oyeckpunkerz
Semprot Addict
- Daftar
- 6 Dec 2010
- Post
- 426
- Like diterima
- 2.383
Si Pemanah Gadis - Bab 18
Sementara itu, pertarungan dua tokoh tua juga terjadi di sebelah selatan, dekat dengan pintu gerbang Partai Naga Langit. Ki Gagak Surengpati sendiri sudah berjibaku dengan Maharsi Manikmaya. Pertarungan mereka justru berjalan lebih lambat daripada yang lainnya, tapi justru yang paling berbahaya dan paling menentukan hidup mati dua petarung tua ini.
Debb! Debb!
Desiran-desiran hawa sakti saling bentrok dan labrak hingga menimbulkan guncangan-guncangan dahsyat.
Derr ... derrr ... !!
Berkali-kali guncangan dahsyat terjadi, dan berkali-kali pula dua kakek itu kembali terseret ke belakang tiga-empat tombak jauhnya.
Keduanya berimbang!
“Tenaga dalammu boleh juga, Si Telapak Langit!” kata Ki Gagak Surengpati sambil menyusut darah di sudut bibirnya.
“Kau terlalu memuji, Ki Gagak Surengpati! Tenaga tuamu juga tidak kalah kuatnya,” kata halus Si Telapak Langit sedikit bergetar. “Namun bagaimana pun juga, kejahatan tidak akan menang melawan kebaikan, lebih baik kau segera bertobat! Ingat dengan usiamu yang sudah tidak lama lagi,” lanjut Maharsi Manikmaya berkotbah.
“Bah! Simpan saja kotbahmu di neraka, orang sial!” bentaknya sambil melontarkan jurus ‘Cakar Gagak Terkembang’ dari arah kiri dan kanan.
Dubb! Dubb!
Dua larik cahaya kuning dari jurus ‘Cakar Gagak Terkembang’ bila dihantamkan ke batu cadas akan hancur lumat seperti bubur, entah bagaimana jadinya jika mengenai tubuh manusia. Sulit sekali dibayangkan.
“Hemmm ... jurus keji!” gumam Si Telapak Langit sambil mendorongkan sepasang telapak tangan dari atas ke bawah dengan pelan.
Wutt!
Sebentuk cahaya pijar keemasan berbentuk perisai yang berasal dari jurus ‘Telapak Sakti Dewa Bertapa’ melindungi diri sang Maharsi dari Kuil Langit dari serangan maut yang dilancarkan Ki Gagak Surengpati lewat jurus ‘Cakar Gagak Terkembang’.
Klang! Claang!
Bukannya bunyi letupan seperti biasa, tapi nyaring bagai besi bertemu dengan baja. Rupanya saat melontarkan jurus bercahaya kuning, Ki Gagak Surengpati secara diam-diam melontarkan pula dua bola berduri yang beracun ganas menyertai jurus ‘Cakar Gagak Terkembang’. Untunglah jurus ‘Telapak Sakti Dewa Bertapa’ yang digunakan oleh Maharsi sakti dari Kuil Langit bukanlah sembarang jurus, selain bisa membalikkan arah serangan lawan, juga bisa melindungi pemiliknya dari serangan senjata gelap lawan.
Begitu mendapati serangannya berhasil dimentahkan lawan, Ki Gagak Surengpati tersentak.
“Gila! Senjata rahasiaku malah mental balik,” pikirnya sambil memutar cepat dua pasang tangannya di depan dada.
Srepp!
Dua bola berduri bagai dimasukkan ke dalam kantong saat menyentuh telapak tangan laki-laki cabul itu. Begitu berhasil ditangkap kembali, sambil memutar badan untuk menambah daya luncur lagi-lagi Ki Gagak Surengpati melemparkan bola berdurinya di sertai jurus ‘Cakar Gagak Terkembang’. Kali ini jumlahnya puluhan kali lipat dari serangan pertama dan larikan cahaya kuning juga semakin membesar.
Wutt! Wutt! Wutt!
Klang! Claang! Crangg! Trakk!
Kali ini, jurus ‘Telapak Sakti Dewa Bertapa’ harus bertahan dari serangan yang datang bagai hujan deras, bahkan Maharsi Manikmaya sampai-sampai menambah hawa tenaga dalam demi mempertahankan jurus saktinya. Puluhan kali serangan senjata gelap Ki Gagak Surengpati kandas dan mental balik ke pemiliknya, tapi berulang kali pula senjata maut itu bisa ditangkap dan digunakan kembali sebagai alat penyerang yang berbahaya.
Wutt! Wutt! Wutt!
Klang! Klang! Crangg! Trakk!
Setelah dihantam ratusan bahkan mungkin ribuan kali, jurus ‘Telapak Sakti Dewa Bertapa’ akhirnya jebol.
Krakk! Krakk!
Terdengar retakan disana-sini, dan pada akhirnya ...
Dhuaarr ... !!
Begitu hawa tenaga dalam yang menopang jurus ‘Telapak Sakti Dewa Bertapa’ berada di titik puncak kemampuan, Maharsi Manikmaya tidak menarik tenaga, tapi justru melanjutkan hawa jurus yang sudah terpancar dengan jurus baru, 'Telapak Sakti Dewa Menjungkirkan Langit'!
Blarrr ... jdarrr ... !!
Puluhan senjata rahasia bola berduri hancur berkeping-keping.
Meski berhasil menghancurkan jurus 'Cakar Gagak Terkembang', tak urung Maharsi Manikmaya harus menanggung akibat yang tidak sedikit. Tubuh Maharsi berilmu tinggi dari Kuil Langit terhumbalang ke belakang, berguling-guling di tanah hingga jubah pendeta miliknya kotor terkena debu.
Brakk!
Baru berhenti setelah menabrak sebatang pohon sebesar dua pelukan orang dewasa, itu pun pada akhirnya pohon itu juga ikut tumbang, berderak roboh di bagian tengah.
Brukkk ... !
Maharsi sakti segera bangkit dengan darah kental keluar dari mulut. Kali ini luka dalam yang diderita sang Maharsi Manikmaya terhitung parah. Terlebih lagi di lengan kiri tertancap satu buah bola berduri, meski hanya masuk setengah saja.
“Ya Dewa ... Ilmu Ki Gagak Surengpati benar-benar pilih tanding! Jika hari ini aku tidak mengenyahkan bibit angkara, aku tidak tahu bencana apa lagi yang akan diderita umat manusia,” kata hatinya sambil mengalirkan hawa murni ke seluruh tubuh, berusaha mengurangi rasa sakit dan rasa tertusuk-tusuk duri di dalam dada.
“Senjata gelapnya beracun cukup ganas.” pikirnya setelah ia mengetahui bahwa akibat jejak luka di lengan kiri mengeluarkan bau bangkai saat teraliri hawa murni.
Sedang kondisi Ki Gagak Surengpati tak kalah parahnya dengan Maharsi Manikmaya. Tubuhnya terkapar bersimbah darah dimana puluhan bola berduri hampir memenuhi seantero tubuh. Untunglah ia sebelumnya telah menelan penawar racun, sehingga terhindar dari kematian, namun efek dari adu tenaga dalam tetap di derita. Ki Gagak Surengpati dengan tertatih-tatih bangkit berdiri sambil menghentakkan tenaga sakti.
“Heaaa ... !!”
Plukk .... pluukk ... !
Bola-bola berduri terlepas dan berjatuhan dari tubuhnya. Memang yang namanya adu tenaga dalam akan mengakibatkan salah satu atau kedua-duanya bisa mengalami luka dalam yang acap kali merenggut nyawa. Sebenarnya hal ini diketahui betul oleh Ki Gagak Surengpati, tapi untuk menghadapi manusia sekelas tokoh dari Kuil Langit, mau tidak mau ia harus menggabungkan kekuatan hawa murni dengan senjata gelapnya. Andai cuma beradu jurus saja, bisa memakan waktu tiga hari tiga malam tanpa henti.
“Setan keparat! Minggat kemana nelayan tua itu?” kata hatinya sambil mengatur napas dalam-dalam. “Jika cuma mengandalkan Dewi Cabul Teratai Merah dan Gagak Setan Tangan Seribu, tak bakalan mungkin bisa melibas Partai Naga Langit. Menghadapi pendeta botak ini saja hanya berjalan seimbang. Lagi pula, murid-muridku sudah pada tergeletak mati. Benar-benar brengsek!”
Setelah melihat bahwa tidak ada kemenangan yang bisa diraih di Partai Naga Langit, Ki Gagak Surengpati berniat melarikan diri dari arena pertarungan.
Tentu saja niat licik tukang nujum itu diketahui oleh Maharsi Manikmaya.
“Apakah kau mau lari dari sini, sobat?” sindir Si Telapak Langit.
“Lari? Huh! Tidak ada kata 'lari' dalam hidupku! Aku hanya ingin memperpanjang sedikit saja umurmu agar kau bisa bertemu dengan teman-temanmu di Kuil Langit sana,” elak Ki Gagak Surengpati.
Bersamaan dengan itu, Gagak Setan Tangan Seribu mengalami nasib yang tidak kalah mengenaskan dengan gurunya.
Bahkan lebih buruk lagi!
Si Gagak Setan Tangan Seribu secara mendadak mendorongkan sepasang tangannya ketika tubuh besarnya hampir mengenai tanah hingga tubuhnya melentik di udara, ia bersalto ke belakang Dewa Kaki Kilat sambil mengeluarkan tendangan ke arah belakang kepala lewat jurus 'Kaki Seribu Mencabut Nyawa'!
Whutt!!
Dewa Kaki Kilat menundukkan kepala, kemudian bersalto ke depan sambil mengeluarkan jurus tendangan ke arah pangkal paha belakang lawan. Dalam gerak lambat sungguh tampak indah. Posisi kepala Dewa Kaki Kilat berada di bawah, sementara tumit kaki kanannya mengarah ke pangkal paha sebelah belakang lawan.
Wutt! Jduaaakkk ... !!
Jurus ’Tendangan Tumit Pemecah Batu’ Dewa Kaki Kilat masuk telak!
Si Gagak Setan Tangan Seribu bersalto ke belakang beberapa kali mengikuti daya tendangan Dewa Kaki Kilat untuk mengurangi akibat jurus ’Tendangan Tumit Pemecah Batu’.
Wutt!
Dewa Kaki Kilat sengaja tidak mengejar lawan, ia ingin melihat dampak tendangan yang barusan dihasilkan. Kaki kanan Gagak Setan Tangan Seribu yang terkena tendangan tampak meleset tulangnya, ia berdiri terseok-seok. Wajah jelek si mata satu kembali menyeringai menahan sakit, ia menarik nafas sebentar untuk mengurangi rasa ngilu akibat tulangnya meleset dari persendian.
“Kau tidak akan menang adu jurus tendangan denganku, Gagak Setan!” kata Si Dewa Kaki Kilat. “Cukuplah jika kakinya patah, setidaknya ia takkan bisa lagi menyerangku,” pikirnya.
“Brengsek, jurus tendangannya cepat juga,” gumam si Gagak Setan Tangan Seribu, “ ... terpaksa ilmu milik leluhur yang selama ini aku rahasiakan, harus kukeluarkan juga.”
Ia menarik napas sebentar mengatur tenaga, lalu menjejakkan kaki kanannya di udara sebentar, terdengar suara keras.
Kraaakkk!!
Kaki kanannya kembali normal seolah tak pernah terkena jurus ’Tendangan Tumit Pemecah Batu’ milik Si Dewa Kaki Kilat.
Ki Jliteng terhenyak kaget, “Itu ... jurus 'Sambung Tulang Dan Sendi' dari Aliran Pulau Hantu!”
Hampir tak mungkin rasanya, jika ilmu 'Sambung Tulang Dan Sendi' yang terkenal kehebatannya bisa menyambung segala jenis tulang patah dan remuk yang konon sudah punah, kini justru terpampang di depan mata. Ia menyaksikan sendiri kehebatan ilmu ini.
Dampak jurus ’Tendangan Tumit Pemecah Batu’ yang dilancarkannya tadi tidaklah main-main. Meski hanya sepertiga dari tenaga dalam yang dipergunakan, kalau mengenai orang biasa, pastilah kaki itu sudah patah total. Tetapi si Gagak Setan Tangan Seribu berhasil mengurangi dampak tendangan itu dengan cara mengikuti tenaga tendangan dan ia bersalto beberapa kali ke belakang tadi dan mengembalikan persendian dengan ilmu 'Sambung Tulang Dan Sendi'!