasuk kakakku sendiri.

Setibanya dikamar aku pun langsung merebahkan tubuhku pada tempat tidur, lembutnya bantal membenamkan rasa lelahku setelah seharian menuntut ilmu. Perlahan dan pasti mata pun mulai meredup, dan nyenyaknya tidur tak kurasa telah membalut kesadaranku dalam buaian sang mimpi.



20:45, 5 jam kemudian…

Hampir tiap hari aku selalu mandi di malam hari, hal ini bisa memicu aku terkena rematik, padahal sering kali kakakku memperingatkanku untuk tidak mandi sampai larut malam tapi aku terus saja mengacuhkannya dan lebih memilih mengikuti rasa malasku. Dan setelah mandi aku pun segera bergegas mengganti baju lalu turun kebawa untuk menemui kakakku.

“Kak, boleh aku pinjam mobil sebentar ?”, ucapku pada kakakku yang sedang menyantap makanan dengan kekasihnya.

“Mau kemana ?”, tanya balik kakakku.

“Aku mau ke Gramedia sebentar, mau beli buku”, jawabku atas pertanyaan dari kakakku.

“Ok, jangan malam-malam yaa !”, seru dari kakakku.

“Gak lama kok, setelah dapat langsung pulang”, ucapku.

“Ohh iya sekalian nih, kamu beli makan karena kakak tadi gak masak”, ucap dari kakakku dengan memberikan kontak mobil serta beberapa lembar uang kepadaku.

Setelah mengambil kontak mobil dan juga uang tersebut aku pun pergi keluar rumah menuju teras rumah dimana terparkir mobil dari kakakku, saat melihat jam tangan aku pun sadar jika waktuku tidaklah banyak. Jika aku terlambat ke toko Gramedia maka aku tidak akan mendapatkan buku yang aku inginkan karena yang aku dengar jika buku ini sangatlah laris dipasaran.

Dengan sangat buru-buru dan sedikit kencang aku memacu mobilku, aku pun dibuat kepikiran setengah mati antara dapat atau tidaknya buku yang aku inginkan tersebut. Dan setelah setengah jam menempuh perjalanan akhirnya aku pun sampai pada took Gramedia, untung saja jarak toko dari kediamanku tidaklah jauh sehingga aku bisa memangkas sedikit waktu. Aku berlari menuju kedalam toko setelah memarkirkan mobilku, tanpa banyak pikir aku menghampir penjaga toko untuk menanyakan buku yang sedang aku cari tersebut.

“Maaf pak, kalau novel itu ada dilorong sebelah mana ya ?”, tanyaku pada salah satu penjaga toko.

“Dipojok arah sana pak”, jawabnya dengan tangan kanannya menunjukan arah dimana lorong novel berada.

“Terima kasih pak”, ucapku pada penjaga tersebut.

“Nyari novel apa mas ?”, tanya dari penjaga toko tersebut padaku.

“The end of death”, jawabku singkat.

“Sudah ludes terjual mas, mas telat datangnya”, ucap dari penjaga toko tersebut.

“Yaa.. sayang banget, apa ada cara lain supaya saya bisa mendapatkan buku tersebut ?”, tanyaku pada penjaga toko tersebut dengan nada memelas.

“Ehmm.. mau gak mau yang nunggu untuk produksi lagi bukunya, dan saya gak tau kapan itu”, jawab dari penjaga toko tersebut.

“Makasih ya”, ucapku padanya.

Dengan muka lesuh dan kecewa aku pun melangkah pulang meninggalkan toko buku tersebut, memang benar jika buku tersebut banyak peminatnya, rumor yang beredar tentang buku tersebut bukanlah isapan jempol belaka. Sayang sekali aku tidak bisa mendapatkannya padahal aku ingin sekali menjadi orang pertama yang bisa memecahkan teka-teki dari pengarangnya.

Novel The end of death adalah sebuah novel karangan dari seorang detektif terkenal dimasa lalu, dia sering sekali menanggani kasus-kasus X-File, dimana kasus-kasus tersebut adalah kasus yang telah tertimbun lama sekali hingga puluhan tahun, dengan kepintarannya dia bisa memberikan analisa-analisa yang logis untuk memecahakan kasus yang di tangani, dan tak hanya sampai disitu di saat kematiannya dia menuliskan sebuah teka-teki yang sampai sekarang belum terungkap kebenarannya, dan teka-teki tersebut tercantum pada sebuah novel The end of death.

Aku pun masih kepikiran tentang buku tersebut, dengan menjalankan mobilku pelan-pelan aku pun terus memikirkan bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan novel tersebut. Sepanjang perjalanan ini aku terus saja memikiran hal tersebut, sambal pandanganku tengok kanan-kiri untuk mencari makanan pinggir jalan karena perut mulai keroncongan belum terisi dari sore tadi.

Namun tiba-tiba saja aku terpelanjat pada sesosok wanita yang sedang berjalan trotoar jalan, dia adalah Vira teman wanitaku. Dengan rasa penasaran aku pun mencoba mengikuti langkah kakinya dari dalam mobil, aku merasakan sesuatu yang tidak enak dalam hatiku tentang dirinya. Apa yang sedang dia lakukan dengan berjalan seorang diri di malam hari, bukankah hal ini bisa berbahaya baginya jika ada orang yang ingin berniat jahat padanya, apa lagi dengan pakaian yang dia kenakan begitu seksi sekali.

Dengan highheels dan juga jeans ketat berpadu dengan tanktop merah yang begitu mengairahkan shawat lelaki yang melihatnya. Dengan rasa penasaran dan rasa khwatir akan terjadi apa-apa pada dirinya, aku pun mencoba terus mengikutinya dari dalam mobil ini hanya untuk memastika jika dia selamat sampai tujuan dan aku pun tau apa yang akan dia lakukan.

Tak lama berselang aku melihat sebuah sedan putih yang sangat mewah menjemputnya, setelah Vira masuk kedalam sedang tersebut mereka pun langsung menjalankan mobilnya. Aku terus saja mengikuti sedan dimana ada Vira didalamnya karena rasa penasaran yang teramat sangat aku terus memantaunya untuk mengetahui apa yang sebenarnya Vira akan lakukan.

Kaca mobil yang begitu gelap sangat menyulitkanku untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi didalam sana, dengan siapa sebenarnya Vira berada didalam mobil itu dan apa yang akan mereka lakukan. Seiring terus berjalannya laju mobilnya tersebut aku pun dibawanya ke sebuah daerah yang sangat aneh sekali, banyak rumah-rumah dengan pagar yang tertutup rapat sehingga menyulitkan kita untuk melihat kedalam, dan bagunan dari rumah-rumah ini terkesan sama dan dengan corak cat berwarna putih.

Dan sesampainya hampir disebuah ujung gang, berhentilah sedan putih tersebut kemudian pagar dari salah satu rumah tersebut terbuka lalu masuklah sedan putih tersebut kedalam rumah dan setelah itu seorang penjaga rumah tersebut menutup kembali rapat-rapat pagar rumah tersebut. Aku yang dari luar sangatlah tidak bisa melihat kedalam rumah tersebut, hingga akhirnya aku memutuskan untuk turun dari mobilku dan menuju kesebuah warung rokok pinggir jalan untuk menanyakan tentang seluk beluk rumah tersebut.

“Ada rokok dunhill pak ?”, tanyaku pada pemilik warung.

“Ada mas, beli berapa bungkus ?”, tanya balik dari pemilik warung tersebut.

“Satu saja pak, berapa ?”, jawabku.

“23ribu mas”, jawab dari pemilik warung tersebut.

“Daerah sini sepi amat yaa pak ?”, tanyaku lagi untuk memancing pada pertanyaan utamaku.

“Emang harus sepi mas, kalau rame tar bisa-bisa digrebek weren cokelat mas”, celetuk dari bapak tersebut dengan senyum sinis.

“Polisi maksudnya pak ?”, tanyaku balik pada bapak tersebut.

“Iya mas, lah mas nya emang gak tau disini ini tempat apaan ?’, tanya balik bapak tersebut dengan nada sedikit sinis.

“Kurang tau pak, saya tadi tersesat gara-gara ngikuti mobil sedan putih yang masuk ke rumah tersebut, saya kira tadi teman saya ternyata bukan, hehehe… “, jawabku belaga polos agar mengurangi tensi dari bapak tersebut.

“Nih, mas nya ikuti jalan ini saja, lurus terus sampai ketemu pertigaan lalu belok kiri, ketemu dah jalan keluar”, ucap dari bapak tersebut sangat tidak bersahabat.

Sepertinya situasi sudah tidak kondusif, bapak ini rupanya tidak nyaman dengan keberadaanku disini dengan nada bicara dan jawabannya dia sepertinya ingin menyuruhku pergi dari sini. Aku pun tidak ingin memperpanjang urusan dan aku segera masuk kedalam mobil dan mengikuti arah yang ditunjukan oleh bapak tadi.

Ditengah perjalanan aku pun terus berpikir tentang ucapan dari bapak-bapak tersebut, tempat ini atau lebih tepatnya disebut komplek. Kompleks ini sepertinya bukan kompleks biasa, sampai harus menjaga atau sengaja menjauhkan diri dari keramaian, bahkan bapak tadi sempat mengkaitkannya dengan apparat hokum, itu berarti dalam kompleks ini ada unsur tidak illegal yang melanggar hokum, entah apa itu sepertinya berbau unsur-unsur prostitusi.

Tapi jika prostitusi kenapa harus sepi seperti ini, aku pun kembali berpikir keras tentang hal ini. Aku terus memperhatikan sekelilingku untuk mendapatkan jawabannya, dan beberapa saat aku pun mendapatkan sedikit pencerahan. Ada unsur yang sama dalam kompleks ini yaitu bentuk bangunan dan juga cat dari bangunan rumah ini hampir sama, layaknya bangunan tempat-tempat klinik jaman dulu, apa mungkin ini adalah tempat klinik illegal. Klinik yang di illegalkan biasanya bertindak diluar ketentuan kedokteran, kemungkinan besar adalah Klinik ******.

Sentak saja pikirkanku langsung terhenti pada kekosongan dan secara reflex pula aku mengerem mobilku dengan mendadak, “perasaan apa ini, aku merasakan hal yang aneh sekali”, ucapku dalam hati.
 
hhhmmm....sepertinya dewa punya kelebihan intitusi ato mungkin seperti pemahaman akan sesuatu yg bs memprediksi ya....ato apa ya ....kok susah ungkapin....hehe...lanjut hu...
 
ni updetnya dikit apa memang ceritanya menarik?? rasanya kok ga sabar nunggu kelanjutannya. hehhe

makasih update nya suhu
 
Wah udah update nih, makasih hu.
Bener2 paradoks nih liat dewa bisa pusing juga nih liat kehidupannya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd