2
Siangkoan Giok Lian murid Bengkauw Nek .... Giok Lian juga ikut memperkenalkan dirinya sendiri sambil menghormati si Nenek.
Wah, keturunan orang hebat ........ mari Nona, ada keperluan apakah denganku
Nek, aku ingin menyampaikan sebuah pesan suhu almarhum sebelum beliau meninggal Mei Lan berkata
Pesan apa gerangan dari Pek Sim Siansu Wie Tion Lan locianpwee? si Nenek terkejut mendengar penyampaian Mei Lan.
Sebenarnya akupun tidak tahu maksudnya Nek, tapi guru hanya berpesan kepadaku dan berkata: Jika suatu saat bertemu Thian San Giokli, sampaikan kepadanya bahwa bahaya yang lebih mengerikan lagi masih berada di dalam liang itu. Hanya itu yang disampaikan Suhu, dan menurut Suhu yang mulia, Nenek akan mengerti dengan sendirinya tegas Mei Lan.
Hmmmm, suhumu benar Nona. Aku memang mempertaruhkan banyak hal, tetapi keselamatan Lembah Salju Bernyanyi juga penting. Karena itu aku memilih datang kemari sebelum kemudian kembali menjalankan tugas yang kulakukan menjaga liang tersebut. Nona, aku sudah menjaga liang itu selama lebih dari 60 tahun
Syukurlah jika demikian Nek. Aku telah menyampaikan pesan suhu yang mulia, mudah-mudahan Nenek boleh berjaga-jaga
Tentu, tentu Nona. Aku tahu siapa Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan, dan jika dia menitipiku pesan di penghujung usianya, artinya pesan itu sangatlah penting. Aku akan kembali menjalankan tugasku sekembalinya ke Lembah Salju Bernyanyi. Baiklah, jika demikian aku mohon diri ....., Tetapi belum lagi Thian San Giokli keluar dari pintu ruangan itu, dia kembali berbalik dan sambil menatap Mei Lan dan Ceng Liong dia berkata:
Atas nama perguruanku dan Kakek Guru Koai Todjin aku mengijinkan engkau Nona muda untuk ikut mengetahui isi catatan yang kutinggalkan kepada Duta Agung. Anggaplah hadiah kenang-kenangan untuk Nona atas keramahan penyambutan di Bu Tong Pay ini. Kuharap engkau akan lebih mampu menandingi Toh Ling suatu saat ..... dan tanpa menunggu persetujuan Ceng Liong maupun Mei Lan, Nenek Thian San Giokli kemudian telah melesat keluar meninggalkan ruangan.
=================
Tetapi kerisauan Kiang Ceng Liong bukan hanya masalah yang di ajukan Thian San Giokli. Bukan semata soal menjadi penengah antara Lembah Salju Bernyanyi dengan Thian San Pay. Juga bukan hanya masalah potensi kekisruhan yang bakal dihadirkan Toh Ling yang sudah mewarisi kemampuan 2 iblis maha buas pada masa silam Thian Tee Siang Mo. Juga bukan hanya persoalan titipan catatan Kakek Koai Todjin yang ternyata masih memiliki hubungan perguruan dengan Lembah Pualam Hijau. Masalah-masalah itu, sudah cukup menghadirkan kerutan dan keruwetan baginya, karena bagaimanapun Lembah Pualam Hijau sedang menarik diri dari kerumitan rimba persilatan.
Hanya karena memikirkan dan mengetahui bahwa Kakek Koai Todjin ternyata memiliki hubungan perguruan dengan Lembah Pualam Hijau yang membuat dia sedikit tentram. Bagaimanapun membantu Lembah Salju Bernyanyi sama saja dengan membantu keluarga perguruan sendiri begitu dia mencoba menghibur diri sendiri. Tapi, bagaimanapun, keruwetan tersebut pasti akan menyeret dirinya untuk kembali mencampuri urusan dunia persilatan. Padahal, menurut ramalan gurunya, Lembah Pualam Hijau sendiri bakal disatroni orang dan karenanya sebelum meninggal gurunya meminta semua tokoh Lembah Pualam Hijau untuk tidak berkelana selama masa waktu 2 tahun.
Masalah yang membebani Ceng Liong lebih dari yang disampaikan Thian San Giokli tadi. Karena selain masalah tersebut, masih ada persoalan manusia berjubah dan berkedok hijau yang digebahnya di jalur utara Bu Tong Pay dan yang ternyata sempat membunuh beberapa anak murid perguruan itu. Dan masalah manusia berjubah hijau itu, masih bisa ditambah dengan pembunuhan misterius di Kuil Bu Tong Pay. Tidak main-main, yang terbunuh adalah Ciangbundjin dan wakil Ciangbundjin Bu Tong Pay. Tidak diragukan, Bu Tong Pay pasti akan mengerahkan semua tenaganya untuk melacak siapa pembunuh sebenarnya segera setelah pengganti Ciangbundjin ditetapkan.
Namun, terkait dengan misteri pembunuhan itu, Ceng Liong masih meragukan apakah pelakunya adalah manusia berjubah hijau. Meski beberapa pihak termasuk Bu Tong Pay cenderung menuduh mereka, tetapi Ceng Liong memiliki pertimbangan berbeda. Dan masalah tersebut perlahan-lahan harus dibuktikan ke depan. Bu Tong Pay sudah pasti akan memburu pembunuhnya, karena betapapun peristiwa tersebut menampar nama baik dan nama besar Bu Tong Pay. Hampir bisa dipastikan, para pendekar preman Bu Tong Pay pasti akan dilibatkan dalam penyelidikan dan upaya balas dendam tersebut. Hal ini sudah mulai dirasakan oleh Kiang Ceng Liong selama beberapa saat terakhir.
Selain semua persoalan tersebut, masih ada hal lain yang mengganggu Kiang Ceng Liong. Hal tersebut terjadi beberapa hari sebelumnya, hari yang sama ketika dia bercakap dengan Thian San Giokli. Setelah ditinggal oleh Thian San Giokli, Ceng Liong sempat bercakap-cakap tetapi tidak lama dengan Mei Lan dan Giok Lian. Karena Liang Mei Lan harus terlibat dalam persiapan akhir upacara duka, maka percakapan mereka berlangsung singkat. Hanya saja, sepeninggal ke dua gadis manis itu bukan berarti Ceng Liong mendapat waktu istirahat.
Hanya kurang lebih 30 menit dia beroleh ketenangan, karena tidak lama kemudian ketenangannya kembali diusik oleh orang lain. Orang yang mengusik dan minta bertemu dengannya, juga bukan tokoh-tokoh biasa. Melainkan mereka yang namanya sudah lama menjulang tinggi diangkasa rimba persilatan. Mereka adalah Siangkoan Tek, Kauwcu Bengkauw yang hadir di Bu Tong Pay guna menghormati Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan. Bersama dengannya adalah Tocu Lam Hay Bun, Lamkiong Bu Sek. Mana bisa Ceng Liong menolak kehadiran mereka?
Tetapi, bukan soal menolak atau menerima kehadiran mereka yang dipikiran Kiang Ceng Liong, melainkan untuk urusan apa mereka menemuinya? Karena, meski kedudukan mereka memang sederajat setelah Ceng Liong menjadi Duta Agung Lembah Pualam Hijau, tetapi betapapun usia mereka jauh di atasnya. Dari segi usia, Kauwcu Bengkauw masih seangkatan dengan kakeknya, sementara Lamkiong Bu Sek, Tocu Lam Hay Bun meski jauh lebih muda usia dari kakeknya, tapi tetap saja jauh lebih tua usia darinya.
Karena itu, meski keheranan dengan kedatangan kedua tokoh tersebut, tetapi Ceng Liong dengan cepat dan hormat meski tidak meninggalkan kewibawaannya sebagai Duta Agung Lembah Pualam Hijau telah mengiyakan permohonan mereka. Bahkan dengan diapun mengeluarkan suara gembira sekaligus mempersilahkan kedua tokoh itu untuk masuk:
Silahkan Kawucu Bengkauw dan Tocu Lam Hay Bun, tapi maafkan jika ruangan tamuku terasa kurang memadai sambut Ceng Liong sambil kemudian berdiri guna menyambut kedatangan kedua tokoh dari dua perguruan yang tidak kurang masyurnya dengan Lembah Pualam Hijau itu. Dan benar saja, tidak berapa lama dihadapannya telah berdiri kedua tokoh besar dengan dandanan khasnya masing-masing. Tentu saja dandanan yang melambangkan perguruan yang dipimpin oleh masing-masing tokoh tersebut.
Mari, mari, selamat datang dan silahkan duduk jiwi locianpwee sambut Kiang Ceng Liong segera setelah kedua pimpinan dua perguruan besar itu hadir dalam ruangan itu. Dan adalah Siangkoan Tek, Kauwcu Bengkauw yang memang sangat dekat dengan Kiang Cun Le yang tertawa sambil berkata:
Hahaha, sungguh tidak keliru Toako Kiang Cun Le mewariskan kedudukan Duta Agung Lembah Pualam Hijau kepadamu. Selamat berjumpa Duta Agung sambil berkata demikian Siangkoan Tek telah merangkap tangan dan menyambut ucapan salam Kiang Ceng Liong. Tapi jangan salah, Kakek yang mengenakan kopiah berlambang bulan dan matahari, sebuah tanda berunsur terang yang menutupi hingga jenggot panjangnya yang semua telah memutih tidak sekedar menyampaikan salam. Dia telah mengerahkan kekuatan iweekangnya untuk mencoba kekuatan Ceng Liong yang didengarnya memiliki kesaktian melebihi kakeknya Kiang Cun Le. Bahkan selain itu, si Kakek berkopiah ini penasaran, mengapa anak muda ini yang ditempatkan di tempat teratas daftar 10 peringkat pendekar top di Tionggoan.
Serangannya sama sekali tidak mengeluarkan suara desisan sedikitpun. Tetapi Kiang Ceng Liong yang menjadi Duta Agung, bukanlah anak kemarin sore lagi. Kepekaannya serta juga urat-urat syarafnya telah demikian waspada dan sanggup mengiriminya sinyal jika sedang diserang. Tetapi, Ceng Liong yang maklum akan perangai kakek tinggi besar berkopiah bulan dan matahari ini, telah menggunakan sinkang halusnya. Dan akibatnya serangan coba-coba Kauwcu Bengkauw itu seperti tenggelam begitu saja dan tidak mendatangkan efek apapun. Hebatnya Kauwcu Bengkauw sendiri tidak merasakan sedikit apapun selain serangannya tenggelam begitu saja dan tidak membawa efek baik baginya maupun bagi Ceng Liong. Diam diam kakek itu menarik nafas panjang dan kagum akan kehebatan Ceng Liong yang dari caranya menghadapi serangan menghormatnya, menandakan bahwa kekuatan tenaga dalamnya sudah sangat sulit untuk dijajaki.
Luar biasa, luar biasa ..... hanya itu yang digumamkan Kauwcu Bengkauw sambil kemudian dia berbalik dan menuju kursi yang berada di tengah ruangan tersebut. Sementara pada saat bersamaan, Kakek yang satu lagi, lebih muda usianya, telah menggantikannya memberi hormat kepada Duta Agung. Dan sepertinya, diapun mengidap penyakit yang sama dengan Kakek tinggi besar satunya, si Ketua atau Kauwcu Bengkauw.
Kakek yang satu ini mengenakan Topi aneh menyerupai ikan hiu dengan jubah biru cemerlang yang ditempeli dengan beragam jenis mutiara. Dan kakek inipun menghormat persis seperti Kauwcu Bengkauw, hormat dan salam yang diiringi dengan serangan tenaga iweekang untuk mengukur kemampuan Duta Agung yang masih sangat muda usianya ini. Tetapi, sebagaimana juga Kauwcu Bengkauw, Tocu Lam Hay Bun inipun tenggelam tenaga serangannya seperti ke dasar laut dan tidak menghadirkan efek sedikitpun bagi dirinya dan bagi Ceng Liong. Dia mengalami kekagetan yang sama dengan Kauwcu Bengkauw dan karena itu, sambil menggumamkan kata-kata atau kalimat-kalimat pujian atas kehebatan Ceng Liong, diapun kemudian berbalik dan menuju kursi yang lainnya lagi berendengan dengan Kakek Ketua atau kauwcu bengkauw.
Setelah kedua tamunya duduk, Ceng Liongpun dengan tidak mengungkit sedikitpun hasil dari benturan tenaga sambil menghormat, kemudian menuju ke kursi satunya lagi dan jadinya berhadapan dengan kedua tokoh besar itu di meja tengah ruangan tempatnya menginap. Dengan tidak meninggalkan sikap hormat serta tentu wibawanya sebagai Duta Agung Lembah Pualam Hijau, Ceng Liong kemudian menyapa sambil membuka percakapan:
Terima kasih atas kunjungan yang terhormat Kauwcu Bengkauw dan Tocu Lam Hay Bun. Ada urusan apakah gerangan hingga jiwi locianpwee berkenan untuk mengunjungi aku di tempat ini?
Hahahahaha, Duta Agung, tidak perlu merendahkan diri. Dengan berada di puncak daftar pendekar rimba persilatan dan menjadi pemilik Lembah Pualam Hijau, serta kekuatanmu menahan seranganku tadi, membuktikan jika Duta Agung bukanlah nama kosong belaka. Dengan kata lain, kakekmu Kiang Cun Le benar-benar telah menemukan penerus yang sepadan di Lembah Pualam Hijau sambil tertawa gembira Kauwcu Bengkauw memuji serta memandang kagum ke arah Kiang Ceng Liong. Benar, dia penasaran dengan daftar 10 pendekar top Tionggoan, tetapi setelah mencoba Duta Agung ketika bertemu tadi, dia mendapati kenyataan bahwa anak muda itu memang tidak bernama kosong. Bahkan sepertinya malahan memang melebihi kakeknya sendiri, Kiang Cun Le.
Acccchhhh, Kauwcu Bengkauw terlampau memuji ... Ceng Liong menukas sambil merendahkan diri. Bagaimanapun dia sadar dengan siapa dia berhadapan. Yakni dengan tokoh-tokoh puncak rimba persilatan Tionggoan yang sudah angkat nama puluhan tahun.
Ah, sudahlah Duta Agung. Siangkoan Kauwcu memang benar, betapapun dalam kedudukanmu sebagai Duta Agung kita berdiri sama tinggi di rimba persilatan. Karena itu, tidak perlu engkau terlampau merendahkan diri dalam menghadapi kami-kami ini. Meskipun memang usia kami jauh lebih tinggi dari pada Duta Agung Lamkiong Bu Sek bersuara mendukung Siangkoan Tek, Kauwcu Bengkauw. Dan ternyata suaranya sangatlah besar, mungkin sama besar dengan tubuhnya yang memang juga jangkung dan tinggi besar itu.
Terima kasih, terima kasih jiwi locianpwee. Jika demikian, maafkan jika selaku Duta Agung aku berlaku kurang layak
Sebetulnya, bukan soal kurang layak. Justru sebaliknya, kami berdua memutuskan untuk menemui Duta Agung karena menemukan sejumlah persoalan dan keanehan beberapa waktu belakangan ini ujar Kauwcu Bengkauw sambil mengelus-elus jenggotnya yang semua sudah memutih tersebut. Ucapan Kauwcu Bengkauw yang tiba-tiba menjadi serius ini sedikit menggelitik dan menghadirkan rasa heran bagi Ceng Liong. Meskipun demikian sambil terus menatap kedua tokoh itu, Ceng Liong tetap bersikap menunggu penjelasan selanjutnya mengenai persoalan yang mereka informasikan tersebut.
Diamnya Duta Agung membuat Kauwcu Bengkauw dan Tocu Lam Hay Bun saling pandang. Nampaknya keduanya sedang berusaha menyepakati siapa gerangan yang akan menjadi juru bicara utama dalam menjelaskan masalah yang mereka bawa kepada Duta Agung. Keduanya saling tatap untuk sampai pada pengertian bahwa keduanya akan saling menguatkan. Sementara Ceng Liong memandangi keduanya sampai akhirnya Kauwcu Bengkauw kembali buka suara:
Duta Agung, sebelum menemukan kasus terbunuhnya Ciangbundjin Bu Tong Pay, kami belum akan membuka persoalan ini. Tetapi, setelah melihat korban juga menyentuh hingga ke Bu Tong Pay, kami menjadi gelisah karena efeknya sangat mungkin melebar kemana-mana demikian sang Kauwcu memulai. Akan tetapi, baru sampai di titik ini, Kiang Ceng Liong segera menjadi sangat tertarik dan terlihat sangat antusias. Bahkan, karena penjelasan lebih jauh agak terlambat, Ceng Liong telah menukas lebih dahulu:
Apakah hal ini mengartikan bahwa jiwi-locianpwee sebenarnya mengetahui siapa gerangan tokoh yang melakukan pembunuhan tersebut? sambil menatap kedua tokoh dihadapannya menanti reaksi dan jawaban mereka.
Tahan sebentar Duta Agung. Karena persoalannya bukan semata korban di Bu Tong Pay, tetapi bahkan juga anak murid Lam Hay Bun, Bengkauw dan beberapa pendekar dalam perjalanan menuju Bu Tong Pay ini. Jika dihitung dari korban di sekitar laut selatan hingga ke Bengkauw dan perjalanan ke Bu Tong Pay, maka pembunuhan tersebut telah berlangsung selama hampir 2 bulan terakhir ini
Astaga, tapi apakah kematian mereka semua mirip dengan kematian Ciangbundjin Bu Tong Pay dan wakilnya itu? Ceng Liong bertanya secara serius. Tetapi, bukannya menjawab pertanyaan itu, Tocu Lam Hay Bun justru sebaliknya bertanya kepada Ceng Liong:
Duta Agung, apakah engkau pernah sedikit saja mendengarkan cerita mengenai salah satu imu pukulan yang dirahasiakan dan bernama Ilmu Cit Sat Sin Ciang (Ilmu Pukulan Sakti Tujuh Gerakan)?
Maksud Tocu, Ilmu rahasia Lam Hay Bun yang telah lenyap kurang lebih 150 tahun terakhir ini? Ceng Liong balik bertanya
Tepat sekali, ilmu itu yang kumaksudkan
Hanya sekilas, suhu memang pernah menjelaskan kepadaku. Tetapi, secara lebih rinci mengenai jenis serta kekuatan dan kehebatan ilmu pukulan tersebut, suhu sama sekali tidak memberitahuku
Duta Agung, jika kami tidak keliru, kita sedang menghadapi kemunculan kembali ilmu rahasia Lam Hay Bun. Dan celakanya, Ciangbundjin Bu Tong Pay, tidak salah lagi telah menjadi korban dari ilmu pukulan rahasia yang telah lama hilang tersebut tegas Tocu Lam Hay Bun
Mengapa Tocu sampai seyakin itu .... ? Ceng Liong bertanya keheranan.
Karena sebagaimana korban-korban sebelumnya, termasuk korban-korban awal di seputar laut selatan, semuanya tidak menunjukkan adanya sedikitpun kerusakan maupun terluka di bagian luarnya. Tapi jika diperiksa lebih teliti, organ-organ dalam dari orang-orang tersebut telah rusak berat. Disinilah ampuhnya sekaligus kejinya ilmu rahasia tersebut. Satu tanda lagi yang tidak bakal keliru, semua korban binasa dengan wajah yang tidak menunjukkan ekspresi apapun. Dan semua korban yang kami periksa, menunjukkan tanda-tanda yang sama jawab Tocu Lam Hay yang nampaknya sangat yakin bahwa penyebab kematian para korban termasuk Ciangbundjin Bu Tong Pay adalah pukulan rahasia perguruannya yang telah dinyatakan lenyap ratusan tahun silam. Sebelum Ceng Liong bereaksi, Kauwcu Bengkauw telah menyambung:
Konon keampuhan pukulan tersebut adalah, meski hanya terdiri dari tujuh gerakan biasa, tetapi setiap gerakan yang menyusul secara otomatis membawa kandungan tenaga yang 2 kali lebih besar dari gerakan sebelumnya. Dan jika seseorang telah sanggup memainkannya sampai gerakan ke-7 berarti orang itu telah sanggup menguasainya secara sempurna. Fakta bahwa semua korban menunjukkan gejala yang sama mengartikan, kita sedang berhadapan dengan seorang yang telah sempurna meyakinkan Cit Sat Sin Ciang tersebut. Dan terus terang saja Duta Agung, bahkan Tocu Lam Hay Bun dan Kauwcu Bengkauw sendiripun masih bukan tandingan orang tersebut, jelas sekali bukan hanya nada, tetapi ekspressi wajah Kauwcu Bengkauw ketika mengucapkan kalimat terakhir sangat-sangat prihatin dan bahkan terlihat begitu menyedihkan.
Menampak kerut dan keprihatinan di wajah kedua tokoh tersebut, Kiang Ceng Liong terkejut dan segera maklum jika persoalan tersebut bukanlah perkara kecil. Kesombongan dan kegemaran akan nama baik dari ke-dua orang ini sudah sangat dikenal olehnya, termasuk kakeknya. Tetapi, bahwa mereka berdua sampai merendah dan mengatakan tidak akan sanggup menghadapi manusia yang membekal Cit Sat Sin Ciang, sungguh mengagetkannya. Karena itu diapun segera bertanya sekaligus berusaha menepis kepenasarannya:
Jiwi-Locianpwee, apakah memang Ilmu pukulan tersebut sangat dahsyat dan tidaklah terlawan? Bagaimanakah jika dibandingkan dengan ilmu pukulan lainnya yang bernama Thian Tee Siang Mo yang bernama Bu-siang-te-im-hu-kut (pukulan dingin pembusuk tulang)?
Kauwcu Bengkauw Siangkoan Tek menarik nafas panjang sambil kemudian menjawab pertanyaan tersebut:
Duta Agung, pada lebih 150 tahun sebelumnya, ada 5 ilmu pukulan jahat yang menjagoi dunia persilatan. Ke-5 ilmu pukulan tersebut adalah Cit Sat Sin Ciang dari Lam Hay, Bu-siang-te-im-hu-kut (pukulan dingin pembusuk tulang) milik guru dari sepasang Iblis Langit Bumi, Ilmu Ceng Wua Hua Liat Ciang Hoat (llmu pukulan Penggetar Urat Nadi) milik dari Nenek Hoa Ciu Nio yang masih merupakan Bibi Guru dari Kakek Guruku, Ilmu Hian Men It Goan Kong Ki (Tenaga Dalam Dahsyat yang melumpuhkan Lawan) milik Sek-mo (iblis cabul) Jit-sim-ang dan terakhir Ilmu Pukulan Si Sesat Tidak Sesat Lurus Tidak Lurus Nenek Buyung Siok Sing yang bernama ilmu sakti Ciat-lip-jiu (tangan sakti penerus tenaga)
Aku sudah pernah mendengar kisah 5 pukulan sakti tersebut, tetapi kehebatan dan detail dari masing-masing ilmu tersebut sungguh-sungguh aku tidak mengerti Kauwcu Ceng Liong kembali bertanya ketika Kauwcu Bengkauw berhenti sejenak. Dan atas pertanyaan Ceng Liong, dia kembali melanjutkan penjelasannya:
Nenek Buyung Siok Sing mungkin adalah yang paling lemah dari mereka berlima, tetapi Ilmunya Ciat Lip Jiu (Tangan Sakti Penerus Tenaga) membuatnya mampu melawan tokoh yang lebih lihay darinya. Pukulan sehebat apapun akan sanggup digiringnya untuk diadu dengan pukulan orang lain, atau ditumbukkan ke benda keras disekitarnya. Jika kemampuan iweekang berimbang, dia bahkan akan sanggup mengembalikan pukulan lawan tersebut lebih kuat dari yang dilontarkan. Karena itu, meski iweekangnya lebih lemah, asal tidak kalah sampai lebih dari setengah bagian, maka akan sulit memukulnya. Disinilah letak keampuhan Ciat Lip Jiu. Hanya sayangnya, Nenek antik ini sudah lama menghilang bersama dengan ilmu ampuhnya tersebut. Ke-4 ilmu lain, sebagaimana kabar di dunia persilatan memiliki keampuhan yang sama dengan tingkat kekejian yang hampir sama. Karena itu, sebetulnya yang tepat bukan 5 pukulan jahat, tetapi 4 pukulan jahat, karena yang benar-benar jahat dan keji adalah 4 ilmu pukulan tersebut. Sementara Nenek Buyung Siok Sing sulit di terka apakah dia tokoh sesat ataukah tokoh lurus, berbeda dengan ke-4 tokoh lainnya yang memang benar-benar jahat dan sadis
Ceng Liong nampak manggut-manggut mendengarkan penjelasan tersebut. Sementara itu, Kauwcu Bengkauw nampak beristirahat sebentar dan melirik Tocu Lam Hay untuk melanjutkan:
Cit Sat Sin Ciang hanya bisa dilontarkan jika seseorang telah menguasainya secara sempurna, jika tidak baru sampai di pukulan kelima, pemiliknya bakal terkapar binasa kehabisan tenaga. Sebagai perbandingan Duta Agung, dengan tingkat kepandaianku sekarang ini, aku baru bisa memadai untuk mulai belajar Cit Sat Sin Ciang. Sayangnya, ilmu tersebut telah raib bersama dengan hilangnya Lamkiong Hok setelah sama-sama terluka dalam pertempuran segi-lima di tepi pantai Timur. Setelah pertempuran tersebut, Lamkiong Hok lenyap bersama ilmu tersebut dan tidak pernah muncul kembali hingga 150 tahun kemudian. Ilmu Bu-siang-te-im-hu-kut (pukulan dingin pembusuk tulang) baru akan disebut sempurna jika dalam mengeluarkan ilmu tersebut tersiar hawa harum menggantikan bau busuk. Sepanjang pemilik ilmu tersebut belum menguasai secara sempurna, maka bau busuk yang akan keluar dari pemilik ilmu tersebut. Sejauh pengetahuanku, Thian Tee Siang Mo belum sampai pada tingkat ini kecuali guru mereka. Dan ilmu inipun sudah raib bersama Thian Tee Siang Mo
Tetapi, ilmu Bu-siang-te-im-hu-kut (pukulan dingin pembusuk tulang) sudah munculkan dirinya beberapa hari sebelumnya di Bu Tong Pay ini Ceng Liong menyela, dan melanjutkan: Hanya saja, bau yang tersiar dari tubuh Toh Ling yang menguasai ilmu itu masih bau busuk
Benar, sebetulnya kami berduapun heran, bagaimana bisa seorang anak muda menguasai ilmu Bu-siang-te-im-hu-kut (pukulan dingin pembusuk tulang) tersebut. Memang sangatlah mungkin dia adalah murid pewaris dari Thian Tee Siang Mo jawab Tocu Lam Hay
Tepat sekali, Toh Ling nampaknya membekal ilmu tersebut dari Thian Tee Siang Mo tegas Ceng Liong teringat penjelasan Thian San Giokli
Engkau yakin sekali dengan pandangan itu Duta Agung? Kauwcu Bengkauw bertanya heran.
Beberapa waktu lalu, seorang locianpwee baru saja memberitahuku asal-usul Toh Ling dan siapa gurunya jawab Ceng Liong sambil memandang Kakek tinggi besar berkopiah bulan dan matahari itu.
Siapakah tokoh tua tersebut Duta Agung? bertanya Kauwcu Bengkauw sambil menatap tajam ke arah Ceng Liong
Dia adalah Thian Sat Giokli, tokoh tua dari Lembah Salju Bernyanyi dimana Thian Tee Siang Mo di kalahkan dan disekap oleh pemilik lembah itu Koai Todjin sejak 100 tahun silam jawab Ceng Liong.
Ach, kiranya tokoh aneh itu yang mengalahkan dan menyekap sepasang iblis yang sangat ganas itu bergumam Kauwcu Bengkauw, heran dan takjub akan informasi terakhir itu. Sekaligus prihatin dengan munculnya salah satu dari 4 pukulan jahat yang mengganas 150 tahun silam.
Bagaimana dengan ke-2 ilmu pukulan jahat lainnya Ceng Liong kembali bertanya sambil memandang Tocu Lam Hay
Kedua ilmu jahat lainnya yakni Ilmu Ceng Wua Hua Liat Ciang Hoat (llmu pukulan Penggetar Urat Nadi) milik dari Nenek Hoa Ciu Nio dan Ilmu Hian Men It Goan Kong Ki (Tenaga Dalam Dahsyat yang melumpuhkan Lawan) merupakan ilmu-ilmu pukulan jahat yang memiliki keistimewaan berbeda. Jika Ceng Wua Hua Liat Ciang Hoat dikerahkan dengan kekuatan penuh, maka sekali saja menerobos pertahanan sinkang kita, dipastikan urat nadi kita akan tergetar pecah. Jika sudah demikian, maka sulit menghindari cacat atau bahkan kematian. Sementara Hian Men It Goan Kong Ki merupakan lontaran tenaga dalam yang sama dengan Bu-siang-te-im-hu-kut mengandalkan hawa racun dan kekuatan tenaga dalam. Kelihatannya ke-lima tokoh sesat pada masa lalu ini semuanya terluka berat karena setelah pertempuran mereka di pantai timur, selanjutnya tiada seorangpun juga yang masih menjumpai mereka hingga saat ini
Tetapi, faktanya sekarang ini kita justru sedang menghadapi 2 dari 4 pukulan jahat pada masa lalu. Dan jika memang benar demikian, kedua ilmu pukulan jahat itu telah muncul di Bu Tong Pay Ceng Liong menyimpulkan sambil memandang ke dua tokoh dihadapannya.
Benar Duta Agung, justru karena menyadari gejolak yang sangat mungkin akan segera kita hadapi, maka kami berdua mencoba menyampaikannya dan bertukar pikiran dengan Duta Agung. Karena, di sela menghadapi ancaman dunia persilatan oleh kehadiran ke dua ilmu pukulan itu, kita masing-masing sedang sibuk memikirkan pertarungan antara kita satu tahun setengah kedepan ujar Tocu Lam Hay yang mana di wajahnya nampak benar kecemasan yang tak tersembunyikan.
Bagaimana menurut jiwi-locianpwee? Ancaman tersebut sudah pasti memang harus ditanggulangi, sementara janji pertemuan kita ke depan juga sudah kita tunda sekali. Jika memang jiwi-locianpwee punya pendapat, aku yang muda akan sedia untuk mendengarkannya ucap Ceng Liong sambil mengembalikan ide pertarungan mereka kepada kedua tokoh Bengkauw dan Lam Hay tersebut.
Duta Agung, sebagaimana telah disepakati dalam beberapa pertarungan terakhir, pertemuan ataupun pertarungan antara Pendekar Tionggoan yang diwakili Lembah Pualam Hijau, Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay dan Kaypang dengan kami Lam Hay Bun, Bengkauw dan Thian Tok telah berubah jauh maknanya. Jika dahulu aroma memperebutkan nama masih sangat kental, maka akhir-akhirnya lebih sebagai ajang uji kemampuan menakar sejauh mana kemampuan dan kemajuan masing-masing perguruan. Karena itu, kami ingin usulkan bagaimana sekiranya pertemuan berikut dilaksanakan di salah satu peserta dari 7 perguruan yang terlibat? Kalau selama ini dilakukan di wilayah Tionggoan, maka kami ingin mengusulkan Lam Hay sebagai tempat pertempuran berikutnya. Bagaimana kiranya pandangan dan pendapat Duta Agung? Ide dan usul yang diajukan Kauwcu Bengkauw ini sangatlah menarik. Dan tentu saja Ceng Liong setuju dengan makna pertempuran nantinya, yakni sebatas uji kemampuan dan kemajuan masing-masing. Hanya, tempat pelaksanaan di Lam Hay Bun, kelihatannya Ceng Liong tidak berani mengambil keputusan sendiri. Karena itulah diapun berkata sambil berpikir sejenak:
Jiwi-locianpwee, rasanya sayapun secara pribadi sangat sepakat dengan makna pertempuran itu nantinya. Semua pihak rasanya tidak berkeberatan jika itu dilakukan sebatas mengenali kemajuan dan kemampuan masing-masing. Hanya, ijinkan aku mencoba menjajaki keinginan kawan-kawan Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay dan juga Kaypang. Dalam waktu dekat kami akan menyampaikan keputusan terkait undangan untuk melakukan pertemuan dan pertarungan di Lam Hay Bun ujar Ceng Liong, meski tidak memberi jaminan persetujuan, tetapi nampaknya dia pribadi setuju dengan ide Bengkauw dan Lam Hay. Hal itu membuat kedua tokoh besar di hadapannya tersenyum dan manggut-manggut.
Jika memang Duta Agung memandang penting untuk membicarakan masalah tersebut dengan Siauw Lim Sie, Bu Tong dan Kaypang, maka kami mengucapkan terima kasih. Hanya, perlu kami tegaskan, karena keterlibatan salah seorang sesepuh Lam Hay Bun dalam huru-hara Thian Liong Pang, serta munculnya ilmu jahat yang dahulunya dipergunakan salah seorang tokoh Lam Hay Bun, maka kami ingin mengundang tokoh-tokoh Tionggoan untuk berkunjung dan lebih mengenal Lam Hay Bun dan pulau kami di lautan selatan. Pertemuan selanjutnya, kamipun sangat setuju jika dilakukan di salah satu tempat Siauw Lim Sie, Lembah Pualam Hijau, Bu Tong Pay ataupun Kaypang demikian Tocu Lam Hay Bun menjelaskan alasan undangannya ke Lam Hay Bun.
Ide tersebut memang sangat menarik, karena itu dengan senang hati kami akan bicarakan dan mudah-mudahan akan disetujui sahabat-sahabat lainnya Ceng Liong mengungkapkan rasa senangnya yang tak tersembunyikan dari raut wajahnya. Percakapan merekapun berjalan jauh lebih santai dan menyenangkan, meskipun masalah-masalah yang diajukan sebetulnya adalah masalah-masalah peka yang sedang terjadi di rimba persilatan dewasa ini.
Dan ketika akhirnya percakapan mereka akan diakhiri, saat kedua kakek tersebut sudah berdiri dari kursi yang mereka duduki, Kiang Ceng Liong teringat suatu masalah yang dititipkan oleh kakeknya:
Kauwcu, maafkan jika aku melupakan sesuatu. Kakek sempat membisikkan satu pesan untuk disampaikan kepada Kauwcu, yakni berkaitan dengan perjodohan Nona Siangkoan Giok Lian dengan Liang Tek Hoat Ceng Liong berkata sambil ikut berdiri, sementara Kauwcu Bengkauw mendengar berita tersebut telah dengan gembira membalikkan badan dan kembali menghadap Kiang Ceng Liong. Dari mulutnya segera terdengar permohonan berita selanjutnya dari Ceng Liong:
Apakah gerangan berita itu adalah berita gembira Duta Agung? sang Kauwcu tidak menyembunyikan nada gembira dari suaranya.
Menurut kong-kong, pihak keluarga Pangeran Liang dan Kaypang telah menyetujui perjodohan Liang Tek Hoat dengan Non Siangkoan Giok Lian. Namun, menurut saudara Tek Hoat dan tadipun telah kubicarakan dengan nona Giok Lian, mereka menunda hari bahagia mereka sampai setelah pertemuan antara Perguruan Tionggoan dengan Lam Hay, Bengkauw dan Thian Tok. Dengan demikian, hari bahagia mereka akan dilangsungkan lebih satu setengah tahun kedepan berkata Ceng Liong sambil tersenyum.
Hahahaha, aku tahu jika toako tidak akan mengecewakanku. Terima kasih, terima kasih Duta Agung, sampaikan salamku kepada kakekmu itu tawa gembira spontan terdengar dari mulut Kauwcu Bengkauw, dan karena lepas tak ditahan-tahan, orang di luarpun pasti mendengarkan tawa kakek tinggi besar ini.
Kionghi, kionghi Kauwcu. Jangan lupa mengundang Lam Hay di hari bahagia cucumu itu kelak Tocu Lam Hay memberi ucapan selamat. Dan seterusnya diapun menghadapi Ceng Liong sambil berkata:
Duta Agung, akan ada saatnya aku yang tua ini memohon bantuanmu buat cucu cucuku nanti, hahahaha Tocu Lam Hay ikut bergirang, sekaligus diapun ingin mengikat janji Ceng Liong untuk membantu mencarikan jodoh bagi putra-putri atau cucu-cucunya kelak. Sudah tentu Ceng Liong meski sekedar berbasa-basi tidaklah akan menolak permohonan ini:
Sudah tentu, jika memang berkesanggupan untuk membantu, aku akan sangat senang melakukannya locianpwee. Dan aku menunggu kesempatan untuk melakukan sesuatu bagi Tocu Lam Hay Bun
Hahahaha, baiklah terima kasih Duta Agung. Biarlah kami menunggu jawabanmu dalam beberapa hari ini sebelum kami kembali ke Bengkauw dan Lam Hay, Tocu Lam Hay Bun kemudian ikut berbalik dan menyusul Kauwcu Bengkauw yang telah berjalan ke pintu keluar.
Terima kasih atas kunjungan Jiwi-Locianpwee Ceng Liong memberi hormat sambil menghantarkan kedua tokoh besar itu ke luar ruangan dan mengucap terima kasih atas kunjungan kedua tokoh besar itu.
Baiklah, sampai berjumpa pula Duta Agung dan belum hilang nada suara itu, kedua manusia tinggi besar itu sudah jauh berada di luar ruangan. Meninggalkan Duta Agung Kiang Ceng Liong sendirian dalam ruangan tersebut.
=================
Dan, persoalan-persoalan itulah yang kembali memenuhi pikirannya. Beberapa urusan telah dikerjakannya beberapa hari ini. Pertama, meminta pandangan Siauw Lim Sie, Kaypang dan Bu Tong Pay tentang usulan pertemuan setahun lebih ke depan untuk dilaksanakan di Lam Hay Bun. Dan, ternyata baik Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay maupun Kaypang menyatakan persetujuan atas usulan tersebut, terlebih karena disertai alasan guna lebih saling mengenal dan bukan semata urusan pibu atau adu kepandaian. Karena itu baik Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay maupun Kaypang telah dengan besar hati kembali memberi kepercayaan kepada Ceng Liong untuk menyampaikkan persetujuan atas pertemuan yang ditetapkan akan dilaksanakan pada musim semi nanti.
Dengan demikian, untuk urusan yang pertama Ceng Liong telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Bahkan, sebelum Tocu Lam Hay Bun dan Kauwcu Bengkauw meninggalkan Bu Tong Pay, Ceng Liong telah menyampaikan perihal persetujuan mereka untuk mengunjungi Lam Hay Bun pada musim semi satu setengah tahun ke depan. Dan hal itu disambut dengan sangat gembira oleh masing-masing Kauwcu Bengkauw, terlebih Tocu Lam Hay Bun. Merekapun pulang dengan hati gembira.
Selain urusan itu, Ceng Liong juga telah mempercakapkan persoalan munculnya pewaris 2 ilmu pukulan jahat pada 150 tahun silam, yakni ilmu Cit Sat Sin Ciang (Tangan Pengendali tenaga) dari Lam Hay Bun dan juga ilmu Bu-siang-te-im-hu-kut (pukulan dingin pembusuk tulang). Kiang Ceng Liong sekaligus juga mengingatkan baik pihak Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay dan Kaypang untuk jauh lebih awas dan waspada terhadap munculnya Toh Ling dengan kemampuan ilmu Bu Siang Te Im Hu Kut yang kabarnya masih belum sempurna. Tetapi belum sempurnapun sudah mampu mengimbangi Mei Lan dan Kwi Song. Bagaimana jika sudah mampu menyempurnakan ilmunya?
Sekaligus, Ceng Liong juga meminta agar semua awas dengan munculnya pewaris Cit Sat Sin Ciang yang untuk saat ini nampaknya malah lebih berbahaya. Karena Ciangbundjin Bu Tong Pay sudah menjadi korban. Selain itu, pewaris pukulan ini tidak akan muncul jika belum sempurna menguasai ilmu tersebut. Karena itu, kewaspadaan harus sangat ditingkatkan, sekaligus upaya penyelidikan harus dilakukan secara bersama-sama. Pertemuan merekapun menyepakati semua, baik Lembah Pualam Hijau, Kaypang maupun Siauw Lim Sie akan ikut membantu penyelidikan pembunuhan Ciangbundjin Bu Tong Pay.
Akan tetapi, khusus Lembah Pualam Hijau, dalam komitmen bersama 4 perguruan baru akan mulai bergerak setelah 2 bulan kedepan. Hal inipun hanya akan terbatas kepada pergerakan Duta Agung karena kebersamaan dengan 4 perguruan besar Tionggoan. Jangka waktu 2 bulan, karena dalam waktu dua bulan ini Lembah Pualam Hijau sedang mempersiapkan hari pernikahan Nenggala dengan Duta Dalam Lembah Pualam Hijau, Kiang Li Hwa. Kesempatan itu juga Ceng Liong menyampaikan undangan kepada 4 perguruan, dan hanya mereka undangan di luar Lembah Pualam Hijau. Tidak ada undangan lain yang dilayangkan dan upacara pernikahan inipun tidaklah disiarkan di dunia persilatan.
Sayangnya Kiang Ceng Liong sama sekali tidak memperhatikan, karena memang sama sekali tidak tahu jika ada salah seorang peserta pertemuan yang terpukul dengan kabar gembira itu. Disudut, Souw Kwi Beng nampak tertunduk lesu, dan hanya seorang Kwi Song belaka, saudara kembarnya, yang mengerti benar mengapa kokonya tiba-tiba berubah begitu lesu dan tidak bersemangat. Kabar gembira dan undangan dari Ceng Liong merupakan berita buruk dan melesukan bagi seorang Kwi Beng. Dan kabar itu telah membuka lembaran baru yang akan ditempuh seorang Kwi Beng ke depan. Apa dan bagaimanakah itu?
Setelah mengatur kesepakatan dengan ke-empat perguruan Tionggoan, pada hari kedua setelah upacara duka, Ciangbundjin Siauw Lim Sie dan rombongannyapun meninggalkan Bu Tong Pay. Hampir bersamaan waktunya dengan keberangkatan Tocu Lam Hay Bun dan Kauwcu Bengkauw. Banyaknya tamu yang meninggalkan Bu Tong pada hari kedua, hampir sama banyaknya dengan yang berangkat pada hari pertama. Karena itu, menjelang malam hari, Bu Tong Pay sontak menjadi jauh lebih sepi dibandingkan hampir 8 hari sebelumnya yang begitu ramai dikunjungi ratusan atau mungkin ribuan tamu pelayat.
Pada malam hari kedua itulah Ceng Liong kembali mengajak bertemu ke-4 pendekar muda, kawan seangkatannya untuk membicarakan kesiapan mereka menghadapi gejolak baru rimba persilatan. Pada kesempatan itu, Ceng Liong mengingatkan bahaya 2 ilmu pukulan rahasia yang sangat berbahaya dan sekaligus berdiskusi bersama bagaimana upaya menanggulanginya. Baik Kwi Song maupun Mei Lan mengugkapkan jika tingkat kemampuan Toh Ling tidak berada di sebelah bawah kemampuan mereka. Dan ketika mengetahui bahwa Toh Ling bahkan belum sempurna menguasai ilmunya, semua segera sadar jika lawan sungguh-sungguh sangat berbahaya. Itulah sebabnya Kiang Ceng Liong menanyakan kembali kemampuan kawan-kawannya setelah beberapa bulan terakhir kembali melatih diri di perguruan masing-masing.
Dan hampir semua gembira karena ternyata peninggalan Kolomoto Ti Lou bagi mereka semua sudah mendekati tingkat akhir penguasaan tahap kedua dari lembaran sakti Kolomoto Ti Lou. Hanya saja, mereka masing-masing memperdalam dari jalur berbeda-beda setelah kemungkinannya dibuka oleh Kolomoto Ti Lou. Baru pada pertemuan itulah mereka mengerti dan tahu, bahwa masing-masing mereka, terutama Kwi Beng, Kwi Song dan Tek Hoat telah diajak berdiskusi secara mendalam oleh tokoh aneh itu guna mencapai tahap kedua berdasarkan ajaran ilmu perguruan masing-masing. Dan nampaknya, selain Kiang Ceng Liong, ke-4 pemuda lainnya sudah hampir sanggup menguasai tahapan kedua tersebut.
Pada akhirnya semua sepakat, bahwa menguasai tahapan kedua nampaknya akan memadai untuk tidak kalah melawan Cit Sat Sin Ciang maupun ilmu busuk Toh Ling. Dan berarti, mereka masing-masing masih harus giat berlatih untuk beberapa waktu ke depan baru bisa merasa cukup memadai untuk melaksanakan tugas atas nama perguruan masing-masing. Dan setelah pertemuan tersebut, Kwi Beng yang sejak awal memang kurang bersemangat tetapi tidak kentara karena memang orangnya pendiam, langsung mohon diri untuk berangkat meninggalkan Bu Tong Pay besok pagi harinya bersama adiknya Kwi Song. Sementara Tek Hoat masih akan bertahan selama sehari atau dua hari menemani adiknya Mei Lan, selain juga masih harus bicara dengan Siangkoan Giok Lian, kekasihnya, yang juga masih bertahan untuk sehari dua hari kedepan.
====================
Demikianlah, hari ketiga setelah upacara duka, sebagian besar tamu sudah meninggalkan Bu Tong Pay. Penjagaan sudah berkurang jauh dan karena itu Barisan 6 Pedang Lembah Pualam Hijau sudah kembali berada bersama Duta Agungnya. Di Bu Tong Pay, selain Kiang Ceng Liong yang sengaja di tahan bukan oleh Mei Lan, tetapi oleh Sian Eng Cu Tayhiap dan Kwee Siang Le yang konon memang diminta oleh suhu mereka untuk minta bantuan dari Kiang Ceng Liong untuk satu urusan tertentu; juga masih terdapat Liang Tek Hoat, kakak Liang Mei Lan, serta juga Siangkoan Giok Lian.
Pagi hari yang cerah dilalui Ceng Liong dengan mengenangkan kembali betapa banyak kekisruhan yang dijumpainya hanya sekitar 6 bulan setelah dia tidak sekalipun beranjak dari Lembah Pualam Hijau. Sayangnya, tidaklah mungkin dia benar-benar berlalu dari dunia persilatan karena masih terikat persahabatan dengan beberapa perguruan terbesar di Tionggoan. Selain itu, diapun memiliki beberapa sahabat yang lama sehati dalam berjuang melawan Thian Liong Pang beberapa waktu sebelumnya. Semua fakta ini membuatnya sangat kesulitan untuk menarik diri dan tidak terlibat dengan urusan dunia persilatan.
Dan, nampaknya hari ketiga inipun Ceng Liong tetaplah tidak akan kekurangan tamu. Ketika matahari mulai beranjak lebih tinggi, dia mendengar di luar ada lagi tamu yang ingin bertemu dengannya. Dari suaranya, dia mengetahui jika yang datang berkunjung ada 3 orang, Tek Hoat, Giok Lian dan kekasihnya Mei Lan. Dan benar saja, Barisan 6 Pedang yang mengenal ke-tiga pendekar muda ini telah membiarkan ketiganya menemui Ceng Liong.
Ke-empat orang ini memang memiliki hubungan yang akrab, karena itu mereka tidak berbasa-basi untuk langsung duduk. Sementara Ceng Liongpun sudah turun dari tempat dia biasanya bersamadhi jika tidak tidur dan menyambut kedatangan ketiga orang sahabatnya itu. Tetapi, Ceng Liong yang baru kali ini berhadapan langsung dan dengan cermat memandangi Giok Lian sedikit terkejut dengan getaran kekuatan yang luar biasa dari sorot mata gadis itu. Karena terkejut, Ceng Liong segera menegurnya dengan halus:
Lian Moi, nampaknya engkau tidak lagi berada di bawah kemampuan Lan Moi, dan kawan-kawan lainnya. Kemajuanmu dan kekuatanmu nampaknya menghadapi kemajuan luar biasa jika aku tidak salah
Ach, matamu sungguh sulit untuk dibohongi untuk urusan kesaktian Liong ko. Semua adalah jasa dari mendiang suhu yang terhormat, Bhiksu Chundamani yang mengangkatku menjadi murid penutupnya saat-saat terakhir menjelang kematian datang menjemputnya
Ach, tepat seperti perkiraan suhu. Bahwa dalam waktu berdekatan beliau, locianpwee Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan dan Bhiksu Chundamani akan berpulang. Selain karena usia tua, juga karena penggunaan tenaga dalam dan tenaga batin yang kelewat besar pada pertarungan di markas Thian Liong Pang. Mereka memang menggunakan tenaga-tenaga tersisa dan membuat batas usia mereka menjadi lebih cepat ujar Ceng Liong
Tepat, suhu juga mengucapkan hal yang sama Liong ko. Itulah sebabnya dia berkeras mengajarku dengan metode yang sangat aneh, tetapi yang diakuinya juga pasti dilakukan oleh Locianpwee Kiang Sin Liong, Wie Tiong Lan dan Kolomoto Ti Lou. Bahkan konon, menurut suhu, mereka memang akhirnya bersepakat menempuh cara ini sebagai cara atau jalan terakhir melihat mara bahaya di depan tambah Giok Lian.
Benar, suhu juga memang menyebutkan hal yang sama Mei Lan juga nimbrung, karena memang cara yang aneh dan luar biasa yang ditempuh gurunya untuk mempersiapkan mereka ber-empat saudara seperguruan. Setahunya, cara tersebut memang luar biasa dan terhitung mempercepat batas usia suhunya untuk datang mengakhiri kehidupannya.
Sementara Tek Hoat tidak banyak bicara. Bukan karena tidak berani menyela kekasihnya bicara, tetapi karena gurunya sudah beberapa tahun sebelumnya meninggal. Tetapi, sedikit banyak dia mengerti apa yang dibicarakan Ceng Liong, kekasihnya Giok Lian dan adiknya Mei Lan. Karena Kolomoto Ti Lou telah memberitahunya dan telah membuka pintu selebar-lebarnya baginya untuk mampu meningkat lebih jauh bersama dengan Kwi Beng, Kwi Song, Mei Lan dan Ceng Liong. Namun, lebih detail dia sulit berbicara.
Sementara itu, berbeda dengan pertemuan sebelumnya, Ceng Liong yang kaget dan terkejut dengan kemampuan yang terpancar kuat dari sorot mata Siangkoan Giok Lian telah berkata:
Lian moi, bolehkah engkau menahan seranganku ini ..... sambil berkata demikian Ceng Liong mengibaskan lengannya secara perlahan. Bersamaan dengan itu sejalur angin pukulan yang sama sekali tidak mengeluarkan suara telah dengan cepat mengarah ke Giok Lian. Dan seperti dugaan Ceng Liong, Giok Lian tidak menjadi gugup, tetapi dengan tenang dan penuh percaya diri telah mendorongkan lengannya menyambut pukulannya. Dan hasilnya, keduanya terkejut tetapi keduanya juga nampak tersenyum senang.
Luar biasa, engkau telah mampu membaurkan Bu Sing Sinkang (Tenaga Sakti Tiada Tara) aliran Budha dari Bhiksu Chundamani kedalam iweekang perguruanmu Lian moi, kionghi, kionghi. Engkau bahkan sudah berada setengah langkah di depan kawan-kawan lainnya dengan menguasai tahapan kedua dengan bantuan Bhiksu Chundamani yang sakti itu
Ach, semua berkat jasa suhu. Beliau bahkan mengajariku Sam Ciang Khay Thian Loan Te (Tiga Jurus Membuka Langit Mengacau Bumi), ilmu mujijat bermuatan kekuatan sihir ala Thian Tok. Beliau bekerja keras selama dua bulan terakhir sebelum selesai menciptakannya. Tetapi engkaupun sungguh luar biasa Liong ko, nampaknya meski aku telah maju sangat jauh, tetapi aku belum mampu menang melawanmu. Tangkisanku bagaikan tenggelam di dasar samudera luas
Ach, tingkatan kita tidaklah jauh berbeda Lian moi, sebagaimana juga Tek Hoat dan Lan moi. Hanya, kita masih harus bekerja keras agar sanggup menghadapi persoalan di depan yang nampak lebih rumit itu Ceng Liong tetap merendah, meski sejujurnya dia kaget dengan kemajuan Giok Lian yang demikian pesat itu. Dalam perkiraannya, Giok Lian nampaknya telah lebih dahulu menguasai tingkatan yang sejajar dengan tahapan kedua ilmu Kolomoto Ti Lou yang sedang diadaptasi oleh teman-teman lainnya. Dia tahu, Mei Lan, Tek Hoat, Kwi Beng dan Kwi Song sudah sangat dekat dengan penguasaan tahapan itu. Dengan Mei Lan ditaksirnya sebentar lagi akan segera menguasainya dengan baik.
Dengan kondisi Giok Lian dan Mei Lan seperti sekarang membuat Ceng Liong merasa lebih tenang untuk menghadapi gejolak dunia persilatan kedepan. Menghadapi Toh Ling yang masih akan menyempurnakan ilmu Bu-siang-te-im-hu-kut (pukulan dingin pembusuk tulang) maupun menghadapi Cit Sat Sin Ciang yang sudah makan korban Ciangbundjin Bu Tong Pay. Tetapi, ketika mengingat salah satu korban adalah CIANGBUNDJIN BU TONG PAY, tiba-tiba naluri Ceng Liong seperti bergetar. Bukan tidak mungkin sasaran lainnya adalah Pangcu Kaypang ataupun Ciangbundjin Siauw Lim Sie selain dirinya sendiri? Sontak diapun berpaling ke arah Tek Hoat dan bertanya:
Tek Hoat, kapan rombongan Kaypang meninggalkan Bu Tong Pay?
Tek Hoat yang kaget atas pertanyaan tiba-tiba dari Ceng Liong sudah dengan cepat menjawab pertanyaan tersebut:
Kurang lebih sudah setengah harian, karena mereka berangkat tadi pagi-pagi benar. Suheng memberitahuku ketika akan berangkat, dan jika tidak salah mereka telah berpamitan semalam, bukankah demikian Lan Moi? sambil melirik Mei Lan yang membenarkan sambil menganggukkan kepala.
Ada apa sebenarnya Liong ko? Mei Lan bertanya, mewakili kepenasaran yang sama dengan pertanyaan yang terkandung di benak Tek Hoat.
Jika disini Ciangbundjin Bu Tong Pay yang menjadi korban, bukan tidak mungkin Cit Sat Sin Ciang mengincar tokoh-tokoh utama dari 4 perguruan besar yang tercantum dalam daftar itu. Tek Hoat ...... kurasa ..... kurasa Ceng Liong tidak menyelesaikan kalimatnya. Tetapi kelanjutan kalimat itu sudah cukup jelas bagi semua mereka yang berada di dalam ruangan itu.
Benar, dugaanmu sangat mungkin. Dan jika benar dugaan tentang Cit Sat Sin Ciang, maka rombongan Kaypang dan Siauw Lim Sie berada dalam bahaya dugaan Tek Hiat tepat sekali.
Pendekar Kembar, Kwi Beng dan Kwi Song telah menyusul rombongan Siauw Lim Sie. Tek Hoat sebaiknya bersama Nona Giok Lian cepat menyusul rombongan Kaypang. Aku merasakan firasat yang kurang baik Ceng Liong menatap Tek Hoat dan Giok Lian bergantian, dan tak terasa baik Tek Hoat maupun Giok Lian menjadi seram sendiri melihat cahaya dan sinar mata Kiang Ceng Liong yang berubah menjadi begitu berwibawa itu. Belum lagi Tek Hoat dan Giok Lian memberi persetujuan, Ceng Liong telah berkata:
Sebaiknya kalian berdua cepat pergi, urusan nanti kita bicarakan belakangan
Tek Hoat dan Giok Lian saling berpandangan dan kemudian keduanya saling mengangguk. Sejenak kemudian kedua tubuh anak muda itu telah melesat pergi. Menyusul rombongan Kaypang.
(Bersambung)