Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Perjuanganku Menaklukkan Ketakutan

CHAPTER XXXVII: TERIMA KASIH PUTRI

Tak seperti biasanya, aku kembali ke Jakarta tak ada Dita yang mengantarku sampai depan peron stasiun Lempuyangan. Mataku masih sembab, masih ada sisa kepedihan dan kenyataan yang harus diterima dengan lapang dada.

Mau tak mau aku harus menerima semuanya. Ini adalah konsekuensi dari ketidakjelasanku dalam menentukan arah masa depan.

Yang ada di pikiran ya ini salahku.

Sepanjang perjalanan kembali ke Jakarta pun aku hanya terdiam, melamun, memikirkan apakah aku harus mencabut semua keputusanku kemarin, dan aku kembali menjalin hubungan dengan Dita. Namun jika begitu, aku yang jahat kepadanya. Seorang wanita pasti butuh jawaban yang jelas.

Aku harap dua atau tiga tahun lagi masih ada kesempatan buatku untuk meminang Dita.

---------------------
Sesampainya di Jakarta, seperti biasa aku turun di Pasar Senen dan melanjutkan perjalanan ke kosan naik angkot.

Esok nya, aku menjalani hari-hari seperti biasanya. Berangkat kerja, lalu pulang sore harinya. Malam tidur, bangun esok harinya untuk bekerja kembali.
Begitulah seterusnya.

Hubungan ku dengan teman-temanku juga berjalan seperti biasa. Aku mulai mengalihkan kesedihanku dengan mendekati wanita lain. Ada satu orang wanita bernama Lina, dia adalah teman dulu waktu pertama kali masuk orientasi.

Sayangnya kami berbeda unit. Aku mencari kontaknya melalui Facebook yang berisi grup angkatan. Tuker-tukeran nomor pun terjadi.

Lina ini lebih tua dua tahun dariku, perawakannya kecil mungil, rambut lulus sebahu, dan wajahnya manis. Orang pasti tak akan mengira bahwa dia lebih tua dariku.

Sementara itu, hubungan ku dengan Putri dan Sari tetap berjalan seperti biasanya. Mereka memang dekat denganku. Namun untuk lebih jauh sepertinya tidak, mengingat keduanya adalah sahabat dan banyak teman kantor yang juga mengejar mereka.

Jika aku mendekati salah satunya secara terang-terangan pasti ada konflik antar sahabat. Dan pastinya akan terjadi kericuhan di kantor.

---------------
Pada suatu malam sepulang kerja, aku santai di balkon, sambil memainkan gitar akustik.

Jam 8 malam, sehabis Salat Isya, hp ku berbunyi. Ada pesan dari Dita yang tiba-tiba mengagetkanku.

Sudah dua minggu aku tak menghubunginya sama sekali. Karena dia yang ingin menghilang dan tak menghubungiku. Terakhir aku berhubungan ya waktu aku pamit mau kembali ke Jakarta.

Itu pun tak ada balasan sama sekali. Aku pikir sudahlah mungkin memang dia mau bener-bener putus hubungan dengan ku. Bahkan facebook pun aku diblock.

Perlahan ku angkat handphone dan ku buka pesan dari Dita.

"Alan, aku mau lamaran besok. Yosa mau melamarku." Pesan singkatnya.

Hatiku bergetar, jantungku mau copot rasanya. Belum ada sebulan, dia sudah mau dilamar oleh orang yang dulu diceritakannya sebagai mantan yang dibencinya.

Tak berselang lama, aku langsng menelpon Dita.

“Kok bisa secepat itu? Aku masih sayang sama kamu Dita. Aku janji nanti kita bakalan menikah tapi tidak untuk saat ini. Kita baru putus dua minggu lalu Dita. Kenapa secepat ini” ucapku.

“Waktu kamu sudah habis, aku tak bisa menunggu lebih lama lagi. Maaf.” Pungkas Dita mengakhiri percakapan kita.


Sambungan telepon pun diputus. Tak kudangka, mantan yang diceritakannya dulu menepati janjinya untuk melamar Dita.

Aku ingat betul waktu wisuda ada sosok Yosa yang datang. Memang dia lebih dekat dengan keluarganya. Namun dari mulut Dita aku tahu bahwa Yosa tak ubahnya hanya seorang mantan. Mereka putus karena LDR.

Ingin rasanya, hadir sebelum detik-detik lamaran, membubarkan rombongan, atau datang lalu berteriak bahwa aku yang akan melamarnya.

Tapi aku sadar itu hanya ada di cerita fiksi atau sinetron semata. Tak mungkin ku lakukan. Karena memang aku yang tak punya nyali.


Apalagi kerjaan kantor yang lagi banyak, membuatku untuk berpikir dua kali jika nekat melakukan itu. Bisa hancur karirku.

Belum tentu juga kenekatanku akan berhasil mengubah pikiran Dita dan keluarganya.

Bisa jadi aku malah akan kelihangan keduanya, antara karir dan asmara.

Aku hanya bisa berpura-pura kuat dan membalas pesannya dengan pesan semoga semuanya lancar dan meminta maaf atas semua kesalahanku di masa lalu.

Aku menangis, air mata jatuh berderai.

Semalaman, aku pun tak bisa tidur. Banyak pikiran yang berkecamuk di otak ini.

Bahkan kerjaan yang seharusnya ku kerjakan pun terbengkalai. Padahal esoknya harus ada meeting. Aku yang diminta bos untuk menyiapkan bahan. Aku cuman bisa pasrah kalau nanti bakalan dimarahin.

Semuanya kacau...

Aku berusaha menghubungi semua teman-teman yang ada di Jogja apakah kabar itu benar adanya.

Dan mereka kompak mengatakan iya benar. Bahkan Dayu teman dekatnya pun meyakinkanku untuk mengikhlaskannya saja.

Tak ada yang harus ditahan, dan memang takdir berkata aku dan Dita harus berpisah.

Ali, sahabat dekatku juga berkata demikian, aku harus kuat. Tak perlu dirisaukan dan diratapi. Masih banyak rencana Tuhan yang akan lebih indah kedepannya. Yakin saja.

Di kantor pun banyak diam. Bahan rapat semalam aku kerjakan seadanya. Itupun ku kukerjakan sesudah subuh.

Jam istirahat tiba, aku dan teman-teman seangkatan pun seeperti biasanya berkumpul makan bersama di kantin.

Aku melihat Putri tiba-tiba mendekatiku.

“Ada apa lan, kok beda hari ini.” Tanya putri

Kami berdua memang sering berhubungan soal kerjaan, dia melihatku saat meeting tadi. Si Putri meliput kegiatan rapat kami untuk diunggah di website kantor.

Mungkin dia tahu ada yang berbeda dari kebiasaanku sebelumnya.

“Ngga ada apa-apa. Nanti saja ku ceritain.” Balasku sambil tersenyum, lalu meneruskan makan siangku.

“Oke,,, nanti ya cerita..” Jawab Putri.

Kami memang sering saling curhat satu sama lain. Sampai-sampai Erik cemburu kepadaku. Tapi ya namanya hanya teman aku cuek saja.

Sepulang kerja Putri pun mampir ke kosanku.

Aku kaget, karena sebelumnya gak ada janjia apapun untuk mampir.

Kupersilakan saja masuk ke kosan, kita ngobrol di balkon tempat biasa ku menghabiskan waktu.

“Gimana, tadi katanya mau cerita. Ada apa sih?” Tanya Putri.

Sambil meletakkan tas di kursi balkon, Kami berbincang sambil bersandar pagar balon, menghadap ke depan, melihat lalu lalang jalanan sore.

“Aku habis putus, dan mantanku lamaran hari ini.” Jawabku, dengan mata berkaca-kaca.

Air mata kutahan untuk tidak mengalir. Berpura-pura kuat.

Gengsi sebagai pria lebih besar untuk tidak meneteskan air mata di hadapan seorang wanita.

Putri terdiam, dia tak merespon apapun.

Dia kemudian memandangku, matanya berkaca-kaca. Tangannya meraih pundakku, dan memelukku erat.

“Yang kuat ya Alan, aku pernah merasakannya.” Ucapnya sambil terus memelukku.

Beberapa menit kemudian dia berkata

“Dulu aku pernah juga ditinggal menikah sama mantan.”

“Setelahnya aku stres, ku lampiaskan dengan dugem, mabok, kenalan dengan cowok-cowok brengsek dan akhirnya kecelakaan yang mengakibatkan aku hamil di luar nikah.”

Tak terasa ternyata tetes air matanya jatuh di bahuku.

Begitupun aku, air mata yang tertahan pun tak kuasa untuk jatuh, menetesi pipi dan bahunya.

Kami berdua berpelukan erat, saling menguatkan. Perbincangan kami pun seputaran asmara yang berliku. Saling menguatkan satu sama lain.

Obrolan soal percintaan pun diselingi canda tawa. Sehingga kami lupa bahwa beberapa menit sebelumnya kami berurai air mata.

Lega rasanya setelah ada orang yang mau mendengarkan curhatan kita. Aku dan Putri pun berbincang santai setelahnya. Melupakan kepedihan yang kita alami.

“Alan, kamu itu orang baik. Ndak usah bersedih lagi. Jodoh pasti akan datang menghampirimu.” Ucap Dita menguatkanku.

“iya, terima kasih ya, kamu juga yang kuat ya.. salam buat anak kamu di rumah. Hati-hati pulangnya.” Balasku kepadanya.

Saat itu memang sudah agak larut, waktunya kami berpisah.

Bersambung...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd