alan_smith
Senpai Semprot
Chapter 16
The Fuck-cation, Part 1
The Fuck-cation, Part 1
Tiiin Tiiin..
Ara segera keluar rumah saat mendengar bunyi klakson dari mobil Ramon. Setelah berpesan kepada pembantunya untuk menjaga rumah selama dia pergi, dia pun segera mendatangi mobil itu, dimana sudah ada 5 orang di dalamnya. Ramon yang mengemudikan mobil dan Hendri berada di sampingnya, sedangkan Nadya dan Beti berada di bangku tengah, dan Lia berada di belakang. Ara segera naik dan menemani Lia di bangku belakang.
Penampilan Ara hari ini simpel saja, dengan blouse biru muda yang tidak terlalu ketat, memakai celana panjang berbahan kain warna putih, yang juga tak terlalu ketat. Penutup kepalanya adalah sebuah kerudung putih simpel tanpa hiasan macam-macam. Wajahnya juga hanya dipoles bedak tipis saja, sedangkan bibirnya yang secara alami berwarna merah muda tak dia beri apapun.
Penampilan Ara yang sebenarnya biasa ini sempat mempesona Ramon dan Hendri. Ramon yang sedari awal merencanakan untuk berbuat buruk kepada Ara tentu semakin bersemangat begitu melihat penampilan Ara ini. Penampilannya yang sederhana tanpa menonjolkan bagian-bagian tubuhnya tetap membuat dirinya terkagum, karena dengan berpakaian seperti itu saja mata keranjangnya masih bisa melihat lekuk-lekuk indah tubuh Ara.
Sedangkan bagi Hendri, yang sebelumnya sempat terpesona dengan penampilan Lia yang tak lain adalah sasarannya, kini sejenak melupakan Lia ketika ada pemandangan yang lebih indah tersaji di hadapannya. Namun mengingat ini adalah rencana Ramon, dia tak mau mengacaukannya dan tetap pada tujuan awalnya untuk mendapatkan Lia.
Haiii semuanyaa, sapa Ara saat hendak masuk ke mobil.
Haii Ara, duh cantik banget adek kita ini, puji Beti.
Ah Mbak Beti bisa aja, kalian bertiga juga cantik-cantik lho hari ini, ujar Ara tersipu.
Nah ibu-ibu cantik, udah siap semua kan? Kita berangkat ya? tanya Ramon menyela.
Siap boss, ujar keempat wanita itu bersamaan.
Selama perjalanan mereka asyik dengan pembicaraan masing-masing. Nadya dengan Beti membahas tentang rencana mereka untuk berburu belanjaan di akhir tahun ini, maklum pasti akan ada diskon besar-besaran dimana-mana. Lia dan Ara membicarakan suami mereka masing-masing yang tak bisa menemani liburan mereka kali ini. Suami Ara sudah sejak kemarin malam berangkat ke Jakarta, sedangkan suami Lia pagi ini sudah berangkat ke sekolahnya.
Sedangkan di bangku depan lebih sepi. Ramon nampak berkonsentrasi mengemudi meskipun pikirannya saat ini sedang dipenuhi oleh bayangan Ara. Sedangkan Hendri sesekali menanggapi celotahan istrinya, namun lebih banyak berpikir dan membayangkan rencananya nanti malam. Sudah tak sabar dia untuk segera bermain-main dengan tubuh Lia. Dari keempat wanita itu tentu saja hanya Beti yang mengetahui rencana busuk kedua pria itu untuk para wanita ini. Saat nanti malam Hendri sibuk dengan Lia dan suaminya sibuk dengan Ara, Beti punya rencana tersendiri untuk Nadya. Rencana busuk yang tak disadari oleh ketiga wanita cantik ini.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam, akhirnya mereka tiba di tempat yang dituju. Rupanya pagi itu sudah ada beberapa pengunjung yang sampai di pantai itu dan terlihat sedang bermain-main. Keenam orang itu tidak lansung menuju pantai, tapi menuju ke penginapan yang telah dipesan oleh Ramon terlebih dahulu. Nampak disana seorang pria paruh baya yang sedang membersihkan teras penginapan.
Selamat pagi Pak Yus, sapa Ramon.
Eh pagi Pak Ramon, sudah datang tho, saya kira masih nanti siang, jawab pria itu.
Iya pak, kami sengaja berangkat lebih awal biar puas main-mainnya, hehe, ujar Ramon.
Silahkan masuk pak, bagian dalam sudah saya bereskan kok, kata pria itu.
Baik pak, oh iya perkenalkan dulu, ini istri saya Beti, ini teman saya Hendri dan istrinya Nadya. Nah yang dua ini namanya Mbak Lia sama Mbak Ara, Ramon memperkenalkan rombongannya.
Salam kenal bapak ibu semua, nama saya Yusri, saya yang ngurusin rumah ini, ujar Yusri memperkenalkan diri, dan menyalami mereka satu persatu.
Salam kenal pak, jawab mereka sambil membalas uluran tangan dari Pak Yusri.
Saya tinggalnya nggak jauh dari sini, kalau nanti butuh apa-apa tinggal hubungi saya, Pak Ramon sudah punya nomor saya kok, ucap Pak Yusri.
Baiklah pak, kami masuk dulu, mau naruh barang-barang sebelum main ke pantai, ujar Ramon.
Silahkan pak.
Mereka berenam pun memasuki rumah penginapan itu. Rumah ini dinding dan lantainya terbuat dari kayu. Untuk fasilitas listrik sudah tersedia dari PLN. Fasilitas air bersih juga sudah tersedia. Di rumah ini ada 5 kamar yang semuanya sama, sedangkan untuk kamar mandi hanya tersedia 2 buah yang terletak di bagian belakang rumah.
Disini ada 5 kamar, jadi silahkan kalian pilih sendiri kamar kalian ya, ujar Ramon.
Setelah itu mereka pun masuk ke kamar pilihan mereka. Ramon dan istrinya memilih kamar yang paling depan, sedangkan Hendri dan istrinya memilih kamar persis di samping kamar Ramon. Lia dan Ara memutuskan untuk satu kamar saja, yang terletak di sebelah ruang keluarga. Setelah membereskan barang-barangnya, mereka pun berkumpul di teras lagi, dimana Pak Yusri masih berada disana meskipun pekerjaannya sudah selesai.
Oke, kalian duluan aja ke pantainya, nanti aku nyusul, masih ada urusan dikit sama Pak Yus, kata Beti.
Ya udah, nanti langsung nyusul aja kalau udah selesai ya ma, ujar Ramon.
Iya pa.
Sepeninggal suami dan teman-temannya, Beti pun terlibat obrolan serius dengan Pak Yusri. Terlihat dia mengambil sesuatu dari dalam tasnya, dan memberikan kepada Pak Yusri. Pria itu tersenyum simpul menerima botol kecil dari Beti itu. Dia sudah mengetahui rencana mereka malam nanti. Ini bukan pertama kalinya Ramon dan Beti kesini, juga bukan pertama kali mereka datang dengan membawa teman-temannya, yang tak lain adalah wanita-wanita cantik untuk diajak berpesta dengan panas, dengan bantuan Pak Yusri tentunya.
Ini om obatnya, jangan lupa nanti malam ditambahkan pas makan malam ya. Saya, Mas Ramon sama Hendri udah nyiapkan penawar untuk kami, jadi yang bakal nggak sadar cuma ketiga perempuan itu, ujar Beti menjelaskan rencananya.
Seperti biasa ya nduk? Om dapet jatah kan? Hehe, ujar Pak Yusri cengengesan.
Tenang aja om, nanti Beti kasih yang kerudungan itu, ujar Beti.
Yang kerudung putih?
Bukan om, itu jatahnya Mas Ramon, om nanti yang kerudung biru itu.
Haha, suamimu pintar juga ya milih mangsa, oke deh nggak papa, yg biru itu juga cantik kok.
Ya udah ya om, saya mau nyusul mereka dulu.
Ya udah, makasih sebelumnya ya nduk, kalian emang keponakan om yang paling baik, hehe, ujar Pak Yusri yang hanya dibalas oleh senyuman dari Beti.
Pak Yusri sebenarnya adalah paman dari Beti. Dia bukan hanya yang mengurusi penginapan ini, melainkan pemiliknya juga. Ramon dan Beti sudah beberapa kali membawa wanita-wanita cantik kemari untuk digauli, dan tentu saja Pak Yusri mendapat bagian dari itu. Dia teringat kembali bagaimana dulu semalaman dia menyetubuhi Tata dan seorang temannya hingga membuatnya kehabisan stamina keesokan harinya. Pak Yusri bahkan merekam beberapa di antaranya dari kamera-kamera tersembunyi di beberapa sudut rumah ini. Rekaman yang dia simpan sendiri untuk bahan colinya, dan beberapa sudah dia upload dan share di forum dewasanya.
Malam ini sesuai rencana, Pak Yusri akan menambahkan bumbu spesial pemberian dari Beti tadi di masakanya, yang akan membuat ketiga wanita itu kehilangan kesadarannya. Dan saat itu dia akan datang kembali kesini untuk ikut menikmati tubuh wanita yang sudah dijanjikan oleh Beti, dan tubuh Beti sendiri tentunya. Baru membayangkannya saja membuat celananya sesak. Sudah cukup lama dia tidak menggauli wanita-wanita secantik mereka bertiga. Sudah lama pula Beti tidak menemuinya untuk memanjakan batang kejantanannya. Dan malam ini, sepertinya akan menjadi malam yang indah, tak hanya bagi dia, tapi juga pada kedua orang pria yang menjadi tamunya itu.
***
Pagi ini Safitri membawa anak dan mertuanya untuk berlibur di kawasan Kaliurang. Tujuannya kali ini adalah sebuah museum budaya jawa yang berada di Pakem, Ullen Sentalu namanya. Baru saja mereka sampai dan memarkirkan kendaraannya. Ketika membuka pintu dan keluar dari mobil, hawa sejuk khas pengunungan menyapa mereka. Udaranya masih bersih, segar sekali dihirup memenuhi paru-paru mereka.
Setelah mendapatkan tiket, Safitri beserta anak dan mertuanya segera masuk, dan kebetulan sudah berkumpul beberapa orang disana, dengan seorang pemandu. Safitri bisa saja sebenarnya membawa Andin untuk berlibur di tempat lain, namun dia juga ingin memberikan edukasi kepada anaknya itu, terutama tentang budaya leluhurnya yang tentu saja tak bisa dia dapatkan di sekolah formal.
Disini, sang pemandu memberikan penjelasan-penjelasan mengenai banyak hal. Setiap sampai di satu tempat, mereka berhenti untuk mendengarkan cerita di balik benda-benda yang ada di tempat itu. Diceritakan bagaimana makna-makna dari sebuah pola batik, diceritakan pula tentang makna-makna dari setiap benda dan kebiasaan yang dilakukan oleh orang jawa secara turun temurun.
Banyak sekali patung-patung, lukisan hingga benda-benda bersejarah yang ada disana. Dari sang pemandu juga para pengunjung mengerti sedikit demi sedikit tentang adat istiadat yang jaman sekarang ini mulai terkikis oleh arus modernisasi yang menguasai anak-anak muda. Anak muda jaman sekarang banyak yang tidak tahu ketika ditanya soal budaya, namun langsung menjawab dengan cepat jika ditanya tentang perkembangan teknologi.
Dari sini para pengunjung mendapatkan pengetahuan yang cukup unik tentang adat dan budaya, yang siapa lagi kalau bukan kita sendiri yang melestarikan. Kita akan berteriak lantang ketika budaya kita diakui oleh negara lain, namun jika ditanya lebih jauh mengenai budaya itu banyak yang garuk-garuk kepala.
Safitri merasa cukup senang dengan pilihannya kali ini, karena ternyata Andin terlihat begitu antusias mengikuti penjelasan-penjelasan dari sang pemandu. Dia bahkan menanyakan kenapa setiap Sultan Jogja harus bisa menciptakan tarian sendiri, yang dengan senyum manis dijawab oleh sang pemandu, bahwa melestarikan bukan hanya mempertahankan, tapi juga memperkaya, sehingga kelangsungan budaya kita akan terus terjaga sampai seterusnya.
Setelah beberapa jam mengelilingi museum Ullen Sentallu, mereka disuguhi secangkir minuman jahe untuk menghangatkan tubuh mereka. Udara yang sejuk, pemandangan yang asri, kondisi lingkungan museum yang tertata dengan cukup baik mampu memuaskan hasrat berlibur para pengunjung. Akhirnya mereka bisa berfoto ria setelah keluar dari ruangan-ruangan yang memang selama di dalam tidak boleh ada kegiatan memotret. Andin pun beberapa kali berpose lucu ketika sang ibu mengambil fotonya, membuat Safitri dan mertuanya tertawa kegelian. Sebelum keluar dari museum pun Andin masih sempat berfoto dengan patung Ganesha dengan pose lucu.
Namun sebenarnya sejak tiba di museum hingga saat ini, Safitri merasa ada sesuatu atau seseorang yang mengawasinya. Mungkin hanya perasaannya saja, namun biasanya jika merasakan hal seperti itu dia jarang salah, seperti dulu waktu pertama kali kemunculan Marto setelah setahun lebih menghilang. Kalaupun memang benar ada yang mengawasinya, dia jadi berharap itu adalah Marto dan kembali muncul dihadapannya. Namun kali ini, tak ada seorangpun yang menampakkan dirinya.
Safitri jadi berpikir, apa itu justru anak buah Ramon yang mengikutinya, karena dia tahu saat ini Ramon sedang berlibur, sehingga dia bisa mengajak anak dan mertuanya berlibur. Kalau saja Ramon tidak berlibur tentu saja akhir pekan ini dia akan kembali dipaksa melayani nafsu pria jahanam itu, mengingat tamu bulanannya sudah berlalu. Mungkin Ramon mengirim anak buah untuk mengawasinya karena dia tak bisa mengawasinya sendiri.
Namun sepulangnya dari museum perasaannya itu mulai hilang. Dia tak lagi merasa diawasi sekarang. Dia mencoba memastikannya. Ditajamkan indera pengelihatan dan perasanya, mengamati dengan detail kondisi di sekitarnya, dan memang sepertinya tak ada lagi mengikutinya. Ketakutan-ketakutannya belakangan ini memang cukup mengganggu. Mulai dari dirinya yang ditaklukan oleh Ramon, dipaksa melayani Ramon kapanpun dia mau, hingga perasaan selalu diawasi membuatnya tak nyaman menjalani hari-harinya.
Apalagi sekarang permintaan Ramon semakin aneh-aneh. Pernah dia diminta untuk berangkat bekerja tanpa memakai pakaian dalamnya. Meskipun tak ada teman kerja yang menyadari, tapi tetap saja sangat risih bekerja dalam kondisi seperti itu. Dan sewaktu-waktu Ramon bisa mendatanginya untuk memeriksa apakah dia benar-benar menuruti perintahnya atau tidak. Karena pernah sekali melanggar, dia mendapatkan perlakuan yang buruk, bahkan diancam akan dilemparkan ke para anak buahnya yang preman untuk diperkosa beramai-ramai.
Hal itu tentu saja merupakan tekanan mental yang cukup berat buat Safitri sehingga mau tak mau dia harus menuruti perintah Ramon. Dia tak ingin lebih menderita lagi dari ini. Dia tak ingin ada orang lain lagi yang menikmati tubuhnya itu, apalagi diperkosa oleh preman-preman beramai-ramai. Sudah cukup penderitaan batinnya akibat perlakuan Ramon selama ini. Tak bisa dibayangkan bagaimana jadinya kalau Ramon bertindak lebih jauh dari yang sekarang, bagaimana juga dengan nasib putri satu-satunya itu.
Senyuman dan candaan Andin yang sedang menghabiskan eskrimnya sedikit menenangkan Safitri. Paling tidak dia masih punya alasan untuk bertahan hidup dan berjuang di tengah bencana yang menimpanya, yaitu ingin melihat Andin tumbuh menjadi gadis yang pintar dan baik, dan berharap putrinya itu bisa menjadi orang yang lebih baik daripada dirinya ketika dewasa kelak.
Mertua Safitri untuk kesekian kalinya menanyakan kepada Safitri apa tidak ada keinginan untuk mencari suami lagi. Kalaupun bukan untuknya, tapi untuk kebaikan Andin juga. Safitri sebenarnya bukannya tak mau mencari pendamping lagi. Saat ini dia sudah jatuh cinta kepada seorang pria sebenarnya, dan dia adalah Marto. Pria yang dulu sangat dibencinya, karena telah berani masuk dan menghancurkan kesetiaannya pada suaminya, namun kini Marto seperti berbeda, Marto tak hanya mendatanginya dengan nafsu saja, tapi ada perasaan sayang yang terbawa di dalamnya.
Tapi sayangnya kini Marto menghilang entah kemana. Beberapa kali dia coba mencari informasi namun nihil. Marto tak meninggalkan nomor yang bisa dia hubungi. Dan kini dia hanya bisa menunggu saja, berharap Marto akan segera kembali. Selain Marto ada pria lain yang kini sedang mendekati Safitri. Seorang rekan dari tempat kerjanya. Umur mereka tak jauh beda, namun pria itu belum pernah menikah sebelumnya.
Namun Safitri sendiri kurang suka dengan pria ini. Dia tahu kelakuan pria ini di luar kantor, bahwa si pria ini memiliki reputasi sebagai seorang playboy. Dalam beberapa kesempatan terlihat pria itu berusaha untuk mendekati Safitri, mencoba mengakrabkan diri dengan menanyakan kabar anaknya, hingga pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya pribadi.
Safitri meragukan niat dari pria itu, dia tak yakin pria itu benar-benar tulus mendekatinya karena ingin membina rumah tangga dengannya. Dia curiga pria itu hanya mengincar tubuhnya saja, seperti yang dia lakukan ke beberapa gadis lain. Lagipula, kini Safitri juga masih berada dalam dekapan Ramon. Sehingga dia harus benar-benar menjaga dirinya dari orang-orang yang mendekatinya, menjaga agar jangan sampai ada orang lain yang tahu kondisinya sekarang.
***
Hari sudah beranjak sore ketika Ara menghempaskan pantat indahnya ke pasir. Dia duduk di bawah pohon kelapa, menikmati sebuah kelapa muda disertai dengan hembusan angin yang terasa sejuk. Baju yang dipakainya sudah mulai kering setelah tadi bermain-main air, bahkan oleh Ramon dan Hendri dia diangkat dan dilemparkan ke dalam air. Bukan hanya dia saja, tapi ketiga wanita temannya pun mendapat perlakuan yang sama, hingga mereka berenam basah kuyup jadinya.
Awalnya dia hanya tertawa ketika melihat Hendri dan Ramon mengangkat tubuh Nadya dan dilemparkan ke air. Lalu setelah itu Hendri mengejar dan berhasil menangkap Lia. Dengan bantuan Ramon yang memegangi kakinya, tubuh Lia pun mereka angkat dan mereka lemparkan ke air. Namun dari sudut matanya Ara seperti melihat gerakan tak wajar dari tangan Hendri. Tangan itu berada di dada Lia, dan ketika melempar terlihat ada sedikit gerakan meremas.
Mungkin Lia tidak begitu menyadarinya karena dia sendiri sibuk berontak dari Hendri dan Ramon, dan ketika sudah dilemparkan malah ikut tertawa dengan mereka. Ara yang melihat dari kejauhan sempat tersenyum, sebelum kemudian menyadari pandangan Ramon dan Hendri ke arahnya. Menyadari akan menjadi korban selanjutnya Ara pun berniat untuk menghindar dan berlari menjauh.
Namun sayang gerakan Ara kalah cepat dengan Ramon. Saat baru beberapa langkah berlari Ramon ternyata sudah ada persis di belakangnya mencoba meraih tangan Ara. Ara yang menyadari itu langsung berusaha untuk meliukkan badan untuk menghindari kejaran Ramon. Dia berbelok ke sisi kiri membuat Ramon terkecoh dan hampir terjatuh karenanya. Yes berhasil, pikir Ara ketika mengira berhasil menghindar dari kejaran Ramon, namun karena lengah badannya berhasil diraih dan dipeluk oleh Hendri. Belum hilang kekagetan Ara dan belum sempat meronta, Ramon sudah mendekatinya dan memegang kedua kakinya.
Kyaaaa ampuuun, jangan Mas Hendriii, teriak Ara berusaha memohon agar mereka melepaskannya.
Haha, tinggal kamu aja yang belum basah ini Ra, jawab Hendri.
Mereka berdua pun membawa Ara agak ke tengah. Ara masih sempat melihat ke teman-temannya dengan tatapan memelas seolah ingin bilang tolongin aku, namun ketiga temannya itu justru tertawa bahkan melambaikan tangan mereka. Dan sesaat sebelum tubuhnya dilempar, dia sedikit tersentak merasakan salah satu tangan Hendri yang memeluk tubuhnya kini menyenggol daerah payudaranya.
Bukan, bukan hanya menyenggol, karena ada sedikit tekanan disana. Ara yang saat itu hanya memakai bra yang tipis di balik blousenya merasakan benar bahwa tangan Hendri bukannya tidak sengaja menyenggol, tapi benar-benar meremas ringan buah dada kenyalnya. Kejadian yang sebenarnya berlangsung cepat ini terasa begitu lambat bagi Ara dan Hendri. Sedikit senyum tampak dari mulut Hendri, tanpa disadari siapapun.
Senyum kepuasan karena dia berhasil meremas salah satu bukit payudara Ara yang ternyata begitu kenyal terasa di tangannya. Momen yang hanya sepersekian detik itu membuat kemaluannya sontak bereaksi. Namun bagi Ara itu adalah suatu yang sangat memalukan. Wajahnya merona, menyadari ada seseorang yang dengan sengaja meremas payudaranya. Dia pun sedikit menyesali pilihannya yang memakai bra tipis, sehingga tangan basah Hendri bisa merasakan kekenyalan buah dadanya itu.
Hal itu benar-benar berlangsung dengan sangat cepat, saat tiba-tiba BYUR, tubuh Ara dilemparkan ke air yang kebetulan bersamaan dengan datangnya ombak yang tak terlalu besar. Bangkit dari air, Ara yang hendak marah justru ikut tertawa melihat kedua pria itu mengangkat kedua tangan mereka seolah telah memenangkan sesuatu, namun tak lama ketiga temannya datang dan mendorong kedua pria itu hingga terjatuh ke dalam air.
Dari situ mereka pun seru-seruan sendiri, bermain air seperti anak kecil, atau seperti orang yang tak pernah bermain di pantai. Kondisi pantai dan airnya yang bersih membuat mereka nyaman-nyaman saja berlama-lama bermain air, meskipun beberapa kali mendapat peringatan dari penjaga pantai agar jangan bermain terlalu ke tengah, karena memang karakter pantai selatan yang memiliki ombak yang besar, yang jika tak waspada dan berhati-hati bisa menyeret mereka.
Ara dapat melihat dengan jelas bagaimana ekspresi Lia yang terlihat sangat senang. Dia memang sepertinya benar-benar menginginkan liburan kali ini, atau karena mungkin sudah benar-benar lama tak pergi liburan. Dia bahkan hanya tertawa-tawa saja saat badannya dipeluk dari belakang dan diangkat oleh Ramon maupun Hendri. Beti dan Nadya yang melihat suaminya seperti itu bukannya marah namun malah semakin tertawa.
Beberapa kali Lia dalam pelukan kedua lelaki itu dilemparkan ke air, namun karena tangan Ramon maupun Hendri yang masih tersimpul memeluk Lia, mau tak mau pria-pria itu ikut terjatuh memeluk Lia. Entah apa yang terjadi di dalam air sana, tapi Lia terlihat begitu gembira, meskipun mukanya mulai bersemu merah. Nadya dan Beti juga mendapatkan perlakuan yang sama. Dan bahkan pada akhirnya Ara pun tak luput dari kejahilan kedua pria itu.
Ara merasakan bagaimana tubuhya diangkat oleh Ramon dari belakang, lalu dengan memeluk Ara Ramon menjatuhkan diri ke dalam air. Terasa sekali di pantat Ara, ada sesuatu yang keras menempel di belahan pantatnya. Ada rasa risih disana, namun melihat reaksi Ramon dan teman-temannya yang lain dia juga ikut tertawa saja. Lagipula tak ada gerakan-gerakan aneh lainnya yang dibuat oleh Ramon.
Beda halnya dengan Hendri. Ketika melakukan hal yang sama seperti Ramon, kini Hendri mulai usil lagi. Saat hendak menjatuhkan dirinya bersama Ara, tangan Hendri yang memeluk tubuh Ara mendadak berubah posisi dengan sangat cepat. Bersamaan dengan jatuhnya mereka ke air, kedua telapak tangan Hendri tepat berada di kedua bukit buah dada sekal Ara, dan seperti sebelumnya, ada sedikit gerakan dari kedua tangan nakal itu. bahkan terasa oleh Ara ada yang menempel di belahan pantatnya, bukan hanya menempel, tapi batang yang sudah keras itu juga sedikit menggesek dan menekan disana, seolah ingin memamerkan sesuatu.
Entah sudah berapa jam mereka bermain air, yang pasti kini badan mereka sudah basah kuyup. Pakaian yang mereka kenakan menempel sempurna membentuk lekuk tubuh mereka. Terlebih lagi Lia dan Beti yang memakai pakaian putih, sehingga terlihat jelas bra yang mereka pakai. Sementara itu Ara dan Nadya berusaha menutupi bagian dadanya dengan kerudung mereka.
Ara yang merasa cukup lelah mengajak Lia untuk membeli kelapa muda, namun tampaknya Lia masih ingin berlama-lama bermain air, sehingga dia pergi sendiri. Dari kejauhan dilihat teman-temannya itu asyik sekali bermain. Dia membayangkan pasti akan lebih asyik jika pergi berlibur seperti ini bersama dengan suaminya. Sayang sekali di saat-saat seperti ini justru suaminya masih harus bekerja dan dinas ke luar kota.
Memang sebuah resiko dari suatu pekerjaan, dimana sekarang sepertinya kepentingan pekerjaan ada di atas segala-galanya. Ya mau bagaimana lagi, kita mendapatkan nafkah untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga dari pekerjaan itu, ya mau tak mau harus mau diatur, dan mengikuti semua instruksi. Kalau tidak mau diatur maka harus menjadi orang yang mengatur, dengan jalan memiliki usaha sendiri dimana kita yang menjadi bossnya disitu.
Tuntutan dalam pekerjaan memang semakin lama semakin tak tahu diri, membuat kita harus mengorbankan waktu dan kebersamaan kita dengan orang-orang yang kita cintai. Memang jika bekerja dengan baik tanpa banyak neko-neko, kebutuhan secara finansial akan terpenuhi, tapi satu hal yang sangat penting dan tak bisa terbeli dengan apapun adalah kebersamaan dengan orang-orang yang kita cintai.
Hal ini mulai dirasakan oleh Ara, terutama menjelang akhir bulan, apalagi akhir tahun seperti ini. Dia ingin punya waktu lebih bersama suaminya, namun segala kesibukan mereka berdua membuat hal itu jarang bisa terwujud. Karena itulah saat mendapat kesempatan sekecil apapun selalu mereka manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kalau kuantitas tak bisa didapat, ya harus dikerjar kualitasnya, begitu prinsip Ara. Hal yang mungkin terjadi juga pada kebanyakan orang.
Asyik dalam lamunannya membuat Ara tak sadar kalau di sampingnya kini sudah duduk seseorang. Bahkan saat orang itu mulai menyeruput es kelapa muda yang dipegangnya Ara masih belum menyadarinya. Pandangannya masih lurus ke depan, ke arah teman-temannya yang sedang bermain. Namun pikirannya sedang berada di tempat lain sehingga tak menyadari bahwa temannya yang sedang bermain itu sudah berkurang orangnya.
Mau disini sambil nunggu sunset?
Astagfirullah, ih Mas Ramon ngagetin aja deh, ujar Ara terkejut kemudian menoyor lengan Ramon, yang sudah melepaskan kaos yang dipakainya.
Haha, lha kamu ini malah duduk ngelamun, kesambet lho entar, canda Ramon.
Hehehe, Ara malah nyengir mendengarnya, membuat Ramon semakin gemas saja dengan wanita yang sedang hamil muda ini.
Kenapa Ra? Inget suami? tanyanya.
Iya mas, enak kali ya kalau liburan gini sama suami, jawabnya kembali menerawang jauh.
Iya sih, sayang aja suamimu lagi tugas Ra, mana dari Jogja cuma dia yang berangkat, sahut Ramon sambil menatap Ara. Ramon terkagum dengan sosok Ara ini. Pertama kali melihatnya ketika datang ke pernikahannya, Ramon sudah tertarik dengan gadis ini. Terlihat anggun sekali malam itu.
Pertemuan selanjutnya ketika mengantarkan dan menjemput suaminya yang bersama-sama dia mengikuti training di Surabaya beberapa bulan yang lalu, dan kini mereka bertemu lagi. Penampilannya yang terbilang sederhana tak bisa menutupi pesona yang dipancarkan oleh Ara. Membuat lelaki manapun rasanya tak keberatan untuk meluangkan beberapa detik waktunya hanya untuk menengok dan menikmati keindahan ini.
Mata Ramon mulai jelalatan memandangi tubuh Ara. Bajunya yang masih sedikit basah membuatnya tercetak membentuk lekukan tubuhnya. Dan meskipun tertutup kerudung, Ramon masih bisa melihat gundukan yang cukup menantang di bagian dada Ara. Dia tak sabar untuk segera menelanjangi Ara malam ini, dan mencicipi sedikit kenikmatan dari tubuh indah itu, sebelum nantinya diserahkan kepada bossnya, Fuadi.
Ara yang tengah melamun tak menyadari tatapan nakal dari Ramon. Dia tak menyadari apa yang mengincarnya malam ini. Tapi dia cukup senang karena akhirnya bisa pergi ke pantai setelah beberapa kali rencananya gagal karena kesibukan suaminya. Meskipun tanpa ditemani suaminya kini paling tidak dia bisa pergi beramai-ramai, senasib dengan Lia.
Oh iya, dia teringat Lia. Diedarkan pandangannya di sekitar pantai, tapi tak menemukan keberadaan Lia. Bahkan Hendri, Nadya dan Beti juga sudah tak ada disana. Kemana ya mereka? Pikir Ara. Dia kemudian menatap ke arah Ramon, yang sedang menikmati es kelapa muda di tangannya.
Yang lain kemana mas? Kok udah pada ngilang? tanya Ara.
Kamu sih kelamaan ngelamun disini. Tuh pada naik ke tebing nungguin sunset, aku disuruh nyamperin kamu, mau ikut kesana apa nggak? Atau mau nunggu sunset disini aja? jelas Ramon.
Oalah, hehe, ya udah kita nyusul kesana yuk mas, ajak Ara.
Entar dulu ya, nanggung nih, habisin kelapa mudanya dulu Ra, jawab Ramon.
Oh iya deh, Ara pun segera mengambil kelapa muda miliknya dan segera menghabiskannya.
Jadi udah berapa minggu kandunganmu Ra? tanya Ramon mengalihkan topik.
Mau tiga minggu mas, hehe, jawab Ara.
Oh, ya dijaga yang baik, banyakin tuh makanan-makanan yang baik buat janin, ujar Ramon menasehati.
Hihi, iya mas, jawab Ara singkat.
Ramon ingin tahu tentang kehamilan Ara, karena ini ada hubungannya dengan rencana pesta akhir tahun mereka. Meskipun Ara hamil atau tidak rencana itu akan tetap berjalan, tapi jika usia kandungannya masih muda begini tak akan terlalu berpengaruh. Sekali lagi dia menatap Ara, merasa sayang sekali kalau wanita seistimewa ini nantinya dijadikan budak nafsu preman-preman anak buah mereka. Ramon sedikit berharap agar sang boss tidak berniat memberikan Ara kepada anak buah rendahan mereka, ataupun menyingkirkannya.
Dia berharap sang boss berhasil mencuci otak Ara sehingga di kemudian hari bisa dijadikan gundik bossnya, dan tentunya sesekali dirinya boleh ikut menikmatinya. Menurut pemikiran Ramon, Ara memang perlu dicuci otaknya nanti, karena kalau tidak dia pasti akan membenci mereka seumur hidup.
Jika rencana malam akhir tahun nanti berjalan dengan lancar, maka Ara akan diperkosa di depan orang-orang yang dia cintai, kemudian dengan matanya sendiri Ara akan melihat seluruh keluarganya dibantai. Hal itu tentu saja tak akan diterima begitu saja oleh Ara, sehingga jika tak dicuci otaknya atau tidak disingkirkan, pasti dia akan membalas dendam suatu saat nanti.
Ramon jadi berpikir, sayang sekali Ara terlahir dari keluarga Wijaya. Coba saja dia terlahir dari keluarga lain yang tak memiliki persoalan seberat ini. Ramon pasti sudah dari lama berusaha untuk bisa mendapatkan gadis itu. Setelah belum lama dia bisa meniduri Nadya dan Safitri, kedua wanita ini seolah tak mampu mempertahankan diri mereka dalam memori Ramon ketika kini Ramon sudah terpesona dan terobsesi oleh sosok lembut seorang Ara. Dia benar-benar tak sabar menunggu datangnya nanti malam, menunggu datangnya saat-saat dia menelanjangi Ara, saat-saat dia menikmati setiap jengkal permukaan kulit Ara, dan saat-saat kedua kelamin mereka akhirnya menyatu.
Udah yuk Ra, kita susul mereka, ajak Ramon mengulurkan tangannya untuk membatu ara bangkit.
Yuk mas, Ara kemudian meraih uluran tangan Ramon dan berdiri. Ditepuk-tepuk pantatnya terlebih dahulu untuk membersihkan dari pasir, lalu mengikuti langkah Ramon menuju ke tempat teman-temannya sedang menunggu matahari terbenam.
***
Pak Yusri nampak sedang menyiapkan hidangan untuk makan malam para tamunya. Entah kenapa hari Beti meminta dirinya untuk memberikan obat itu dengan dosis yang sedikit lebih tinggi dari biasanya. Dengan dosis itu pastinya akan membuat yang mengkonsumsinya benar-benar kehilangan kesadarannya. Pada korban-korban mereka yang sebelumnya tak pernah dia memberikan dosis yang banyak, hanya untuk membuat mangsanya lemas tanpa bisa melawan sehingga masih dapat merasakan penolakan-penolakan dari para korbannya, dan itu membuat sensasi kenikmatan yang didapatkan lebih lagi.
Mungkin memang ada sesuatu dengan para korbannya itu, atau memang ada kondisi dimana para korban ini harus dibuat benar-benar tidak sadar. Dia tak terlalu memusingkannya karena buatnya yang penting hari ini dia mendapat jatah lagi untuk ikut menikmati salah satu dari wanita yang dibawa oleh keponakannya itu.
Malam ini Pak Yusri menyiapkan menu ikan laut, kepiting dan cumi-cumi. Bahan-bahan yang tentunya sangat mudah dia dapatkan untuknya yang tinggal di lingkungan pantai seperti ini. Setelah semuanya telah siap, termasuk nasi dan lalapannya, diapun segera membawanya ke penginapan. Jarak antara rumahnya dengan penginapan tak terlalu jauh, sehingga Pak Yusri tak terlalu buru-buru. Lagipula matahari juga baru saja terbenam, para tamunnya juga paling-paling baru saja kembali dan masih membersihkan tubuh mereka.
Sesampainya di penginapan ternyata Ramon dan Hendri sedang berada di teras, sedang berbincang sambil menikmati hembusan asap dari rokok mereka. Nampak keduanya belum mandi, masih dengan pakaian tadi siang yang terlihat agak basah. Sebentar Pak Yusri menyapa mereka sambil membawa makanan-makanan itu masuk. Sepintas dia mengerlingkan matanya kepada Ramon, memberikan kode bahwa obat yang diberikan Beti sudah ditambahkan sesuai dengan permintaan, dan Ramon membalasnya dengan tersenyum menganggukkan kepala.
Sesampainya di dalam, terlihat Ara dan Nadya yang sudah selesai membersihkan diri mereka. Ara yang menurut Pak Yusri paling cantik dalam rombongan ini, memakai pakaian yang lebih santai, dengan kaos lengan panjang bergaris-garis vertikal, celana panjang warna biru tua, dan kerudung dengan warna yang senada dengan celananya. Sedangkan Nadya juga nampak menarik dengan balutan kaos lengan panjang yang sedikit lebih ketat daripada yang dipakai Ara, kerudung putih yang menutupi kepalanya, serta celana panjang merah yang juga cukup ketat membentuk keindahan kakinya.
Sempat tersungging senyum dari bibir Pak Yusri. Dia yang sudah memasang kamera pengintai di beberapa sudut di penginapan ini, termasuk di kamar mandi, tentu nanti akan bisa melihat bagaimana tubuh telanjang ketiga wanita itu. Jika memang hanya diberi jatah untuk menikmati Nadya saja, dia bisa melihat bagaimana adegan persetubuhan Lia dan Ara dari rekaman kameranya nanti.
Dia memang tak terlalu banyak menuntut kepada kedua keponakannya itu, karena setiap kesini dan meminta bantuannya, dia pasti mendapatkan jatah juga. Beberapa kali dia diberi kesempatan untuk ikut menikmati semua wanita yang dibawa kesini. Kalau ada yang sampai tidak boleh dia nikmati, itu artinya memang ada kepentingan lain di baliknya, dan Pak Yusri tak pernah mau ambil pusing untuk hal itu, biarlah menjadi urusan Ramon dan Beti saja, baginya asal uang dan kenikmatan bisa dia dapatkan, itu sudah cukup. Apalagi selama ini, dari sekian wanita yang telah dibawa kesini oleh keponakannya itu, tak ada satupun yang gagal memuaskan hasratnya.
Pak Yusri kemudian menyapa Nadya dan Ara dengan sopan, dan mendapatkan balasan yang juga sopan dari keduanya. Melihat Pak Yusri yang sendirian mengurusi hidangan untuk makan malam mereka membuat Nadya dan Ara merasa tak enak hati, hingga akhirnya membantu untuk sekedar membereskan piring-piring dan perlengkapan lainnya.
Pak Yus kok sendirian? Nggak ada yang bantuin pak? tanya Ara.
Tadi yang masak ijin langsung pulang mbak, jadi ya saya sendirian, biasanya sih ada yang bantuin kok, jawab Pak Yusri.
Wah kayaknya enak-enak ini pak, yang masak siapa pak? tanya Nadya.
Ada tetangga saya, yang emang kerjanya tukang masak buat penginapan ini mbak, jawab Pak Yusri sopan, padahal dalam hatinya lain.
Setelah menyiapkan semuanya Pak Yusri pun memohon ijin untuk pergi. Saat itulah Beti dan Lia sudah selesai mandi dan berganti pakaian. Dan sekarang giliran Ramon dan Hendri yang membersihkan diri mereka. Sambil menunggu kedua lelaki itu selesai mandi, keempat wanita itupun asyik bergosip ria di ruang tengah. Ara yang memang terbilang lugu sempat beberapa kali dikerjai oleh teman-temannya ini sehingga mereka tertawa terpingkal-pingkal.
Tak lama kemudian kedua lelaki itu telah selesai mandi dan berpakain. Mereka segera saja menyantap hidangan yang disediakan oleh Pak Yusri. Sebelum makan bersama, tanpa diketahui oleh Ara, Nadya dan Lia, ternyata Ramon, Hendri dan Beti telah meminum sesuatu, yang tak lain adalah penawar dari obat yang diberikan pada makanan mereka. Mereka makan dengan lahapnya tanpa tahu apa yang akan terjadi nantinya. Setelah habis hidangan di meja, kini para wanita bersama-sama membereskan meja makan, dan meletakkan piring-piring kotor itu di belakang, lalu kembali lagi ke ruang tengah untuk bersantai.
Ara sempat kembali ke kamarnya untuk mengabari sang suami. Sebentar dia telepon suaminya untuk memberi tahukan apa saja yang mereka lakukan sesiangan tadi. Budi pun juga menceritakan betapa jengkelnya dia dibuat oleh kantor pusatnya itu, dimana dia dan peserta rapat lain dari masing-masing daerah diharuskan menyiapkan presentasi tentang performa selama satu tahun ini. Beruntung Budi sudah menyiapkan semua data itu sebelum berangkat, sehingga kini materinya sudah selesai. Namun teman-temannya yang tidak siap dari tadi sibuk sendiri-sendiri untuk menghubungi kantor cabangnya minta agar dikirimkan data yang mendukung materi presentasi mereka.
Lia juga berniat menghubungi suaminya untuk memberikan kabar. Namun beberapa kali ditelepon tak ada yang diangkat. Mungkin malam ini memang sedang ada acara dan tak bisa diganggu, hingga dia memutuskan untuk meninggalkan pesan dengan memberi tahukan kondisinya, apa yang tadi mereka lakukan dan apa rencana untuk malam ini dan besok pagi.
Setelah itu keduanya kembali ke ruang tengah untuk berkumpul dengan yang lainnya. Nampak Ramon sedang duduk merangkul Beti, dan Hendra juga merangkul mesra Nadya. Keempatnya sedang terlibat obrolan seru hingga terdengar gelak tawa dari mereka. Lia dan Ara yang baru bergabung pun jadi mengikuti candaan-candaan mereka. Kemesraan yang sepertinya sengaja dipamerkan oleh kedua pasangan itu membuat Lia sedikit risih. Dia membayangkan kalau saja dirinya dan Ara ditemani juga oleh suami mereka masing-masing pastinya suasana malam ini akan bertambah syahdu bagi mereka. Namun yang ada kini dia agak kesal juga dipameri seperti itu.
Duh yaa, yang sama pasangannya mesra-mesraan teruuus, ledek Lia.
Haha, ada yang pengen tu mah, jawab Hendri.
Iyaa, salah sendiri suaminya nggak dibawa, haha, sahut Nadya.
Yee bukannya nggak dibawa yaa, emang nggak bisa ikut kok, ujar Lia cemberut.
Ya udah mesra-mesraan sama Ara itu aja Li, ujar Ramon sekenanya.
Lah, emang kita perempuan apaan? jawab Lia.
Hahaha, mereka pun akhirnya tertawa bersama.
Efek dari obat yang diberikan Pak Yusri tadi belum terlihat. Obat itu memang termasuk obat yang reaksinya lambat. Sengaja obat itu yang dipilih oleh Ramon, agar tidak terlalu mencolok, begitu selesai makan langsung pingsan. Dia ingin menampakan kesan seolah mereka begitu keletihan setelah seharian bermain-main di pantai. Dan setelah sekitar 10 menit mereka ngobrol, efek obat mulai terlihat.
Nadya yang pertama kali menguap. Dia sandarkan kepalanya di bahu Hendri, yang kemudian dielus-elus kepalanya oleh suaminya itu. diperlakukan seperti itu tentu saja membuat Nadya semakin nyaman dan semakin berat matanya. Tak lama kemudian Ara menyusul. Dia tiba-tiba saja merasakan kantuk, namun merasa tak enak jika harus meninggalkan teman-temannya yang masih ngobrol, lagipula ini kan masih sore, pikir Ara, sehingga dia berjuang untuk melawan kantuknya itu.
Lia pun menyusul tak lama kemudian. Matanya tiba-tiba menjadi berat, rasa kantuk yang teramat menyerangnya. Lia memang banyak bermain dan berlarian tadi sehingga dia sendiri berpikir kalau dia memang sedang kelelahan saja. Sama seperti Ara, Lia juga sedang berusaha sekuatnya untuk menahan kantuknya itu. Namun lama-kelamaan matanya semakin berat, hingga semua terasa begitu hitam, meskipun sayup-sayup masih dia dengarkan candaan dari Ramon dan Hendri.
Ramon dan Hendri sendiri yang menyadari obat mereka mulai bekerja awalnya acuh saja. Mereka masih asyik dengan guyonan mereka, sambil menunggu ketiga wanita itu benar-benar tertidur dan kehilangan kesadarannya sama sekali. Setelah memastikan istrinya tertidur dalam dekapannya dengan mengguncang-guncang badan Nadya, Hendri kemudian mengoyangkan badan Lia yang duduk di sebelah Nadya, tak ada reaksi juga dari Lia.
Ramon pun berdiri dan mendekati Ara. Digoyangkan bahu wanita itu, tak ada respon. Dielus-elus wajah cantik Ara, tak ada respon juga. Dengan sangat nakalnya tangan Ramon meremas dada Ara, juga tak ada respon. Melihat hal itu kedua lelaki itu tersenyum lebar. Beti pun segera mengirim SMS kepada Pak Yusri untuk segera datang ke penginapan, karena ketiga mangsa sudah siap untuk dinikmati.
Mereka udah pingsan sepenuhnya Hen, ujar Ramon.
Iya Mon, saatnya pesta kita, haha, jawab Hendri tanpa melihat Ramon. Dia sudah beranjak mendekati Lia, melakukan sama seperti yang dilakukan oleh Ramon kepada Ara, meremasi gemas kedua bukit payudara Lia. Sama sekali tak ada respon dari Lia, ini menandakan bahwa wanita ini telah benar-benar tak sadar. Hendri sudah tak peduli dengan kondisi istrinya, kini dia memajukan bibirnya untuk mengecup ringan bibir Lia.
Udah, langsung aja angkut cewek itu Hen, bawa ke kamar. Aku juga mau bawa Ara ke kamarnya, ujar Ramon sambil dia mengangkat tubuh Ara, dan segera menuju ke kamar yang sejatinya di tempat oleh Ara dan Lia.
Hendri pun segera mengangkat tubuh Lia, dan membawa ke kamar yang dia tempati sendiri bersama istrinya. Mereka berdua tak lagi menghiraukan, bahwa di ruangan ini masih ada dua orang wanita lagi. Yang satunya masih sadar, dan yang satunya sudah pingsan. Tapi memang tujuan dari kedua lelaki itu adalah Lia dan Ara, sehingga tubuh pingsan Nadya dibiarkan begitu saja, toh kedua lelaki itu sudah pernah merasakan jepitan liang kemaluan Nadya.
Namun tak lama setelah Ramon dan Hendri masuk ke kamar dengan mangsanya masing-masing, datanglah Pak Yusri yang sebenarnya dari tadi hanya menunggu di dekat penginapan tanpa beranjak. Melihat Nadya yang terkulai pasrah di kursi membuat senyum Pak Yusri mengembang lebar. Dia hampiri Beti terlebih dahulu, dicium dengan ganas bibir keponakannya itu, sambil tangannya meremasi payudara Beti yang kenyal. Dia sudah merindukan kehangatan tubuh dari keponakannya itu. sudah cukup lama Beti tak kesini, baik sendiri maupun membawakan wanita untuknya, sehingga dia lebih sering melampiaskan hasratnya kepada gadis-gadis muda yang ada di sekitar rumahnya.
Puas mencumbui Beti, Pak Yusri kemudian menuju ke Nadya. Wanita ini nampak begitu terlelap dalam tidurnya. Selain karena kelelahan bermain seharian, tentu saja efek dari obat yang dia berikan tadi membuat Nadya tak akan tersadar hingga keesokan harinya, seperti Lia maupun Ara. Namun ternyata Beti dan Ramon punya rencana lain.
Beti sudah menambahkan sesuatu di minuman Nadya. Sesuatu yang sama seperti yang dia, Ramon dan Hendri konsumsi, meskipun dosisnya lebih kecil. Hal ini untuk membuat Nadya tak sampai harus tak sadarkan diri hingga esok hari seperti Lia dan Ara. Obat tidur yang telah ditambahkan Pak Yusri hanya akan bertahan beberapa saat saja pada Nadya, setelah itu dia akan tersadar. Mereka ingin membuat Nadya menikmati persetubuhannya dengan Pak Yusri, dan tentu saja membuat Nadya menjadi wanita binal yang tergila-gila mencari kepuasan dari pria-pria lain.
Pak Yusri ikut saja dengan semua rencana mereka, yang penting baginya adalah dia masih bisa mendapatkan jatah dari korban Ramon dan Beti. Dia lalu duduk di samping Nadya, membelai lembut wajah ayunya. Tangannya turun merogoh gundukan yang sedari tadi siang membuat jakun Pak Yusri naik turun. Terasa kenyal, dan lembut. Bagaimana rasanya ya jika menyentuhnya langsung tanpa penghalang, batin Pak Yusri. Tak mau berlama-lama kemudian Pak Yusri mengangkat tubuh Nadya, dan memasuki sebuah kamar kosong yang tidak terpakai oleh mereka, diikuti oleh Beti setelah sebelumnya dia menutup dan mengunci pintu penginapan, dan pertempuran pun nampaknya akan segera dimulai.
***
Next to Part 2