Wanita? tanyakan pada wanita apa mau mereka. Tak ada yang mengerti tentang keinginan mereka. Coba saja mungkin dari sekian banyak laki-laki ada yang mengalami hal yang aneh ketika berhadapan dengan seorang wanita. Wanita itu indah, coba saja buka pakaiannya pasti indah, lha wong tidak dibuka saja kadang sangat indah apalagi dibuka. Wanita kadang sulit dipahami, itulah dia makannya wanita itu misterius tapi kalau sudah ada maunya harus dituruti. Benteng pertahanan laki-laki adalah wanita dan senjata paling mematikan untuk laki-laki adalah wanita. Coba lihat saja sejarah-sejarah, contohnya saja Napoleon bertekuk lutut dihadapan Cleopatra, padahal Napoleon bisa saja menaklukan semua wanita di Prancis. Satu laki-laki bisa menaklukan banyak perempuan tapi satu laki-laki itu juga pasti takluk terhadap satu perempuan. Lihat saja, laki-laki bujang nyari uang banyak akhirnya untuk nikah dan untuk semua wanitanya. Seandainya uangnya kebanyakan pasti buat beli mobil seporet, rumah mewah, motor keLen tapi apa hanya dengan itu saja hidup laki-laki lengkap? Pasti harus ada wanita kalau ndak istri ya cewek seksi yang ikut nunggangi mobil seporet, menghiasi rumah mewah, dan juga meluk si laki-laki ketika ngendarai motor kerennya. Hidup laki-laki ndak akan lengkap tanpa wanita, namanya juga HP butuh flip cover-lah. ah bodoh ah, itu hanya pendapatku saja jadi jangan di bahas lagi, pendapat yang tidak ada relevansinya sama sekali, tidak signifikan. Terus kenapa aku harus mengutarakan pendapatku? Arya... arya... bikin bingung saja. Tapi, kenapa wanita susah dimengerti? Contohnya saja laki-laki ketemu sama ceweknya yang lagi ngambek gara-gara menstruasi atau habis dimarahi ortu atau dimarahi dosen.
Cowok : sayang kenapa?
Cewek : ndak papa!
Cowok : cerita sama aku dong sayang, mungkin bisa meringankan beban pikiranmu
Cewek : aku bilang ndak papa ya ndak papa, kamu itu malah bikin bete
Cowok : maaf sayang, aku Cuma pengen kamu tersenyum
Cewek : yang bikin aku ndak bisa senyum itu kamu selalu tanya-tanya terus
Cowok : iya deh, aku diem sekarang
Cowok kemudian diam tak berani bertanya kepada si cewek
Cewek : kamu itu gimana to? Malah diem! Aku tuh lagi sedih habis dimarahi Ibu tadi, bukannya menghibur malah diem saja, dasar nyebelin! Ndak peka!
Cowok hanya mampu bengong seperti di tengah laut, ketimpa pesawat jet, di sapu ombak, di tabrak titanik, kebentur karang, diseret hiu, di setrum ubur-ubur, dilahap paus kemudian disemburkan keluar, terombang ambing lagi ditengah laut dan terakhir dihantam meteor!
Nah loh! Gimana coba kalau begitu? Apa coba yang harus aku lakukan? Mengungkapkan perasaanku sama dosen judes itu? Iya kalau suka, kalau ndak? Dari percakapan tadi, jujur saja aku menangkap sinyal kalau dia suka sama aku, tapi candaanya di belakang bikin ngedrop saja. Kembali memulai dari awal lagi? Emang kaset diputer ulang? Udah nancepin paku di kayu kamu cabut, ya jelaslah ada lubangnya. Kalau mau tutupin itu lubang, dia yang harusnya nutupin bukannya aku yang harus mengungkapkan kan? Emang aku cowok apapun? Dasar dosen judes!
Tapi kalau dipikir-pikir lagi, memang seharusnya aku yang ngomong duluan ke Bu Dian. Tapi dia mintanya semuanya diperbaiki dulu dari awal. Memang Nagasaki dan Hirosima, habis di bom atom langsung dibangun lagi. Iya sich dibangun lagi, tapi coba lihat imbas radiasi nuklir yang mengenai orang-orang disekitarnya. Gen mereka berubah, bayi dalam kandungan lahir cacat, yang masih hidup tidak bisa menikah karena gen sudah berubah ditakutkan anak yang lahir dari pernikahannya cacat permanen. Bangunan memang bisa dibangun lagi woi! Tapi efek yang ditimbulkan sulit untuk diperbaiki woi! Dosen judes woi! Aku memang suka sama kamu, tapi kamunya itu judes, jutek minta ampun! Dian judes, dian jutek, dian jelek, dian jengkelin, dian dian dian dian dian kamu cantik aku suka. Argh!
Pagi menjelang, aku beranjak dari tempat tidurku. Tak ada yang dapat aku lakukan hari ini, karena harus menunggu teman sekampusku selesai PPL. Ya aku jurusan murni dan jurusan pendidikan biasanya harus menyelsaikan PPL-nya terlebih dahulu. KKN akan dimula secara bersamaan ya anak murni ya anak pendidikan. Untuk hari ini biasa setor cerita sama Ibu, biasa di ruang TV. Ayah? Kerjalah dinas ke lokalisasi mungkin.
hi hi hi... berarti hmmmm.... ucap Ibu
Apa bu? ucapku
Kamu jatahnya dikurangi ya sayang? ucap Ibu
lho kok begitu? ucapku
Sekarang ini kamu kan sedang memulai dari awal, jadi satu minggu sekali saja sama ibu ya? ucap Ibu dengan tersenyum
kan aku pengennya setiap hari ucapku
Iya kalau kamu ndak lagi pdkt sama cewek, lha ini kan kamu lagi pdkt sama dian. Dia suka lho sama kamu, dan Ibu juga sukaa sama dian hi hi hi ucap ibu
Cewek judes sekaligus membingungkan kaya gitu di pdkt-in bu bu ucapku
tapi kamu suka kan? ucap Ibu
suka sih suka, tapi kalau membayangkan dia jadi pacar atau istri aku, hancur duniaku ucapku
Cup cup cup... ucap Ibu
pengen? ucap Ibu
Heem... ucapku
besok lusa saja ya, nunggu isinya penuh lagi hi hi hi ucap ibu
yah, ibu kok gitu, kan pengen ucapku
kan ada erlina ucap ibu
lebih baik aku dirumah saja bu ucapku
Tapi jangan perkosa ibu, kalau kamu maksa ibu ndak akan ada untuk hari selanjutnya. Dan tidak boleh merangsang ibu, awas! Kalau hari ini, itu masuk ke dalam ibu, selesai! ucap dengan sedikit membentak. Seketika itu pula dedek arya menciut memilih untuk bertekuk lutu kepada vaginawatinya
iya bu iya... arya janji ibuku sayang dindaku sayang ucapku
nah begitu sayang cup ucap ibu dengan kecupan di bibirku. Ibu kemudian meninggalkan aku sendiri di ruang TV. centung. BBM. Bu Dian
From : Bu Dian
Hai, arya yang cemburu sama dosennya
(Ergh sok akrab ni si judes!)
To : Bu Dian
Maaf, arya sedang main keluar
Dia tidak bisa diganggu
From : Bu Dian
Ngambek ar?
To : Bu Dian
Ndak level ngambek sama dosen bu?
To : Bu Dian
Lha kan situ ibu-ibu?
From : Bu Dian
Huh! Aku belum punya anak tahu
To : Bu Dian
Ya kali saja sudah punya, terus dititipin sama mertuanya
From : Bu Dian
Kamu itu, huh!
From : Bu Dian
Besok bimbingan, satu minggu satu kali bimbingan
Sambil menunggu KKN, jam 9 ingat, jam 9!
To : Bu Dian
Tapi bu, kan ini masih libur, istirahat dulu lah bu
From : Bu Dian
Ndak ada tapi-tapian,Atau ndak aku ACC TA kamu
To : Bu Dian
Iya, bu iya akan saya jalankan
From : Bu Dian
Bagus, mahasiswa itu nurut sama dosennya
To : Bu Dian
Iya bu iya, saya nurut
Bener-bener memang ini dosen, kalau saja semalam ibu ndak dateng. Pasti dia ndak bakal sok akrab sama aku, dan aku bakal lebih enjoy lagi hari ini. enjoy dengan ibu, kentang banget hari ini. hufttt.... tiba-tiba
Ibu apaan sih, kembalikan bu ucapku meminta sematponku yang di rebut ibu
Anak baik diam! ucap ibu, seakan dihipnotis aku diam
ihirrrr... akrab sama dosennya ya ucap Ibu
Akrab apaan bu? Judes kaya gitu di akrabin ucapku sinis
Ya sudah, jangan ngambek gitu, kalau ngambek gitu tandanya kamu itu sayang, cinta sama dian ucap Ibu
ah ibu, bikin bete saja ucapku sambil bangkit mencoba meraih kembali sematponku
eit ndak bisa-ndak bisa ha ha ha ucap ibu sambil berlari menjauhiku
Aku berlari mengejar ibu di dapur, layaknya adik dan kakak kami main kejar-kejaran. Senyum mengembang, tawa meledak diantara kami. seakan-akan tak pernah ada kejadian buruk terjadi diantara kami. aku melihatnya seperti halnya seorang anak melihat seorang ibu. Hingga aku bisa memeluk ibu dan meraih kembali sematponku. Ibu kemudian membetet hidungku dengan gemas, aku hanya menjulurkan lidahku ke arah ibu. setelah lelah bermain kejar-kejaran di dalam rumah, aku dan ibu beristirahat di ruang TV kembali. Kebahagiaan terpancar di wajah kamu berdua. Kepalaku rebah di paha Ibu dan ibu membersihkan telingaku.
iiih jorok banget, masa ada tempat pembuangan sampah di telinga? ucap Ibu
Yeee... itu bukan tempat pembuangan sampah bu, tapi rest area buat kotoran ucapku
emang mau mudik, pakai rest area segala hi hi hi ucapnya
paling bu, kotorannya lagi mudik ke telingaku nanti kalau arus balik paling hilang sendiri he he he balasku
kamu itu jorok ucap Ibu
makanya bu dibersihin doooong balasku, tiba-tiba
aw... Ibu apaan sih? protesku yang tiba-tiba tangan ibu meremas dedek arya
Lho kok tidur, padahal ibu sudah nempel-nempelin susu ibu dikepalamu lho ucap ibu menggodaku
jangan-jangan kamu... sudah ndak suka perempuan??? lanjutnya
ndak tahu bu, seneng saja hari ini bisa bercanda dan tidak melulu membicarakan masalah berbau ex ex ex ucapku
Berarti kita mendekati kehidupan normal lagi sayang ehemmm... ucap ibu santai
mungkin bu, tapi bu... ucapku
We will back to normal, dear ucap Ibuku, aku hanya tersenyum dengan pandangan ke arah TV
After hes gone ucapku
Yupz thats right ucap Ibu
Kami bercanda seperti biasanya, tak ada dalam pikiranku untuk menghunuskan dedek arya ke dalam tubuh ibu. Entah kenapa kali ini tampak berbeda, apakah karena pertemuan semalam dengan bu dian? Padahal jika aku memutar balikan waktu, seminggu yang lalu kami melakukannya dengan sangat ganas di dekat ayah. Namun kali ini aku merasakan hal yan berbeda. Mungkin memang adanya bu dian merubah segalanya. Aku pun terlelap dalam pangkuan ibuku hingga siang hari. Tepat pukul 13:00 aku bangun dan tak kudapati ibu di sofa. Aku kemudian bangkit dan kembali ke kamar, kulihat ibu sedang membersihkan pekarangan rumah. Selepasnya aku berganti pakaian, ingin rasanya keluar main. Aku turun dan menghampiri ibu di pekarangan belakang rumah.
Aku mau main ke wongso bu ucapku sambil mencium pipinya
Iya hati-hati ucap Ibu
Ingat, ndak usah main-main lagi sama cewek lho, kasihan tuh yang didalem bisa pingsan tujuh turunan ucap Ibu
yee ibu bisa saja, aku berangkat dulu bu ucapku
Iya sayang, hati-hati pelan-pelan saja bawa motornya ucap ibu
oke ibu ucapku
Dengan REVIA aku kembali ke jalanan daerahku. Kuhirup udara panas di daerahku yang bercampur dengan karbon dioksida dan karbon monoksida serta sedikit oksigen. Sudah jelaskan kenapa sekarang udara menjadi kotor? Banyak pohon yang ditebangi, industri dimana-mana menggusur zona hijau. Ditambah lagi makin banyaknya motor dan mobil yang berlalu lalang, memang sih ndak bisa disalahkan karena kita semua butuh transportasi yang memadai. Lama aku mengendarai motor, hingga akhirnya aku sampai di dekat warung wongso. Kulhat mobil yang tidak asing lagi bagiku, tapi sayang ingatanku buruk. Kuparkir motorku di depan warung wongso dan masuk ke dalam tanpa menoleh ke kanan dan kekiri.
Kulonuwun (permisi) teriakku dan semua pelanggan menoleh ke arahku
O... lha wong edan (orang gila) pelan kenapa? memangnya di goa, teriak-teriak ucap wongso
Ya menawane (mungkin saja) kamu budeg wong ucapku
Lihat telingaku masih normal ucap wongso sambil memperlihatkan telinganya
Iya itu, dasar orang katrok! ucap seorang wanita di belakangku, aku menoleh ke arah belakang
Huh, mau katrok atau ndak, bukan urusan situ kali ucapku, wongso hanya bengong melihat perdebatan kami
Ya memang bukan urusan aku, tapi mbok yaho tahu sopan santun kenapa, dasar preman takut setan ucap Bu Dian, aku tak menggubris kata-kata dari si judes ini
Bue (ibu)... lama tak jumpa bu ucapku sambil menghampiri ibunya wongso, segera aku mencium tangan ibunya wongso. Disitu juga ada asmi yang sedang membantu ibunya wongso berjualan.
Lho As, ndak kuliah? ucapku
Kan habis PKL Ar, kamu sendiri? ucap asmi
sama saja, habis PKL, seneng deh PKL sudah selesai, nilai sudah keluar dan juga ndak perlu ketemu DE-PE-EL ku lagi, seneng bangeeeeeeeeeet rasanya ndak ketemu DE-PE-EL ku lagi As ucapku dengan suara menekan pada kata DPL
Lho ar, DPL kamu itu kan... kan... kan.... ucap wongso yang aku lihat menggerakan bola matanya ke arah bu dian
ada apa kamu wong? DE-PE-EL-ku itu kan dah ndak ada urusan sama aku lagi ucapku
Enak saja, aku bisa rubah nilai kamu sekarang juga! Huh! ucap bu dian yang sekarang tampak lebih judes, tanpa menghiraukannya aku langsung ambil makanan
makan dulu ahhhhh... ucapku santai. Wongso, asmi dan ibunya wongso tampak terheran-heran melihat sikap kami berdua.
Aku makan di teras rumah kamu saja wong, takut makan disini, ada yang nggigit nanti ucapku langsung ngeloyor ke belakang warung. Belakang warung wongso adalah rumahnya.
Arya! teriak bu dian membuat seisi warung bengong, tapi aku tidak menggubrisnya sama sekali
Aku kini duduk di teras rumah wongso. Wongso kemudian menyusulku begitupula asmi, diikuti bu dian dengan wajah judes dan wajah jengkelnya. Wongso kemudian duduk di sebelahku, Asmi duduk bersebelahan di hadapanku dan wongso.
Ngomong apa kamu tadi hm! ucap bu dian yang berdiri di kananku sambil memegang tangan kananku
bu ini aku lagi makan bu, ndak boleh diganggu ucapku yang tadinya mulutku sudah siap melahap makanan disendok yang aku angkat
tadi kamu bilang apa? Siapa yang ngegigit kamu?! ucap bu dian
lha ibu merasa mau menggigit tidak? ucapku santai
Tidak! ucapnya
Ya sudah ibu tenang, duduk, dan nikmati hidangan di warung ibunya wongso, bereskan ucapku dengan suara datar dan diplomatis
Awwwww..... teriakku, kaget karena tiba-tiba tanganku digigit bu dian dan semua makanan di sendokku tumpah
Rasain! ucapnya judes yang kemudian duduk di sebelah asmi
Sebentar, sebentar ada apa dengan bu dian dan kamu ar? Kok sekarang tampak berbeda? ucap wongso
Heem kok akrab banget sekarang? ucap asmi
Akrab sama dosenku ini, ndak lah, kasihan dosennya, mahsiswanya kan bukan levelnya dosen ucapku sambil makan
Orang seperti arya jangan di akrab-i, bisa-bisa makanan sewarung habis nanti wong ucap Bu dian yang tampak mulai bisa membaur dengan wongso dan asmi
Ada apa to bu? ucap asmi
Tanya saja sama mahasiswa yang suka bohongin cewek ucap bu dian
Eh, bu kok aku pembohong? ucapku, pandangan wongso dan asmi ke arahku
Iyalah, nyatanya, yang kamu akui sebagai pacar bukan pacar kamu kan? ucapnya, pandangan wongso dan asmi ke arah bu dian
Yeee... kapan saya mengakui kalau saya punya pacar, coba diingat-ingat lagi, kapan saya melakukan klaim kalau aku punya pacar? ucapku pandangan wongso dan asmi ke arahku
Eh... ya pokoknya kamu bohong sama aku ucap bu dian dengan wajah cemberutnya namun tetap cantik, dan pandangan wongso dan asmi ke arah bu dian
Dosen sukanya kok ngeles, kasihan mahasiswanya kalau begitu itu, ndak valid ucapku, kini pandangan wongso dan asmi kembali ke arahku
Emang penelitian, pakai valid segala ucapnya, kembali lagi pandangan wongso dan asmi ke arah bu dian
ya kan mahasiswa butuh pembelajaran yang valid, kalau yang disampaikan dosen ndak valid bagaimana nasib mereka di dunia kerja ucapku, lagi pandangan wongso dan asmi ke arahku
Dasar Mahasiswa ndak tahu terima kasih ucap bu dian, dan lagi pandangan wongso dan asmi ke arah bu dian
Sudah-sudah tenang, bisa kita bicarakan pelan-pelan kan? ucap wongso
Bu dian, biarkan arya makan dulu
Ar, jangan diteruskan lagi ndak baik makan sambil berbicara ucap asmi
Kulihat wongso hanya menaikan bahunya ketika memandang asmi. Begitupula asmi, entah kenapa hubunganku dengan bu dian malah seperti musuh besar ketika bertemu. Sekalipun begitu. Aku sering mencuri-curi pandang ke arah bu dian. Kadang pandangan kami bertemu dan kami saling melempar senyum.
Sudah selesaiiiii... nyam... kenyaaaaang ucapku
Bayar dulu tuh ucap bu dian
Ya jelaslah, aku kan punya uang ucapku santai
Kirain mau hutang ucap bu dian
Kembali wongso dan asmi hanya geleng-geleng kepala dengan pertengkaran kami. tak ada satupun dari mereka yang bisa menyela pertengkaran kami.
MANDEK MANDEK! Wis tuo kok yo do padu wae (BERHENTI BERHENTI! Sudah tua kok ya adu mulut terus) ucap ibunya wongso yang datang tiba-tiba dan mendaratkan jeweran di telingaku
Bu dian, maafkan arya ya, arya memang sukannya kalau berbicara suka kelepasan ucap ibunya wongso ke bu dian
Oh iya bu ndak papa, ya saya sudah tahu kalau arya itu seperti itu ucap bu dian
Eh.. ndak.. ucapku terpotong karena tangan wongso membekap mulutku
Ar, kalau kamu adu mulut lagi, ibu suruh kamu nyuci piring sampai malam nanti ucap ibunya wongso dan membuatku tidak berkutik sama sekali
Kulihat Bu Dian tersenyum manis, dan kemudian tertawa yang tertutup oleh tangan kananku. Aku tahu jika dia sedang menertawakanku. Aku hanya diam, membuang muka namun mata ini tak sanggup jika tidak meliriknya sebentar saja. Mungkin seperti lagu lama yang di aransemen ulang oleh MUSE, cant take my eyes off you. Wajahnya, senyumnya, judesnya, juteknya, jengkelinnya membuat perasaanku menjadi satu. Apa itu? Kalian pasti sudah tahu. Akhirnya aku tidak berani lagi mendebat atau mengejek bu dian, kami berempat berbincang sederhana. Hingga akhirnya bu dian pulang.
Ar, jangan lupa besok bimbingan ucap bu dian
iya bu, besok akan saya bawakan TA saya ke ibu ucapku
Ya sudah, wong, as aku pulang dulu ucapnya yang kemudian masuk ke warung dan pamitan kepada ibu wongso. Asmi kemudian kembali lagi ke warung membantu ibu wongso. Dengan dunhill bersamaku dan wongso kami duduk bersama di depan rumahnya
Kemarin saja kamu formal sama bu dian, sekarang kok kaya anjing sama kucing? ucap wongso
Ndak tahulah wong, aku juga bingung sama itu cewek ucapku
kamu suka sama dia kan ar? ucapnya, dan aku hanya mengangguk
Ya sudah, dekati saja kenapa ambil pusing ucapnya
bukannya ambil pusing, dia dosen dan sudah kerja, lagian dia sudah bilang sama aku kalau aku bukan levelnya ucapku
di mulut kan ar? Bukan di hatinya ucapnya
maksudmu? ucapku
Iya dia bilangnya di mulutnya saja kan, kalau dilihat dari sikapnya, kelihatannya hatinya menginginkan sang pangeran ini ha ha ha ucapnya
bodoh ah, pusing, mending mikir kapan cepet lulus
Lha kamu, sekarang kuliah ikut adik tingkat? ucapku
Ya iyalah, kan aku cuti satu tahun ar ucapnya
Perbincangan demi perbincangan menemani kami hingga malam. Seperti biasa, ketika warung ramai aku jug aikut membantu kalau warung lenggang aku dan wongso kembali mengobrol. Hingga warung wongso tutup dan wongso mulai mengantar asmi pulang akupun juga ikut angkat kaki dari warung wongso. Sesampainya dirumah, aku melihat ibu di depan TV senyumnya masih tetap sama. Kami bercanda bersama. Tiba-tiba...
akukan sudah bilang, Pokoknya kita berempat saja, buku bisa hancurkan kita
setelah kita berempat bertemu, kita akan singkirkan buku
Aku dan ibu berpandangan mendengar teriakan keras ayah dari pekarangan rumah. Ibu kemudian menyilangkan jari telunjuknya di bibirnya. Aku hanya diam sejenak dan mulai mendengarkan percakapan ayah. Namun, percakapan berikutnya tidak membahas mengenai penyingkiran buku.
Tenang saja, buku tidak bakalan tahu, kita akan bagi menjadi empat saja, nanti aku atur
Kamu tenang saja reng, kamu ndak usah takut kaya ngelihat setan saja kamu itu
Setelahnya Ayah menutup telepon dan beranjak dari pekarangan rumah. Ayah menyapaku seperlunya saja dan kemudian masuk kamar, tidur. Ibu membisikan kepadaku untuk segera istirahat dan tidak membahas apa yang baru saja didengar. Karena jika membahas sekarang Ayah bisa saja tahu mengenasi aku sebagai pemegang sematpon KS. Aku akhirnya kembali ke kamarku, ku buka sematponku dan tak ada pesan BBM. Email om nico juga nihil. Aku kemudian beristirahat menanti pagi.