Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Rise Up

Status
Please reply by conversation.

Safwnes

Adik Semprot
Daftar
2 Dec 2018
Post
133
Like diterima
13
Lokasi
104° 1′ 0″ E (Bujur timur)
Bimabet
Haloo suhu.
Izinkan Nubie yang cupu ini ngepost coretan lainnya, ya dengan genre yang berbeda. Hehe. No darah2 pistol ama bacok2kan kok disini tenang ajah.
Untuk update tentunya gabisa tiap hari, tapi ga akan kelamaan juga kok. Ga lebih dari 10 hari lah. Palingan tiap minggu ada updatenya. Sama kayak cerita ane yang satunya lagi. ;)seperti biasa,semua hanya fiksi dan jika ada kesamaan nama, karakter, atau cerita, semata hanya kebetulan belaka.
langsung saja , cekidot.

Indeks

Prolog
Chapter 1

Chapter 2



Diklik aja link di atas ya, suhu​

 
Terakhir diubah:
PROLOG

Fadila Dwi Puspita
e8ace51070764494.jpg

Semua yang terjadi pada hidupku 3 tahun terakhir, bermula pada 2 hari setelah ulang tahun ke 20 ku, dengan cewe cantik berkacamata itu, disuatu senja di suatu kampus di Ibukota.

3 tahun lalu

"Lama amat sih kamu, Bri"

Gerutu Dila, saat Aku menghampiri nya di kantin kampus. Baju nya terlihat sedikit berantakan, muka nya juga lecek , mungkin karena kelelahan menunggu.

"Maaf, sayang, Tadi aku ada perlu, jadi terlambat menjemput kamu"

Aku langsung menghampirinya dan mengambil posisi duduk di hadapannya. Mataku langsung tertuju ke paras cantik nya, belum lagi kacamata yang di kenakannya, menambah kesan smart dan elegan pada dirinya yang sedang mengenakan kemeja dan celana jeans panjang, khas setelan anak kuliahan.

"Jadi, kamu mau omongin apa?" Kataku.

"Hm... Gajadi deh. Aku keburu cape nungguin kamu. Nanti aja di apart kita ngobrolnya. " Katanya sambil mengalihkan pandangannya kebawah, seperti menghindari tatapan mataku dan tangan kanannya masih sejak tadi mencoba merapikan rambutnya yang terlihat berantakan.

"Jadi penasaran"

"Udah deh, pulang yuk. Aku cape. Kuliah hari ini padat banget" katanya

"Oke deh sayang" kataku sembari bangkit dan menuju ke kasir kantin.

"Mau kemana? Gausah Bri, tadi sudah aku bayar kok teh es nya"

"Oh. Yaudah ayuk. Kamu udah makan? Cari makan yuk. Aku traktir kok."

"Udah, kok. Tadi udah makan bareng temen. Tumben kamu royal? "

Aku tak menjawab, hanya tersenyum sambil menghampiri nya dan mengulurkan tanganku pertanda mengajaknya beranjak dari kantin.

***

Febrian Saputra. 20 tahun saat itu. Aku anak seorang pengusaha sukses dan kaya. Yah, atau lebih tepatnya mantan pengusaha sukses. Disaat aku berumur 19 , badai menerpa perekonomian keluarga. Papa ku diberitakan melakukan tindakan memalukan dan kriminal dalam menjalankan bisnis nya, dan tuduhan tersebut terbukti dan bahkan terekspos ke media. Persidangan pun berlangsung, namun bukti yang sangat memberatkan terlebih partner bisnis nya pun juga tak satupun lepas dari tuduhan ini, karena memang papa ku lah nama terakhir yang selama ini lepas dari jeritan hukum karena terbilang 'licin'. Ketidak berdayaan tim penguasa hukum, ditambah perusahaan yang ambruk disertai hutang sangat besar, menyebabkan banyak aset yang terjual untuk menyelesaikannya. Belum lagi beberapa aset lain juga disita oleh pemerintah karena kasus lain yang menguak kemudian.

Badai belum berakhir, ketika tuntutan perceraian pun di layangkan oleh mama, yang bahkan saat perceraian itu ditemani oleh pemuda yang berusia tak jauh lebih tua dari ku, yang kemudian kuketahui adalah simpanannya selama ini.

Kedua kakak laki2 dan perempuanku pun tampak tidak begitu peduli dan sibuk dengan kehidupannya sendiri saat serentetan hal ini terjadi. Kakak laki2 ku sibuk dengan usaha sawit nya dan kakak perempuanku sibuk dengan usaha butik nya yang memang ternama.

Sedangkan aku? Aku tak punya apa-apa. Aku tak punya banyak keterampilan khusus ataupun pengalaman bisnis sejauh ini karena aku hanya menjadi anak yang di manja sebagai anak paling kecil dan paling dekat dengan papa. Kerjaanku hanya nongkrong dan party bersama teman-teman. Bahkan kuliahku berantakan tapi aku tak perduli. Toh, nanti setelah aku tamat kuliah pasti akan di buatkan perusahaan oleh papa, minimal di berikan sebagian saham perusahaannya, begitulah pikiran bodoh ku saat sebelum semua ini terjadi. Aku bahkan sama sekali tak mengkhawatirkan fakta bahwa kedua kakak ku bukanlah saudara kandung melainkan hanya saudara tiri, karena aku merupakan anak dari seorang wanita yang saat itu menjanda di tinggal mati suami saat bertemu kembali dengan cinta pertama nya yaitu papa ku, hingga hamil dan melahirkan ku dan kemudian meninggal karena kondisi tubuhnya yang lemah pasca melahirkan. Jadilah aku seorang anak tanpa ibu, yang sekaligus menjadi anak bungsu dan kesayangan papa, sebagai bentuk sayang papa terhadap almarhum mama ku. Bahkan hubungan ku dengan kedua kakakku tak pernah baik , tapi aku tak pernah memperdulikan itu karena memang aku lah yang menjadi anak kesayangannya selama ini.

Ketika kedua kakakku memulai bisnis mereka dengan modal papa, aku bahkan tak iri, toh memang itu hak mereka, dan aku pun tak pernah meminta modal ke papa karena aku saat itu masih terbuai untuk menikmati masa muda dan hidup berkecukupan. Sesuatu yang sangat kusesali hingga saat ini.

Semua borok dalam keluarga ku pun semakin terlihat ketika hampir tak ada satupun dari mereka yang terlihat bersedih saat papa dilanda kasus seperti ini. Mereka sibuk dengan dunia mereka sendiri, terlebih Mama tiriku memang mempunyai bisnis atas nama nya sendiri. Jadilah tak ada orang yang mengunjungi papa di lapas selain penguasa hukum dan aku, sebagai satu-satunya keluarga papa yang tampak terpukul.

Pada titik itulah aku menyadari diriku mulai berubah. Dibalik sifat nakal dan apatis ku, papa yang memang hanya keluagaku satu-satunya benar2 kusayangi dengan tulus. Bahkan aku tak sedikitpun mengkhawatirkan kondisi keuangan dan bisnis papa yang sedang diambang kehancuran, karena jauh di dalam hati ku, aku masih sosok yang tulus dalam menyayangi keluarga. Aku hanya ingin beliau sehat dan kuat untuk menghadapi semua ini. Bahkan aku tak memperdulikan benar atau tidaknya tuduhan di pengadilan karena apapun yang dilakukannya, bagaimanapun ekonomi kami nantinya, beliau tetap keluarga ku satu-satu nya. Satu-satunya orang di muka bumi yang memberikan kasih sayangnya yang tulus kepadaku, terlepas dari reputasi buruknya di luar yang ternyata termasuk pengusaha dengan tangan dingin dan mampu melibas apapun yang menghalangi tujuannya.

Tubuhku mati rasa saat vonis di pengadilan mengatakan Papa akan di penjara seumur hidup. Aku terguncang dan meraung sendirian di ruang pengadilan. Iya, sendirian. Karena tak ada satupun mama tiri serta kakak2ku disana, yang ada hanya tim kuasa hukum dan tatapan murka dari keluarga korban kepada papaku yang tatapan itu tak berubah puas sedikitpun karena mengharap hukuman mati yang tak dikabulkan sang hakim ketua.

Aku ingat saat terakhir ketika aku mengunjungi papa. Dengan wajah nya yang pucat pasi dan rambutnya yang awut2an, beliau berusaha tegar dan tersenyum saat berhadapan denganku yang menatap nya dengan sedih dan mata berkaca-kaca.

"Feb, anak papa. Maaf kan semua yang papa buat, dan maafkan papa yang tidak bisa menepati janji papa ke mama mu untuk membesarkan mu sebaik-baiknya dan memberimu kebahagiaan. Maaf papa telah gagal nak. Dan papa harap, kamu akan jadi Laki2 yang tegar dan mandiri mulai dari sekarang. Berhentilah foya-foya. Dan kamu mulai sekarang harus bisa menghidupi diri kamu sendiri nak. Kamu harus jadi orang hebat, dan lebih hebat dari papa nantinya. Dan satu harapan papa, kamu tidak jatuh ke lobang yang sama seperti yang papa lakukan. Feb, papa tau kamu yang lebih pintar dan cerdas dibanding kakak2 kamu. Tapi kamu terlalu banyak bersenang2 dan malas. Satu lagi, ingat nak. Apapun nantinya, jadilah orang yang jujur. Dan jadi pribadi yang dapat dipercaya orang, serta jangan khianati mereka yang percaya pada kamu. Dan ingat, jangan sekali-kali bertingkah kasar kepada wanita. Karena yang menyakiti wanita itu lebih hina dari penjahat terburuk. Papa sadar papa tak layak memberikan nasehat ini kepada mu nak, terlebih setelah apa yang papa lakukan selama ini. Jujur papa menyesal dan malu. Tapi semua penyesalan memang datang terakhir kan. Papa hanya berharap kamu mendengar nasehat papa ya nak. Agar kamu tak terjerumus ke lubang yang sama dan berakhir menjadi bajingan seperti papa."

Begitulah pesan dari papa ku saat aku menjenguknya terakhir kali. Pesan yang sampai detik ini selalu terngiang di benakku. Pesan yang menjadi pesan terakhirnya karena beliau di temukan meninggal bunuh diri di penjara keesokan hari nya.

Hati ku menangis. Batinku terpukul. Jelas aku hanya menjadi seperti sebatang kara saat ini setelah keluarga ku satu-satu nya meninggalkan ku. Saudara tiriku? Mereka bahkan tak menerimaku sejak pertama aku hadir di keluarga mereka.

***

"Kok kita ke parkiran motor bri?" Tanya Dila yang saat itu sedang terheran karena aku malah menuntunnya ke parkiran motor.

"Kenapa? Kamu malu naik motor? Hehe, yaudah deh gak apa-apa sayang. Kamu naik taksi aja ke apartment. Bentar aku order taxi dulu y sayang. " Kataku saat menyadari ekspresi ketidaknyamanannya saat itu.

"Iya, karena kayaknya mau hujan sebentar lagi. Aku naik taxi gakpapa kan? Btw, Mobil kamu mana, bri?"

"Aku titip."

"Di?"

"Dealer mobil bekas" kataku dengan santainya.

"Kamu jual?"

"He eh"

Dila hanya berdiam dan ekspresinya datar, tapi tampak hendak mengatakan sesuatu namun di tahannya.

"Kan kamu tau sayang, kondisi ku sekarang bagaimana."

"Iya kalau kamu bilang dari tadi kan aku gak perlu nunggu kamu ampe hampir sejam gini, bri. Dan gak seharusnya aku nolak ajakan temanku mau ngantarin aku pulang"

"Iya deh, maaf sayang. Aku juga gak kepikiran sih tadi, masa penyanyi pendatang baru seperti kamu yang lagi naik daun, pulang naik motor. Kan kasihan. Eh, ini taxi nya udah deket. Nanti kita ketemu di kosan ya. "

Aku mengecup keningnya dan ia hanya berlalu pergi sesaat kemudian, dengan gaya nya yang masih cemberut.

Sesampainya di apartment, aku memarkirkan motor dan menunggu nya di lobi. Tak lama berselang, ia pun tiba dan kami berdampingan menuju lift. Di dalam lift, ia hanya diam, tampak sedang memikirkan sesuatu.

"Ada apa sebenarnya sayang?"

"Nanti ya, bri. Kita cerita di kamar. Aku capek mau istirahat dulu. Entar malam, jam 8 mau singgah ke studio."

"Mau aku yang nyetirin yang?" Tawarku

"Gausah Bri-ku. Aku nyetir sendiri aja nanti."
Hm... Sekarang raut wajahnya kembali manis ketika dia tersenyum seperti biasa, walau aku tau ia menyembunyikan sesuatu.

"Oke deh. Jangan kecapekan ya nanti sakit"

"Kamu tuh yang jangan terlalu stres kayak gini, cakep nya luntur ntar, bri" katanya sambil mencubit pipiku.

TLINGGG

Pintu lift terbuka dan kami berjalan menuju kamar. Sesampainya di kamar, dengan santainya Ia melepas semua pakaiannya bahkan pakaian dalam nya di depanku. Tampak kulit indahnya yang mulus dan putih serta kedua buah payudaranya yang padat dan bulat indah seukuran 34C, dan belahan indah di pangkal paha nya yang tanpa berbulu. Damn, she always perfect to me.

"Heh, mata. Bri. Segitu nya banget sih ngeliatnya. Kayak ga pernah liat aja kamu mah"

"Hehe, kan namanya juga cowo" jawabku santai sambil berjalan mendekat.

"Heh mau ngapain? Nanti ah, aku keringatan sayang, mandi dulu ya. Abis mandi aja ya, janji deh. "

"Yahh, oke lah. Tapi tadi kamu bilang kamu capek kan sayang? Gapapa nih? "

"Yee kamu mah soksok nolak ih. Tadi aja udah kayak orang kelaparan gitu ngeliatnya. Iya gapapa kok. Tunggu bentar ya" katanya sambil tersenyum.
Sumpah itu senyum indah banget. Bener-bener senyum yang persis sama dengan senyum yang buat aku jatuh cinta pertama kali dengannya. Bedanya dikit doang, sekarang doi senyum sambil bugil. Otak jadi bingung mesti terpana apa konak jadinya.

"Kalau emang cape banget, yaudah, tiati mandinya" kataku karena masih salah tingkah dengan senyumnya.

"Mandi kok hati2 sih bri?" Dia pun bingung.

"Ya kan kamu capek sayang. Entar pas lagi showeran, kepleset trus jatuh. Atau mau sabunan, tapi tangan kamu terlalu lemah untuk sabunan. Mending sini deh aku mandiin, biar aman. Hehe"

"Yeee maunya. Dasar. Selalu aja punya 1001 alasan buat ngajak ML. Gak ah, ak mau mandi dulu. Kamu tunggu ya sayang, gak lama kok."

Dia kemudian berlalu dan masuk kamar mandi. Bahkan kamar mandi pun dikuncinya. Hm, tau banget dia kalau aku bakalan nyusul ke kamar mandi. Aku pun hanya berbaring dan santai di atas tempat tidur setelah berganti dengan pakaian yang lebih santai, kemeja pendek dan kaos oblong sambil memainkan hape menscroll halaman media sosial untuk membuang waktu. Chat? Kosong pastinya. Sejak tragedi yang menimpa papa, satu2 temanku pun menghilang. Aku pun yang sebatang kara kini berinisiatif untuk memulai usaha, yang jujur aku pun tak tahu apa nantinya. Hanya bermodal uang hasil penjualan mobil beberapa jam lalu sebagai harapan terakhirku. Kuliah? Baru saja 2 bulan lalu aku d DO, yah akupun nyesel kenapa dulu aku ambil jurusan kedokteran yang jelas2 susah dan mesti serius , sedangkan aku hanya bermain2 dan kerap bolos. Sedangkan kedua kakakku mengambil jurusan ekonomi dulunya sebagai bekal untuk berbisnis. Mungkin, itu semua faktor sisi keprihatinanku yang dulu waktu kecil bercita-cita menjadi penyelamat agar seorang anak tak kehilangan kasih sayang ibunya. Miris? Iya pake banget. Tapi mau gimana lagi, toh itu semua memang salahku karena tak menganggap serius kuliah dan asik sama teman. Walaupun kenakalanku masih tidak sampai menyentuh barang haram, namun bukan sekali dua kali aku pulang ke tempat Dila dalam keadaan mabuk berat.

Hampir tiga puluh menit berselang dan Dila masih saja belum keluar dari kamar mandi sampai akhirnya suara guyuran air berhenti dan pintu kamar mandi terbuka.

"Memang yah, cewe kalau bilang bentar itu, bentar nya cewe beda. " Kataku

"Hehe, bagi ku bentar kok. Maap ya nunggu lama. Setidaknya kan ga selama aku nunggu di kantin tadi, bri"

"Ooo jadi ceritanya balas dendam nih?"

"Hehe gaenak kan? Rasain. Makanya jangan buat wanita menunggu terlalu lama sayang"
Katanya. Entah kenapa , Ia seperti menyembunyikan sesuatu dibalik kata-katanya tadi.

"Jadi, kamu mau aku pakai baju apa nih? " Katanya sambil duduk di meja rias dan mengeringkan rambutnya.

"Gausah pake aja, kan bentar lagi juga polosan" jawabku dengan santai. "

Dia berbalik badan dan tersenyum.

"Segitu udah gak tahannya ya bri? "

Dengan tubuh yang masih berhanduk, dia berjalan ke tempat tidur kemudian duduk menghadapku, dan menghempaskan tubuhnya di pangkuanku.

Aroma nya, hmm, harum banget, pokoknya. Dia tersenyum manis, kemudian mencium pipi ku.

"Malam ini aku milik kamu sayang"
"Kan tiap hari kamu milik aku. Trus entar malam katanya musti ke studio" kataku iseng.

"Ihhh,, kamu nih ngerusak suasana deh"
Ujarnya dengan ekspresi cemberut yang lucu, kemudian mencubit pinggangku.

"Auww sakit neng"

"Biarin"

"Kalau fans kamu tau kalau kamu ngambek serem, bakal bubar fans kamu"

"Bodo. "

Balasnya masih dengan gaya cemberutnya yang ngegemesin dan masih duduk di pangkuanku.
Melihat tingkahnya, aku bukan merayu nya, malah mencubit kedua pipi kanan dan kirinya dengan kedua tanganku.

Biasanya sih, kalau pipinya kucubit seperti itu , dia akan makin ngambek, namun saat itu, dia hanya terdiam sesaat kemudian matanya sedikit berkaca-kaca, dan...

CUPPPP

Ia mengecupku. Lembut. Bibir tipisnya dengan lembut melumat bibir atasku. Tak perlu waktu lama, aku pun membalas lumatan itu. Ku lumat bibir bawah nya dengan lembut juga. Karena ada kode tak tertulis dalam pergumulan kami, jika dimulai dengan ciuman lembut, maka kami akan bermain lembut dan penuh perasaan dan tatapan cinta, namun bila ciuman itu sangat agresif dan menggebu, artinya, lets do this rough!

Dila masih betah melumat bibirku dengan lenbut, hingga akhirnya aku berinisiatif untuk secara perlahan memasukkan lidah ku ke dalam mulutnya. Lidahku berputar didalam rongga nya, sebelum dihisap nya dengan lembut lidahku dan tangannya mengelus punggungku. Ketika kurasakan nafasnya mulai tersengal, kulepaskan ciuman ku di bibirnya, mengecup keningnya sesaat dan dibalasnya dengan senyuman indah, sebelum ciumanku kembali turun menuju lehernya.

Kucium mesra lehernya yang wangi semerbak sambil tanganku mulai membuka lilitan handuk dan meremas dada kanannya dengan lembut dengan tangan kiri ku. Kudengar nafasnya mulai memburu dan kepalanya menengadah keatas saat ciuman di lehernya kuubah menjadi jilatan.

Dengan perlahan, ku turunkan cumbuanku ke dada kirinya, mencium dan menjilati lingkaran payudaranya yang bulat indah itu. Dan tangan kiriku mulai menyentuh puting kanannya

'Sssssshhhhhhh'

Dia mendesah menahan gejolak birahi yang mulai melandanya. Dan tubuhnya mulai bergetar ketika akhirnya puting kirinya di sentuh oleh mulutku.

'uuuhhhh'

Desahan tadi pun berubah menjadi lenguhan disertai tangannya yang mulai menekan-nekan kepalaku tanda tak inginkanku untuk melepaskan kuluman itu.

Aksi ku di puting kirinya, kuubah menjadi gerakan lidah yang berputar , merangsang putingnya yang mulai mengeras dan tubuhnya mulai meliak-liuk menggesek kemaluanku yang masih tertutup celana pendek dibawah sana.

Gemas akan tingkahnya, aku hisap puting kirinya sekuat tenaga sambil kupelintir puting kanannya dengan tanganku. Sontak tubuhnya bergetar dan melenguh

"Ooohhhhhh"

Dan yap, celana pendekku basah. Pentilnya memang sangat sensitif, tak jarang aku membuatnya mencapai orgasm bahkan tanpa menyentuh vaginanya, apalagi ketika saat ini vaginanya tergesek oleh kemaluanku yang masih di balik celana.

'hhhhaaahhh,,,,,hahhhhh'

Nafasnya memburu. Orgasme nya akibat rangsangan di puting memang tak terlalu dahsyat dibandingkan orgasme nya karena rangsangan yang lain, dan berlangsung cukup sebentar, namun nafasnya masih tersengal. Dengan perlahan, ku rebahkan tubuhnya sehingga Ia terlentang dan dengan lembut, ku cium bagian bawah payudaranya, hingga turun ke pusar dan tiba di pangkal pahanya yang indah tanpa bulu. Tercium aroma kewanitaan yang bercampur dengan aroma sabun khas kewanitaan saat ku kecup mesra klitoris nya.

'uuhhh..' tubuhnya menggelinjang.
"masih geli sayang, tapi gapapa lanjut aja"katanya dengan tatapan sayu.
Aku pun mengecup klitorisnya beberapa kali hingga akhirnya lidahku beraksi menyapu setiap bagian dari kewanitaan nya itu. Tak memberinya jeda, tanganku meraih kedua payudara dan menambahkan rangsangan berupa remasan dan pilinan pada putingnya. Tak butuh waktu lama, lenguhan dan desahannya semakin deras, hingga pinggul nya mulai terangkat dan aku pun memfokuskan untuk menghisap klitoris nya sekuat tenaga sambil meremas dan sela jari ku menghimpit putingnya.

"hahh. Hahhh... Udd..dahhh. Ssayyyg..aaanngg. ka...hhhssssihhhh...aaa...hhh kkhhuu. ... Nafass...."

Aku pun bangkit dan mencium bibirnya dengan mesra, tak kulumat. Hanya kukecup mesra. Karena aku tau , Ia sangat menyukai perlakuan mesra ku seperti ini. Ketika kulepaskan kecupan itu. Ia memandangku dengan sayu. Dan tersenyum.

"Kamu curang ,bri. Selalu kaya gini. Belum pakai jagoan kamu aja aku udah nyampe 2 kali, apalagi kalau kamu tambahin tangan, pasti ga kehitung berkali-kali aku keluar bahkan ampe nyemprot kenceng. " Katanya dengan nada ngambek dan manja yang terdengar makin menggemaskan olehku.

"Yee, kamu mah, dibikin enak malah protes. " Kataku sambil mencubit hidungnya.

"Kamu mah sering bikin aku lemes ampe gabisa jalan. Apalagi kalau ampe nyemprot, aku berdiri juga susah, bri"
Nadanya mengeluh, tapi aku tau Ia sangat menikmati itu semua.

Aku mengecup kening nya kemudian mengecup bibirnya kembali sambil rebahan di atasnya.

"Love you cewe manja dan pengambek...CUP" sambil mengecup bibirnya kembali.

Ia memalingkan wajahnya tak menatapku dan menatap kearah sesuatu yang mengeras di celana dalam ku yang kini menimpa selangkangannya.

"Sini aku bukain sayang" katanya, dan kemudian dengan mudahnya Ia peloroti celana pendekku dan aku melepaskan kaos oblongku hingga kami berdua dalam keadaan tanpa busana sama sekali.

Jemari lentiknya langsung meremas lembut dan mengocok batang kejantananku sambil menggigit bibir bawahnya karena gemas.

"Udah keras maksimal dari tadi yah bri?"
"Iyalah, sejak kamu belum mandi tadi udah mulai bangun tidur dia."
"Hihihi"
"Aku masukkan y sayang"

Dia hanya tersenyum dan mendorong tubuhku.
"Bangun dulu, bri"
"Kamu mau ngapain?" Tanyaku keheranan.
"Hihi udah diem aja bri, jangan kayak wartawan ya nanya mulu" katanya sambil Ia juga bangkit dan memeletkan lidahnya di hadapanku.
Didorongnya tubuh ku dan kepala nya turun kebawah menuju batang kejantananku sambil tangannya tak terlepas sedikitpun dari mengocok pelan penisku.

CLUP

Di kecup nya penisku dengan lembut kemudian melirik ke padaku.

Aku hampir tak percaya. Setelah 3 tahun pacaran dan 2,5 tahun lalu dia melepaskan keperawanannya padaku, hingga walaupun saat kami bermain cukup kasar, Ia enggan untuk mengoral penis ku karena memang Ia tak nyaman melakukannya. Dan ini pertama kali ia melakukannya.

Dijilat-jilatnya disekitar kepala penisku dan kemudian Ia berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Tampak Ia masih kikuk dan bingung saat melakukannya.

"Pelan2 saja sayang. " Kataku sambil tersenyum dan mengelus pelan ubun-ubun kepalanya.

Seluruh bagian kepala penisku masuk dan di emutnya didalam mulutnya. Kemudian Ia mencoba memasukkan lebih lagi namun Ia tak mampu. Dan jujur, ngilu sekali rasanya saat seringkali kepala penisku mengenai gigi nya.

"Sudah sayang, tidak usah. Tidak apa kok. Aku tau kamu ga nyaman"

Dilepas nya kulumannya di penisku dan ditatap nya mataku dalam2.

"Maaf ya sayang. Aku emang gabisa" katanya dengan nada lirih.

Kuelus pipinya dengan jemariku dan kukecup keningnya.

" Kan aku ga minta karena aku tau kamu ga nyaman sayang. Kok kamu jadi melow gini sih, la?"

"Aku cuma mau kamu tau kalau aku sayang sama kamu, Bri"

"Iyaa, kan aku udah tau sejak lama, La. Yuk lanjut."

Ia menganggukkan kepalanya.

"Aku diatas dulu ya bri. Abis itu giliran kamu sepuasnya kamu sayang" katanya dengan suara yang merdu. Kemudian kembali Ia kecup bibirku dan tersenyum.

Kutuntun tubuhnya untuk duduk di pangkuanku dan tangannya langsung menggenggam penisku. Diturunkannya perlahan hingga masuk membelah vagina nya yang entah bagaimana masih sempit walau sudah berkali-kali kami melakukan hubungan ini. Terlebih ukuran diameter penisku juga diatas rata-rata.

"Uuuuhhhhhh"

Ia melenguh dan matanya terpejam menikmati setiap rangsangan yang di terimanya dari hasil gesekan penisku di liang vaginanya. Tak beberapa lama berselang, ia mulai menaik turunkan pinggulnya sambil manggigit bibirnya dan matanya masih terpejam. Nafasnya mulai beradu saat ritme gerakannya mulai mengencang.

Bagian depan tubuhnya yang terekspos memudahkanku untuk mengeksplorasi titik sensitif yang menambah kenikmatannya. Leher, telinga, bahkan puting nya kucium kujilati dan kugigit kecil.

Goyangannya mulai tak beraturan , dan aku pun menambah sensasi nya dengan menggerakkan pinggulku dari bawah.

"Aaahhhhhh,,, jangann,,,, ahhhh, sayangghhhh,, nanti...akkkhhhuuu... Cepethhh smpai....nyahhhhh"

Dan benar saja, karena rangsangan tambahanku di putingnya dan gerakkan pinggulku, tak sampai 5 menit, tubuhnya mulai bergetar kembali dan di dekapnya erat kepalaku yang masih mengemut putingnya.

"AHHHHHHHHRGGKKKKh..."
Desahannya berubah jeritan panjang saat tubuhnya bergetar,dadanya membusung dan gelombang orgasme dahsyat melandanya.
Kurasakan penisku disemprot hangat didalam sana.

Tubuhnya rebah padaku. Nafasnya masih kencang dan memburu. Kubiarkan Ia istirahat sejenak. Kulihat tatapannya sungguh sayu. Dengan seringai kepuasan di wajahnya.

Kepalaku kini mengecup keningnya dan memeluknya dan tangan kananku mengelus belakang kepala nya untuk membuatnya merasakan kenyamanan.

"Kamuu... Jahat. Bri. Aku ampe nyemprot tadi. Susah jalan nanti jadinya"

"Hehe maaf neng, tapi puas kan?"

"Ih apaansih" jawabnya dengan manja.

"Nanti Bri antar aja ya pake mobil kamu"

"Gausah sayang, gapapa. Lanjut yuk. Kamu belum keluar nih. Kasian kamu tanggung. "

"Gapapa sayang. Gatega liat kamu lemes gini. Kan sejam lagi kamu ke studio. " Aku gatega melihatnya lemas seperti itu. Walaupun hasratku gak tuntas, tetap saja rasa sayang ku mengalahkan semuanya.

"Gapapa sayang, kasian lihay kamu tanggung. Yuk buruan, jangan ditahan ya. Keluarin didalem aja. Aku gak lagi subur kok"

Walaupun hati ga tega, tapi yah karena dia juga mempersilahkan,toh dinikmatin aja. Aku berinisiatif untuk menghajarnya dari belakang karena aku memang lebih bisa cepat sampai kalau dari posisi itu. Namun Ia melarangnya.

"Dari depan aja ,Bri. Aku mau lihat kamu" kata nya dengan tersenyum.

Dengan perlahan, ku mulai gerakan pinggul ku menghentak-hentak vaginanya hingga dasar rahimnya, ku pompa dengan tempo yang lambat dan kemudian ku naikkan hingga tempo maksimal. Tak ada pengaturan tempo dan ritme khusus.

Fokusku hanya meraih kenikmatanku sendiri. Aku bahkan tak menahan sama sekali. Karena aku tau ia terlalu lemas saat ini. Ingin kutuntaskan secepatnya permainan ini karena aku tak tega melihatnya yang saat ini hanya mendesah pelan berupa gumaman karena tenaganya yang habis.

'PLOK PLOK PLOK'

Ku goyangkan kencang pinggulku , penisku kutarik hingga menyisakan hanya kepala nya didalam dan kuhujam dengan kencang. Aku masih sulit mencapai puncakku. Hingga akhirnya terasa jepitan vaginanya yang sempit itu pun semakin menjadi mencengkram penisku dan kembali penisku disiram cairan hangat, dan aku merasakan klimaks ku sudah dekat dan ku pacu hentakan pinggul ku sedemikian rupa hingga penis ku terasa berdenyut. Dan

Croottt crottt crottttt crottt crottt crt crt

Aku pun sampai pada klimaksku saat ku hujamkan dalam-dalam penisku tadi. Badanku sedikit bergetar.

Saat ku masih menikmati puncak kenikmatan itu. Dengan sisa tenaganya , Dila meraih kepala ku dan mengecupku lembut.

"Makasih ya Bri."
Kemudian Ia tersenyum.

Aku membalas senyumannya. Kemudian bangkit duduk kembali namun masih belum melepaskan penisku.

Dia mengulurkan kedua tangannya, memintaku untuk memapahnya bangkit, dan aku pun mengangkat tubuhnya, hingga kembali Ia duduk di pangkuanku. Dipeluknya erat tubuhku. Erat. Sangat. Aku pun membalas pelukan itu dengan juga mengelus belakang kepalanya , yang sedang tersandar di dada kananku yang bidang.

"Makasih ya Bri"
Kembali dia berucap. Namun, suaranya terdengar lirih.

"Ia sayang. Kamu kenapa, La? " Saat ku menyadari ada sesuatu dibalik suara lirihnya.

Kemudian tanpa kusangka, tubuhnya bergetar dan berguncang dalam dekapanku dan isakan tangisnya mulai terdengar. Dadaku merasakan basah. Apa ini air mata?

Heran karena tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Aku pun hanya mengusap lembut kepalanya dan bertanya

"Ada apa La??? Kamu kenapa nangis?"

Ia hanya semakin menangis kencang tanpa menjawab. Kubiarkan Ia menangis hingga selesai sebelum aku akan bertanya lagi nantinya.

Hingga akhirnya, tangisannya tadi pun semakin pelan, berubah menjadi isakan-isakan. Namun Ia masih mendekap tubuhku erat tanpa sekalipun mengendurkannya. Hingga suatu saat tangisannya bener2 berhenti dan Ia hendak bangkit dari pangkuanku dan melepaskan penis yang sejak tadi masih ada dalam Vaginanya.

"Kamu sudah tenang sayang? Cerita ya" kataku saat Ia kini sudah duduk di depanku.

"Bri.... "

Katanya sambil masih sedikit terisak dan suara merdunya terdengar serak. Walaupun nafasnya sudah kembali normal. Ia menatap ke bawah, kearah pangkuan pahanya sambil kedua tangannya bertumpu dan menyatu di tengah kedua pahanya.

"Iya sayang?" Tanyaku

"Kita....
Hiks...
Kita...

Kita udahan ya Bri"
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd