fartjokes
Semprot Baru
- Daftar
- 22 Nov 2016
- Post
- 34
- Like diterima
- 681
CHAPTER 4 – It’s Not You, It’s Me
CHAPTER 5
Kuketuk perlahan pintu flatnya tiga kali, tidak sampai 10 detik Nat telah membuka pintu dan mempersilakanku masuk. Aku baru saja sampai kembali ke Sydney pagi itu, tapi aku segera bergegas untuk bertemu Nat terlebih dulu bahkan sebelum aku pulang ke flatku sendiri. Maka dari itu, aku menunggu di depan pintunya masih lengkap dengan koper ukuran kabin yang daritadi kudorong, serta mengenakan pakaian yang masih beraroma interior pesawat.
Kejadian dan “pertobatan” di Jakarta beberapa hari yang lalu seakan betul-betul mengetuk pintu hati nuraniku dan sejak saat itu sampai sekarang aku masih dihantui rasa malu dan bersalah, walaupun aku ga berani dan mungkin tetap ga akan menceritakan komunikasiku dengan Vera pada Nat. Karena itu pula, aku langsung pergi kesini untuk bertemu dengan Nat sesegera mungkin saat aku udah sampai. Dan selain alasan itu, juga untuk menagih jatah kepuasan jasmani yang tertunda selama seminggu, tentu saja.
Setelah menutup pintu, langsung kudekap tubuh Nat dari belakang dan kuciumi lehernya. Tercium aroma badannya yang harum khas dan bercampur dengan aroma salah satu merk sabun. Nat yang saat itu hanya mengenakan tank top hitam dan celana pendek sedikit terkejut dan mendengus geli sambil meremas tanganku yang kulingkarkan di pinggang rampingnya.
“I miss you” bisikku pelan tepat ke telinganya, sambil masih mendekap tubuhnya erat dari belakang.
“Miss you too” katanya pelan, kuputar kepalanya pelan ke samping dan mulai kulumat bibir mungilnya yang memang udah kurindukan beberapa hari terakhir ini.
Beberapa detik kami berciuman dengan bergairah, seakan pembalasan atas seminggu yang kami lalui tanpa sentuhan satu sama lain. Tak lama kemudian mulai kugesek-gesek juga selangkanganku yang mengeras ke pantatnya yang masih tertutupi celana jogging pendek. Penisku mulai mengeras dari balik celana jeans yang masih kukenakan.
Nat menyambut dengan mulai meraba-raba selangkanganku dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya masih meremas tanganku. Tak mau kalah, tangan kananku mulai menyelinap dari bawah ke balik tanktop nya dan mengelus perutnya yang rata itu. Dapat kurasakan kulitnya yang mulus dan hangat, membuat penisku semakin bangun dan mulai sakit tertahan celana dalam. Perlahan kuarahkan tanganku ke bagian atas badannya, sampai mencapai buah dadanya yang masih tertutup bra. Kuangkat bra itu dan dengan jari-jariku mulai kumainkan putingnya dengan halus. Desahan mulai terdengar keluar dari mulutnya yang masih kulumat dengan ganas.
“Aaahhhhh” suaranya yang sangat halus semakin membangkitkan gairahku.
Tanganku semakin menggerayangi tubuhnya, dengan tangan kiriku yang masih bebas aku mulai menggaruk2 selangkangannya dari luar celana yang sedang dia kenakan. Namun sebelum sempat kuraih ke balik celananya, dia melepaskan diri dari pelukanku dan berbalik menghadapku. Dia meletakkan telunjuknya di bibirku dan berkata,
“Let me treat you for the night.” Katanya sambil tersenyum.
Nat kemudian meraih ke balik tanktopnya dan melepas bra nya yang telah kuangkat. Dia kemudian menggantungkan bra itu ke leherku sambil tersenyum. Sebelum aku sempat bereaksi, dia sudah jongkok di depanku dan membuka kancing jeans lusuh yang belum sempat kucuci selama pergi ke Jakarta. Dia kemudian menurunkan celana boxer yang kupakai, penisku langsung menyeruak keluar karena sudah mengeras dari tadi.
“Hey little fella, do you miss me?” katanya kepada penisku, seakan berbicara dengan bayi.
“I miss you.” Lanjutnya lagi sambil mulai memegang dan mengocok penisku yang sudah berdiri tegak.
Sebuah rasa yang nikmat menjalar dari sana, menyebar ke seluruh tubuhku, sampai akupun sedikit bergidik keenakan.
“Kenapa...kok tiba-tiba..?” tanyaku menunduk melihatnya.
“Gapapa...kamu kan pasti udah cape di pesawat...sekarang biar aku yang melayani kamu biar kamu istirahatin aja...” jawabnya.
Ah, paling nanti ujung-ujungnya juga aku capek lagi nyodokin vaginamu, ujarku dalam hati. Namun aku ga membalas dan hanya merem-melek menikmati saja.
Semenit tangannya memompa penisku maju mundur, sebelum dia membuka mulutnya dan mulai menjilati batang penisku, membuatku semakin terpejam merasakan kenikmatan yang semakin menjadi. Penisku kemudian dia hisap, pelan-pelan dia masukkan sampai mulutnya mentok menyentuh biji zakarku. Dapat kurasakan sentuhan bibirnya dan dinding mulut serta lidahnya yang hangat di batang penisku, dengan menggerakkan kepalanya perlahan maju-mundur, dia menghisap kepala penisku dengan kuat tapi gentle.
Secara refleks kupegangi kepalanya, mengikuti gerakan maju mundur, dan kubelai rambutnya dengan sayang. Selama dia memberiku blowjob service itu aku kami ga berbicara sama sekali, aku yang hanya ingin menikmati momen ini terkadang beradu pandang dengannya yang melihat ke atas, menatapku dengan rasa puas seakan bangga bisa membuatku merasakan kenikmatan ini.
Mungkin karena rasa birahiku yang terpendam selama satu minggu, dan juga rencana dengan Vera yang kubatalkan hingga menjadi kentang, aku tak kuasa lama-lama menahan serangan mulutnya terhadap penisku. Sekitar 5 menit diberi blowjob seperti itu, aku mulai merasakan sesuatu akan datang dari pangkal penisku, kepalanya sudah berdenyut-denyut panas sedari tadi. Nat yang mungkin dapat merasakan kepala penisku mengembang dan melihat gelagatku yang semakin kegelian mengerti. Dia mempercepat tempo gerakan maju mundur kepalanya sambil memfokuskan hisapan mulutnya di kepala penisku. Bagian batang penisku yang terbuka kemudian dia kocok pelan di depan mulutnya.
Tanpa aba-aba, aku tiba2 menarik kepalanya dan mendorong penisku lebih dalam ke dalam mulut Nat. Aku mencapai klimaks. Penisku menyemburkan banyak cairan yang dapat kurasakan menyemprot bagian dalam mulut dan tenggorokan Nat, tetap kutahan posisi penisku disana sampai kepala penisku berdenyut-denyut mengeluarkan sisa-sisa cairan terakhir, dan selama itu pula Nat semakin menghisap kepala penisku dengan kuat. Sungguh kenikmatan yang tiada tara.
Saat penisku sudah berhenti mengeluarkan cairan, Nat mengeluarkannya dari mulutnya dan mendongak ke atas, menatapku yang terengah-engah mencapai orgasme. Masih dengan sebuah ekspresi bangga, dia membuka mulutnya sedikit dan memperlihatkan cairan putih kental yang memenuhi mulutnya sambil sedikit tersenyum tipis. Dia kemudian menutup mulutnya lagi sebelum cairannya tumpah dari bibirnya dan akupun menahan rahangnya dengan tanganku serta sedikit meremas pipinya sembari Nat berusaha menelan semua cairannya. Hal ini sebetulnya sebuah kebiasaan setiap aku keluar di mulutnya karena dulu dia pernah bilang dia suka kalo aku seakan memaksanya menelan seperti itu.
Dengan sekali teguk, sepertinya semua cairan spermaku berhasil dia telan. Dia kemudian berdiri dan membuka mulutnya, memperlihatkan isi mulutnya yang telah bersih.
“Wow, lumayan banyak juga hari ini, udah pengen banget yah?” tanyanya tersenyum.
Akupun hanya menjawab, “Iya dong, aku kangen tubuh kamu, udah lumayan lama ga ngerasain hangatnya tubuh kamu, tiba-tiba dikasih gini ya keenakan.”
“Oh, kangen tubuh aku doang nih? Jadi ga kangen aku dong?” tanyanya lagi sambil pura-pura cemberut.
“Ya kangen kamunya udah pasti lah...masa sih engga” jawabku meyakinkan. Kemudian kutarik kepalanya dan kucium pelan bibirnya yang baru saja basah oleh cairan spermaku. “Makasih yah...love you.” Ujarku.
Sejenak sempat terasa lagi sedikit rasa bersalah karena telah hampir mengkhianati kepercayaan Nat selama kami terpisah, tapi kutepis jauh-jauh pikiran itu.
Nat kemudian pergi ke arah dapur sedangkan aku membuka koperku untuk mengambil makanan yang memang telah kubeli tadi di bandara. Aku kemudian mengikuti Nat ke dapur sambil membawa bungkusan makanan itu, tapi sesampainya disana birahiku naik lagi saat melihat paha Nat yang putih mulus di bawah celana pendeknya ketika dia sedang membersihkan muka di wastafel. Rasa laparku hilang lagi dan aku menghampiri Nat, menarik tangannya dan menggiringnya ke kamar tidurnya. Nat ga berontak sama sekali, dan kudorong dia ke kasur dengan pelan. Saat mulai kulucuti pakaianku satu-satu, Nat yang terhempas di kasur, menumpukan kedua sikunya di belakang badannya, menatapku dan bertanya.
“Kenapa…kamu masih pengen…? Emangnya ga capek..?”
Aku tidak menjawab dan hanya menunjuk ke penisku yang sudah tegang berdiri lagi sambil tersenyum iseng. Nat hanya geleng2 kepala sambil tertawa kecil, kemudian dengan cepat membuka dan memelorotkan celana pendek dan celana dalamnya sehingga sekarang tubuh indahnya hanya tertutup oleh sehelai kain tanktop. Dengan posisinya badannya yang bertumpu di sikunya, dia kemudian membuka kedua kakinya lebar2 sehingga degup jantungku seolah terlewat beberapa kali.
Dengan posisi kakinya yang mengangkang lebar seperti itu di depanku, dapat kulihat vaginanya yang ternyata sekarang gundul, ternyata Nat sempat waxing selama aku pergi. Tak cukup sampai sana, Nat bahkan kemudian membuka lubang kewanitaannya dengan kedua jarinya sehingga dapat kulihat bagian dalam di bawah clitorisnya yang sudah basah dan agak kemerahan.
“Come and get it….” Katanya sambil tersenyum nakal, sisi binalnya udah muncul sepenuhnya sekarang.
Tanpa berlama-lama langsung kutimpa tubuhnya dengan tubuhku, tak lupa langsung kubuka tanktop hitamnya yang masih terpakai sehingga kedua tubuh kami yang sama-sama telanjang bersentuhan langsung, tubuhnya yang hangat terasa sangat halus menyentuhku. Dengan cekatan, kuarahkan penisku yang sudah sangat tegang ke lubang vaginanya, dan dengan mantap kudorong sehingga seluruh batangnya terbenam di dalam hangatnya lubang tersebut. Basah dan berdenyut-denyut hangat. Nat melenguh nikmat saat ujung kepala penisku menyentuh rahimnya.
“Aaaaacccchhhh….so gooood…terusin lagi sayaanngggg…” katanya di sela2 desahan dan nafas yang memburu.
Aku ga mau repot2 menjawab, aku hanya ingin menikmati tubuh indahnya yang memang memabukkan ini, perlahan tapi pasti kupompa vaginanya yang sudah sangat basah, maju mundur dengan irama yang konsisten. Nat kemudian melingkarkan kakinya ke badanku dan tangannya memelukku dengan erat, seperti tidak rela melepaskanku. Setiap kuangkat penisku dari vaginanya, aku merasakan rasa geli dan nikmat yang luar biasa di batang penisku, sedangkan bagi Nat titik kenikmatannya kelihatannya saat aku mendorong balik penisku sampai mentok.
Dengan posisinya yang masih memeluk erat tubuhku dengan kedua tangan dan kakinya, aku menyibakkan rambutnya yang udah acak-acakan menutupi telinganya, dan berbisik.
“…kalo kamu sendiri gimana…you miss me, or my dick…?”
“uhhh….both..aku udah nunggu lama pengen penis kamu lagi…” jawabnya terengah.
Aku sebenarnya ga terlalu peduli dengan jawabannya. Mungkin keduanya ada sama-sama benar, hatinya rindu padaku sedangkan tubuhnya rindu penisku. Dan dari reaksinya saat kusetubuhi seperti itu, memang sepertinya kebutuhan biologisnya ga dapat ditutupi.
Semakin lama, desahan dan erangan Nat semakin kencang, sedangkan vaginanya semakin hangat dan basah, cairannya membanjiri kasur di titik dimana kedua kemaluan kami sedang beradu. Mencium suatu gelagat yang aku sudah familiar, aku semakin mempercepat lagi iramaku karena tanpa dia bilang pun aku yakin Nat sudah hampir mencapai klimaks.
Benar saja, tak lama kemudian pelukan Nat menjadi lebih erat dan bahkan dia menancapkan kukunya ke punggungku, sebelum akhirnya seluruh badannya menegang dan Nat melenguh panjang. Kurasakan vaginanya berkontraksi seakan menyedot penisku sebelum akhirnya bergetar beberapa kali, tanda Nat telah mencapai orgasme.
Pelukan tangan dan kaki Nat terlepas dari badanku dan terkulai lemas, sementara penisku masih saja maju mundur mengobrak-abrik isi vaginanya. Kini aku yang sedikit dilema, di satu sisi aku masih ingin melanjutkan dengan berganti gaya lain, sedangkan di sisi lain aku sendiri udah mulai merasakan sebentar lagi akan mencapai klimaks. Akhirnya kuputuskan untuk segera orgasme aja, lagian badanku sendiri udah capek dan belum beristirahat sejak sampai disini. Dengan pertimbangan itu kuubah sedikit posisi kami menjadi posisi yang paling kusukai untuk orgasme, kuangkat kedua kaki Nat dan kutahan sehingga kalau dilihat menyamping, posisinya terlihat seperti jongkok. Dari arah ini, aku semakin leluasa untuk mendorong penisku sampai betul-betul masuk lebih dalam dari sebelumnya.
Nat yang kini hanya terpejam lemah dan mendesah pelan membuka matanya sedikit dan berusaha memberitahuku sesuatu. Sambil terus menggenjot vaginanya kencang, kudekatkan mukaku. Buah dadanya yang bulat sempurna dan kenyal kulihat terantuk maju mundur kencang mengikuti goyangan badannya.
“rrrhhh…sayangg…kamu keluarin di dalem aja yahhh….aku lagi safe day sekarang…” bisiknya lemah, Nat memang selalu paling lemah saat setelah orgasme.
Yess! Ini yang kutunggu-tunggu, saat bisa keluar di dalam, apalagi sekarang ketika ingin melampiaskan semua sisa nafsu setelah seminggu ga ketemu. Ga lama kemudian akupun merasakannya, sebuah dorongan kenikmatan yang semakin kuat yang kurasakan mengalir menuju ujung kepala penisku. Dengan kedua tanganku masih mencengkeram erat kedua pahanya yang kutahan ke atas, kudorong penisku sedalam mungkin, dan kusemburkan seluruh sisa isi buah zakarku, yang ternyata masih lumayan banyak, dalam-dalam ke rahim Nat. Merasakan cairan spermaku yang panas menyiram rahimnya, Nat agak melotot dan ikut melenguh keenakan, sambil kedua tangannya mencengkeram dan menarik-narik sprei kasur.
“aaaahhhhhh….so hottthh…enak banget sayaannggg…” erangnya, desahannya malah lebih keras daripada aku yang orgasme.
Tubuhku ambruk di atasnya, peluhku bercampur dengan peluhnya dan payudaranya yang kenyal sedikit menahan dadaku di atasnya. Tak peduli dengan cairan spermaku yang mulai mengalir menetes ke kasur, dari balik vagina Nat yang masih ditancap penisku yang masih setengah keras, maupun baju2 yang kami lepas sekenanya dan teronggok di lantai dan kasur, atau kasurnya sendiri yang telah kusut dan dilumuri berbagai macam cairan tubuh kami, aku dan Nat hanya berbaring berpelukan, menikmati sisa-sisa persetubuhan kami dan berusaha merasakan lagi kehangatan satu sama lain yang kami rindukan.
Dalam hati, aku menyesal telah hampir mengkhianati Nat dan berencana berbuat macam-macam di belakangnya. Dengan masih mendekap tubuhnya yang hangat, aku berjanji pada diriku sendiri dalam hati, “I’m gonna be a better person that she deserves.”
----
Malam ini aku telah ada janji bertemu dengan Nat. Bukan sekedar kencan biasa, malam ini kami akan menginap bersama di sebuah hotel. Suatu hal yang surprisingly jarang kami lakukan, karena satu dan lain hal. Di antara kesibukan kami berdua yang ga memungkinkan untuk tidur di luar tempat tinggal kami masing-masing, adanya Vi yang tinggal serumah dengan Nat juga salah satu alasan kuat karena Nat masih agak takut kalau dia tahu. Terakhir kali kami menginap di hotel seperti ini adalah ketika anniversary pertama kami, hampir setengah tahun yang lalu.
Terkadang akupun merasa agak ga percaya, sudah hampir satu setengah tahun aku berpacaran dengan Nat, dan dia masih bisa merahasiakan hubungan seks kami dari Vi. Sepolos-polosnya orang, rasanya ga mungkin untuk ga membayangkan bahwa kami berdua, pria dan wanita yang masih muda dan masih dimabuk cinta, ga pernah merasakan tubuh satu sama lain lebih daripada sekedar berpelukan. Mungkin sebetulnya Vi udah curiga, atau bahkan memang tahu, kalau aku selalu ngeseks dengan kakaknya setiap kali ada kesempatan, tapi dia memilih untuk diam aja. Ah, bukan terlalu urusanku.
Itulah yang terlintas di benakku sementara aku bergegas ke flat Nat untuk menjemputnya dan pergi ke hotel bareng. Setelah itu terlintas pula bayangan berbagai macam hal-hal yang akan kami lakukan nanti malam di hotel, membuatku betul-betul tak sabar. Aku sampai di flatnya dan kami pun pergi ke hotel tujuan bersama-sama.
Sesampainya di kamar hotel, tentu saja, hal yang pertama kali kami lakukan adalah seks. Kami masih ga pernah merasa bosan akan hal yang satu ini, walaupun udah ga terhitung lagi berapa kali aku dan Nat sudah berhubungan seks. Setelah itu, kami makan di restoran hotel, dan segera kembali ke kamar lagi. Seks lagi. Membersihkan diri dan beristirahat sejenak, dan seks lagi. Sampai di pagi harinya, setelah seks kami yang keempat kali sejak tiba di hotel ini, Nat tengah duduk di pangkuanku yang sedang duduk di sofa, dalam keadaan masih tak berbusana sama sekali. Sambil kupeluk dia dari belakang, Nat tiba-tiba bertanya.
“hmmm, aku mau ngasih kamu sesuatu deh, kamu mau tau ga?” katanya misterius, tetapi tanpa sedikitpun ekspresi yang dapat kutangkap di suaranya.
Aku agak penasaran dengan yang dia katakan. Apa yang mau dia kasih? Hadiah? Ulang tahunku masih sangat lama. Atau ada something important yang sialnya aku lupa? Pikirku terheran.
“…..emang mau ngasih apa?” tanyaku menyerah.
“yaudah bentar dulu ya.” Katanya sambil bangun dari pangkuanku dan berjalan memakai celana dalam dan T shirt yang tergeletak di lantai.
Dia kemudian berjalan ke arah meja dan mengambil suatu amplop besar dari dalam tasnya.
Perasaanku jadi sedikit ga enak. Ada suatu perasaan ga nyaman yang tiba-tiba merambat naik ke belakang leherku. Firasatku mengatakan ini bukan hal yang baik. Apa jangan-jangan Nat hamil?? Pikirku was-was.
Nat berjalan balik ke arahku, membuka amplop tersebut, dan mengeluarkan beberapa lembar kertas putih yang telah distaples, dan memberikannya kepadaku.
“Nih,” katanya sambil menjulurkan serangkaian kertas tersebut kepadaku, masih tanpa ekspresi yang jelas.
Yang kubaca di kertas paling depan kemudian menyambarku seperti geledek di siang bolong. Tak percaya, kubaca dengan cepat seluruh tulisan yang ada di halaman pertama, kubuka halaman kedua dan kubaca, kulanjutkan ke halaman ketiga, dan kembali lagi ke halaman pertama, aku sangat terkejut.
Kumpulan kertas itu adalah print out dari history chat ku dengan Vera, lengkap dimulai dari hari pertama kali dia menghubungiku, sampai beberapa hari setelah aku tiba kembali di Sydney. Kejadian yang saat ini telah berlalu 4 bulan yang lalu.
Memang, setelah kejadian ghosting terhadap Vera di Jakarta, kami masih sempat melanjutkan komunikasi, dan nyatanya Vera tidak terlalu ambil hati saat aku membatalkan rencana kami sepihak. Dia dapat menyimpulkan bahwa aku udah punya pasangan dan dia menghormati keputusanku itu. Tapi karena masih ga enak, aku sendiri masih melanjutkan hubungan melalui chat selama beberapa hari setelah aku pulang.
Dan kini, semua riwayat percakapan tersebut tercetak dengan jelas di tiga lembar kertas A4 putih yang kupegang dengan gugup. Lebih parahnya lagi, riwayat percakapan tersebut ternyata banyak yang dikomentari oleh Nat, dengan ditulisi pulpen disana. Komentar-komentar seperti “kamu ga pernah ngasitau aku tentang ini” tertulis di sebelah chatku dengan Vera yang membicarakan sesuatu di masa lalu, atau “I wonder what you guys are planning to do, cooking? Must be fun.” di sebelah chat kami yang merencanakan kedatangan Vera ke apartemenku. Atau bahkan “kamu jahat banget sama dia, she may be already missing your dick for god knows how long.” pada chat dimana aku membatalkan sepihak rencanaku dengan Vera.
Aku terkejut dan speechless, tak tau apa yang harus kukatakan terlebih dahulu. Dengan agak takut kutatap Nat, takut akan apa yang akan kulihat di mukanya. Ternyata, mukanya masih hampir tanpa ekspresi sama sekali, tak ada raut marah, kecewa, atau bahkan sedih yang dapat kutangkap. Seakan dia hanya menungguku bereaksi.
Melihatku yang masih saja terdiam, Nat memulai percakapan.
“Kalau kamu pengen tahu, aku dapat chat history kamu ini dari HP kamu, waktu itu aku export dan copy waktu HP aku rusak.” Katanya tenang.
Astaga, aku betul-betul khilaf. Sekitar 3 minggu yang lalu HP milik Nat memang mengalami suatu kerusakan sampai ga bisa dipakai, dan aku membantu dengan meminjamkan HP milikku padanya, karena aku sendiri punya dua HP. Dia sempat punya waktu kurang lebih 24 jam untuk menggeledah Hpku, tapi aku yakin waktu itu semua chat dengan Vera sudah kuhapus. Ah, tapi udah ga ada gunanya memikirkan hal itu sekarang.
“………” aku masih terdiam, belum menemukan respons atau kata-kata yang menurutku tepat untuk dikatakan.
“gapapa, aku ga minta kamu untuk jelasin apa-apa, kayaknya udah cukup jelas dari chat kamu sama dia. Aku juga udah bisa nebak kalian tadinya mau ngapain pas dia mau ke apartemen kamu tapi ga jadi.” Lanjutnya lagi.
“….maaf…” setelah sekian lama berpikir, hanya ini kata terbaik yang dapat kukatakan pada Nat. “aku ga ada maksud apa-apa sama dia…” belum sempat kuteruskan kalimatku, Nat memotong.
“aku udah bilang aku ga minta penjelasan apa2…toh sekarang juga udah kejadian…aku tadinya cuma mau bilang, jujur, aku memang kecewa, aku sedih, sedih banget, aku udah percaya sepenuhnya sama kamu, ternyata kamu malah main di belakang sama mantan kamu. Dan bahkan kamu ga bilang sama sekali sama aku kalo dia ngontak kamu. Aku kecewa sama kamu Ja, kecewa.”
Sekarang mulai terlihat sedikit raut-raut kekecewaan dan sedih di semburat mukanya.
Tak dapat mengelak lagi, aku berusaha jelaskan apa yang aku pikirkan dan rasakan selama hubungan komunikasiku dengan Vera saat itu, dan kuceritakan juga bagaimana aku membatalkan rencana dengannya karena aku teringat Nat. Tak henti-hentinya kuucapkan maaf padanya.
“Ja, kamu harus tau…sekecewa-kecewanya aku sama kamu, sesedih-sedihnya aku sama kamu, sekarang sebenernya aku lebih kecewa lagi sama aku sendiri. Aku kecewa aku masih belum bisa bikin kamu nyaman sepenuhnya sampai kamu masih bisa melirik orang lain. Aku sayang sama kamu, Ja. I still do. But now I’m not sure if you truly love me back.” Katanya lirih sambil menatap ke lantai.
Ah, her mind is so pure that I bet it gotta look like a clear blue sky in there.
“……jangan kayak gitu…it’s not you, it’s me. Semua ini salah aku, tolong maafin aku. Aku udah janji sama sendiri, I’m gonna be a better man, just for you.” Balasku.
Aku meraih tangan Nat dan menggenggamnya. Dia tidak menolak, namun juga tidak menyambut genggamanku. Dia masih terdiam dan tidak menjawab apa-apa.
“….please, jangan putusin aku…aku bener2 nyesel dan minta maaf, I’d do anything to make it right.” Kataku mengiba.
Dari sini, baru kusadari bahwa Nat adalah cewek yang pertama kali, dan satu-satunya, yang membangkitkan sisi bucin ku.
Nat hanya menggeleng perlahan, menunduk. Kulihat ada air mata yang mulai menggenang di ujung kedua matanya.
“I’m not gonna break up with you, Ja. I don’t want to. I don’t know what is happening, what I will do, or how should I feel. But not to cut you off, I love you too much to do that.” Tangisnya sedikit-sedikit mulai keluar sepanjang kalimatnya ini.
It was a fine morning, and I thought that I’ve dodged a bullet. I was oblivious that life has yet to take another turn for me…
Kejadian dan “pertobatan” di Jakarta beberapa hari yang lalu seakan betul-betul mengetuk pintu hati nuraniku dan sejak saat itu sampai sekarang aku masih dihantui rasa malu dan bersalah, walaupun aku ga berani dan mungkin tetap ga akan menceritakan komunikasiku dengan Vera pada Nat. Karena itu pula, aku langsung pergi kesini untuk bertemu dengan Nat sesegera mungkin saat aku udah sampai. Dan selain alasan itu, juga untuk menagih jatah kepuasan jasmani yang tertunda selama seminggu, tentu saja.
Setelah menutup pintu, langsung kudekap tubuh Nat dari belakang dan kuciumi lehernya. Tercium aroma badannya yang harum khas dan bercampur dengan aroma salah satu merk sabun. Nat yang saat itu hanya mengenakan tank top hitam dan celana pendek sedikit terkejut dan mendengus geli sambil meremas tanganku yang kulingkarkan di pinggang rampingnya.
“I miss you” bisikku pelan tepat ke telinganya, sambil masih mendekap tubuhnya erat dari belakang.
“Miss you too” katanya pelan, kuputar kepalanya pelan ke samping dan mulai kulumat bibir mungilnya yang memang udah kurindukan beberapa hari terakhir ini.
Beberapa detik kami berciuman dengan bergairah, seakan pembalasan atas seminggu yang kami lalui tanpa sentuhan satu sama lain. Tak lama kemudian mulai kugesek-gesek juga selangkanganku yang mengeras ke pantatnya yang masih tertutupi celana jogging pendek. Penisku mulai mengeras dari balik celana jeans yang masih kukenakan.
Nat menyambut dengan mulai meraba-raba selangkanganku dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya masih meremas tanganku. Tak mau kalah, tangan kananku mulai menyelinap dari bawah ke balik tanktop nya dan mengelus perutnya yang rata itu. Dapat kurasakan kulitnya yang mulus dan hangat, membuat penisku semakin bangun dan mulai sakit tertahan celana dalam. Perlahan kuarahkan tanganku ke bagian atas badannya, sampai mencapai buah dadanya yang masih tertutup bra. Kuangkat bra itu dan dengan jari-jariku mulai kumainkan putingnya dengan halus. Desahan mulai terdengar keluar dari mulutnya yang masih kulumat dengan ganas.
“Aaahhhhh” suaranya yang sangat halus semakin membangkitkan gairahku.
Tanganku semakin menggerayangi tubuhnya, dengan tangan kiriku yang masih bebas aku mulai menggaruk2 selangkangannya dari luar celana yang sedang dia kenakan. Namun sebelum sempat kuraih ke balik celananya, dia melepaskan diri dari pelukanku dan berbalik menghadapku. Dia meletakkan telunjuknya di bibirku dan berkata,
“Let me treat you for the night.” Katanya sambil tersenyum.
Nat kemudian meraih ke balik tanktopnya dan melepas bra nya yang telah kuangkat. Dia kemudian menggantungkan bra itu ke leherku sambil tersenyum. Sebelum aku sempat bereaksi, dia sudah jongkok di depanku dan membuka kancing jeans lusuh yang belum sempat kucuci selama pergi ke Jakarta. Dia kemudian menurunkan celana boxer yang kupakai, penisku langsung menyeruak keluar karena sudah mengeras dari tadi.
“Hey little fella, do you miss me?” katanya kepada penisku, seakan berbicara dengan bayi.
“I miss you.” Lanjutnya lagi sambil mulai memegang dan mengocok penisku yang sudah berdiri tegak.
Sebuah rasa yang nikmat menjalar dari sana, menyebar ke seluruh tubuhku, sampai akupun sedikit bergidik keenakan.
“Kenapa...kok tiba-tiba..?” tanyaku menunduk melihatnya.
“Gapapa...kamu kan pasti udah cape di pesawat...sekarang biar aku yang melayani kamu biar kamu istirahatin aja...” jawabnya.
Ah, paling nanti ujung-ujungnya juga aku capek lagi nyodokin vaginamu, ujarku dalam hati. Namun aku ga membalas dan hanya merem-melek menikmati saja.
Semenit tangannya memompa penisku maju mundur, sebelum dia membuka mulutnya dan mulai menjilati batang penisku, membuatku semakin terpejam merasakan kenikmatan yang semakin menjadi. Penisku kemudian dia hisap, pelan-pelan dia masukkan sampai mulutnya mentok menyentuh biji zakarku. Dapat kurasakan sentuhan bibirnya dan dinding mulut serta lidahnya yang hangat di batang penisku, dengan menggerakkan kepalanya perlahan maju-mundur, dia menghisap kepala penisku dengan kuat tapi gentle.
Secara refleks kupegangi kepalanya, mengikuti gerakan maju mundur, dan kubelai rambutnya dengan sayang. Selama dia memberiku blowjob service itu aku kami ga berbicara sama sekali, aku yang hanya ingin menikmati momen ini terkadang beradu pandang dengannya yang melihat ke atas, menatapku dengan rasa puas seakan bangga bisa membuatku merasakan kenikmatan ini.
Mungkin karena rasa birahiku yang terpendam selama satu minggu, dan juga rencana dengan Vera yang kubatalkan hingga menjadi kentang, aku tak kuasa lama-lama menahan serangan mulutnya terhadap penisku. Sekitar 5 menit diberi blowjob seperti itu, aku mulai merasakan sesuatu akan datang dari pangkal penisku, kepalanya sudah berdenyut-denyut panas sedari tadi. Nat yang mungkin dapat merasakan kepala penisku mengembang dan melihat gelagatku yang semakin kegelian mengerti. Dia mempercepat tempo gerakan maju mundur kepalanya sambil memfokuskan hisapan mulutnya di kepala penisku. Bagian batang penisku yang terbuka kemudian dia kocok pelan di depan mulutnya.
Tanpa aba-aba, aku tiba2 menarik kepalanya dan mendorong penisku lebih dalam ke dalam mulut Nat. Aku mencapai klimaks. Penisku menyemburkan banyak cairan yang dapat kurasakan menyemprot bagian dalam mulut dan tenggorokan Nat, tetap kutahan posisi penisku disana sampai kepala penisku berdenyut-denyut mengeluarkan sisa-sisa cairan terakhir, dan selama itu pula Nat semakin menghisap kepala penisku dengan kuat. Sungguh kenikmatan yang tiada tara.
Saat penisku sudah berhenti mengeluarkan cairan, Nat mengeluarkannya dari mulutnya dan mendongak ke atas, menatapku yang terengah-engah mencapai orgasme. Masih dengan sebuah ekspresi bangga, dia membuka mulutnya sedikit dan memperlihatkan cairan putih kental yang memenuhi mulutnya sambil sedikit tersenyum tipis. Dia kemudian menutup mulutnya lagi sebelum cairannya tumpah dari bibirnya dan akupun menahan rahangnya dengan tanganku serta sedikit meremas pipinya sembari Nat berusaha menelan semua cairannya. Hal ini sebetulnya sebuah kebiasaan setiap aku keluar di mulutnya karena dulu dia pernah bilang dia suka kalo aku seakan memaksanya menelan seperti itu.
Dengan sekali teguk, sepertinya semua cairan spermaku berhasil dia telan. Dia kemudian berdiri dan membuka mulutnya, memperlihatkan isi mulutnya yang telah bersih.
“Wow, lumayan banyak juga hari ini, udah pengen banget yah?” tanyanya tersenyum.
Akupun hanya menjawab, “Iya dong, aku kangen tubuh kamu, udah lumayan lama ga ngerasain hangatnya tubuh kamu, tiba-tiba dikasih gini ya keenakan.”
“Oh, kangen tubuh aku doang nih? Jadi ga kangen aku dong?” tanyanya lagi sambil pura-pura cemberut.
“Ya kangen kamunya udah pasti lah...masa sih engga” jawabku meyakinkan. Kemudian kutarik kepalanya dan kucium pelan bibirnya yang baru saja basah oleh cairan spermaku. “Makasih yah...love you.” Ujarku.
Sejenak sempat terasa lagi sedikit rasa bersalah karena telah hampir mengkhianati kepercayaan Nat selama kami terpisah, tapi kutepis jauh-jauh pikiran itu.
Nat kemudian pergi ke arah dapur sedangkan aku membuka koperku untuk mengambil makanan yang memang telah kubeli tadi di bandara. Aku kemudian mengikuti Nat ke dapur sambil membawa bungkusan makanan itu, tapi sesampainya disana birahiku naik lagi saat melihat paha Nat yang putih mulus di bawah celana pendeknya ketika dia sedang membersihkan muka di wastafel. Rasa laparku hilang lagi dan aku menghampiri Nat, menarik tangannya dan menggiringnya ke kamar tidurnya. Nat ga berontak sama sekali, dan kudorong dia ke kasur dengan pelan. Saat mulai kulucuti pakaianku satu-satu, Nat yang terhempas di kasur, menumpukan kedua sikunya di belakang badannya, menatapku dan bertanya.
“Kenapa…kamu masih pengen…? Emangnya ga capek..?”
Aku tidak menjawab dan hanya menunjuk ke penisku yang sudah tegang berdiri lagi sambil tersenyum iseng. Nat hanya geleng2 kepala sambil tertawa kecil, kemudian dengan cepat membuka dan memelorotkan celana pendek dan celana dalamnya sehingga sekarang tubuh indahnya hanya tertutup oleh sehelai kain tanktop. Dengan posisinya badannya yang bertumpu di sikunya, dia kemudian membuka kedua kakinya lebar2 sehingga degup jantungku seolah terlewat beberapa kali.
Dengan posisi kakinya yang mengangkang lebar seperti itu di depanku, dapat kulihat vaginanya yang ternyata sekarang gundul, ternyata Nat sempat waxing selama aku pergi. Tak cukup sampai sana, Nat bahkan kemudian membuka lubang kewanitaannya dengan kedua jarinya sehingga dapat kulihat bagian dalam di bawah clitorisnya yang sudah basah dan agak kemerahan.
“Come and get it….” Katanya sambil tersenyum nakal, sisi binalnya udah muncul sepenuhnya sekarang.
Tanpa berlama-lama langsung kutimpa tubuhnya dengan tubuhku, tak lupa langsung kubuka tanktop hitamnya yang masih terpakai sehingga kedua tubuh kami yang sama-sama telanjang bersentuhan langsung, tubuhnya yang hangat terasa sangat halus menyentuhku. Dengan cekatan, kuarahkan penisku yang sudah sangat tegang ke lubang vaginanya, dan dengan mantap kudorong sehingga seluruh batangnya terbenam di dalam hangatnya lubang tersebut. Basah dan berdenyut-denyut hangat. Nat melenguh nikmat saat ujung kepala penisku menyentuh rahimnya.
“Aaaaacccchhhh….so gooood…terusin lagi sayaanngggg…” katanya di sela2 desahan dan nafas yang memburu.
Aku ga mau repot2 menjawab, aku hanya ingin menikmati tubuh indahnya yang memang memabukkan ini, perlahan tapi pasti kupompa vaginanya yang sudah sangat basah, maju mundur dengan irama yang konsisten. Nat kemudian melingkarkan kakinya ke badanku dan tangannya memelukku dengan erat, seperti tidak rela melepaskanku. Setiap kuangkat penisku dari vaginanya, aku merasakan rasa geli dan nikmat yang luar biasa di batang penisku, sedangkan bagi Nat titik kenikmatannya kelihatannya saat aku mendorong balik penisku sampai mentok.
Dengan posisinya yang masih memeluk erat tubuhku dengan kedua tangan dan kakinya, aku menyibakkan rambutnya yang udah acak-acakan menutupi telinganya, dan berbisik.
“…kalo kamu sendiri gimana…you miss me, or my dick…?”
“uhhh….both..aku udah nunggu lama pengen penis kamu lagi…” jawabnya terengah.
Aku sebenarnya ga terlalu peduli dengan jawabannya. Mungkin keduanya ada sama-sama benar, hatinya rindu padaku sedangkan tubuhnya rindu penisku. Dan dari reaksinya saat kusetubuhi seperti itu, memang sepertinya kebutuhan biologisnya ga dapat ditutupi.
Semakin lama, desahan dan erangan Nat semakin kencang, sedangkan vaginanya semakin hangat dan basah, cairannya membanjiri kasur di titik dimana kedua kemaluan kami sedang beradu. Mencium suatu gelagat yang aku sudah familiar, aku semakin mempercepat lagi iramaku karena tanpa dia bilang pun aku yakin Nat sudah hampir mencapai klimaks.
Benar saja, tak lama kemudian pelukan Nat menjadi lebih erat dan bahkan dia menancapkan kukunya ke punggungku, sebelum akhirnya seluruh badannya menegang dan Nat melenguh panjang. Kurasakan vaginanya berkontraksi seakan menyedot penisku sebelum akhirnya bergetar beberapa kali, tanda Nat telah mencapai orgasme.
Pelukan tangan dan kaki Nat terlepas dari badanku dan terkulai lemas, sementara penisku masih saja maju mundur mengobrak-abrik isi vaginanya. Kini aku yang sedikit dilema, di satu sisi aku masih ingin melanjutkan dengan berganti gaya lain, sedangkan di sisi lain aku sendiri udah mulai merasakan sebentar lagi akan mencapai klimaks. Akhirnya kuputuskan untuk segera orgasme aja, lagian badanku sendiri udah capek dan belum beristirahat sejak sampai disini. Dengan pertimbangan itu kuubah sedikit posisi kami menjadi posisi yang paling kusukai untuk orgasme, kuangkat kedua kaki Nat dan kutahan sehingga kalau dilihat menyamping, posisinya terlihat seperti jongkok. Dari arah ini, aku semakin leluasa untuk mendorong penisku sampai betul-betul masuk lebih dalam dari sebelumnya.
Nat yang kini hanya terpejam lemah dan mendesah pelan membuka matanya sedikit dan berusaha memberitahuku sesuatu. Sambil terus menggenjot vaginanya kencang, kudekatkan mukaku. Buah dadanya yang bulat sempurna dan kenyal kulihat terantuk maju mundur kencang mengikuti goyangan badannya.
“rrrhhh…sayangg…kamu keluarin di dalem aja yahhh….aku lagi safe day sekarang…” bisiknya lemah, Nat memang selalu paling lemah saat setelah orgasme.
Yess! Ini yang kutunggu-tunggu, saat bisa keluar di dalam, apalagi sekarang ketika ingin melampiaskan semua sisa nafsu setelah seminggu ga ketemu. Ga lama kemudian akupun merasakannya, sebuah dorongan kenikmatan yang semakin kuat yang kurasakan mengalir menuju ujung kepala penisku. Dengan kedua tanganku masih mencengkeram erat kedua pahanya yang kutahan ke atas, kudorong penisku sedalam mungkin, dan kusemburkan seluruh sisa isi buah zakarku, yang ternyata masih lumayan banyak, dalam-dalam ke rahim Nat. Merasakan cairan spermaku yang panas menyiram rahimnya, Nat agak melotot dan ikut melenguh keenakan, sambil kedua tangannya mencengkeram dan menarik-narik sprei kasur.
“aaaahhhhhh….so hottthh…enak banget sayaannggg…” erangnya, desahannya malah lebih keras daripada aku yang orgasme.
Tubuhku ambruk di atasnya, peluhku bercampur dengan peluhnya dan payudaranya yang kenyal sedikit menahan dadaku di atasnya. Tak peduli dengan cairan spermaku yang mulai mengalir menetes ke kasur, dari balik vagina Nat yang masih ditancap penisku yang masih setengah keras, maupun baju2 yang kami lepas sekenanya dan teronggok di lantai dan kasur, atau kasurnya sendiri yang telah kusut dan dilumuri berbagai macam cairan tubuh kami, aku dan Nat hanya berbaring berpelukan, menikmati sisa-sisa persetubuhan kami dan berusaha merasakan lagi kehangatan satu sama lain yang kami rindukan.
Dalam hati, aku menyesal telah hampir mengkhianati Nat dan berencana berbuat macam-macam di belakangnya. Dengan masih mendekap tubuhnya yang hangat, aku berjanji pada diriku sendiri dalam hati, “I’m gonna be a better person that she deserves.”
----
Malam ini aku telah ada janji bertemu dengan Nat. Bukan sekedar kencan biasa, malam ini kami akan menginap bersama di sebuah hotel. Suatu hal yang surprisingly jarang kami lakukan, karena satu dan lain hal. Di antara kesibukan kami berdua yang ga memungkinkan untuk tidur di luar tempat tinggal kami masing-masing, adanya Vi yang tinggal serumah dengan Nat juga salah satu alasan kuat karena Nat masih agak takut kalau dia tahu. Terakhir kali kami menginap di hotel seperti ini adalah ketika anniversary pertama kami, hampir setengah tahun yang lalu.
Terkadang akupun merasa agak ga percaya, sudah hampir satu setengah tahun aku berpacaran dengan Nat, dan dia masih bisa merahasiakan hubungan seks kami dari Vi. Sepolos-polosnya orang, rasanya ga mungkin untuk ga membayangkan bahwa kami berdua, pria dan wanita yang masih muda dan masih dimabuk cinta, ga pernah merasakan tubuh satu sama lain lebih daripada sekedar berpelukan. Mungkin sebetulnya Vi udah curiga, atau bahkan memang tahu, kalau aku selalu ngeseks dengan kakaknya setiap kali ada kesempatan, tapi dia memilih untuk diam aja. Ah, bukan terlalu urusanku.
Itulah yang terlintas di benakku sementara aku bergegas ke flat Nat untuk menjemputnya dan pergi ke hotel bareng. Setelah itu terlintas pula bayangan berbagai macam hal-hal yang akan kami lakukan nanti malam di hotel, membuatku betul-betul tak sabar. Aku sampai di flatnya dan kami pun pergi ke hotel tujuan bersama-sama.
Sesampainya di kamar hotel, tentu saja, hal yang pertama kali kami lakukan adalah seks. Kami masih ga pernah merasa bosan akan hal yang satu ini, walaupun udah ga terhitung lagi berapa kali aku dan Nat sudah berhubungan seks. Setelah itu, kami makan di restoran hotel, dan segera kembali ke kamar lagi. Seks lagi. Membersihkan diri dan beristirahat sejenak, dan seks lagi. Sampai di pagi harinya, setelah seks kami yang keempat kali sejak tiba di hotel ini, Nat tengah duduk di pangkuanku yang sedang duduk di sofa, dalam keadaan masih tak berbusana sama sekali. Sambil kupeluk dia dari belakang, Nat tiba-tiba bertanya.
“hmmm, aku mau ngasih kamu sesuatu deh, kamu mau tau ga?” katanya misterius, tetapi tanpa sedikitpun ekspresi yang dapat kutangkap di suaranya.
Aku agak penasaran dengan yang dia katakan. Apa yang mau dia kasih? Hadiah? Ulang tahunku masih sangat lama. Atau ada something important yang sialnya aku lupa? Pikirku terheran.
“…..emang mau ngasih apa?” tanyaku menyerah.
“yaudah bentar dulu ya.” Katanya sambil bangun dari pangkuanku dan berjalan memakai celana dalam dan T shirt yang tergeletak di lantai.
Dia kemudian berjalan ke arah meja dan mengambil suatu amplop besar dari dalam tasnya.
Perasaanku jadi sedikit ga enak. Ada suatu perasaan ga nyaman yang tiba-tiba merambat naik ke belakang leherku. Firasatku mengatakan ini bukan hal yang baik. Apa jangan-jangan Nat hamil?? Pikirku was-was.
Nat berjalan balik ke arahku, membuka amplop tersebut, dan mengeluarkan beberapa lembar kertas putih yang telah distaples, dan memberikannya kepadaku.
“Nih,” katanya sambil menjulurkan serangkaian kertas tersebut kepadaku, masih tanpa ekspresi yang jelas.
Yang kubaca di kertas paling depan kemudian menyambarku seperti geledek di siang bolong. Tak percaya, kubaca dengan cepat seluruh tulisan yang ada di halaman pertama, kubuka halaman kedua dan kubaca, kulanjutkan ke halaman ketiga, dan kembali lagi ke halaman pertama, aku sangat terkejut.
Kumpulan kertas itu adalah print out dari history chat ku dengan Vera, lengkap dimulai dari hari pertama kali dia menghubungiku, sampai beberapa hari setelah aku tiba kembali di Sydney. Kejadian yang saat ini telah berlalu 4 bulan yang lalu.
Memang, setelah kejadian ghosting terhadap Vera di Jakarta, kami masih sempat melanjutkan komunikasi, dan nyatanya Vera tidak terlalu ambil hati saat aku membatalkan rencana kami sepihak. Dia dapat menyimpulkan bahwa aku udah punya pasangan dan dia menghormati keputusanku itu. Tapi karena masih ga enak, aku sendiri masih melanjutkan hubungan melalui chat selama beberapa hari setelah aku pulang.
Dan kini, semua riwayat percakapan tersebut tercetak dengan jelas di tiga lembar kertas A4 putih yang kupegang dengan gugup. Lebih parahnya lagi, riwayat percakapan tersebut ternyata banyak yang dikomentari oleh Nat, dengan ditulisi pulpen disana. Komentar-komentar seperti “kamu ga pernah ngasitau aku tentang ini” tertulis di sebelah chatku dengan Vera yang membicarakan sesuatu di masa lalu, atau “I wonder what you guys are planning to do, cooking? Must be fun.” di sebelah chat kami yang merencanakan kedatangan Vera ke apartemenku. Atau bahkan “kamu jahat banget sama dia, she may be already missing your dick for god knows how long.” pada chat dimana aku membatalkan sepihak rencanaku dengan Vera.
Aku terkejut dan speechless, tak tau apa yang harus kukatakan terlebih dahulu. Dengan agak takut kutatap Nat, takut akan apa yang akan kulihat di mukanya. Ternyata, mukanya masih hampir tanpa ekspresi sama sekali, tak ada raut marah, kecewa, atau bahkan sedih yang dapat kutangkap. Seakan dia hanya menungguku bereaksi.
Melihatku yang masih saja terdiam, Nat memulai percakapan.
“Kalau kamu pengen tahu, aku dapat chat history kamu ini dari HP kamu, waktu itu aku export dan copy waktu HP aku rusak.” Katanya tenang.
Astaga, aku betul-betul khilaf. Sekitar 3 minggu yang lalu HP milik Nat memang mengalami suatu kerusakan sampai ga bisa dipakai, dan aku membantu dengan meminjamkan HP milikku padanya, karena aku sendiri punya dua HP. Dia sempat punya waktu kurang lebih 24 jam untuk menggeledah Hpku, tapi aku yakin waktu itu semua chat dengan Vera sudah kuhapus. Ah, tapi udah ga ada gunanya memikirkan hal itu sekarang.
“………” aku masih terdiam, belum menemukan respons atau kata-kata yang menurutku tepat untuk dikatakan.
“gapapa, aku ga minta kamu untuk jelasin apa-apa, kayaknya udah cukup jelas dari chat kamu sama dia. Aku juga udah bisa nebak kalian tadinya mau ngapain pas dia mau ke apartemen kamu tapi ga jadi.” Lanjutnya lagi.
“….maaf…” setelah sekian lama berpikir, hanya ini kata terbaik yang dapat kukatakan pada Nat. “aku ga ada maksud apa-apa sama dia…” belum sempat kuteruskan kalimatku, Nat memotong.
“aku udah bilang aku ga minta penjelasan apa2…toh sekarang juga udah kejadian…aku tadinya cuma mau bilang, jujur, aku memang kecewa, aku sedih, sedih banget, aku udah percaya sepenuhnya sama kamu, ternyata kamu malah main di belakang sama mantan kamu. Dan bahkan kamu ga bilang sama sekali sama aku kalo dia ngontak kamu. Aku kecewa sama kamu Ja, kecewa.”
Sekarang mulai terlihat sedikit raut-raut kekecewaan dan sedih di semburat mukanya.
Tak dapat mengelak lagi, aku berusaha jelaskan apa yang aku pikirkan dan rasakan selama hubungan komunikasiku dengan Vera saat itu, dan kuceritakan juga bagaimana aku membatalkan rencana dengannya karena aku teringat Nat. Tak henti-hentinya kuucapkan maaf padanya.
“Ja, kamu harus tau…sekecewa-kecewanya aku sama kamu, sesedih-sedihnya aku sama kamu, sekarang sebenernya aku lebih kecewa lagi sama aku sendiri. Aku kecewa aku masih belum bisa bikin kamu nyaman sepenuhnya sampai kamu masih bisa melirik orang lain. Aku sayang sama kamu, Ja. I still do. But now I’m not sure if you truly love me back.” Katanya lirih sambil menatap ke lantai.
Ah, her mind is so pure that I bet it gotta look like a clear blue sky in there.
“……jangan kayak gitu…it’s not you, it’s me. Semua ini salah aku, tolong maafin aku. Aku udah janji sama sendiri, I’m gonna be a better man, just for you.” Balasku.
Aku meraih tangan Nat dan menggenggamnya. Dia tidak menolak, namun juga tidak menyambut genggamanku. Dia masih terdiam dan tidak menjawab apa-apa.
“….please, jangan putusin aku…aku bener2 nyesel dan minta maaf, I’d do anything to make it right.” Kataku mengiba.
Dari sini, baru kusadari bahwa Nat adalah cewek yang pertama kali, dan satu-satunya, yang membangkitkan sisi bucin ku.
Nat hanya menggeleng perlahan, menunduk. Kulihat ada air mata yang mulai menggenang di ujung kedua matanya.
“I’m not gonna break up with you, Ja. I don’t want to. I don’t know what is happening, what I will do, or how should I feel. But not to cut you off, I love you too much to do that.” Tangisnya sedikit-sedikit mulai keluar sepanjang kalimatnya ini.
It was a fine morning, and I thought that I’ve dodged a bullet. I was oblivious that life has yet to take another turn for me…
CHAPTER 5
Terakhir diubah: