Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Paijo dan Cak Toyib

Status
Please reply by conversation.
Update...
Mohon maaf jika ada kekurangan.

###
Esoknya saya tidak menemukan cak Toyib di kantor. Biasanya kalau tidak muncul gini, dia lagi meringkuk di rumahnya, entah karena sakit atau malas keluar rumah. Dengan terpaksa saya ngopi sendirian, sembari menunggu panggilan untuk narik.

Di saat itulah muncul Anton, dengan gayanya seperti biasa. Membuat saya teringat kejadian kemarin, entah bagaimana cak Toyib menemukan dia dan darimana dia pergi.

"Eh si jomblo lagi sendirian. Cak Toyib mana?" ujarnya sembari menengok sekeliling.

"Nggak ada, lagi sakit mungkin" balasku sekenanya, saya memang benar-benar tidak tahu dia ada di mana.

"Eh, bro. Ntar malem mau ikut nggak?" bisiknya pelan.

"Mau ke mana emang?" tanyaku basa-basi.

"Clubbing, bro. Tenang, aku yang bayarin semuanya" sahutnya sebelum bercerita panjang lebar mengenai kekuatannya dalam menenggak minuman beralkohol. Entah apa aja yang sudah dia bicarakan, saya tidak terlalu tertarik mendengarnya.

"Oke, ntar kabari lagi aja" balasku untuk mengakhiri bualannya. Untung saat itu ada panggilan narik, jadi saya ada alasan untuk menghindari lelaki itu.

Sebenarnya saya tidak terlalu percaya dengan ajakan Anton, karena biasanya dia hanya membual saja. Tetapi kali ini ternyata dia tidak main-main, malamnya dia menjemput saya di kos dengan mobil andalannya. Membawa saya ke salah satu diskotik di kota itu.

Karena saya kurang tertarik dengan dansa, saya hanya duduk di dekat bartender, meminum apapun yang dipesankan oleh Anton. Sementara dia terlihat asyik menari kesana kemari, sembari meminum berbagai macam isi gelas yang melewatinya. Saya tidak mengira ternyata Anton tidak membual kali ini, kuat juga dia minum begitu banyak minuman. Sementara saya dari tadi belum menghabiskan segelas minuman entah apa itu.

Tapi dugaan saya salah, beberapa jam kemudian, Anton terlihat teler, dengan terpaksa saya menyeretnya pulang, tentunya setelah mengambil dompetnya untuk membayar pesanan kita tadi. Karena saya tidak bisa menyetir mobil, maka mobil Anton saya tinggalkan di tempat parkir. Taksi online yang datang menjemput kita dan mengantarkan ke rumah Anton.

Susi tentu saja terkejut melihat kedatangan kita berdua, apalagi suaminya itu sudah sempoyongan dan bergelayutan di pundakku. Tanpa banyak omong, Susi mempersilakan masuk dan saya merebahkan Anton di dalam kamarnya. Setelah itu saya merebahkan diri sejenak di sofa ruang tengah, sementara Susi ke dapur untuk mengambilkan minuman.

"Minum dulu, Jo" Susi menyerahkan segelas air putih yang segera saya minum sampai habis. Keringat bercucuran di badan saya karena ternyata cukup berat juga membopong tubuh Anton tadi.
"Makasih, mbak" balasku setelah menghabiskan segelas air.

"Mau lagi?"

"Udah, cukup mbak" potongku ketika Susi hendak mengambil air lagi. Akhirnya dia kembali duduk di sofa sebelahku. Suasana hening beberapa saat, hanya ada suara nafasku yang terengah-engah.

"Dari diskotik ya?" tanya Susi menyelidik.

"Iya, mbak. Baru pertama ini saya ke sana" balasku jujur, percuma juga berbohong dalam kondisi seperti ini.

"Loh, kok nggak mabuk juga?" tanyanya lagi sedikit mengejutkanku.

"Ya soalnya saya cuma minum segelas, mbak" lagi-lagi saya balas dengan jujur. Tak kusangka wanita itu malah tertawa.

"Cupu ah, masa ke diskotik cuma minum segelas" ujarnya masih tertawa. Lah, kirain bakal dimarahin soalnya ngajak suaminya ke diskotik, malah diketawain. Saya jadi bingung mesti jawab gimana, akhirnya saya diemin saja. Eh dia malah terus-terusan menyindir saya, puas sekali kelihatannya.

"Biarpun gini, kalo mbak main sama saya paling kalah" sahutku tiba-tiba, entah keberanian dari mana, mungkin dari segelas minuman di diskotik tadi. Sepengetahuanku, wanita yang satu ini memang paling tidak bisa kalau ditantang, makanya saya berani berkata seperti itu, mumpung masih dalam pengaruh alkohol, jadi bisa alasan nggak sadar kalau misalnya jadi masalah.

"Halah, kamu liat ketekku aja udah nafsu gitu" balasnya tidak mau kalah.

"Mana coba lihat lagi" tantangku lagi. Dan tentu saja Susi menyambutnya, dengan cuek dia mengangkat kedua tangannya hingga ketiaknya yang mulus kembali terhidang di hadapanku.

"Cuma begitu doang, udah nggak ngefek" sahutku sambil menahan adik kecilku agar tidak menyeruak keluar.

"Sini pegang kalo gitu" ujarnya balik menantang.

"Nggak ah, ntar mbak jadi nafsu" saya balik menantangnya lagi.

"Ga bakal, coba apain aja paling ga ngefek" balasnya penuh percaya diri. Kesempatan yang sayang jika tidak diambil. Maka saya segera duduk di sebelahnya dan mulai meraba kedua ketiaknya.

Awalnya dia biasa saja ketika saya meraba ketiaknya, jika begini terus maka saya akan kalah. Saya berinisiatif menciumi ketiaknya dan sesekali menjilatinya, inisiatif yang cukup sukses, karena wajahnya terlihat mulai berubah, wajahnya terlihat menahan geli dan nafsu secara bersamaan. Saya pun meneruskan aksi itu sampai kedua ketiaknya itu basah kuyup dan dia mulai mendesah secara perlahan.

Melihat Susi sudah pasrah, saya memberanikan diri meremas susunya yang masih dibalut tanktop dan bra. Rupanya dia diam saja sambil matanya merem melek. Dengan girang tangan saya langsung menyusup ke dalam tanktopnya, merasakan kembali kekenyalan susunya yang montok. Tidak berhenti di sana, saya memutuskan untuk membuka tanktop dan bra Susi. Membuat susunya yang putih dan montok kini terpampang jelas di hadapan saya, siapapun yang melihatnya pasti tergiur.

Tanpa tedeng aling-aling saya segera menjamah susunya itu, meremas di sana-sini, sembari sesekali menjilati putingnya yang kecoklatan. Sedari tadi Susi tidak berkata apa-apa, hanya desahan yang keluar dari bibir merahnya. Namun tangannya aktif mencari adik kecil saya, demi melakukan perlawanan, dia mengocok adik saya yang telah menegang.

Pergumulan itu berlangsung cukup lama, sampai celana pendek Susi basah akibat cairan pemanasannya. Dengan tanggap saya meloloskan celana itu sehingga Susi telanjang bulat tanpa sehelai kain pun menutup tubuhnya. Saya cukup tertegun melihat area kewanitaan Susi yang mulus tanpa bulu, bagaikan miss v milik artis bokep bule, bedanya kali ini saya melihatnya langsung tanpa melalui layar kaca.

Segera saja saya membalik tubuh Susi sehingga telentang, kurentangkan kedua pahanya untuk membukakan ruang bagi adik kecilku, dengan perlahan adik kecilku menyoblos masuk ke dalam liang Susi, terasa hangat dan mencengkram, sungguh sensasi kenikmatan yang tidak bisa digambarkan. Secara reflek saya menggoyangkan pinggul untuk mendorong adik kecilku keluar masuk liang kenikmatan itu.

Perlahan namun pasti saya mempercepat ritme gerakan, berbanding lurus dengan desahan Susi yang semakin tak karuan. Sofa dan karpet di ruang tengah sudah acak-acakan akibat ulah kita. Kali ini saya kembali merubah posisi Susi, saya ingin mencoba gaya doggystyle, apalagi bokong Susi terlihat padat dan sekal, enak sekali untuk diceples. Maka sembari menyodok liangnya yang masih hangat, saya menyempatkan untuk menampar pantatnya yang semok.

Hampir sejam pergumulan itu terjadi, entah gaya apa saja yang telah saya coba, entah berapa kali Susi mencapai klimaksnya, namun saya masih belum juga mencapai klimaks, padahal rasanya sejak tadi adik kecilku sudah ingin menuntaskan hajatnya. Ide gila sejenak melintas di pikiran saya, langsung saya seret tubuh Susi menuju ke kamar tidurnya, tempat Anton terbaring pulas.

Susi yang sudah lemas tentu saja hanya bisa pasrah saat tubuhnya kucondongkan ke dalam kamar, posisiku saat ini berada di depan pintu kamarnya yang terbuka, sementara Susi kuposisikan dalam doggystyle menghadap ke ranjangnya. Seketika gairahku meningkat pesat dan dengan penuh semangat saya menggenjot lagi liang Susi yang sudah semakin becek, alhasil bunyi kecipak basah memenuhi kamar itu, hingga beberapa saat kemudian adik kecil saya mulai berkedut dan tanpa ampun menumpahkan kepuasannya ke dalam liang Susi. Susi terkapar lemas di atas lantai, sementara saya bergegas merapikan pakaian dan pulang.

###
Besoknya cak Toyib kembali hadir di kantor. Rokok sudah menempel di bibirnya, kopi sudah tersisa separuh. Wajahnya sumringah melihat kedatanganku yang tak kalah sumringah. Segera saya memesan seperti biasanya, sembari ikut menyalakan rokok untuk memulai percakapan.

"Koyoke onok sing mari ngegolno iki" sindirnya halus, membuatku senyum-senyum sendiri.

"Lho, sampean ngerti teko endi cak?" tanyaku heran, padahal saya belum cerita apa-apa. Sepengetahuan saya, lelaki tua ini bukanlah cenayang.

"Ngerti lah, ketok soko raimu" balasnya dengan nada bercanda. Meskipun kata-katanya agak kasar, tetapi saya tergelak dibuatnya. Kemudian meluncurlah cerita kejadian kemarin malam, lengkap dari A sampai Z.

"Lek wes ngrasakno, ojok dibaleni maneh loh, Jo" saran cak Toyib begitu saya selesai bercerita.

"Lho kenopo emang cak?" tanyaku lagi, karena sebenarnya saya sudah punya rencana lain untuk kembali merasakan kenikmatan itu.

"Wes talah, percoyo omonganku" balasnya misterius, setelah itu cangkir kopinya diangkatnya dan ditandaskan isinya. "Aku narik disek, iki wes oleh panggilan" pamitnya kemudian, baru kali ini saya kalah cepat sama lelaki itu.

"Iyo cak, maringene aku nyusul" sahutku sembari melambaikan tangan. Dari kejauhan motor jadul cak Toyib mulai membelah jalanan. Sementara saya masih melanjutkan ngopi.

Perkataan cak Toyib tadi terngiang di benak saya. Kira-kira apa alasannya cak Toyib melarang saya untuk kembali berhubungan dengan Susi. Apakah untuk menjaga hubungan dengan Anton, atau ada maksud lainnya.

Karena semakin penasaran, bukannya menuruti omongan cak Toyib, saya justru tertarik untuk melanggarnya. Setelah kopi di cangkir saya habis, bergegas saya menuju ke rumah Anton, setelah sebelumnya saya pastikan jika Anton sedang tidak di rumah.

Sesampainya di sana, ternyata Susi sedang berada di depan rumah. Dia sedang membeli sesuatu di tukang sayur yang kebetulan lewat depan rumahnya. Dengan santai saya mendekati mereka berdua dan memarkir motor saya. Sebuah ide gila lagi-lagi melintas di pikiran saya.

"Lho, nyari mas Anton ya Jo?" tegur Susi begitu melihat kedatanganku.

"Nggak kok, mbak. Ada urusan sama bapak ini" balasku sembari menunjuk ke bapak tukang sayur yang kutaksir berusia sekitar 50-an.

"Oh gitu, aku masuk dulu ya, kalo mau mampir panggil aja ntar" Susi dengan cuek meninggalkan saya dan tukang sayur itu, tentunya setelah mengambil kresek belanjaannya.

"Ada apa ya mas?" tanya bapak itu setelah Susi masuk ke dalam rumah.

"Gini pak, kira-kira bapak tertarik nggak sama wanita ini tadi?" tanyaku setengah berbisik.

"Ya suka lah mas, siapa coba yang nolak wanita kayak gitu" balasnya seketika.

"Nah, bapak mau nggak kalau main sama dia, tapi bertiga sama saya?" tanyaku lagi, mengemukakan ide gila yang tadi melintas di pikiran. Lelaki paruh baya itu diam sejenak, tampaknya masih mencoba mencerna perkataanku barusan.

"Mau sih mau, mas. Tapi saya nggak brani macem-macem" balasnya diplomatis, karena memang jika terjadi masalah bisa mempengaruhi mata pencahariannya.

"Tenang, pak. Biar saya yang atur. Bapak ikut saja" saya kembali menyusun rencana yang tadi terpikirkan. Sementara bapak itu hanya manggut-manggut saja, kemudian mengikutiku menuju ke rumah Susi.

Sesuai dengan arahanku tadi, bapak itu memasang wajah sedih begitu duduk di kursi ruang tamu. Susi menarik lenganku untuk sedikit menjauh dari sana, sebelum menanyakan kenapa bapak tukang sayur itu bersedih hati.

"Kangen istrinya, mbak" bisikku pelan kepada Susi, dibalas dengan wajahnya yang manggut-manggut.

"Terus ngapain kamu ajak ke sini?" Susi kembali bertanya.

"Kan mbak yang paling jago bikin puas, bantuin dia mbak kasian" balasku dengan nada yang sedikit memelas. "Apa mbak cuma bisa muasin yang masih muda kayak aku aja?" tambahku untuk memberikan tantangan kepadanya.

"Nggak lah, sama siapa aja nggak takut" balasnya terpancing dengan tantanganku.

"Buktikan kalo gitu, mbak" bisikku lagi, dengan nada agak menyindir.

Wanita itu menjawab tantanganku dengan tindakan nyata. Entah apa yang dia katakan, yang jelas bapak itu mengikuti Susi masuk ke dalam kamar. Tentu saja saya bergegas mengikuti mereka, tanpa mempedulikan pintu depan yang masih terbuka.

"Buka bajunya ya pak" ujar Susi saat kita berada di dalam kamar. Lelaki itu menurut saja seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Dalam hitungan detik lelaki itu sudah telanjang bulat, memamerkan batang kemaluannya yang sudah menegang. Meski badannya kurus kering, namun ukuran batangnya hampir sama dengan punyaku. Bedanya rambut lebat mengelilingi pusakanya itu, membuatnya terlihat lebih garang.

Keduanya duduk di tepi ranjang, sementara saya masih berdiri di dekat pintu, menjadi saksi perbuatan yang akan mereka lakukan. Tanpa canggung Susi mulai membelai batang lelaki itu, sementara yang bersangkutan terlihat gugup dan sesekali melirik ke arah gunung kembar Susi yang menyembul dari balik tanktopnya.

"Say,,saya boleh pegang non?" tanya lelaki itu ragu-ragu.

"Pegang aja pak, jangan sungkan-sungkan" sahut saya cepat sebelum Susi sempat menjawab. Maka dengan perlahan lelaki itu mulai mengarahkan tangannya ke gundukan montok di dada Susi. Keduanya terus menjamah satu sama lain selama beberapa saat, membuatku mulai terpancing juga.

Saya segera duduk di sebelah kanan Susi dan meraih tangan kanannya. Alhasil Susi berubah memakai tangan kirinya untuk mengocok batang lelaki itu. Kuangkat lengan Susi untuk mulai mencumbu ketiaknya, sementara lelaki itu mulai berani mengeluarkan susu Susi dari penutupnya.

Diserang dari dua arah, Susi mulai kelabakan dan melepaskan tangan kirinya dari batang lelaki itu. Bra dan tanktop yang dipakai Susi sudah tanggal, membuat susunya yang montok terlihat jelas. Lelaki itu semakin berani, kali ini tidak hanya memakai tangannya untuk menjamah susu Susi, mulut dan lidahnya pun ikut bermain. Desahan Susi mulai terdengar perlahan, membuatku dan lelaki itu semakin bersemangat menggarapnya.

Wajah Susi terlihat sayu, pandangannya kepadaku seolah memberi kode, maka saya berpindah ke atas untuk mencium bibirnya yang ranum. Sedangkan kedua tanganku berganti menjamah ketiak dan salah satu susunya. Tanpa kusadari, lelaki itu mulai turun ke bawah dan melepaskan celana Susi, sekaligus celana dalamnya.

"Enghhh,,ahhh,,enghh" desah Susi semakin keras. Awalnya saya tidak menyadari, begitu saya menoleh rupanya lelaki itu sedang menjilati area kewanitaan Susi. Wajahnya terlihat girang seperti anak kecil menemukan mainan baru. Dengan lahap dia melumat area kewanitaan Susi yang tembem dan mulus itu.

"Ahhhh,," desahan keras Susi yang tertahan menyiratkan bahwa dia mencapai orgasmenya yang pertama. Lumayan juga permainan lidah lelaki itu. Namun dia belum puas, kali ini batangnya telah siap menusuk liang Susi.

"Sebentar pak, ngatur posisi" saranku sebelum lelaki itu mulai beraksi. Saya duduk bersandar di ranjang, Susi memasang posisi doggystyle dengan wajahnya mengarah ke adik kecilku yang sudah menegang juga, sementara bokongnya mengarah ke lelaki itu seolah menggodanya.

Susi mulai melakukan blowjob kepadaku, sambil diiringi remasan tanganku ke susunya yang bergelayut manja. Sementara lelaki itu sudah menemukan liang Susi dan mulai menghujamkan batangnya secara perlahan.

"Ahh, enak banget ini mas" komentar lelaki itu begitu merasakan kehangatan liang Susi. Makin lama lelaki itu makin mempercepat tempo hujamannya ke liang Susi, bersamaan dengan itu Susi juga semakin liar memainkan adik kecilku.

"Tukar posisi, pak" saranku setelah beberapa menit. Dengan sigap kita berdua sudah berganti tempat, kali ini saya kembali merasakan liang kehangatan Susi. Meski rasanya masih legit, namun entah mengapa saya tidak merasa senikmat saat pertama merasakannya kemarin malam.

"Tukar lagi mas?" tanya lelaki itu setelah melihat wajahku yang bimbang. Saya hanya mengangguk dan segera bertukar tempat dengannya. Susi tidak lagi melakukan blowjob, dia hanya melakukan handjob karena mulutnya sibuk mendesah dan meracau tak karuan. Bagaimana tidak, lelaki itu memompa liang Susi dengan liar seolah kesetanan. Membuatku teringat saat pertama kali saya merasakan liang Susi kemarin.

"Apa-apaan ini?" teriak sebuah suara yang familiar, sebelum aku dan lelaki itu mencapai klimaks masing-masing. Anton sudah berdiri di ambang pintu, wajahnya merah padam karena menahan amarah. Saya dan lelaki itu hanya terdiam seribu bahasa, hanya satu kata yang bisa menjelaskan posisi kita, terciduk.

Bersambung ke halaman 8...
 
Terakhir diubah:
Update...
Mohon maaf jika ada kekurangan.

###
Esoknya saya tidak menemukan cak Toyib di kantor. Biasanya kalau tidak muncul gini, dia lagi meringkuk di rumahnya, entah karena sakit atau malas keluar rumah. Dengan terpaksa saya ngopi sendirian, sembari menunggu panggilan untuk narik.

Di saat itulah muncul Anton, dengan gayanya seperti biasa. Membuat saya teringat kejadian kemarin, entah bagaimana cak Toyib menemukan dia dan darimana dia pergi.

"Eh si jomblo lagi sendirian. Cak Toyib mana?" ujarnya sembari menengok sekeliling.

"Nggak ada, lagi sakit mungkin" balasku sekenanya, saya memang benar-benar tidak tahu dia ada di mana.

"Eh, bro. Ntar malem mau ikut nggak?" bisiknya pelan.

"Mau ke mana emang?" tanyaku basa-basi.

"Clubbing, bro. Tenang, aku yang bayarin semuanya" sahutnya sebelum bercerita panjang lebar mengenai kekuatannya dalam menenggak minuman beralkohol. Entah apa aja yang sudah dia bicarakan, saya tidak terlalu tertarik mendengarnya.

"Oke, ntar kabari lagi aja" balasku untuk mengakhiri bualannya. Untung saat itu ada panggilan narik, jadi saya ada alasan untuk menghindari lelaki itu.

Sebenarnya saya tidak terlalu percaya dengan ajakan Anton, karena biasanya dia hanya membual saja. Tetapi kali ini ternyata dia tidak main-main, malamnya dia menjemput saya di kos dengan mobil andalannya. Membawa saya ke salah satu diskotik di kota itu.

Karena saya kurang tertarik dengan dansa, saya hanya duduk di dekat bartender, meminum apapun yang dipesankan oleh Anton. Sementara dia terlihat asyik menari kesana kemari, sembari meminum berbagai macam isi gelas yang melewatinya. Saya tidak mengira ternyata Anton tidak membual kali ini, kuat juga dia minum begitu banyak minuman. Sementara saya dari tadi belum menghabiskan segelas minuman entah apa itu.

Tapi dugaan saya salah, beberapa jam kemudian, Anton terlihat teler, dengan terpaksa saya menyeretnya pulang, tentunya setelah mengambil dompetnya untuk membayar pesanan kita tadi. Karena saya tidak bisa menyetir mobil, maka mobil Anton saya tinggalkan di tempat parkir. Taksi online yang datang menjemput kita dan mengantarkan ke rumah Anton.

Susi tentu saja terkejut melihat kedatangan kita berdua, apalagi suaminya itu sudah sempoyongan dan bergelayutan di pundakku. Tanpa banyak omong, Susi mempersilakan masuk dan saya merebahkan Anton di dalam kamarnya. Setelah itu saya merebahkan diri sejenak di sofa ruang tengah, sementara Susi ke dapur untuk mengambilkan minuman.

"Minum dulu, Jo" Susi menyerahkan segelas air putih yang segera saya minum sampai habis. Keringat bercucuran di badan saya karena ternyata cukup berat juga membopong tubuh Anton tadi.
"Makasih, mbak" balasku setelah menghabiskan segelas air.

"Mau lagi?"

"Udah, cukup mbak" potongku ketika Susi hendak mengambil air lagi. Akhirnya dia kembali duduk di sofa sebelahku. Suasana hening beberapa saat, hanya ada suara nafasku yang terengah-engah.

"Dari diskotik ya?" tanya Susi menyelidik.

"Iya, mbak. Baru pertama ini saya ke sana" balasku jujur, percuma juga berbohong dalam kondisi seperti ini.

"Loh, kok nggak mabuk juga?" tanyanya lagi sedikit mengejutkanku.

"Ya soalnya saya cuma minum segelas, mbak" lagi-lagi saya balas dengan jujur. Tak kusangka wanita itu malah tertawa.

"Cupu ah, masa ke diskotik cuma minum segelas" ujarnya masih tertawa. Lah, kirain bakal dimarahin soalnya ngajak suaminya ke diskotik, malah diketawain. Saya jadi bingung mesti jawab gimana, akhirnya saya diemin saja. Eh dia malah terus-terusan menyindir saya, puas sekali kelihatannya.

"Biarpun gini, kalo mbak main sama saya paling kalah" sahutku tiba-tiba, entah keberanian dari mana, mungkin dari segelas minuman di diskotik tadi. Sepengetahuanku, wanita yang satu ini memang paling tidak bisa kalau ditantang, makanya saya berani berkata seperti itu, mumpung masih dalam pengaruh alkohol, jadi bisa alasan nggak sadar kalau misalnya jadi masalah.

"Halah, kamu liat ketekku aja udah nafsu gitu" balasnya tidak mau kalah.

"Mana coba lihat lagi" tantangku lagi. Dan tentu saja Susi menyambutnya, dengan cuek dia mengangkat kedua tangannya hingga ketiaknya yang mulus kembali terhidang di hadapanku.

"Cuma begitu doang, udah nggak ngefek" sahutku sambil menahan adik kecilku agar tidak menyeruak keluar.

"Sini pegang kalo gitu" ujarnya balik menantang.

"Nggak ah, ntar mbak jadi nafsu" saya balik menantangnya lagi.

"Ga bakal, coba apain aja paling ga ngefek" balasnya penuh percaya diri. Kesempatan yang sayang jika tidak diambil. Maka saya segera duduk di sebelahnya dan mulai meraba kedua ketiaknya.

Awalnya dia biasa saja ketika saya meraba ketiaknya, jika begini terus maka saya akan kalah. Saya berinisiatif menciumi ketiaknya dan sesekali menjilatinya, inisiatif yang cukup sukses, karena wajahnya terlihat mulai berubah, wajahnya terlihat menahan geli dan nafsu secara bersamaan. Saya pun meneruskan aksi itu sampai kedua ketiaknya itu basah kuyup dan dia mulai mendesah secara perlahan.

Melihat Susi sudah pasrah, saya memberanikan diri meremas susunya yang masih dibalut tanktop dan bra. Rupanya dia diam saja sambil matanya merem melek. Dengan girang tangan saya langsung menyusup ke dalam tanktopnya, merasakan kembali kekenyalan susunya yang montok. Tidak berhenti di sana, saya memutuskan untuk membuka tanktop dan bra Susi. Membuat susunya yang putih dan montok kini terpampang jelas di hadapan saya, siapapun yang melihatnya pasti tergiur.

Tanpa tedeng aling-aling saya segera menjamah susunya itu, meremas di sana-sini, sembari sesekali menjilati putingnya yang kecoklatan. Sedari tadi Susi tidak berkata apa-apa, hanya desahan yang keluar dari bibir merahnya. Namun tangannya aktif mencari adik kecil saya, demi melakukan perlawanan, dia mengocok adik saya yang telah menegang.

Pergumulan itu berlangsung cukup lama, sampai celana pendek Susi basah akibat cairan pemanasannya. Dengan tanggap saya meloloskan celana itu sehingga Susi telanjang bulat tanpa sehelai kain pun menutup tubuhnya. Saya cukup tertegun melihat area kewanitaan Susi yang mulus tanpa bulu, bagaikan miss v milik artis bokep bule, bedanya kali ini saya melihatnya langsung tanpa melalui layar kaca.

Segera saja saya membalik tubuh Susi sehingga telentang, kurentangkan kedua pahanya untuk membukakan ruang bagi adik kecilku, dengan perlahan adik kecilku menyoblos masuk ke dalam liang Susi, terasa hangat dan mencengkram, sungguh sensasi kenikmatan yang tidak bisa digambarkan. Secara reflek saya menggoyangkan pinggul untuk mendorong adik kecilku keluar masuk liang kenikmatan itu.

Perlahan namun pasti saya mempercepat ritme gerakan, berbanding lurus dengan desahan Susi yang semakin tak karuan. Sofa dan karpet di ruang tengah sudah acak-acakan akibat ulah kita. Kali ini saya kembali merubah posisi Susi, saya ingin mencoba gaya doggystyle, apalagi bokong Susi terlihat padat dan sekal, enak sekali untuk diceples. Maka sembari menyodok liangnya yang masih hangat, saya menyempatkan untuk menampar pantatnya yang semok.

Hampir sejam pergumulan itu terjadi, entah gaya apa saja yang telah saya coba, entah berapa kali Susi mencapai klimaksnya, namun saya masih belum juga mencapai klimaks, padahal rasanya sejak tadi adik kecilku sudah ingin menuntaskan hajatnya. Ide gila sejenak melintas di pikiran saya, langsung saya seret tubuh Susi menuju ke kamar tidurnya, tempat Anton terbaring pulas.

Susi yang sudah lemas tentu saja hanya bisa pasrah saat tubuhnya kucondongkan ke dalam kamar, posisiku saat ini berada di depan pintu kamarnya yang terbuka, sementara Susi kuposisikan dalam doggystyle menghadap ke ranjangnya. Seketika gairahku meningkat pesat dan dengan penuh semangat saya menggenjot lagi liang Susi yang sudah semakin becek, alhasil bunyi kecipak basah memenuhi kamar itu, hingga beberapa saat kemudian adik kecil saya mulai berkedut dan tanpa ampun menumpahkan kepuasannya ke dalam liang Susi. Susi terkapar lemas di atas lantai, sementara saya bergegas merapikan pakaian dan pulang.

###
Besoknya cak Toyib kembali hadir di kantor. Rokok sudah menempel di bibirnya, kopi sudah tersisa separuh. Wajahnya sumringah melihat kedatanganku yang tak kalah sumringah. Segera saya memesan seperti biasanya, sembari ikut menyalakan rokok untuk memulai percakapan.

"Koyoke onok sing mari ngegolno iki" sindirnya halus, membuatku senyum-senyum sendiri.

"Lho, sampean ngerti teko endi cak?" tanyaku heran, padahal saya belum cerita apa-apa. Sepengetahuan saya, lelaki tua ini bukanlah cenayang.

"Ngerti lah, ketok soko raimu" balasnya dengan nada bercanda. Meskipun kata-katanya agak kasar, tetapi saya tergelak dibuatnya. Kemudian meluncurlah cerita kejadian kemarin malam, lengkap dari A sampai Z.

"Lek wes ngrasakno, ojok dibaleni maneh loh, Jo" saran cak Toyib begitu saya selesai bercerita.

"Lho kenopo emang cak?" tanyaku lagi, karena sebenarnya saya sudah punya rencana lain untuk kembali merasakan kenikmatan itu.

"Wes talah, percoyo omonganku" balasnya misterius, setelah itu cangkir kopinya diangkatnya dan ditandaskan isinya. "Aku narik disek, iki wes oleh panggilan" pamitnya kemudian, baru kali ini saya kalah cepat sama lelaki itu.

"Iyo cak, maringene aku nyusul" sahutku sembari melambaikan tangan. Dari kejauhan motor jadul cak Toyib mulai membelah jalanan. Sementara saya masih melanjutkan ngopi.

Perkataan cak Toyib tadi terngiang di benak saya. Kira-kira apa alasannya cak Toyib melarang saya untuk kembali berhubungan dengan Susi. Apakah untuk menjaga hubungan dengan Anton, atau ada maksud lainnya.

Karena semakin penasaran, bukannya menuruti omongan cak Toyib, saya justru tertarik untuk melanggarnya. Setelah kopi di cangkir saya habis, bergegas saya menuju ke rumah Anton, setelah sebelumnya saya pastikan jika Anton sedang tidak di rumah.

Sesampainya di sana, ternyata Susi sedang berada di depan rumah. Dia sedang membeli sesuatu di tukang sayur yang kebetulan lewat depan rumahnya. Dengan santai saya mendekati mereka berdua dan memarkir motor saya. Sebuah ide gila lagi-lagi melintas di pikiran saya.

"Lho, nyari mas Anton ya Jo?" tegur Susi begitu melihat kedatanganku.

"Nggak kok, mbak. Ada urusan sama bapak ini" balasku sembari menunjuk ke bapak tukang sayur yang kutaksir berusia sekitar 50-an.

"Oh gitu, aku masuk dulu ya, kalo mau mampir panggil aja ntar" Susi dengan cuek meninggalkan saya dan tukang sayur itu, tentunya setelah mengambil kresek belanjaannya.

"Ada apa ya mas?" tanya bapak itu setelah Susi masuk ke dalam rumah.

"Gini pak, kira-kira bapak tertarik nggak sama wanita ini tadi?" tanyaku setengah berbisik.

"Ya suka lah mas, siapa coba yang nolak wanita kayak gitu" balasnya seketika.

"Nah, bapak mau nggak kalau main sama dia, tapi bertiga sama saya?" tanyaku lagi, mengemukakan ide gila yang tadi melintas di pikiran. Lelaki paruh baya itu diam sejenak, tampaknya masih mencoba mencerna perkataanku barusan.

"Mau sih mau, mas. Tapi saya nggak brani macem-macem" balasnya diplomatis, karena memang jika terjadi masalah bisa mempengaruhi mata pencahariannya.

"Tenang, pak. Biar saya yang atur. Bapak ikut saja" saya kembali menyusun rencana yang tadi terpikirkan. Sementara bapak itu hanya manggut-manggut saja, kemudian mengikutiku menuju ke rumah Susi.

Sesuai dengan arahanku tadi, bapak itu memasang wajah sedih begitu duduk di kursi ruang tamu. Susi menarik lenganku untuk sedikit menjauh dari sana, sebelum menanyakan kenapa bapak tukang sayur itu bersedih hati.

"Kangen istrinya, mbak" bisikku pelan kepada Susi, dibalas dengan wajahnya yang manggut-manggut.

"Terus ngapain kamu ajak ke sini?" Susi kembali bertanya.

"Kan mbak yang paling jago bikin puas, bantuin dia mbak kasian" balasku dengan nada yang sedikit memelas. "Apa mbak cuma bisa muasin yang masih muda kayak aku aja?" tambahku untuk memberikan tantangan kepadanya.

"Nggak lah, sama siapa aja nggak takut" balasnya terpancing dengan tantanganku.

"Buktikan kalo gitu, mbak" bisikku lagi, dengan nada agak menyindir.

Wanita itu menjawab tantanganku dengan tindakan nyata. Entah apa yang dia katakan, yang jelas bapak itu mengikuti Susi masuk ke dalam kamar. Tentu saja saya bergegas mengikuti mereka, tanpa mempedulikan pintu depan yang masih terbuka.

"Buka bajunya ya pak" ujar Susi saat kita berada di dalam kamar. Lelaki itu menurut saja seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Dalam hitungan detik lelaki itu sudah telanjang bulat, memamerkan batang kemaluannya yang sudah menegang. Meski badannya kurus kering, namun ukuran batangnya hampir sama dengan punyaku. Bedanya rambut lebat mengelilingi pusakanya itu, membuatnya terlihat lebih garang.

Keduanya duduk di tepi ranjang, sementara saya masih berdiri di dekat pintu, menjadi saksi perbuatan yang akan mereka lakukan. Tanpa canggung Susi mulai membelai batang lelaki itu, sementara yang bersangkutan terlihat gugup dan sesekali melirik ke arah gunung kembar Susi yang menyembul dari balik tanktopnya.

"Say,,saya boleh pegang non?" tanya lelaki itu ragu-ragu.

"Pegang aja pak, jangan sungkan-sungkan" sahut saya cepat sebelum Susi sempat menjawab. Maka dengan perlahan lelaki itu mulai mengarahkan tangannya ke gundukan montok di dada Susi. Keduanya terus menjamah satu sama lain selama beberapa saat, membuatku mulai terpancing juga.

Saya segera duduk di sebelah kanan Susi dan meraih tangan kanannya. Alhasil Susi berubah memakai tangan kirinya untuk mengocok batang lelaki itu. Kuangkat lengan Susi untuk mulai mencumbu ketiaknya, sementara lelaki itu mulai berani mengeluarkan susu Susi dari penutupnya.

Diserang dari dua arah, Susi mulai kelabakan dan melepaskan tangan kirinya dari batang lelaki itu. Bra dan tanktop yang dipakai Susi sudah tanggal, membuat susunya yang montok terlihat jelas. Lelaki itu semakin berani, kali ini tidak hanya memakai tangannya untuk menjamah susu Susi, mulut dan lidahnya pun ikut bermain. Desahan Susi mulai terdengar perlahan, membuatku dan lelaki itu semakin bersemangat menggarapnya.

Wajah Susi terlihat sayu, pandangannya kepadaku seolah memberi kode, maka saya berpindah ke atas untuk mencium bibirnya yang ranum. Sedangkan kedua tanganku berganti menjamah ketiak dan salah satu susunya. Tanpa kusadari, lelaki itu mulai turun ke bawah dan melepaskan celana Susi, sekaligus celana dalamnya.

"Enghhh,,ahhh,,enghh" desah Susi semakin keras. Awalnya saya tidak menyadari, begitu saya menoleh rupanya lelaki itu sedang menjilati area kewanitaan Susi. Wajahnya terlihat girang seperti anak kecil menemukan mainan baru. Dengan lahap dia melumat area kewanitaan Susi yang tembem dan mulus itu.

"Ahhhh,," desahan keras Susi yang tertahan menyiratkan bahwa dia mencapai orgasmenya yang pertama. Lumayan juga permainan lidah lelaki itu. Namun dia belum puas, kali ini batangnya telah siap menusuk liang Susi.

"Sebentar pak, ngatur posisi" saranku sebelum lelaki itu mulai beraksi. Saya duduk bersandar di ranjang, Susi memasang posisi doggystyle dengan wajahnya mengarah ke adik kecilku yang sudah menegang juga, sementara bokongnya mengarah ke lelaki itu seolah menggodanya.

Susi mulai melakukan blowjob kepadaku, sambil diiringi remasan tanganku ke susunya yang bergelayut manja. Sementara lelaki itu sudah menemukan liang Susi dan mulai menghujamkan batangnya secara perlahan.

"Ahh, enak banget ini mas" komentar lelaki itu begitu merasakan kehangatan liang Susi. Makin lama lelaki itu makin mempercepat tempo hujamannya ke liang Susi, bersamaan dengan itu Susi juga semakin liar memainkan adik kecilku.

"Tukar posisi, pak" saranku setelah beberapa menit. Dengan sigap kita berdua sudah berganti tempat, kali ini saya kembali merasakan liang kehangatan Susi. Meski rasanya masih legit, namun entah mengapa saya tidak merasa senikmat saat pertama merasakannya kemarin malam.

"Tukar lagi mas?" tanya lelaki itu setelah melihat wajahku yang bimbang. Saya hanya mengangguk dan segera bertukar tempat dengannya. Susi tidak lagi melakukan blowjob, dia hanya melakukan handjob karena mulutnya sibuk mendesah dan meracau tak karuan. Bagaimana tidak, lelaki itu memompa liang Susi dengan liar seolah kesetanan. Membuatku teringat saat pertama kali saya merasakan liang Susi kemarin.

"Apa-apaan ini?" teriak sebuah suara yang familiar, sebelum aku dan lelaki itu mencapai klimaks masing-masing. Anton sudah berdiri di ambang pintu, wajahnya merah padam karena menahan amarah. Saya dan lelaki itu hanya terdiam seribu bahasa, hanya satu kata yang bisa menjelaskan posisi kita, terciduk.

Bersambung...
wkwkwkwkw...kentang cukkkk....
 
Kuapok kon Jo, dikandhani cak toyib ga gelem malah mbok langgar nasehate..
Wis piye yen ngene...???
 
Bimabet
Lanjutkan Paijo
Pasti anton bakal nimbrung juga, trus datang cak toyib, ikutan juga
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd