Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Dewi Apsari Paninggilan

Bimabet
PART 1 : ‘KERE MUNGGAH BALE”
Eps. 05


Matahari mulai meninggi. Dari tempatku menikmati hamparan sawah ini, terlihat aktifitas penduduk lokal dimulai. Mencangkul, mengurus hewan ternak dan merumput terlihat sepanjang mata memandang. Barisan kerbau dan sapi hilir mudik di jalan kecil dan persawahan. Bapak – bapak, simbok – simbok beserta anaknya yang riang gembira menyertainya.

Ku kemasi bawaanku. Makanan sudah habis. Tersisa sehelai kain putih eyang dan daun yang disebut surat ini.

Kuelus perutku dengan lembut. “mulai hari ini kamu ku panggil Belu. Artinya Belut Lucu” sambil tersenyum. Ada gerakan dalam perutku secara lembut. “Semoga dia suka” pungkas ku.

Kupakai kain putih ini untuk menutupi dada. Kain ini lumayan panjang sampai dengkulku ini. Aku mulai berjalan menyusuri jalan kampung ini. Kiri kanan terdapat rumah yang sudah bagus. Lebih baik dari gubug simbok diatas sana. Penduduk yang jauh lebih banyak. Banyak interaksi disini.

Suasananya benar – benar rame.

Dari sudut kiri bagian pematang sawah seseorang memanggilku. “Nii… nini.. nini dari mana? Kok sendirian aja” tanya seorang bapak – bapak sambil berjalan disawah mendekatiku.

Sambil kebingungan harus menjawab bagaimana. “eh. Dari pinggir sungai sana Pak. Itu yang dibawah pohon besar diatas sana” jawab ku sambil sedikit tersenyum.

“oooh saya kira dari hutan diatas sana. Kok sendirian, gak sama orang tua ni?” tanya bapak itu penasaran.

Dengan sedikit penasaran aku pun bertanya, “Lho memang ada apa pak diatas sana?” tanyaku penasaran.

“kalau nini ada keinginan kesana, jangan ni. Coba deh nini lihat” perintah bapak itu. Setelah aku lihat dari bawah ternyata gunung tempat rumah simbok berada memang gede dan tinggi. Dari bawah sini memang terasa seram. Sedikit tak percaya aku bisa menuruninya dengan selamat. “terimakasih dewa” ucapku dalam hati.

“diatas sana banyak hewan buas. Belum lagi jalan yang sulit dan terus menanjak tinggi. Yang sering kesana hanyalah orang – orang tertentu. Keluarga raja biasanya yang sering keatas sana untuk berburu. Kalau orang biasa kesana sudah bisa dipastikan tak akan kembali. Yang ada disana hanyalah penunggu gunung dan orang – orang sakti. Penunggu yang aku maksud adalah penunggu dari yang tak kasat mata alias iblis!” sambung bapak ini semangat sekali bercerita.

“eh Belu.. apa bener dirumah simbok itu angker” tanyaku dalam hati kepada penunggu perutku ini.

“karena kamu sering bertemu denganku, Sari” jawab Belu sambil sedikit bergerak.

“ooh ya Pak. Terimakasih atas sarannya” jawabku berterimakasih kepada bapak ini.

“ya ni. Sama- sama. Kalau boleh tahu, nini mau kemana? Kok saya belum pernah jumpa dengan nini sebelumnya?” tanya bapak ini.

“saya mau ke alun – alun pak. Lanjut ke Kerajaan Paninggilan” jawabku.

“oo.. masih jauh ni. Nini terus aja ikuti jalan ini. Setelah sungai besar diujung sana nanti terdapat pasar. Setelah pasar nanti akan terlihat gerbang besar sudah nampak” jawab bapak itu.

“kalau nini mau ikut pemilihan dayang, pasti nini diterima, nini sangat cantik” pungkas bapak itu.

“terimakasih pak. Saya belum ada rencana apapun disana. Mohon izin melanjutkan perjalanan” ucapku sambil berpamitan.

Sambil melanjutkan perjalanan sedikit bercanda gurau dengan Belu. “heh belu.. hidupmu kan sebenarnya disawah, ini banyak sawah. Mau turun gak?” tanyaku seraya bercanda.

Tak ada jawaban dari Belu. Ya sudah deh.. bakal bosen diperjalanan ini.

Singkat cerita, sampailah aku didepan pintu gerbang. Pintu gerbang kerjaan ini sangatlah besar dan megah. Setelah aku mendekati gerbang itu terlihat 2 penjaga gerbang bersenjatakan tameng dan tombak berjajar rapi. Ketika aku ingin melintas, penjaga tersebut menyilangkan masing – masing tombaknya pertana aku tidak boleh masuk.

“tanpa izin raja, siapapun tidak boleh masuk!” ucap penjaga itu dengan tegas.

Tanpa bicara panjang lebar, aku tunjukkan pelepah surat kepada penjaga.

“tunggu disini dan jangan pergi!” ucap salah satu penjaga sembari membawa surat itu kedalam istana.

Tak lama berselang penjaga itu kembali sambil mengawal seorang perempuan paruh baya yang dandanannya rapi dan berkebaya mewah. Dia mendekatiku dengan mata memandang sinis tanpa sinis kepadaku.

“apa keperluanmu?” tanya perempuan itu sambil membaca surat yang telah aku tunjukkan.

“tidak tahu nyai. Aku hanya disuruh untuk datang kemari dan menyerahkan surat itu ke Kerajaan Paninggilan ini” Jawabku sembari menunduk.

“baginda Raja hyangagung membatalkan acara pemilihan dayang baru dua hari yang lalu. Apa kamu tidak tahu?” tanya perempuan itu.

“tidak nyai. Saya sama sekali tidak tahu”jawabku polos.

“pulanglah! Tak ada gunanya kamu disini!” perintah perempuan itu sambil mengusirku.

“izinkan hamba istirahat walau sebentar nyai. Senja nanti aku akan pergi dari sini. Rumah ku jauh disana dan aku belum istirahat sama sekali” pintaku.

“tidak bisa!” gertak perempuan itu.

Perdebatan aku dengan perempuan ini membuat sedikit gaduh digerbang kerajaan ini. Hingga ada seseorang datang melihat kami.

“ada apa ini?” tanya seseorang pria dari dalam istana.

“ee.. anu” / “gadis ini memaksa masuk! Aku tidak memperbolehkannya. Karena pemilihan dayang tidak jadi digelar!” sahut perempuan ini dengan nada sedikit marah.

Aku tak bisa apa – apa karena posisiku sangat lemah saat ini.

“biarkan dia masuk! Tunjukkan keramahanmu kepada rakyatku” pinta pria itu.

Dengan sedikit kesal dan melototiku dia perintahkan pengawal untuk mengantarkanku ke sebuah pendopo didalam istana.

“waaahh..istana ini megah sekali” gumamku dalam hati. Tak ada satupun kayu yang usang. Dimana mana sangat bersih rapi dan mewah.

Tak berselang lama hidangan datang, air minum beserta makanan disajikan dihadapanku. Banyak macam makanan yang belum pernah aku makan sebelumnya. Aku tak tahu ingin memakannya atau tidak. Sekian lama aku hanya duduk memandang semua makanan ini.

“kenapa kamu tidak memakannya?” tanya seorang pria mengagetkan ku. Pria ini datang dari belakang. Dari suaranya ini adalah pria yang tadi mengijinkanku masuk kedalam istana.

“ee anu..” jawabku pelan dan kebingungan.

Pria itu mendekati dan duduk bersila didepanku namun agak jauh. Pria ini sungguh gagah. Dari parasnya yang tampan, tubuhnya yang kekar berotot. Suaranya menggelegar dan aura nya sangat luar biasa. Entah dari mana aku bisa merasakan itu.

“aaa..aaku merasa tidak pantas untuk semua ini” jawabku sembari memalingkan wajah ini.

“kamu adalah tamu kami. Kami wajib menyambutmu” jawab Pria itu.

“siapakah namamu?” tanya Pria itu.

“sa.. Sari..” jawabku pelan.

“Sari.. nama yang indah. Perkenalkan saya Adpati Sandiwarna. Putra Raja hyangagung!” jawabnya.

“aaa… mohon maaf sinuwun.. aku tidak tahu” jawabku gelagapan. Benar – benar malu aku kalau begini.

“hahahaha… Simbok ..Simbok Darmi” Adipati Sandiwarna memanggil seseorang.

“bawa perempuan ini ke belakang. Ajari dia cara untuk menghormati raja” perintah Adipati ke mbok Darmi.

“baik sinuwun. Laksanakan” ucap mbok Darmi.

Aku dibawa mbok Darmi kesebuah ruangan disamping dapur kerajaan. Banyak pelajaran yang aku dapat ditempat itu. Simbok Darmi dan dayang lain sangat baik kepadaku. Simbok Darmi banyak menceritakan semua keluarga kerajaan sampai aku bingung sendiri.

Tak terasa waktu sudah larut malam. Saya ingin berpamitan kepada Simbok Darmi.

“mbok , saya mau pamit pulang.” Ucapku ke simbok sembari menyodorkan tanganku.

“loh..kok pulang? Kamu kenapa sudah gak betah di kerajaan ini?” tanya mbok Darmi.

“aku hanya ijin kepada Ratu Purbawani sampai matahari terbenam dan aku harus pulang kembali ke gunung Inggil. Pulang kerumah simbok” jawabku.

“apa katamu? Gunung Inggil? Kamu dari gunung Inggil?” tanya simbok Darmi terheran – heran.

“iya mbok.. kenapa mbok?” tanyaku penasaran.

“tak ada yang berani naik ke gunung itu. Bahkan pada siang hari. Apalagi ini malam hari. Kamu tidak boleh kesana Sari. Kamu harus disini. Kalau sampai Raja tahu aku melepasmu pulang kesana, aku akan kena hukuman!” jawab mbok Darmi sembari menarik tanganku kedalam ruangan yang lebih jauh lagi.

“tapi mbok..aku bisa kena marah Ratu Purbawani..” jawabku.

“sudah. Kamu tenang. Kamu sembunyi disini sementara waktu. Simbok bakal cari cara untuk meyakinkan Ratu Purbawani supaya kamu bisa bekerja disini” jawab simbok Darmi menenangkan.

“tapi mbok..” / “sudah…tak ada tapi – tapi!” sahut simbok.

Malam itu aku terpaksa tidur bersebelahan dengan simbok Darmi. Dayang lain tidak tahu kemana sementara ranjang mereka kosong. Paling ebetulan ini jadwal jaga simbok Darmi pikirku. Jadi aku merasa aman.

“duuuuh kebelet pipis” ucapku lirih.

Diam diam aku keluar dari ruangan dayang itu. Setelah keluar aku melihat obor dimana – mana. “memang berbeda antara digunung dengan di Istana. Tak ada satu sudutpun yang gelap pekat” ucapku dalam hati.

Lanjut aku mencari tempat untuk pipis. Akhirnya aku menemukan tempat yang tepat untuk membuang pipis ini.

Dengan cepat aku jongkok. Belu tiba – tiba bergerak dalam perut dan dengan cepat menuju lobang kemaluanku untuk keluar.

“dduuuuuh Belu ….jangan sekarang” ucapku lirih.

Seakan tak peduli, Belu tetap berusaha keluar. Gerakannya cepat dan kuat mendorong dinding kemaluanku untuk merenggang.

Dengan cepat ku tutup mulutku sekuat mungkin. Kubuka selangkanganku lebar – lebar supaya Belu cepat keluar..

Moncong Belu mulai nampak. Renggangan kemaluanku membuatku menahan rasa ingin teriak. Hampir tak kuasa aku menahannya.

“srrreeeeeetttt…sreeeettt”.. suara kepala belu ingin segera keluar dari lubang kemaluanku. Kali ini gesekan itu sangat hebat karena Belu tidak sabar untuk segera keluar. Renggangan terjadi dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Sensasi renggangan dan gesekan itu membuatku hampir pingsan.

“Srooooooooooooottttt” .sensasi itu membuatku mengejan dengan sangat kuat hingga belu akhirnya keluar dengan cepat. Belu yang tubuhnya sebesar lengan dan panjang 2 meter itu akhirnya keluar dari lubang kemaluanku bersamaan dengan pipisku.

Belu melihat dan menatap mataku. “aku akan segera kembali”. Pesan tersirat dari mata Belu. Seketika itu Belu hilang diantara semak belukar. Lubang kemaluanku juga sudah kembali ke ukuran semula. Aku segera bergegas kembali ke ruangan mbok Darmi untuk kembali tidur.

“apa yang dilakukan Belu disini? Semoga tidak cari – cari masalah.” ucapku dalam hati.

Tidurku seakan Cuma tidur ayam. Perasaan tidur namun mata Cuma merem melek begitu saja. Kepikiran Belu belum juga kembali. Terdengar langkah kaki orang dengan cepat mengarah ke kamar dayang ini.

“Sari.. Sari!” panggil simbok sambil panik.

“ya mbok. Ada apa?” tanyaku penasaran.

"ikut simbok. Simbok butuh bantuan. Tolong dedaun ini ditumbuk dan…” / “iya iya…simbok tenang dulu” sahutku. “aku sudah tahu keperluan simbok. Memang siapa yang terluka mbok?”imbuhku.

“para dayang. Kalau selesai segera bawa ke sebelah pendopo ya” kata simbok sembari bergegas keluar kamar.

Bahan – bahan ini untuk mengobati luka gores atau sayatan. “apa ada perang didepan sana? Apa ada yang sedang mengamuk?” tanyaku dalam hati. Segera aku bawa ke pendopo yang ditunjuk simbok. Disana simbok sudah menunggu didepan pintu.

Simbok memegangku dengan lirih berkata, “Sari. Nanti apapun yang kamu lihat kamu harus tetap diam. Apapun yang aku suruh segera laksanakan jangan banyak bicara” tuturnya. “baik mbok” timpaku.

Dengan langkah cepat namun senyap simbok Darmi menggeretku masuk kedalam pendopo itu. Sekilas ada 2 ruangan bersebelahan. Kudengar ada erangan, disebagian lain ada desahan dan suara pria menyebut sesuatu namun tidak jelas. Diruangan yang terdengar erangan, tergeletak dua orang dayang yang telanjang bulat dan saling meringis kesakitan. Dari kemaluan mereka keluar darah segar.

“Sari.. tolong bersihkan luka mereka dengan air hangat ini dulu sebelum kamu pakaikan ramuan tadi” ucap simbok

Kulihat kemaluan salahsatu dayang yang mengeluarkan darah segar itu. Ku bersihkan dengan sangat hati – hati. Terdapat robekan dibagian dinding bagian dalam. Robekan itu lumayan panjang dan dalam, sedangkan di bagian dinding lain juga terlihat lecet – lecet.

“apa ini ulah Belu?” pikiran ini sempat terlintas dibenakku.

Selesai dengan satu dayang ini. Dia sudah agak baikan. Matanya masih terpejam, nafasnya mulai stabil meski belum beraturan.

Terdengar suara wanita dan pria dari kamar sebelah saling berteriak. Dan tak berselang lama masuklah kembali seorang dayang dengan sempoyongan dan langsung tergeletak di ranjang yang lain. Semua dayang yang ada disini telanjang bulat. Hanya aku dan simbok Darmi yang memakai kemben.

Dayang ini sama, diselangkangannya terlihat darah mengalir melewati kedua paha mereka dan menetes dilantai. Segera aku dekati dan aku periksa. Darah ini agak berbeda. Darah ini terlihat lebih kental. Dari teksturnya yang akurasakan ada persamaan dengan cairan dari burung seorang pria.

“memekku .. memekku” sebut dayang itu sambil terpejam.

“memek .. apa itu memek ?” tanyaku kebingungan.

“ini memek..ini memek” sebut dayang itu sambil menunjuk ke kemaluan dia yang masih mengucur darah.

“oalaaah…di istana kemaluan wanita disebut memek” ucapku dalam hati.

Kubersihkan dari lendir yang bercampur darah itu. Setelah aku pindah ke wadah tanah liat hampir penuh. Banyak sekali lendir ini.

“pejuh..pejuh.. sudah semua keluar?” tanya wanita ini kepadaku.

“pejuh itu apa ni?” tanyaku polos.

“yang keluar dari memekku” jawab dia spontan.

“oh iya ni.. sudah semua bersih” jawabku.

Tak seberapa lama saya dan mbok Darmi bersama tiga perempuan ini dengan hati – hati berjalan menuju sebuah pendopo yang besar dan dijaga masing – masing pintunya dengan 1 prajurit. Ketiga wanita itu tidur dalam satu ruangan namun berbeda ranjang.

Setelah mereka merebahkan diri di ranjang masing – masing. Kami berdua bersiap kembali ke ruangan kami.

“mbok Darmi. Terimakasih ya”ucap salah satu wanita itu.

“iya Nyai. Sudah tugas saya” jawab mbok Darmi dengan sedikit menunduk. Aku pun juga segera meniru gerakan mbok Darmi.

“siapa wanita ini? Kok aku baru melihatnya sekarang?” tanya Nyai itu.

Segera mbok Darmi menerangkan kenapa aku ada disini, asal muasal dan tujuanku kemari.

“ooooh.. namamu Sari. Kamu cekatan walaupun baru pertama kali mengurus kami. Kami bertiga disini adalah selir Raja. Terimakasih ya. Kami semua saling tertunduk menghormati.

Pantas saja mereka berdandan sangat anggun. Kulit mereka putih sekali. Paras mereka sangat elok. Cantik. Dada yang besar dan bokong yang kencang.

“permisi nyai.kami izin kembali” pamit simbok Darmi seraya berjalan.

“Sari..seharusnya kamu bukan jadi dayang.. kamu seharusnya disini” ucap Nyai yang lain.

“aku hanyalah seorang anak desa nyai” jawabku lirih seraya membungkuk.

“mbok, tugas selir itu apa mbok?” tanyaku penasaran sambil berjalan kembali ke kamar dayang

“selir itu tugasnya mendampingi dan melayani Raja. Tetapi tidak haknya berbeda dengan Ratu ataupun Selir” jawab simbok Darmi.

“ooh.. tak diakui sebagai garis keturunan raja ya mbok?” tanyaku.

“gak Cuma itu Sari. Selir juga tidak diakui atas anak Raja. Artinya, jika dalam hubungannya dengan raja mendapatkan keturunan, maka dia tidak dapat diakui Anak oleh raja” jawab simbok.

“kok gitu mbok?” tanyaku penasaran.

“Sari.. kamu masih sangat lugu sekali rupanya.. “terang sambok sambil memegang kedua tanganku.

“Sari.. yang namanya pengabdian pada Raja itu banyak tingkatan. Tiap tingkatan ada pahala tertentu dari dewa. Yang paling bawah seperti simbok misalnya. Dayang. Dayang itu pembantu kerajaan. Kerjanya kerja kasar. Kerja yang tidak enak. Pahala dewa yang akan simbok dapat berupa kebahagiaan, ketentraman hidup dan kebutuhan terjamin. Simbok sudah merasakan itu semua. Tapi satu kunci yang harus dilakukan” ucap simbok menegaskan.

“Apa itu mbok” tanyaku

“keikhlasan. Apapun yang dilakukan, lakukan dengan ikhlas. Itu baru tingkatan paling bawah. Sedangkan selir itu akan mendapatkan tingkatan yang lebih lagi. Kamu udah lihat sendiri kan tadi. Mungkin kamu takut dengan yang tadi selir alami. Tapi itu semua ada pahala kebaikan setelahnya” terang simbok sambil tersenyum – senyum.

“gitu ya mbok. Tapi kan aku tidak kerja untuk kerajaan mbok?”ucapku memelas

“simbok yakin. Sebentar lagi kamu akan dihadapkan kepada Raja” tegas simbok Darmi dengan yakin.

Setelah sekian lama kami mengobrol kami memutuskan untuk kembali ke kamar. Mumpung masih ada waktu sebentar untuk istirahat sebelum ayam berkokok.

Aku terkaget ketika masuk, Belu sudah berada di atas ranjang kami berdua. “Belu! Ngapain disitu?” ucapku spontan.

“Belu?? Belu itu apa Sari?” tanya simbok penasaran.

“aaa… aaanu.. bukan apa-apa mbok” jawabku panik.

Simbok darmi sudah duduk diatas ranjang dan Belu tepat disamping simbok Darmi. Tetapi simbok yang sedari tadi sudah melihat sekelilingnya rupanya tidak melihat Belu yang sudah diatas ranjang dari tadi.

Ku tatap mata Belu dan ku isyaratkan untuk turun dari ranjang. Setelah turun aku mulai tiduran diranjang disamping simbok. Setelah rebahan, Belu langsung naik kembali dan sekarang dia berada diatas perutku. Kemudian Belu menatapku. “dia ada disini. Aku sudah menemukannya. Tinggal menunggu saat tiba” ucap belu yang kurasakan dalam hati.

“ngomong apa kamu Belu?” tanyaku.

Belu tidak menjawab. Dia langsung turun ke paha dan mau masuk kembali ke lobang memekku. Sundulannya dan renggangan memekku aku rasakan baik – baik. Kupejamkan mataku untuk merasakan sensasi itu. Desahan tipis keluar dari bibirku. Sedikit aku gigit bibirku supaya tidak mendesah keras – keras. Belu sudah sepenuhnya masuk dan mulai bergerak – gerak didalam perut ku ini. Akhirnya aku mengikuti simbok Darmi yang sudah ngorok disampingku.



---SKIP---

Pagi itu aku lalui dengan banyak membantu simbok Darmi bekerja di lingkungan istana. Sedikit banyak aku mulai mengenal lingkungan istana. Walaupun aku bukan siapa – siapa disini, namun aku merasa nyaman disini. Aku banyak mengobrol dengan para dayang dimanapun aku bertemu. Dayang disini ternyata puluhan. Setiap dayang saling bantu membantu pekerjaan. Sampai kemudian prajurit menghampiri kami.

“Simbok Darmi, sesuai perintah Adipati Sandiwarna, kamu mengahadap Adipati sekarang juga!” ucap prajurit.

“baik. Laksanakan!” jawab simbok.

“ada apa mbok? Tanyaku.

“gak tau jugaa. nanti juga bakalan tau Sari” simbok Darmi segera menghadap.

Tak berselang lama, simbok Darmi kembali dan menggeret tanganku. “Sari.. kamu dipanggil Raja dan menghadap sekarang juga!” terang Simbok.

“aa..aada apa mbok?” tanyaku panik.

“gak usah kawatir Sari.kamu jawab apa adanya. Jika ada sesuatu nanti simbok akan ikut bertanggungjawab” tutur simbok sedikit gelisah.

Sampailah aku sama simbok Darmi di pintu pendopo utama. Pendopo ini sangat besar. Pintunya terukir beragam gambar.

“masuk lah Sari.. jangan ragu.. jangan takut. Simbok disini” ucap simbok sembari mendorongku.

Dengan langkah terbata aku pun berjalan. Didepan sana sudah banyak yang berkumpul. Aku berhenti sejenak disamping sekumpulan orang tersebut.

"Hai kamu.. kemarilah! Berdirilah didepanku!” terdengar Raja memerintahku.

Dengan rasa was was ku langkahkan kaki ini didepan sang raja. Setelah sampai didepan raja, aku sedikit melihat sekelilingku.

Disamping Raja duduklah Ratu Purbawani. Dia menatapku dengan tajam. Disamping kanan terduduk Adipati Sandiwarna. Sedangkan dikiri terduduk ke tiga selir yang tadi pagi aku rawat.

“jadi aku berada ditengah – tengah keluarga besar sang Raja?” ucapku dalam hati, kemudian aku hanya bisa diam dan tertunduk.

“Belu .. gmna ini? Belu?” tanyaku dalam hati. Namun Belu sama sekali tidak merespon keadaanku.

“namamu Sari..?” tanya baginda Raja.

Sedikit ku dongakkan kepalau dan kutatap wajah Sang Raja. “iya.. Raja.. Hyangagung Baginda Raja” ucapku sambil sedikit grogi.

“tak usah takut kamu Sari.. seharusnya akulah yang menaruh hormat kepada rakyatku” ucap baginda Raja.

“saya sudah baca surat yang kamu bawa. Aku tau siapa itu Resi Wikromo. Dan aku tahu, siapa itu Resi Wiraksohargo. Terkejut aku dan tak menyangka akan bertemu dengan Sang Putri. Sang Putri dari penjaga gunung Inggil yang sangat keramat” ucap Raja melanjutkan.

Sambil berdiri dan berjalan kerahku. “Aku tahu sejak kamu melangkah masuk pertama kali ke istana ini dan sampai sekarang. Kamu pasti sudah banyak tahu isi dari istana ini. Maka dari itu, aku tak akan membiarkanmu pergi dari sini” / “tunggu baginda raja suamiku!” potong Ratu Purbawani sembari berdiri.

“dia sudah lancang masuk, begitu dengan simbok Darmi sudah lancang memasukkan orang tanpa seizin Baginda raja bahkan tanpa seizin aku. Seharusnya mereka berdua diberi hukuman!” cetus Ratu Purbawani sambil menunjuk ku dan Simbok Darmi diluarsana dengan jari telunjuknya.

Adipati Sandiwarna berdiri, “Tunggu wahai ibundaku. Aku yang menyuruhnya masuk. Aku pula yang membiarkannya bersama Simbok. Maka aku juga harus diberi hukuman” / “cukup!” potong Baginda Raja.

“aku harus adil dalam hal ini. Baiklah. Semua akan saya hukum. Sari. Kamu adalah tamuku. Tapi kamu juga penyusup. Aku akan menghukummu 1 purnama penjara sebagai balasan akan kelancanganmu. Simbok darmi dan Anakku Sandiwarna akan aku perhitungkan nanti”. Tegas Raja

Semua berdiri. Ketiga selir raja disamping ku mencoba untuk berbicara. Namun mereka tak dapat melakukannya karena ini sudah menjadi ketetapan Raja.

Kericuhan di sidang itu terjadi. Segala pembelaan untuk diriku sendiri beakhir sia – sia. Akhirnya aku harus di penjara. Namun tak sampai 1 purnama. Aku hanya dipenjara selama dua pasaran atau 10 hari. Simbok darmi berkali – kali minta maaf kepadaku. Namun ini bukan salah simbok. Ini salahku. Jikalau aku langsung pulang sedari kemarin waktu diusir, maka tak akan bernasib seperti ini.

Mataku ditutup kain. Aku dituntun menuju penjaraku. Entah arah mana aku digiring, yang pasti tempat ini tidak jauh dari istana.

Prajurit pengantar ini segera membuka mataku ketika aku sudah masuk dalam penjaraku. Setelah terbuka aku melihat sekeliling. Sepertinya aku didalam goa. Bahkan Goa tanpa jeruji. Disebelah, ada sesuatu yang terbaring diranjang. Namun tertutup kain seluruhnya.

“kamu berdiam disini selama 2 kali pasaran. Setelah selesai nanti akan aku jemput kembali. Ingat jangan dekati pintu goa. Karena penjagamu ada disana. Penjaga tanpa bayangan!. Tempat ini tidak menakutkan. Namun ada sesuatu yang akan membuatmu tidak betah disini!” ucap prajurit itu sembari berjalan keluar mulut goa.

Aku mulai sendiri. Hanya bercahayakan obor dengan api redup disini. Diujung sana terdapat sesuatu yang tertutup kain. Dari bentuknya saya rasa itu manusia. Tanpa ragu aku dekati sosok itu. Setelah mendekat memang ada sedikit gerakan semacam bernafas. Ku julurkan tanganku untuk mencoba membuka kain itu, setelah kubuka. Batapa kagetnya. Rambutnya mulai tersingkap, perlahan terus kubuka matanya terpejam namun hidungnya bernafas.bibirnya memutih.kucoba angkat sebagian besar ternyata dia hanya memakai sehelai kain ini. Kondisi tubuhnya sangat memprihatinkan. Siapakah wanita ini?



BERSAMSUNG EPS. 06
 
Nyimak sambil jamasin keris biar suhu mesum turun dari gunung
Toewan Ndoro @fq_lex
Ndoro patih @kuciah
Ki demang @kenthi
Ndoro sepuh @PaijoKenthir1976
Den Bagus @kenthirkatrok
Ki lurah @Chunam
Den mandor @Byey
Ki blantik @Yhonoz
Ki dalang bijak dan berbiji @Kakekeot
Juragan cilok @ariaprawira
Monggo pinarak wonten pagelaran wayang Tengul wonten mriki.
Moon Maap yg belum kesambet
maturnuhun sinuwun sampun kersa angrawuhi... kesambet .. eh :getok:.. sesarengan monggo geguyon :Peace:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd