Capek sayang? ucap Ibu, aku hanya mengangguk
Istirahat dulu saja ya, dan kamu harus cerita kepada Ibu, tuh dikepala kamu banyak tulisan-tulisan yang belum diterjemahkan hi hi hi ucap Ibu
Ah Ibu bisa saja, Arya Istirahat dulu ya Bu ucapku kemudian melangkah naik ke kamarku
Ingin sekali aku bercerita kepada Ibu, karena hanya dia yang dapat menjadi tempat curhatku selama ini. Namun dengan keberadaan Ayah yang ada dirumah membuatku tak bisa berlama-lama dengan Ibu. Dengan segala kegelisahan dalam pikiranku, Aku merebahkan tubuhkudi kasur empukku, kubuka sematponku ada notifikasi BBM yang belum aku buka. Bu Dian. Dan kubalas secukupnya saja.
From : Bu Dian
Kamu jangan dengarkan Omongan Bu Erna ya
To : Bu Dian
Iya
Tak ada balasan dari sms bu Dian hanya saja ada status Bu Dian berubah.
I hope you sure of what you feel
Dan ku balas
Bu Dian, sebenarnya bagaimana perasaanmu kepadaku? Apa arti kecupan tempo hari itu? Kau buart aku terbang tinggi sekarang? Akankah kau terbang bersamaku atau malah menjatuhkan aku? Beberapa pertanyaan bergelayut di dalam pikiranku hingga mata ini terpejam dengan sendirinya. Aku kemudian terbangun karena sura teriakan Ayah yang memaki-maki orang yang berada di dalam sematponnya. Aku langsung bangkit dan membuka sedikit pintu kamarku , mencoba mendengarkan percakapan Ayah.
Tidak, bisa! Kita harus segera menemukan orang itu! Dia sudah mengambil banyak! Bentak Ayah kepada seseorang yang berada di telepon cerdasnya sambil berjalan ke arah pekarangan rumah. Dalam hatiku aku berharap tidak ada keterangan mengenai si pengambil uang tabungannya. Kualihkan pandanganku ke bawah, kulihat Ibu yang berada di depan TV kemudian menatap kearah pintu kamarku, dia tersenyum dan kemudian bangkit menuju ke kamarku, masuk dan menutup pintu.
Sssst... biarkan dia teriak-teriak paling sebentar lagi dia tidur ucap Ibuku dalam posisi kedua tangannya berada di bahuku
Beneran Bu.. ucapku yang kemudian dibalasnya dengan anggukan manja. Ku majukan bibirku tapi Ibu menghindarinya
Cerita dulu... ucap Ibuku, kemudian aku dan Ibu duduk di pinggiran ranjang, dan Ibu duduk didepanku smabil kupeluk. Ini adalah momen terindah yang aku inginkan, bisa memeluknya dan menceritakan keluh kesahku. Kuceritakan semua yang terjadi di hari ini dari bimbingan dengan Bu Dian, perkataan Bu Erna dan percakapan dengan Rahman. Dengan manjanya Ibu menyandarkan tubuhnya di tubuhku sambil mendengarkan ceritaku
Sudah tenang saja sayangku, everythings gonna be okay ucap Ibuku dengan senyumannya. Senyumannya membuat aku menjadi lebih tenang.
Nimas! teriak Ayah dari lantai bawah
Iya, sebentar... teriak Ibu dari dalam kamarku, Ibu kemudian keluar menemui Ayah. Sebelum Ibu keluar dengan bahasa tubuhnya dia melarangku untuk keluar dari kamar. Aku tidak tahu menahu apa yang dilakukan Ibu dibawah sana, sedikit aku intip dari pintu kamarku. Ibu hanya melakukan kegiatan Ibu Rumah Tangga biasa saja.
Malam semakin larut, Ayah kemudian berada di teras depan rumah, merokok dan menelepon temannya. Mungkin itu adalah telepon penting dari temannya aku tidak tahu. Ibu menarikku untuk duduk bersamaya di depan TV.
Itulah Romomu...
Dia tidak ingin Ibu terlalu dekat denganmu, karena waktu itu sewaktu kamu pergi dan tak ada kabar. Dia itu keceplosan kalau dia tidak ingin masa lalunya terungkap, ya ketika memperkosa Ibu itu. Karena sejujurnya Dia itu takut kepadamu, sejak kejadian malam itu, ketika kamu menolong Ibu dari teman Romomu. Padahal kamu sudah tahu semuanya hi hi hi jelas Ibu, walau dalam situasi apapun Ibu selalu mencoba untuk tenang
Dia tahu tidak bu mengenai gerakanku? tanyaku
Tidak, sama sekali tidak, dia hanya kebingungan mengenai telepon KS dan uang dalam bank-nya hilang begitu saja. Dia sudah menghubungi pihak bank untuk menemukan pelaku, tapi yang didapat dari kamera CCTV tidak jelas, katanya orang itu tinggi dan kulitnya hitam, rambutnya gondrong jelas Ibuku
fyuuuuuuuuuuuuhh... syukurlah klaau begitu ucapku, Ibuku hanya menatapku dengan senyuman. Dikecupnya bibir ku sebentar
Maafin Ibu ya, belum bisa hi hi hi sabar ya sayang paling sebentar lagi dia pergi ucap Ibu sambil meletakan kepalanya di bahu kananku. Kurangkul bahu kanan Ibu dengan kedua tanganku dan kudekap lembut. Dalam diam kami berpelukan, hingga suara pintu terbuka membuat kami berpisah. Aku kembali ke dalam kamarku.
Kunyalakan komputer kamarku dan ku kerjakan proposal Tugas Akhirku. Sambil mengerjakan proposal TA, aku juga membuka email Om Nico tapi tak ada pesan masuk ke dalam emailnya. Tak lupa aku mengirim BBM ke Bu Dian sekedar menanyakan kabar dan mencoba untuk memberikan perhatian kepadanya. Aku masih berharap untuk bisa jalan dengannya. Jam berdetak menunjukan waktu semakin malam hingga akhirnya aku menyudahi membuat proposal, mencoba menyambut esok pagi.
Pagi kembali beraksi dihadapanku, kini kuliah dimulai jam setengah sembilan pagi. Aku berangkat dengan sedikit berat hati karena hari ini Ayahku juga berangkat bersamaan denganku, sehingga tak ada kecupan dibibirku. Ku percepat laju motorku hingga kampus agar lepas penat ini. Ku temui beberapa temanku dan juga Rahman yang sudah berada didalam kelas. Pandangan matanya tampak sedikit kosong dan pikiranku selalu kembali ke Ajeng, mungkin Rahman ingin kembali ke Ajeng, hanya itu yang selalu dalam pikiranku.
Kang, ada apa to? ucapku
Ah... bikin kaget saja ente itu ucap Rahman
Lha kamu kaya orang hilang ingatan gitu kok ucapku
Arghhh... bingung ane mau cerita sama ente, kapan-kapanlah, kalau ane sudah siap ane akan cerita ma ente ucap Rahman
Tiba-tiba seorang Dosen Pria masuk ke dalam kelasku, ucapan salam dibalas serentak oleh kami semua. Pria bertubuh yang tingginya sama denganku, dan kulitnya lebih putih dari kulitku ya karena mungkin aku terlalu banyak kepanasan jadi kulitku tambah sedikit gelap. Semua mahasiswi dalam kelasku terpukau bahkan ada beberapa dari mereka yang memandangnya seperti memandang Artis Korea.
Perkenalkan nama saya Felix, saya Dosen lama di kampus kalian, hanya saja selama tiga tahun ini saya melanjutkan S3 di luar negeri, jadi tidak pernah bertemu kalian ucap Dosen tersebut, Felix namanya
Ada yang mau ditanyakan? ucap pak felix, sambil tersenyum dan menyapu ruang kelas
Pak Felix? Sudah punya pacar? tanya mahasiswi temanku
Hmmm... bagaimana ya? Bisa punya bisa belum jawab pak felix
Belum saja pak, kita mau lho jadi pacar bapak he he he jawab seorang mahasiswi lainnya, kemudian gelak tawa dari kami semua meramaikan suasana kelas
GAK LEPEL KALI AMA KAMU! Teriak teman mahasiswaku
KAMU KALI YANG GAK LEPEL SAMA KITA! teriak seorang mahasiswi lainya, diikuti gelak tawa para mahasiswi
Sudah... sudah... kita lanjutkan tanya jawabnya ya, jangan yang terlalu personal tenang pak felix
Perkenalan itu berlangsung cukup lama karena para mahasiswi selalu bertanya-tanya mengenai hal-hal yang tidak penting untuk dijawab. Dan para mahasiswa dikelasku selalu menimpalinya dengan hal-hal konyol. Aku sendiri tidak tertarik, lebih cenderung diam di dalam kelas mengamati setiap tingkah laku dari teman-temanku. Perkuliahan selesai tanpa adanya mata kuliah yang diajarkan dari pak Felix itu. Seperti biasa aku ajak Rahman untuk nongkrong di warung, tapi kali ini dia menolaknya. Aku mulai curiga kalau dia mengetahui sesuatu tentang aku, Ibunya, ataupun Ayahnya.
Sebulan bulan awal Semester enam ini kehidupanku berjalan sangat monton, tak ada yang spesial di dalamnya. Aku hanya menanti Dua orang sahabatku dari Geng Koplak pulang dari kesibukannya, ya selain mereka bersembilan sewaktu berada di cafe, masih ada 3 orang lagi yang disebutkan oleh Karyo masih membantu mama-mamanya. Udin alias Unik Dan Intelektual Ndase (Kepalanya), Si Andri Alias Anak mandiri dan yang terakhir adalah Hermawan alias Hebat Rupawan Manis dan menaWan. Dua yang terakhir sering sekali keluar kota untuk membantu Ibunya membeli dagangan yang akan dijual, karena diluar kota harganya lebih murah. Dan biasanya mereka akan sedikit longgar dibulan ke 5 dan ke 6. Pertemuan ini adalah yang pertama kalinya sejak kami semua lulus kuliah, kadang aku bertemu dengan mereka tapi hanya beberapa.
Rumah yang seharusnya menjadi sebuah tempat dimana seorang anak berkumpul dan berbagi kebahagiaan tidak aku rasakan sama sekali. Ayah masih sibuk dengan pekerjaanya, entah pekerjaan seperti apa yang dilakukannya, ingin sekali aku mengakhiri karirnya namun untuk saat ini sangat tidak mungkin. Ibu menjaga jarak denganku karena Ayah berada dirumah. Aku bersikap sangat patuh kepada Ayahnya dan juga Ibunya.
Perkuliahanku di hari-hari berikutnya dapat aku ikuti dengan baik. Selama satu bulan aku selalu ber-BBM ria dengan Bu Dian, ya mencoba untuk lebih dekat lagi dengan bu Dian. Selama itu pula aku belum bisa menemuinya untuk melangsungkan bimbingan dikarenakan Bu Dian memiliki kesibukan lain. Kelas yang diajarnya pun digantikan oleh dosen lain yang satu tim dalam mengajar mata kuliahnya. Aku jatuh hati kepada Bu dian? Bisa jadi, walau dalam hatiku aku masih terlalu sayang terhadap Ibu, tetapi ketika melihat wajah dan senyuman Ibu serta dorongan agar mencari wanita lain, aku kembali bersemangat. Ya sebenarnya hubungan ini memang salah tapi aku masih belum bisa benar-benar melepas Ibu. Lamanya aku tidak bertemu Bu Dian akhirnya aku sedikit memberanikan diriku untuk meneleponnya.
Halo..
Halo Mbak, selamat Malam, ganggu tidak ya mbak?
Tidak Ar, ada apa tumben kamu telepon aku?
E.... (Aduh sialan kenapa juga telepon, mau apa coba aku)
Ar... Halooo... kamu masih disitu?
Masih... masih mbak...
Kok malah bengong, kasihan yang ditelepon dong kalau kamu diem saja?
E... E... begini bu besok malam minggumbak ada acara tidak?
Ada...
Owh...
Ada acara kalau kamu ngajak aku keluar
Eh... maksudnya Mbak?
Ya ada acara kalau kamu ngajak keluar, tapi ya ndak ada acara kalau kamu nggak ngajak kemana-mana
Eh... iya bu eh mbak... jadi bisa kan mbak?
Bisa apanya?
E... kalau aku ajak keluar malam minggu, gitu maksudku? He he
Iya bisa
Percakapan hangat antara kami masih berlangsung, aku dengarkan suara indahnya mengenai cerita-cerita pendek mengenai dirinya. Aku pun sedikit bercerita tentang diriku walau sebenarnya dia sudah pernah aku ceritakan. Akhirnya mencapai pada titik akhir percakapan dan kami mengakhirinya. Aku berharap malam ini dapat berlangsung dengan cukup cepat agar malam minggu segera hadir.
Malam minggu telah datang, malam yang aku tunggu-tunggu telah hadir. Kini aku telah di depan rumah Bu Dian, setelah sore tadi jam 14:00 aku berpamitan kepada Ayah dan Ibuku. Ibuku berpesan agar aku bersikap lebih jantan kepada Bu Dian. Aku datang lebih awal karena ingin membawa Bu Dian jalan-jalan dan menunjukan suatu tempat yang indah kepadanya. Lama aku menunggu akhirnya keluar juga seorang wanita yang mulai mengisi hati ini, dihadapan pintu gerbang rumahnya dia berdiri dan tersenyum manis kepadaku. Mengenakan Kaos putih longgar dan celana jeans hitam pensilnya serta sepatu karet berwarna putihnya. Memang wanita ini sungguh cantik sekali. Di hari sabtu sore ini aku ajak Bu Dian makan bersama di warung emperan, maklumlah aku ingin mentraktir Bu Dian dengan menggunakan uangku sendiri. Setelah makan bu Dian aku ajak ke tempat dimana aku dan Ibu pernah berduaan disana, di sebuah taman pinggiran bukit. Suasana masih ramai dengan pasangan muda mudi di sini. Hingga akhirnya aku mendapatkan tempat yang sama seperti yang aku tempati ketika aku ke tempat ini bersama Ibu. Kubelikan minuman pukari suwet dan aku duduk disebelahnya. Kami mulai mengobrol sedikit banyak mengenai perkulihan atau hal lain yag sekiranya bisa mencairkan suasana.
Em... mbak, kok ndak pernah kelihatan mengajar? tanyaku
Ada urusan Ar
Kamu sudah sering kesini Ar? Lanjut Bu Dian, mengalihkan tema pembicaraan
Baru sekali mbak, dan kedua kali ini bersama mbak, mbak belum tahu tempat ini ya? ucapku
Belum, baru kali ini sama kamu. Yang pertama sama siapa Ar? ucapnya dengan senyum manis
Sama Ibu, waktu itu Ibu minta diajak jalan-jalan mbak ucapku
baik banget kamu sama ibu kamu ar ucap Bu Dian
kan anak satu-satunya mbak jadi ya apa permintaan Ibu aku turuti he he he ucapku, kulihat wajah manisnya memandang rembulan sabit yang menggantung di langit. Mata indahnya seakan-akan menjadi cermin rembulan sabit tersebut. Tiba-tiba sebuah pesan di sematponnya masuk dengan bunyi notifikasi standarnya. Kupandangi wajahnya ketika membaca pesan tersebut. Setelah itu wajahnya menjadi seperti orang terkejut yang penuh kebimbangan.
Mbak, apakah ada yang mbak pikirkan? ucapku kepada Bu Dian
Tidak, tidak ada ucap Bu Dian
Ada apa mbak? Mungkin Arya bisa bantu? ucapku
Tidak ada Ar, sudahlah jangan kamu tanyakan lagi ucapnya.
Ya, aku mungkin tidak begitu tahu masalah perempuan mbak, tapi kadang aku bisa kasih solusi mbak he he he ucapku sedikit menghibur. Raut mukanya penuh kebimbangan kaki kananya yang ditumpuk di atas kaki kirinya terus bergoyang-goyang yang menandakan agar cepat bisa mengakhiri kebersamaan kami
Mungkin sebaiknya kamu antar aku pulang sekarang ucap Bu Dian. Dalam kebisuan aku mengantar Bu Dian pulang kerumahnya. Dia memelukku erat, dari dibelakangku. Wajahnya dibenamkannya di punggungku. Perjalanan aku percepat sesuai dengan keinginan Bu Dian. Sampailah aku di depan rumahnya, Bu Dian kemudian turun dari motor dan tersenyum penuh paksaan kepadaku. Kulepas Helmku untuk melihatnya.
Terima kasih buat malam ini Ar... cup.... ucapnya sembari memberikan kecupan pada pipiku.
Sama-sama mbak, terima kasih juga ucapku. Kecupan kali ini terasa berbeda, ada sesuatu yang disembunyikan oleh Bu Dian. Dia kemudian masuk kedalam rumahnya tanpa melihatku sama sekali. Dengan rasa kegundahan aku kemudian pulang. Dalam perjalanan pulang dan masih didalam kawasan Perumahan ELITE, aku berpapasan dengan sebuah mobil yang berad di seberang median jalan. Tampak mobil itu aku kenal tapi aku lupa dimana aku pernah melihatnya, masa bodohlah. Ahhh... Satu bulan yang lalu aku pulang dengan hati yang sumringah tapi hari ini, kurang lebih satu bulan setelahnya aku pulang dengan perasaan tidak menentu. Aku sampai dirumah dengan disambut oleh Ibu, dan Ibu seakan-akan tahu apa yang aku rasakan. Ibu tersenyum dan memberikan kecupan pada bibirku. Dan menagantarkan aku ke dalam kamar lalu meninggalkan aku sendiri, ya karena Ayah ada dirumah.
Di hari minggu siang aku mencoba menghubungi Bu Dian, karena proposal Tugas Akhirku sudah selesai aku rapikan dan kuperbaiki serta aku berikan beberapa tambahan. Akhirnya aku menelepon Bu Dian. Tuuuuuuuuuut tuuuuuuuuuuuut cklek telepon diangkat.
Ya Halo
Selamat malam mbak, maaf mengganggu
Iya, Ar ada apa?
Emm... kapan ya mbak bisa bimbingan lagi?
Besok senin ya, emm... maaf Ar, aku sedang ada perlu bisa dilanjut lain waktu tidak teleponnya
Eh... bisa-bisa mbak, terima kasih mbak
Ya sama-sama tuuuuuuut
Benar-benar sesuatu yang bertolak belakang dengan kejadian hari minggu yang telah lalu. Aku mencoba menerawang ingatanku kembali ke hari minggu itu, senyum dan sapanya masih sama ketika aku memandangnya di hari senin kemarin. Tapi setelah satu bulan lamanya Bu Dian tampak berbeda. Adakah yang salah denganku? Dari pertama kali bimbingan itu sikapnya masih wajar-wajar saja, tapi setelah itu untuk membalas pesan BBM-ku saja lama sekali padahal sebelum-sebelumnya aku tidak perlu menunggu lama untuk balasan BBM-ku. Apalagi setelah malam minggu ini, sikap dia seperti acuh kepadaku. Haruskah aku membuang perasaan ini? Ibu pasti akan marah karena Ibu sudah terlanjur suka kepada Bu Dian, tapi aku harus tetap realistis. Walau kemungkinannya sangat kecil aku tetap mengirimkan pesan penuh perhatian kepada Bu Dian walau tidak berbalas.
Hari berganti dengan cepat tanpa ada yang dapat aku lakukan di dalam rumah. Email Om Nico, Sematpon KS-pun tidak ada yang menarik. Mungkin semua ini berjalan agar aku bisa lebih fokus pada satu permasalahan, yaitu Bu Dian. Setelah kuliah dengan Bu Erna, aku kemudian menuju ke gedung jurusan untuk menemui Bu Dian.
Glodak... Glodak.. Glodak.. Glodak.. Glodak.. Gubrak. Ringtone telepon. Bu Dian dan kuangkat.
Saya ada didepan gedung jurusan kamu turun saja untuk bimbingan tuuuuuuuuuuuut
Ada apa dengan Bu Dian? bathinku. Aku kemudian langsung turun kebawah menuju tempat Bu Dian berada. Dia sedang berdiri di depan gedung jurusan.
Mana? ucap Bu Dian
Ini Bu ucapku sembari menyerahkan proposalnya. Dan langsung ditanda tanganinya.
Kamu langsung urus semua kebutuhan kamu di laboratorium, buat surat ijin penelitian yang mengatas namakan saya dan segera memulai penelitian
Saya ada janji, kapan-kapan saya akan jenguk kamu di laboratorium ucap Bu dian. Singkat padat, jelas dan akurat tanpa memberiku kesempatan untuk berbicara dia langsung pergi meninggalkan aku berdiri di sini sendiri.Ku tatap kepergiannya hingga masuk ke mobil fortune-nya dan menghilang.
Ada yang berbeda dengan kamu mbak? Sangat berbeda, mungkin kamu malu jika bersama denganku, entah apa yang ada di hatimu aku tak akan pernah tahu bathinku
Dihari berikutnya semua kelengkapan pengurusan ijin penelitan di laboratorium telah aku selesaikan. Penelitian aku lakukan atas nama Bu Dian karena pada semester enam biasanya mahasiswa belum diperbolehkan melakukan penelitian, diperbolehkan melakukan penelitian biasanya di semester 7. Mulai minggu depan aku akan langsung melakukan penelitian sesuai dengan proposal Tugas Akhirku.
Hampir dua bulan lamanya aku melakukan penelitian di dalam laboratorium untuk mendapatkan hasil. Penelitian aku mulai setelah jam kuliah selesai. DI awal peneletian aku masih bisa pulang lebih awal atau paling tidak pulang pada sore hari menjelang maghrib karena di langkah awal penelitianku hanya berisi preparasi sampel yang tidak memakan waktu yang lama. Sampai pada pertengahan penelitianku memakan waktu lebih lama, karena untuk sekali running proess paling tidak memerlukan waktu hingga malam hari. Ibu mendukungku penuh untuk segera menyelesaikan penelitianku agar setelah lulus nanti harapan Ibu aku melanjutkan S2.
Dalam masa penelitianku tak lupa setiap harinya aku selalu mengirimkan BBM kadang juga SMS ke Bu Dian yang berisi kata-kata bijak, kata motivasi dan perhatian untuk tidak lupa makan atau apapun itu. Tapi seseringnya aku mengirim pesan sesering itu pula tak ada balasan darinya walau terkadang aku mendapatkan balasan hanya sepatah dua patah kata.
Rahman? semakin hari dia semakin linglung dengan keadaanya, tak pernah mencoba untuk bercerita kepadaku. Ibu, menjadi sangat jarang berkumpul denganku walau hanya sekedar bercekap-cakap. Semua nampak semakin jauh dariku, entah karena kesibukanku atau karena kesalahan-kesalahan yang aku buat. Intensitas pertemuanku dengan Ibu dan Bu Dian berkurang, karena beberapa bulan ini Ayah selalu berada dirumah lebih awal sedangkan Bu Dian yang sudah berjanji untuk menjengukku pun tak kunjung datang. Di hari itu aku sedang menunggu proses yang kurang lebihnya harus aku tunggui hingga malam hari, tepatnya di hari kamis malam jumat.
Pada hari minggu kuturut ayah kekota naik delman istimewa kududuk dimuka. Ringotne telepon. Wongso.
Woi wong, ada apa?
Besok malam minggu kumpul, ada sesuatu yang penting untuk dibahas
Oke aku bisa, memange ada apa Wong?
ini mengenai sesuatu yang penting dan kamu harus datang tepat waktu
iya iya, serius amat, amat saja gak serius, dimana?
kamu ke warungku dulu oke?
Siiip...
Sedikit obrolan dengan wongso dan wongso mengakhirinya. Ketemu dengan teman-teman pastinya mereka pada mengajak para kekasihnya, mungkin aku bisa mengajak Bu Dian untuk kumpul bersamaku. Aku kemudian menelepon Bu Dian.
Tuuuuuuuuuuuuut.... tuuuuuuuuuuuuuuuuut.... ceklek
Halo ar ada apa?
Eh... mbak, kok ndak jenguk aku di lab?
Aku lagi sibuk, banyak janji, pokoknya aku percaya saja sama kamu, gitu ya?
Iya mbak, emmm....
Ada apa Ar? Jika sudah tidak ada lagi, dilanjut kapan-kapan saja
Bentar-bentar mbak, ini aku mau mengajak mbak besok malam minggu kumpul sama temen-temenku yang kemarin itu nolong kita di cafe, bisa ndak mbak?
maaf ndak bisa, dah dulu ya aku lagi ada janji dengan seseorang. Maaf
sebentar mbak jangan ditutup dulu
iya ada apa? Aku itu lagi ketemu seseorang, tahu ndak sich! (sedikit membentak)
Maaf mbak, aku hanya ingin minta maaf mbak, karena mbak tidak seperti biasanya lagi, tampak berbeda
Terus aku harus bagaimana? Memohon maaf gitu sama kamu, ingat kamu itu mahasiswaku
iya mbak saya tahu, bukan maksud saya seperti yang mbak katakan, hanya saja aku Cuma ingin minta maaf kepada mbak, itu saja, Aku mohon mbak jangan marah
iya iya... Sudah kan? tuuuuuuuuuuuuuuuut
Kecewa sangat kecewa, kenapa dia begitu kaku dan dingin kepadaku akhir-akhir ini? Dia yang memilihku menjadi mahasiswa bimbingannya jika ada akhirnya aku di cueki seperti ini? mending dengan dosen lain yang sekiranya bisa aku ajak bercengkrama. Mungkin memang benar jika ini semua hanya halusinasiku tentang dia menyukaiku.
Keesokan harinya pada hari jumat, aku tidak mengikuti kuliah tetapi sebelumnya aku meminta izin kepada dosen untuk meneruskan penelitianku karena akan memakan waktu yang sangat lama. Sebelum aku memulai penelitianku kembali di laboratorium aku menyempatkan diriku untuk kejurusan menemui Bu Dian, jujur saja aku merasa bersalah kepadanya. Gedung Jurusan nampak sepi dari mahasiswa dan juga dosen, hanya ada beberapa mahasiswa semester ataskku yang sedang menunggu dosbingnya. Kulangkahkan kakiku hingga didepan pintu masuk ruangan Budian dan Bu Erna yang terbuat dari kaca yang buram. Kudengar percakapan diantara keduanya.
Eh, Yan, gimana Arya? Ditembak aja ganteng lho ucap Bu Erna samar-samar tapi terdengar
Kalau mbak mau ambil saja hi hi hi masa Dosen pacaran sama mahasiswanya, ya ndak level dong balas Bu Dian
Eh... eh... eh... jangan bilang gitu kualat lho nanti kamu balas Bu Erna
Eh jangan nyumpahin gitu dong ucap Bu Dian. Tiba-tiba nada dering telepon berbunyi dari dalam ruangan tersebut.
Bentar mbak ada telepon ucap Bu Dian. Kulihat bayangan Bu Dian bangkit dari tempat duduknya dan menuju ke pintu. Aku pun segera melangkah menuju pintu samping (bukan pintu utama) gedung jurusan. Kleeeeeeeeeeeek...
Halo sayang, ada apa? ucap Bu Dian. Kudengar jelas perkataan itu dari mulut Bu Dian yang berada dibelakangku, aku tetap melangkah tanpa mempedulikannya
Arya?!
Arya tunggu teriak Bu Dian. Aku hanya berbalik dan tersenyum sambil membungkukan badanku kepada Bu Dian lalu melanjutkan langkahku kembali
Nanti dilanjutkan lagi ucap Bu Dian menutup teleponnya.
Aryaaaa, tunggu sebentar teriak Bu Dian lagi, aku berhenti dan melihat Bu Dian
Bukannya kamu ada jam kuliah sekarang? Kenapa di Jurusan? ucap Bu Dian
Mohon maaf Bu, saya mohon izin untuk melanjutkan penelitian di Lab ucapku tanpa menjawab pertanyaan dari Bu Dian, dan langsung kembali melangkah
Tunggu sebentar! Saya ini sedang berbicara dengan kamu ucap Bu Dian
Sebenarnya saya hanya ingin memberikan laporan penelitian saja selama dua bulan ini bu, tapi kelihatannya Ibu sibuk jadi saya berniat melanjutkan penelitian dulu baru minggu depan akan saya laporkan setelah kuliah ucapku dengan senyuman untuk menutupi kekecewaanku
Ja.. jadi kamu sudah disini dari tadi? ucap Bu Dian
Baru saja kok Bu he he he ucapku dengan senyum cengengesanku dan menggaruk-garuk kepala bagian belakangku
Saya mohon undur diri dulu Bu, mohon doanya agar penelitian saya cepat selesai dan lekas lulus dari universitas ucapku tersenyum dengan membungkukan badan, kemudian melangkah meninggalkan Bu Dian
kamu mendengarnya? ucap Bu Dian tiba-tiba
Saya tidak mendengar percakapan Ibu, beneran kok bu saya tidak mendengarnya sama sekali ucapku yang kembali menghadap kembali ke Bu Dian. Aku sudah tidak bisa melihat apa yang ada diwajahnya, sedikit sakit
Berarti kamu mendengarnya dan saya har... ucap Bu Dian
Maaf Bu Boleh saya melanjutkan penelitian saya? Saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha untuk cepat lulus dan meninggalkan universitas ini untuk menempuh hidup baru sebagai seorang pekerja diluar sana ucapku, aku kemudian melangkah meninggalkan Bu Dian. Tak ada sepatah katapun dari Bu Dian.
Ya aku hanya mahasiswa dan dia adalah seorang Dosen bathinku.
Aku kembali ke peradabanku di laboratorium tempat aku melakukan penelitian. Baru saja aku menjalankan proses, semua tampak begitu suram, aku sudah tidak dapat berpikir jernih. Otakku hanya berputar-putar pada perkataan Bu Dian dan Bu Erna. Tiga jam terlewati begitu saja menjalankan proses, Aku hanya bisa meletakan kepalaku di atas tumpukan tanganku yang berada dimeja. Kuberesi semua peralatanku dan kumasukan ke dalam almari, aku mengakhiri penellitianku kali ini.
Lho mas, kok sudah selesai? Bukannya penelitiannya masih lama mas? ucap Pak Laboran
Minggu depan saja pak, saya mau pamit pulang, badan saya lagi ndak enak ucapku
Oh ya sudah, hati-hati dijalan ya mas ucap Pak Laboran
Iya pak... ucapku
Aku keluar dari gedung laboratorium dengan wajah yang muram. Segera aku melangkah menuju ke tempat parkir, ditengah-tengah perjalananku menuju tempat parkir aku bertemu dengannya lagi.
Lho sudah selesai Ar? ucap Bu Dian
Senin saja saya lanjutkan Bu, untuk laporannya mungkin selasa atau rabu bu, mohon maaf ucapku
Kamu baik-baik saja? ucapnya yang mencoba memberikan perhatian kepadaku
Sangat baik bu, sangat baik ucapku yang tersenyum lebar didepannya. Entah kenapa pandangan Bu Dian seakan-akan merasa bersalah kepadaku. Aku melanjutkan langkahku, dan tiba-tiba tangan Bu Dian memgang lengan kananku.
Tunggu Ar, aku mau bicara ucap Bu Dian yang berada dibelakangku
Maaf saya sedang banyak urusan Bu ucapku tanpa menoleh kebelakang. Segera aku menarik kembali tanganku dengan keras, masa bodoh kalaupun aku tidak lulus karena mengacuhkan dosen pembimbingku, aku tidak peduli lagi. Aku masih bisa meminta ganti dosbing yang lainnya. Aku melangkah menjauhinya, aku sudah tidak mempedulikan lagi apa yang akan terjadi minggu depan.
Sesampainya dirumah, rumah tampak sepi. Kubuka sematponku terdapat sms dari Ibu, Ibu sekarang berada dirumah tante ratna karena tante ratna ditinggal dinas oleh suaminya dan Ibu dimintai tolong untuk menemaninya hingga besok senin. Ayah pun tidak berada dirumah, dari penuturan Ibu Ayah sedang dinas luar kota. Lengkap sudah penderitaan ini, aku sudah mulai muak melihat kampusku lagi. Kurebahkan tubuhku di kamar, serasa malas untuk memecahkan setiap masalah yang hadir dalam hidupku. KS, Mahesa, Nico, Si Buku, Si tukang, Si Aspal, Pak Koco, Tante Warda kulupakan sejenak semua itu. Ting! Bunyi notifikasi BBM-ku.
From : Ibu
Apapun yang terjadi, seorang laki-laki harus teguh pada pendiriannya
Karena dia adalah seorang pemimpin dan penyayang bagi yang dicintainya
Ibu tidak tahu masalahmu, tapi Ibu bisa merasakan bahwa kamu sekarang sedang gelisah
Bersemangatlah, masih ada Ibu, ingat itu :*
To : Ibu
Terima kasih, aku masih punya Ibu :*
Sebuah pesan yang kembali mengangkat motivasiku, ya aku masih punya Ibu.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Malam minggu telah tiba, aku kirimkan pesan ke Ibu kalau aku akan berkumpul dengan sahabat-sahabatku semasa SMA. Setelah mendapatkan izin dari Ibu aku langsung berangkat menuju warung Wongso. Dengan secepat kilat, penuh semangat aku memacu REVIA. Sampailah aku di warung wongso, di sedang menghembuskan asap didepan warungnya.
Wehhh... tumben datang lebih awal cat? ucap wongso. Aku kemudian turun dari motroku yang aku parkir didekat motornya lalu aku menuju tempat wongso duduk
Di rumah ndak ada orang, daripada telat di maki-maki kamu sama yang lain, mending datang awal
Minta rokoknya ucapku
Nih...
Oh ya kita langsung saja ke TKP bagaimana? Anak-anak langsung ke sana
Oh ya aku tapi nanti jemput pacarku dulu, lha cewek kamu itu kemana? lanjutnya
oh lagi ada urusan ndak bisa kumpul ucapku
Wah, dia itu jadi primadona pembicaraan temen-temen kelasku lho Ar ucap Wongso yang satu fakultas denganku tapi berbeda jurusan
Alah, ndak usah dibahas lagi, ntar kita ketinggalan wong ucapku yang langsung menuju ke arah motorku
Lagi da masalah kamu? ucap wongso yang berjalan disampingku
May be Yes, May Be No ucapku
Aku kemudian mengikuti wongso menuju rumah pacarnya, pacarnya sudah menunggunya didepan rumah. Kemudian aku dan wongso melanjutkan perjalanan menuju tempat berkumpulnya Geng Koplak. Tempat kumpul kami berada di sebuah tempat pusat orang-orang berpacaran dan tempat orang-orang nongkrong, tapi malam ini tampak sepi dikarenakan di alun-alun ada konser musik. Ditempat kami berkumpul, ada sebuah taman berbentuk lingkaran ditengah-tengahnya. Taman berbentuk lingkaran itu berada diantara jajaran pohon-pohon besar yang tertata rapi dihiasi pedagang kaki lima yang masih bertahan berjualan walaupun jumlahnya sedikit (imajinasi bentuk taman O, lingkaran adalah taman, strip adalah jajaran pohon).
Tampak beberapa sahabatku sudah berkumpul disana. Aku menghampiri mereka yang sudah berada disana bersama pacar-pacarnya. Salam sapa penuh canda mengiringi pertemuan ini. kemudian beberapa dari kami mulai berdatangan. Satu-persatu mulai berkumpul dan yang terakhir adalah Sudira, lengkap sudah Geng Koplak.
Lho Ar, cewekmu mana? ucap Dira sambil berjalan kearah kami dari motornya
Sedang ada urusan Dir ucapku kepada Dira
Asyik Arya, sendirian jadi kita bisa pacaran dong Ar hi hi hi ucap Dira
Woi, itu teman sendiri jangan diembat! kata hermawan, diikuti gelak tawa kami semua
Eh dir, itu dada kenapa gede sekali, diisi berapa lliter balonnya ucap Karyo
E... e... e... enak saja balon, asli tahu! ucap Dira santai
masa asli? ucap parjo
Ngapusinan! (Suka berbohong) ucap Joko dan aris bersamaan
Aku kasih lihat tapi jangan nafsu lho hi hi hi ucap Dira
nih... ucap dira sembari membuka bajunya
EDAAAAAAAAAAN! Asli! ucap kami serentak. Langsung pacar-pacar mereka menutupi mata sahabat-sahabatku
Sudah diberitahu kok ndak percaya, hayo jangan nafsu, kalau nafsu ndak papa sich, nanti Dira kasih dech ucap dira sembari menutup kembali bajunya
HUEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEK ucap kami serentak yang diikuti gelak tawa kami semua
Dari mana kamu dapat susu asli kaya gitu? ucapku
Dari pacarku dong, dia yang nyuruh aku operasi he he he ucap Dira santai
Canda tawa, sendau gurau dan gaya konyol tercurah semua pada pertemuan ini. ada yang berlagak menggoda Dira, ada yang menceritakan kejahilan masa SMA. Ada juga yang menceritakan tawuran dengan Geng Tato. Benar-benar masa terindahku adalah masa SMA, karena ketika kuliah semua teman-temanku adalah orang-orang serius dan genius.
Ar, tuku rokok kono (Ar beli rokok sana) ucap Aris
Ndi... (mana) jawabku. Dilemparnya uang itu ke arahku, dan aku membeli rokok di pedagang kaki lima.
Saat aku membeli rokok, melintas seorang wanita yang aku kenal, Bu Dian. Dia berada di seberang tempat kami berkumpul, dia berjalan dari kananku menuju ke arah taman bundar. Aku sedikit bahagia mungkin sja dia bisa aku ajak untuk berkumpul dengan sahabat-sahabatku. Tanpa berpikir panjang aku segera berlari mengendap-endap mendahului Bu Dian, dan bersembunyi di salah satu poho besar didepannya. Ketiak berlari wongso dan pajo memanggilku tapi aku menyilangkan jariku menyilang dibibirku. Segera aku berdiri dan diam dibalik pohon besar itu. Lama aku menunggu tapi Bu Dian tak kunjung datang. Segera aku mengeluarkan kepalaku dari pohon itu dan...