EPISODE 10
--APA AKU AKAN MERASAKANNYA UNTUK KEDUA KALI?--
“Mbaaakkk.. aku bisa sendiriiii”
“Udaaahhh.. biar aku suapin. Balas yang kemaren. Buka dong mulutnya. Ngomong ngomong, kok tadi bisa barengan sama Tari? Cieeeee yang sampai jemput jemput segala. Katanya gak pernah komunikasi lagi. Lah tuh pakai dijemput jemput segala.”
“Apaan sih mbak. Aku juga gak tau kalau sampai Tari datang ke kantor.”
“Trus?”
Arga yang sedang disuapi oleh Yona langsung cerita tentang hari ini dan awal pertemuannya dengan Tari “kembali” dengan perantara Jeje yang ternyata pacar dari dokter bervespa yang menolongnya lusa dan juga merupakan teman kantor Tari. Setelah mengantarkan Tari sampai rumahnya, Yona sekarang sedang menyuapi Arga makanan yang sengaja ia beli sesaat sebelum menjemput Arga di stasiun tadi.
“Senang dong?”
“Hmmm.. iya mbak.”
“Yaaa gak usah malu gitu ah. Jadi, besok dia bakalan jemput lagi gak?”
“Gak tau juga mbak.”
“Yaaa.. kalau jemput sih, aku bakalan jadi obat nyamuk lagi.”
“Apaan sih mbak. Lagian aku sama Tari gak ada apa apa juga.”
“Emang gak mau jadi apa apa?”
“Hmmmm.. ngalir aja deh mbak.”
“Hahahaha.. ngalir atau ngambang. Uppsss maaf aku lupa kalau kamu lagi makan.”
“Haha aku gak jijik an kok mbak. Santai aja.”
“Syukurlah. Udah cepaaatt habisin nih. Biar cepat mandi. Malah kesenangan disuapin.”
“Yaaaa, gimana gak kesenangan mbak. Mbak orang pertama yang nyuapin aku sesudah kepergian ibu.”
“Haaaa?? Masa’?”
“Iya mbak. Makasih ya mbak.”
Memang semenjak kepergian ibu Arga, tidak ada orang yang menyuapinya makan seperti saat ini. Ia selalu menolak akan disuapi oleh tetangganya disaat ia sakit dahulu dengan alasan tidak mau merepotkan lebih tetangganya tersebut. Namun kali ini, Yona begitu tulus menyuapi Arga, dengan perlahan Yona memajukan sendok berisi makanan tersebut ke mulut Arga. Apalagi saat Yona mendengar kata kata Arga yang menyebutkan kalau sudah lama ia tidak disuapi, wajah Yona berubah merah di area pipinya. Untung saja Arga tidak mengetahui akan hal tersebut. Walau kini Yona gak bisa mengeluarkan kata kata lagi. Hanya tangannya yang bergerak menyuapi Arga.
“Hmmmm… habis juga ya ternyata. Minum gih.”
“Hmmm… makasih mbak. Aku senang sekali.”
“Sama sama. Lagian, aku gak mau pelindungku malah gugur sebelum berperang.”
Yona mengatakan tersebut dengan lantang tanpa ada kebohongan dalam kata kata tersebut. Bahkan Yona mengeluarkan kata kata tersebut sambil mengelap sisa makanan yang nempel di ujung bibir Arga dengan tangannya langsung. Hal tersebut mengagetkan bagi Arga yang memang tidak pernah merasakan hal ini dari siapapun. Dalam hatinya Arga memang masih menganggap Yona tak lebih dari seorang atasannya, namun dengan perlakuan yang ia terima dari Yona membuatnya sedikit terdiam. Apalagi Yona melakukannya dengan wajah termanis yang pernah ia lihat. Senyuman yang begitu tulus dari seorang Yona.
“Kenyang?”
Pertanyaan Yona sedikit mengagetkan Arga yang memang terdiam dengan perlakuan Yona. tapi ia mampu menjawab pertanyaan tersebut walau hanya dengan anggukan lemah.
“Ya udah, kamu santai aja dulu. Aku aja yang mandi duluan ya.”
Yona yang meninggalkan Arga tersebut menghidupkan televisi yang memang menjadi menu utama ditempat Arga duduk. Yona juga membawa piring bekas makanan Arga tadi. Hal ini yang juga membuat Arga makin bingung akan sikap Yona. biasanya, Yona tidak terbiasa dengan menyelesaikan bekas makanannya setelah makan. Bahkan untuk mencuci piringnya saja, Yona suka menunda nunda yang akhirnya Arga sendiri yang menyelesaikan piring tersebut.
KRIIINGGGG
HP Arga berbunyi disaat ia sedang asyik menonton TV yang memang menampilkan film Hollywood yang bergenre action tersebut. Arga melihat layar HP nya dan sedikit mengerinyitkan alisnya dengan apa yang ia lihat. Ia melihat akan nomor yang ia gak kenal dan sedikit heran saat nomor tersebut menunjukkan bahwa nomor telpon rumah.
“Halo…”
“Bisa bicara sama mas Arga?”
“Iya saya sendiri, maaf ini siapa ya pak?”
“Saya Agus, tukang kebunnya Pak Rian.:
“Ooooo.. iya pak.. vespa saya gak apa apa kan pak?”
“Gak apa apa kok mas. Mas bisa turun gak? saya dibawah nih, sama vespanya.”
“Oooo.. iya pak. saya segera kebawah pak.”
Arga yang mendapati telpon dari Agus, salah satu kepercayaan Rian yang telah berada di pintu masuk bersama vespanya Arga langsung menuju tempat tersebut. Dengan menutup pintu apartementnya Yona, Arga langsung meluncur ke bawah, tanpa bilang ke Yona yang berada di kamar mandi. Tak butuh waktu yang lama buat Arga sampai bisa melihat kembali jagoannya yang memang sedang dikendarai oleh seorang pria berumur 40 an dengan penampilan yang khas anak scooter.
“Pak Agus?”
“Iya. Maaf ya mas, saya ganggu mas Arga bentar. Cuma antarin vespanya.”
“Gak kok pak. saya harusnya minta terima kasih, sampai diantar segala vespa saya. Bapak sendiri?”
“Iya mas. Saya sendiri aja. Saya letak dimana ya mas vespanya?”
“Biar saya aja pak.”
“Udaaahhh.. tangannya mas masih gitu kok ngebet mau bawa vespa. Mas tunjukin aja tempatnya, biar saya yang antar.”
“Makasih lagi ya pak.”
“Sama sama. Maaf mas, bukannya saya mau ikut campur ya mas. Emang betul ya mas kemaren sengaja diserempet ya?”
“Iya pak. tapi gak usah diperpanjang lah pak.”
“Hmmm… emang betul ya kata pak Rian, kalau masnya baik. Mas harus lebih hati hati tuh. Keliatannya dia punya dendam atau sesuatu sama masnya.”
“Iya pak. makasih sekali lagi.”
“Atau gini aja mas. Saya kenalin mas sama salah satu kelompok vespa Jakarta gimana? kebetulan pak Rian juga membernya. Dan beliau sebagai penasehat kelompok ini juga. Minimal buat nambah saudara kan mas.”
“Hmmm.. boleh juga pak.”
“Nah ini alamat bengkel saya mas. Basecamp ABRD. Anak Besi Roda Dua.”
***
“Apa yang buat Arga celaka seperti ini Christ? Kalau benar dia, aku harus temui dia. Gak seharusnya dia libatin Arga dalam masalah ini.”
Sambil air turun yang turun dari shower tersebut, Yona memikirkan kejadian yang menimpa Arga. Entah kenapa, ia merasa hal tersebut berkaitan dengan Christ, tunangannya. Bahkan jika ia mengingat akan sifat Christ yang memang menghalalkan segala cara tersebut menambah rasa penasarannya terhadap Christ.
Di bawah air yang turun, Yona memandang kaca yang memang memantulkan tubuhnya yang indah. Dengan tinggi yang ideal sebagai wanita yang bercita cita sebagai model, tubuhnya ini salah satu alasan kelicikan Christ yang memang sekarang sampai menjadi tunangannya.
“Christ, aahhh.. lepasinnn.”
“Kamu jangan sok nolak deh Yo. Aku tahu kalau kamu itu udah pernah lakuin ini.”
“Ahhhh.. Chrisssttt.. aku gak mau…”
PLAAAKKKK…
“Kamu dengar ya Yo. Kamu milih yang mana? Ayah aku narik sahamnya dari perusahaan papa kamu dan kamu liat papa kamu yang sakit jantung itu menderita beserta adik adik kamu bakal putus kuliahnya begiitu saja atau ini?”
“Chriiissttt.. hikkksss.. nanti kan kita bisa lakuin ini juga. Kan aku tunanganmu Christ.”
“Meski aku tunangan kamu aku minta ini sekarang, Gimana?”
“Jangan Christ.”
“Aku udah bela belain sampai bujuk ayah buat investasi di perusahaan ayah kamu lho, sampai aku bisa merasakan tubuh indah ini.”
“Sialan kamu Christ..”
“Hahahaha.. aku tahu kok Yo, kalau kamu terpaksa terima pertunangan ini. Dan aku tahu, kalau kamu gak ada pilihan lain kan? Ayo sayang, enjoy saja.”
“Kenapa kamu lakuin ini semuanya?”
“Hahahaha… Karena aku sudah suka sama kamu dari dulu Yo. Dan aku tambah semangat saat kamu nolak aku dulu sebelum ayah nolongin papa kamu.”
“Kamu emang jahat Christ.”
“Hahahaha… tiada yang mustahil bagi Christ sayang. Ayooo…. Kamu gak ada pilihan lain.”
“Akhhhhh Chriiissstttt…”
Christ langsung mencium paksa bibir Yona yang saat itu sudah tersudut tersebut. Yona yang mencoba menggeleng gelengkan kepalanya kembali tak berdaya saat Christ berhasil mendiamkan kepalanya dengan memegang erat kepalanya. Sampai akhirnya Christ berhasil mencium bibir Yona. tanpa membuang waktu, Christ melumat bibir Yona yang tipis tersebut dengan memasukkan lidahnya ke mulut Yona. Yona merasakan libidonya dipermainkan oleh Christ saat lidah Christ mulai menggelitik langit langitnya.
“Ahhhh… Jangan Chrissttt.. aku mohonnn”
Seakan tidak mendengarkan larangan Yona, Christ langsung meraba dada Yona. Buah dada yang memang menjadi pusat perhatian tubuhnya Yona. dan Christ menyadari akan hal itu. Tubuh Yona bergetar hebat saat buah dadanya diremas dengan variasi lembut dan kasar sambil bibirnya masih bertautan dengan bibir Christ. Sebenarnya ia menolak akan hal ini, tetapi dengan alasan keluarga yang ia sayangi, ia akhirnya terbawa nafsu birahinya sendiri.
“Aaahhhh… “
“Nikmat kan sayang? Aku yakin kalau kamu sudah basaaaaahhh”
“Jangan kuat kuat gituuuu.. aaahhhh….sakiittttttt”
“Susumu ini nikmat sekali…”
“Ahhhhh…. Chriiissstttt”
Tangan Christ yang mulai melepas satu persatu kancing kemeja Yona menarik Yona ke dalam pelukannya. Ia berusaha membuat Yona semakin tak berdaya dengan posisi saat ini Yona berada di depannya yang sibuk dengan meremas lembut buah dadanya Yona sambil membuka kemeja Yona. dengan cekatan, Christ berhasil menurunkan kemeja Yona yang memperlihatkan bra hitamnya. Dengan sedikit cumbuan di leher Yona, akhirnya Christ bisa juga melepaskan buah dada yang terlihat indah dengan puting yang kecil kemerahan yang sudah menjadi kenakalan jari Christ.
“AAhhhh… geli Chrissstttt”
Dengan posisi ini, membuat Yona tak berdaya menahan nafsunya yang memang dikalahkan dengan ciuman di lehernya dan remasan bervariasi hasil kreasi tangan Christ. Dan sekarang, salah satu tangan Christ sudah berada di rok mininya yang mulai memainkan paha putih Yona. mengelusnya, hanya sampai pangkal pahanya tanpa menyentuh sedikitpun selangkangannya yang masih terbungkus celana dalamnya.
“OOOOhhhh… Aahhhhh…. Chriiissttt…”
TOK TOK TOK…
“Mbaaakkkk.. masih lama gak? aku kebelet nih.”
Lamunan Yona akhirnya selesai dengan panggilan Arga di luar sambil mengetok pintu kamar mandi tersebut. Dengan mengingat hal tersebut, Yona sedikit terbakar nafsunya. Dan ketokan pintu tersebut seakan menyiramkan nafsunya tersebut bersama air yang jatuh dari tubuhnya. Bahkan disaat ia melihat ke arah kaca, tangannya sudah berada di pangkal pahanya dan buah dada yang ia rasakan putingnya sudah mengeras tersebut.
“Mbaaaakkkk…..”
“Ehhh.. iya bentar ya Ga. Mbak bentar lagi kelar kok. Masih bisa nahan kan?”
“Masih kok mbak. Maaf ya mbak.”
Dengan leburnya nafsunya tadi karena Arga, Yona menyelesaikan mandinya dengan cepat sambil kembali mengupat, kenapa dia bisa nafsu dengan ingatan yang seharusnya tak perlu ada dihidupnya. Akhirnya ia selesai dan membalut tubuhnya dengan handuk yang seakan kecil dan tak mampu menyimpan semua asset tubuhnya tersebut.
Langsung ia keluar kamar mandi dengan kondisi tersebut. Saat baru membuka pintunya, ia tampak tersenyum dengan kelakuan Arga yang bolak balik sambil menahan pipisnya. Wajah yang biasanya dingin, kini berubah dengan wajah yang lucu seakan anak kecil yang tak tahan akan pipisnya.
“Maaf ya Ga, sampai mondar mandir gitu. Udah sanaaa.. ntar kamu sakit batu ginjal lagi.”
“Ehhh.. iya mbak… maaf ya mbak.”
Terlihat sejenak Arga yang terkejut dengan penampilan Yona yang memang membangkitkan nafsunya. Namun, karena ketidaktahanan dalam menahan pipisnya, ia buang pikiran itu jauh jauh sambil melangkah ke dalam kamar mandi dan melewati tubuh harum Yona tersebut.
“Hihihihi.. segitunya ya kamu, lucu jugaaa..”
***
“Naaakk.. kok keliatannya kamu murung aja daritadi. Ada masalah lagi?”
“Ehhh.. gak kok bu. Tari hanya kecapek an karena kerjaan di bank bu.”
“Kan udah ibu bilang, lebih baik kamu kerja sama ayah aja. Di kantor ayah kan bisa juga kamu manfaatkan pendidikan kamu tersebut.”
“Tari kan udah bilang bu, kalau Tari mau mandiri. Lagian Tari nyaman kok kerja di bank.”
“Yaa udah, tapi kamu tetap jaga kondisi badan kamu ya.”
“Iya bu.”
“Kalau kakak kamu udah pulang, bilangin ibu mau bicara ya.”
“Hmmm.. iya bu. Kok keliatannya penting gitu ya?”
“Iyaaa…. Soal perjodohan kakak kamu nak.”
“Iya deh Bu, entar Tari bilangin deh.”
Tari yang masih mengingat kejadiannya yang tadi sore saat bersama Arga disapa ibunya yang memang khawatir dengan anak perempuan satu satunya tersebut. Tari memang Nampak murung seperti malam kemaren saat ia tidak jadi dijemput Arga dan mendengar Arga menggandeng seorang wanita dari ssalah satu security tersebut.
“Apakah wanita yang dimaksud itu mbak Yona? kenapa aku yakin ya, kalau mbak Yona itu gak ada hubungan keluarga sama Arga. Kalau benar, ada hubungan apa mereka?”
“Gimana tangan kamu?”
“Aman kok mbak.”
“Kamu mah aman aman aja. Besok aku antar deh ke klinik, biar periksa lebih lanjut.”
“Udah mbaaakkk.. kata mas Rian, hanya kegeser doang.”
“Gitu kamu bilang hanya?” gak ada cerita, kamu besok harus nurut. Urusan kantor mah gampang.”
“Tapi mbak?”
“Tanya aja deh sama Tari, betulkan kata mbak kan Tar?”
“Eh iya mbak.”
“Tuh dengar, lagian gimana kamu lindungi orang yang kamu sayang kalau kamu aja gak bisa berbuat banyak gini. Katanya mau lindungi mbak.”
“Iya iya mbak.”
Kata kata Yona masih mengusik pikirannya saat ini. Ia bisa saja membuat pernyataan Yona positif, namun setan yang berada di sebelah kirinya membuatnya buyar. Tari malah berfikir yang tidak tidak akan hubungan Arga dan Yona. Apalagi dengan informasi yang ia dapat bahwa Yona dan Arga tinggal satu atap, satu apartement. Tari bisa saja menghubungi Arga untuk menanyakan semua ini, tetapi ia mengingat kembali apa haknya untuk bertanya semua itu. Apalagi ia sudah pernah dibuat kecewa oleh Arga sebelumnya, dan sekarang ia tak mau mengulangi rasa sakit tersebut.
“Heeeeiiii.. ngelamun aja.”
“Apaan sih kak.”
“Yeee,.. harusnya aku yang Tanya kamu, kenapa kamu itu ngelamun kek gini. Gak seperti biasanya. Apa jangan jangan?”
“Apaan sih kak.”
“Kakak jadi penasaran deh siapa cowok yang berhasil curi hati adek kakak yang cantik ini.”
“Apaan sih kaaakk.. udah iih sanaaaa… ibu mau ngomong sama kakak tuh.”
“Ngomong?”
“Masalah perjodohan kakak.”
“Kenapa? Ibu gak setuju?”
“Tari gak tau juga sih kak. Mending kakak Tanya aja deh.”
“Oke lah. Eh bentar, kamu kalau di apa apain sama cowok kamu, bilang kakak ya. biar kakak yang hajar dia. Adek kakak satu satunya ini dibuatnya sedih.”
“Iya kakaaaakkk..”
“Udah, Kakak masuk dulu ya. jangan kelamaan di luar, ntar kamu masuk angin dek.”
“Hmmmm”
***
“AAAAHHHHH…. IBUUUUU”
Yona yang baru mau masuk kamarnya setalah minum air di dapur apartemenntnya akibat kehausan di tidurnya terkejut dengan apa yang ia dengar. Ia dekatkan telinganya ke sumber suara yang memang berasal dari kamar Arga. Setelah kembali mendengar hal yang sama, Yona memberanikan diri masuk ke kamar tersebut dan mendapati Arga yang masih tertidur di ranjangnya dan nampaknya bermimpi buruk.
“Gaaa… Argaaaa”
Yona yang sedikit panik akan hal yang dilihatnya mencoba untuk membangunkan Arga sambil mengayun ayun lembut kepala Arga yang memang sudah berkeringat tersebut.
“IBUUUUUUU…”
Arga yang bangun dari mimpinya langsung memeluk tubuh Yona yang terkejut mendapati hal tersebut. Dengan masih terkejut tersebut, ia tak bisa melakukan hal apapun selain hanya merasakan kuatnya pelukan Arga di tubuhnya. Dengan merasakan Arga yang masih terbawa mimpinya, Yona mencoba menenangkan Arga. Tangannya lembut mengelus kepala Arga, beserta elusan yang sama pada punggung Arga tersebut.
“Udaahhhh Ga.. kamu hanya mimpi kok. Udaaahhh.. kamu yang tenang yaaa…”
Seakan sadar dengan posisi yang memeluk Yona dengan erat, Arga terkejut dan berusaha untuk melepaskan pelukannya yang erat tadi di tubuh Yona. namun karena elusan tangan Yona di kepalanya, ia sedikit tenang dan melupakan keterkejutannya tadi. Apalagi Yona yang merasakan pelukan Arga yang melonggar makin merapatkan kepala Arga ke bahunya. Posisi yang sama dilakukan Arga kepadanya saat ia menangis akibat perlakuan Christ tempo hari.
“Mbaaakkk..”
“Iyaaaa…”
“Makasih ya mbak. Aku gak pernah merasakan pelukan sehangat ini lagi sejak ibu sudaaahhh….”
“Ssstttt.. udaaahhh… sekarang kamu tenang yaaa.. Ibu kamu bakalan sedih jika melihat kamu sedih. Iya kan?”
Setelah mendengarkan kata kata Yona tadi, Arga makin nyaman dalam pelukan Yona. Bahkan Yona sudah mendekap kepala Arga di dadanya. Dan Arga yang menerima akan hal itu menikmati dengan sangat nyaman dengan kondisi kepala belakangnya yang tak berhenti dielus oleh Yona.
Yona sendiri merasakan tak ada seindah dan senyaman ini sebelumnya. Kehangatan dari tubuh Arga membuatnya sangat hanyut akan perasaannya. Bahkan, Yona mengecup kepala Arga dengan perasaan yang tak bisa ia kendalikan saat ini. Dengan kembali merebahkan tubuh Arga tanpa melepaskan pelukannya, kini Yona memeluk Arga yang sudah kembali tenang dan sedikit bisa kembali tidur sambil berbaringan di kasur yang memang lebih kecil dibandingkan kasur di kamarnya.
Setelah memastikan Arga yang telah kembali tidur, Yona sedikit menurunkan badannya sampai akhirnya kepalanya berhadapan langsung dengan kepala Arga. Dan kembali ia mengecup kening Arga dengan tetap pelukannya di tubuh Arga. Sampai akhirnya Yona juga tertidur sambil memeluk tubuh Arga.