andytama124
Guru Semprot
- Daftar
- 25 Dec 2014
- Post
- 565
- Like diterima
- 88
ini sebuah tulisan yang di tulis oleh seorang suhu yang mungkin ini adalah sebuah karya yang sangat bagus menurut gw banyak pesan moral dan keindahan dalam sebuah tulisan
maaf nih bukan karya gw tapi menurut gw nih salah satu karya terbaik ...
ini adalah karya suhu marshall
ga ada maksud apa apa cuman mau berbagi dan meramaikan tran cerita ajha
BAB 1: Naga-Naga Kecil
(I)Pembantaian
Udara sungguh bersih, sangat cerah malah. Sinar matahari menerobos melalui celah dedaunan dari pohon-pohon berdaun jarang, sementara kicau burung bertingkah menghadirkan suasana gemilang.
Keadaan ini, seharusnya membuat siapapun gembira. Betapa tidak, berada di tengah keadaan yang begitu damai, pastilah akan menularkan kedamaian dan ketenangan serupa. Tapi tidak bagi orang tua yang satu ini. Pakaiannya sangat sederhana, layaknya orang pertengahan umur yang sedang menyepi dan mengais ketenangan hidup.
Orang tua dengan rambut dan alis yang sebagian mulai memutih ini terlihat berkali-kali menarik nafas panjang, seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkan dengan keras. Sungguh kontras dengan alam yang sedang cerah gemilang.
Kek, berhasil kek. aku berhasil, huraaa, seorang anak kecil yang sedang melakukan gerakan-gerakan silat tak jauh dari si orang tua memecahkan keheningan. Usia anak itu paling banyak 9 tahun dan dia nampak gembira karena berhasil melakukan beberapa gerakan yang baru dipelajarinya.
Bagus Liong ji. Kamu mengalami kemajuan pesat, puji si orang tua menanggapi keriangan cucunya.
Tapi masih banyak yang perlu kamu benahi untuk menjadi seperti Ayahmu, ujar si orang tua sambil mengelus-elus janggutnya.
Tapi gerakan-gerakan walet berkelit mengepakkan sayap yang kakek ajarkan sudah bisa kulakukan, kejar si bocah.
Benar, tapi itu baru dasar dari gerakan-gerakan melatih kelincahan tubuh kita. Besok Kakek akan mengajarkan dasar gerakan tubuh yang lain buatmu. Tapi sekarang, kamu harus menyempurnakan gerakan itu, Sahut si orang tua menahan senyum.
Ketika si Bocah kembali sibuk dengan gerakan-gerakan dasarnya, si orang tua kemudian bergumam. Harus segera diputuskan, nampaknya waktu tidak lama lagi, gumam si orang tua sambil mengamati dan nampaknya dengan sangat serius, keadaan alam, bahkan sambil memandang ke atas seakan sedang menghitung awan.
Ya, nampaknya, akan segera terjadi dan akan segera dimulai. Mudah-mudahan badai ini bisa reda tanpa korban yang terlalu berat. Dan mudah-mudahan benar, Liong ji mampu melewati badai yang teramat kelam ini.
Sang kakek kembali terbenam dalam lamunan dan pertimbangan-pertimbangan rumitnya, sang cucu kembali dalam kesibukan mengolah dan menempa gerakannya, sementara alam tetap ceria. Tapi, intuisi sang kakek nampaknya membuatnya harus memutuskan sesuatu.
Ya, memang aku harus segera memutuskannya, harus dimulai, gumamnya.
---------------------------
Kita tidak oleh gagal. Yang gagal lebih baik mengakhiri hidupnya daripada gerakan kita tercium sebelum dimulai benar-benar. Seorang berperawakan besar nampak sedang mengatur siasat dengan belasan pengikutnya.
Sasaran awal kita sebanyak empat Perguruan Silat menengah, harus tuntas hanya dalam waktu satu hari. Ingat, barisan ombak merah tidak boleh kalah dari barisan lain. Segera setelah tugas selesai, kembali berkumpul di bukit sebelah barat sana, bersama dengan barisan ombak lainnya, Kemudian kita akan menghilang untuk merencanakan gerakan selanjutnya. Semua siap? Tanya sang pemimpin.
Siap! serempak jawaban sekitar 12 orang anggota barisan merah menyahut di hadapan sang pemimpin.
Barisan merah 1 bersama regunya masuk melalui sisi kanan, seruan ini dengan segera ditanggapi secara tertib dan serius oleh barisan kelompok pertama. Jumlah kelompok pertama ini ada sekitar 3 orang.
Barisan merah 2 bersama regunya memasuki sisi kiri, seruan dan perintah ini diarahkan kepada barisan kedua yang juga berjumlah hamper sama dengan barisan pertama, yakni sebanyak 3 orang.
Sisanya memasuki pintu utama segera setelah mendengar dan melihat tanda siulanku. Kita tetapkan dimulai sebagaimana kesepakatan dengan Barisan warna biru, hijau dan kuning menjelang malam ini dan selesai secepatnya untuk bergabung di bukit sebelah barat, ujar si Pemimpin. Semua nampak mengangguk-angguk paham dan tetap dalam barisan dengan sangat tertib dan teratur.
-----------------------
PEK LIONG PAI, Perguruan Naga Putih. Papan nama megah itu nampak menyuram, seiring dengan mentari yang semakin condong ke barat. Bersamaan dengan itu, beberapa anak murid yang bertugas, mulai melakukan ronda menjelang malam. Menyalakan obor di beberapa sudut dan menempati pos penerima tamu yang sekaligus menjadi gerbang perguruan yang berada di sisi sebelah depan.
Bagian belakang Perguruan ini jarang didatangi orang, karena langsung berbatasan dengan tebing yang sangat tinggi sehingga selalu diabaikan untuk dijaga. Lagipula, di dekat tebing itu justru ketua Perguruan Naga Putih, Can Thie San tinggal. Jikapun ada penyusup, masakan tidak diketahui dan konangan oleh sang Ketua?
Dua orang murid yang bertugas jaga baru mau mulai bertugas meronda ketika sebuah piauw berbentuk bintang laut berwarna merah berdesing dan jatuh di halaman dalam. Keduanya terperanjat, akan tetapi dengan segera menjadi lebih terperanjat lagi ketika tanpa mereka sadari, dalam hitungan sepersekian detik seseorang dengan tutup wajah merah dan jubah merah lebar telah berdiri di belakang mereka. Tanpa mereka sadari dan ketahui. Bahkan berdiri dengan seramnya dibelakang mereka. Terlebih karena cahaya bulan berada dibelakang manusia berjubah itu, membuat tampilannya menjadi semakin menyeramkan bagi kedua penjaga itu.
Bawa, Piauw bintang laut merah itu kepada ketuamu. Sampaikan bahwa duta barisan ombak merah menunggu di halaman depan. Terdengar ucapan dengan nada yang sangat dingin dan menusuk dari Ketua Kelompok Barisan Merah yang nampak menyeramkan itu.
Tapi, para penjaga itu segera menyadari keadaan, dan ketika mulai menemukan kembali keberanian mereka, dengan segera seorang dari peronda malam itu menggerutu dan memaki:
Setan, siapa kamu gerangan hingga berani lancang tangan memerintah kami anggota perguruan ngek . Belum selesai bicara, sang murid yang lancang mulut itu telah terkulai. Lehernya tertembus sebuah piauw bintang laut merah yang berukuran jauh lebih kecil dari tanda pengenal yang dilemparkan sebagai tanda pengenal di halaman perguruan Naga Putih tadi.
Murid atau penjaga malam yang satunya lagi terbelalak kaget dan menjadi sangat ketakutan. Betapa tidak, dia tidak melihat dan tidak sanggup mengikuti kibasan tangan duta ombak merah, tahu-tahu kawannya sudah terkulai tewas dengan leher tertembus piauw bintang laut merah yang kecil. Sebentar kemudian, suara dingin dan menusuk itu kembali terdengar:
Mau sok hebat seperti kawanmu, atau segera masuk dan memanggil ketuamu? Kalimat ini diiringi dengan dengusan sang ketua barisan yang menjadi agak marah karena terusik oleh penjaga yang dibunuhnya barusan dengan sebuah kibasan piauw bintang laut merah.
Ba ba . Baik tuan, silahkan tunggu di sini . murid yang satu lagi dengan gemetar, kecut dan ketakutan segera memutar balikkan tubuhnya untuk memasuki ruangan dalam guna memberitahu kawan-kawan dan ketuanya.
Tetapi tiba-tiba, siiiiinnnng, terdengar desingan yang lain yang kemudian menghadirkan rasa dingin di lehernya dan entah bagaimana tiba-tiba dia merasa kesakitan pada bagian telinganya, dan terasa sakit dan darah, sebuah telinganya tiba-tiba terlepas.
Aduh jeritnya kesakitan, tapi ketakutan membuatnya tidak berhenti dan malah berlari masuk sambil membekap bekas telinga kirinya yang kini buntung oleh si jubah merah yang sangat ganas dan telengas, bukan saja membunuh kawannya tetapi juga memapas telinganya hingga buntung dan membuatnya sangat ketakutan.
Tidak beberapa lama kemudian, sekitar 20-an murid Pek Liong Pai berduyun-duyun keluar dan dengan marah, dan maju bergerombol di depan Sang ketua Barisan Merah. Sang ketua barisan tetap berdiri menyeramkan dan nampak angkuh menghadapi demikian banyak anak murid Pek Liong Pai yang datang mengerubutinya.
Nampak jelas bila si ketua barisan merah sama sekali tidak menganggap para murid ini sebagai orang-orang yang membahayakan dan bahkan tidak mengindahkan para murid yang murka melihat tubuh salah seorang teman mereka terbujur dihalaman dengan leher tertembus piauw kecil.
Setan, siapa kamu yang begitu berani menyatroni perguruan kami? Seorang yang cukup berwibawa bertanya dengan muka masam kepada si duta. Menjadi makin masam begitu melihat mayat salah seorang muridnya yang terkulai dengan leher tertembus piauw di depannya.
Apakah kamu yang membunuhnya? Tanya orang itu yang ternyata adalah Murid Kepala Can Thie San bernama Li Bu San, yang nampak menjadi semakin marah memandang si Pemimpin Barisan Merah
Benar, dan siapa pula kamu? Dengus sang pemimpin barisan merah dengan nada menghina dan tidak memandang sebelah mata.
Li Bu San, Murid kepala Pek Liong Pay Jawab Li Bu San lantang dibarengi kemarahan akibat seorang murid terluka dan seorang lagi tewas. Sungguh sombong dan telengas orang ini, pikirnya.
Kau belum cukup berhak untuk berhadapan denganku. Panggil ketuamu atau korban akan menjadi semakin besar . dengus si pemimpin yang membuat Li Bu San tambah naik pitam. Betapapun dia adalah murid kepala sang Ketua dan memiliki wewenang besar di perguruannya.
Sementara itu, lebih 20-an lagi murid Pek Liong Pay keluar dan mereka serentak mulai mengambil sikap untuk mengurung pemimpin barisan Merah yang sombong dan memuakkan itu.
Tapi tiba-tiba sang pemimpin barisan merag mengibaskan tangannya sambil kemudian sebuah siulan panjang terdengar dari bibirnya. Dan dalam waktu yang tidak lama, kepungan para murid Pek Liong Pay buyar, sebagian besar terlempar kebelakang meski tidak terluka, hanya terdorong oleh hempasan membadai dari tangan Sang pemimpin barisan merah yang ternyata sangat lihay bagi para murid Pek Liong Pay.
Sementara di belakang sang pemimpin barisan merah, sejurus kemudian dalam waktu yang tidak lama telah bertambah dengan 6 orang lain dengan tubuh bersaputkan kain merah dan wajah juga tertutup kain merah. Bedanya dengan Pemimpin Barisan Merah adalah, adalah warna jubahnya yang lebih pekat dibandingkan dengan anak buahnya.
Jangan memaksa kami menurunkan tangan lebih kejam. Kami ingin bekerjasama dengan kalian, tetapi bila kalian mengambil jalan kekerasan, kami tidak segan-segan menurunkan tangan kejam Si pemimpin barisan merah mengancam. Bahkan ancamannya sudah dibuktikan dengan tak segan-segannya dia membunuh dan melukai orang, meski dihadapan banyak anak murid perguruan itu.
Apa kehendak kalian sebenarnya Bertanya Li Bu San mewakili gurunya dan tentu kawan-kawan perguruan dan murid-muridnya.
Kau tidak berhak bertanya jawab denganku. Jika Ketua Kalian berkeras tidak mau menghadapi kami, maka jangan salahkan bila kami melepas tangan kejam untuk murid-muridnya. Cukup kamu tahu, bahwa kami tidak berpantang melakukan pembunuhan, termasuk membunuh seluruh anak murid Pek Liong Pay apabila memang dibutuhkan Hebat bukan main ucapan pemimpin barisan merah ini, sampai-sampai wajah Li Bu San menjadi pucat menahan kemendongkolan dan kemarahan yang memenuhi relung dadanya.
Tahan, ada apa malam-malam orang mencariku? Sebuah suara diikuti tindakan lebar dibarengi pengerahan tenaga mendatangi ke halaman depan. Dan tidak berapa lama kemudian nampak berdiri gagah seorang berumur pertengahan dan yang dengan cepat semua murid termasuk Li Bu San menghormat sambil berkata: hormat Pangcu. Tapi orang itu hanya memandang sekilas untuk kemudian matanya beralih kepada si pendatang, pemimpin barisan merah bersama anak buah yang menyertainya. Wajahnya berkernit sekejap melihat sudah ada anak muridnya yang menjadi korban dan ada yang terluka.
Apakah kau, Ketua Pek Liong Pay? Tanya pemimpin barisan merah ketika orang yang baru datang memandang kearah kelompok barisan merah dan dirinya seakan bertanya-tanya siapa mereka gerangan.
Benar, Can Thie San, Ketua Pek Liong Pay Jawab sang Ketua yang kemudian dari belakangnya keluar pula anak laki-lakinya, Can Liong dan selanjutnya berdiri di sebelah kiri dan istrinya berdiri di sebelah kanan seakan mengapit Can Thie San ditengah mereka berdua..
Tapi ketika melihat piauw Bintang Laut Merah di tengah halaman, wajah Can Thie San nampak berubah hebat. Apalagi ketika melihat bahwa Barisan Merah telah hampir lengkap, sudah ada 6 orang, dan berarti masih ada 2 sayap lainnya yang menunggu untuk bergabung. Sebagai seorang tokoh dan ketua perguruan, Can Thie San sudah maklum apa yang akan terjadi. Sesuatu yang membahayakan dirinya, perguruannya, semua anak muridnya dan tentu juga keluarganya.
Apa yang kalian kehendaki? Tanya Can Thie San
Meminta Pek Liong Pay tunduk kepada kami, dan kemudian bekerjasama untuk menguasai dunia persilatan. Jika ditolak, maka berarti bermusuhan, dan Barisan Merah tidak segan melakukan pembunuhan dan pembasmian . Sahut pemimpin barisan merah dingin dan tajam menusuk.
Wajah Can Thie San nampak makin kelam. Dia tahu dan sadar belaka dengan siapa dia kini berhadapan. Di Lautan sebelah selatan, Can Thie San tahu bahwa ada sebuah Perkumpulan Misterius yang sangat ambisius dan memiliki 4 barisan utama, yakni barisan merah, barisan biru, barisan hijau dan kuning.
Jangankan dengan barisan itu, dengan duta yang menjadi kepala dari barisan itu, dia sadar betul masih belum nempil menjadi lawannya. Apalagi menghadapi barisan yang dia dengar, bila bergerak tidak akan menyisakan orang yang berada di tengah barisan itu.
Can Thie San juga sadar, meski masih belum pernah tampil di Tionggoan, Ketua Perkumpulan misterius ini, dikabarkan tanpa tanding. Atau sulit dicarikan tandingannya, karena kesaktiannya yang luar biasa, sehingga bahkan barisannya saja sudah demikian sakti. Anehnya, mau apa mereka memasuki Tionggoan setelah puluhan tahun berdiam di lautan selatan? Apakah ada sesuatu yang berubah ataukah tiba-tiba muncul ambisi mereka untuk berkuasa juga di Tionggoan?
Banyak pertanyaan di benak Can Thie San, tetapi sayangnya tidak semua bisa ditanyakannya kepada pemimpin barisan merah yang dia tahu juga sangat lihay dan ganas, dan mengahdirkan ancaman baginya, keluarganya dan perguruannya.
Tetapi, sebagai seorang Ketua sebuah Perguruan, meski bukan perguruan terbesar dalam dunia persilatan Tionggoan, dalam waktu sekejap, Can Thie San sudah mengambil keputusan. Setidaknya, dia berharap anaknya Can Liong dan istrinya boleh luput dari sergapan dan pembantaian oleh barisan merah yang menakutkan ini.
Meskipun nampaknya berat, tetapi demi kegagahan dia harus mempertahankan kehormatannya. Betapapun kecilnya Pek Liong Pay, tetapi kehormatan sebagai kaum persilatan harus dijaganya, dan justru karena berpikiran demikian maka Can Thie San menjadi pasrah, dan karena itu, dengan tegas dia berkata:
Baik, bagaimana jika diputuskan bahwa siapa yang menang dia berhak menentukan nasib yang kalah?
Suhu murid-muridnya menjerit kaget, sungguh luar biasa apa yang diucapkan guru mereka. Dari semua murid, hanya Li Bu San yang bisa memahami makna dari ucapan yang keluar dari mulut suhunya, karena sedikit banyak dia sudah mendengar kehebatan dan keganasan Barisan merah ini.
Sudah kutetapkan demikian, entah bagaimana pemikiran pemimpin Barisan Merah? Tanya Can Thie San
Kami perlu dukungan dan kerjasama banyak perguruan. Karena itu, pikirkan sekali lagi Can Thie San, menakluk dan bekerjasama dengan kami atau terpaksa kami membuka jalan darah . sahut pemimpin barisan Merah.
Beri aku waktu untuk mencoba merundingkan beberapa hal dengan murid kepalaku Can Thie San berkata kepada pemimpin Barisan Merah, sebuah upaya lain untuk mengulur waktu buat meloloskan putranya dan istrinya dari marabahaya yang mengancam.
Silahkan Jawab Sang pemimpin.
Can Thie San menghampiri istri dan anaknya dan nampaknya berusaha memberikan beberapa pengertian serta juga beberapa pesan yang mesti dilakukan menghadapi bahaya ini. Nampak anaknya seperti tidak setuju, tetapi ayahnya tetap berkeras karena sadar betul kekuatan yang sedang mereka hadapi, sebuah kekuatan yang tak tertahankan bagi mereka.
Pada akhirnya, Can Liong nampaknya mengangguk berat, sangat berat hatinya harus meninggalkan ayahnya bertarung tanpa keyakinan menang, sementara dia merat bersama ibunya. Semuanya tidak lepas dari pengamatan Pemimpin Barisan Merah, bahkan dengan jelas dia mendengar percakapan mereka melalui telinganya yang tajam.
Pemimpin Barisan Merah hanya memandang diam, dia tahu sayap kiri kanan akan menyelesaikan yang tersisa ataupun siapa saja yang akan tersisa dan lolos dari halaman depan. Sementara itu, Can Thie San setelah menerima anggukan persetujuan istri dan anaknya, kemudian menghampiri murid-muridnya dan mengeluarkan pesan-pesannya yang dimintanya untuk ditaati oleh murid-muridnya:
Seandainya Gurumu kalah, ingatlah selalu untuk menegakkan kebenaran. Bukan masalah hidup atau mati yang penting, tapi bagaimana kehormatan dan kegagahan ditegakkan. Jika aku beruntung menang, tidak akan ada masalah. Jika tidak, Li Bu San, tolong kau perhatikan nantinya .
Li Bu San mengangguk-angguk sambil menyatakan Iya suhu, hati-hatilah.
Can Thie San kemudian menghampiri Sang Duta dan menyatakan, silahkan, kita mulai, kami memutuskan untuk melawan dengan kehormatan dan kegagahan kami.
Tapi Sang pemimpin barisan merah dengan dingin dan tenang malah menyatakan, jika dalam 5 jurus kamu mampu bertahan, kami akan berlalu. Tapi bila kami menang, maka Perguruan ini akan segera kami musnahkan karena berani menentang perintah menakluki
Perkataan ini disambut dengan gerengan marah murid-murid Pek Liong Pay yang merasa sangat terhina oleh ucapan pemimpin barisan merah yang bukan hanya menghina, tetapi bahkan mengancam akan membunuh mereka semua.
Begitupun, ucapan 5 jurus ini, membuat semangat Can Thie San bangkit lagi. Masakan bertahan 5 juruspun aku tak sanggup? pikirnya, dan membuatnya seperti mendapatkan dorongan moral dan semangat baru untuk mempertahankan hidupnya dan perguruannya.
Dengan segera dia mengempos tenaga dan dengan sengaja dia kemudian menetapkan memilih dan mengeluarkan serta mengerahkan jurus-jurus terampuh dari perguruan yang diciptakan ayahnya berdasarkan Jurus Kibasan Naga Putih.
Pada saat menyerang, tangan dan kakinya bergerak kuat dan dengan segera menerpa menyerang kearah pinggang dan kaki pemimpin barisan Merah. Tapi sayang, baik kegesitan maupun tenaga, nampaknya Can Thie San masih terpaut cukup jauh dari pemimpin barisan Merah yang digdaya itu. Hanya dengan menggeser 1 langkah kekiri, menyentil pergelangan tangan dan kemudian mengegos perlahan dan santai, 3 jurus ampuh Naga Putih sudah bisa dipunahkannya.
Dan ketika Can Thie San melancarkan Serangan Naga Putih Berontak, dengan kedua tangan mendorong ke depan kemudian cepat melingkar dengan serangan kaki kanan, disertai tenaga yang hebat, pemimpin barisan Merah dengan gesit menghindar.
Bahkan kemudian bukan hanya menghindar sebuah sodokan yang nampaknya perlahan saja, secara aneh dan telak telah nyelonong ke dada Can Thie San yang segera terlontar ke belakang dan dan kemudian dari mulutnya menyeburlah darah segar.
Can Thie San, kau sudah kalah. Aku hanya memainkan 4 jurus, 3 jurus mengelak dan sebuah jurus menyerang, dan itu sudah cukup mejatuhkanmu. Maafkan, bila barisan merah terpaksa memaksa Pek Liong Pay untuk terbasmi Berkata pemimpin Barisan Merah kepada Can Thie San yang jatuh terduduk dengan darah berceceran disampingnya dan mengotori juga jubahnya.
Tiba-tiba, suara siulan pemimpin barisan merah kembali terdengar, sebuah perintah untuk turun tangan kepada barisan merah, baik yang bersamanya maupun yang masuk melalui pintu kiri dan pintu kanan perguruan Pek Liong Pay sebagaimana yang mereka rencanakan.
Dan bersamaan dengan itu, nampak murid-murid Pek Liong Pay juga bergerak, malah nampaknya Li Bu San mendahului mendekati pemimpin Barisan Merah dan dengan garang menantang untuk bertempur dengan si pemimpin:
Aku akan minta pengajaranmu Li Bu San nekat maju menyerang pemimpin barisan merah, dan langkahnya diikuti oleh beberapa murid lain yang merasa muak dan marah dengan kesombongan pemimpin barisan merah. Tetapi hanya dengan menggeser kaki kekanan, diikuti sebuah sodokan pemimpin barisan merah telah melontarkan Li Bu San kembali ke tempatnya.
Li Bu San yang keras kepala kemudian malah menghunus pedangnya dan dengan lantang berseru, Kita lawan, dan seruannya diiringi dengan sambutan murid-murid lain yang dengan segera ikut menggempur Barisan Merah yang juga sudah menerima perintah melalui siulan untuk membasmi Pek Liong Pay.
Maka dimulailah proses perkelahian dan pertempuran yang lebih mirip pembantaian anak murid Pek Liong Pay. Pertempuran yang berat sebelah itu berlangsung timpang, meskipun Pek Liong Pay menang jumlah, malah sangat banyak, tetapi kemampuan mereka bertempur masih sangat jauh dibandingkan dengan kekuatan Barisan Merah.
Barisan ini seakan-akan bermain-main dengan mencabut nyawa kekiri dan kekanan, dan tidak lama kemudian anak murid Pek Liong Pay sudah pada bergelimpangan menjadi korban, tak satupun tersisa. Bahkan Can Thie San dan juga Lu Bu San menjadi korban diantara mayat bergelimpangan dihalaman perguruan mereka.
Bahkan Can Liong bersama ibunya yang mengambil jalan belakang sesuai pesan ayahnya, juga ikutan menjadi korban. Pek Liong Pay akhirnya jatuh dan terbasmi habis oleh di tangan Perguruan Misterius dari Lautan Selatan yang menyerang dan menyerbu dengan barisan merahnya.
Hari itu, 4 perguruan kelas menengah menjadi korban. Dari keempat perguruan itu, hanya 1 perguruan yang menakluk dan dikuasai. Sementara sisanya, 3 perguruan lain dibasmi habis sampai keakar-akarnya. Setidaknya hampr 200 orang tewas dalam pembasmian, dimana hampir tiada seorangpun anggota perguruan 3 perguruan yang melawan yang tertinggal, semua mati terbantai secara mengerikan.
Bahkan juga anggota keluarga pemimpin perguruan itu, ditemukan tewas dengan cara yang hampir sama. Perguruan yang menakluk itu dan selamat, kini dikuasai oleh Perguruan Misterius yang nampaknya berkeinginan melebarkan sayap ke Tionggoan. Perlawanan pek Liong Pay bersama 2 perguruan lainnya terlampau lemah dan sangat mudah di kuasai.
maaf nih bukan karya gw tapi menurut gw nih salah satu karya terbaik ...
ini adalah karya suhu marshall
ga ada maksud apa apa cuman mau berbagi dan meramaikan tran cerita ajha
BAB 1: Naga-Naga Kecil
(I)Pembantaian
Udara sungguh bersih, sangat cerah malah. Sinar matahari menerobos melalui celah dedaunan dari pohon-pohon berdaun jarang, sementara kicau burung bertingkah menghadirkan suasana gemilang.
Keadaan ini, seharusnya membuat siapapun gembira. Betapa tidak, berada di tengah keadaan yang begitu damai, pastilah akan menularkan kedamaian dan ketenangan serupa. Tapi tidak bagi orang tua yang satu ini. Pakaiannya sangat sederhana, layaknya orang pertengahan umur yang sedang menyepi dan mengais ketenangan hidup.
Orang tua dengan rambut dan alis yang sebagian mulai memutih ini terlihat berkali-kali menarik nafas panjang, seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkan dengan keras. Sungguh kontras dengan alam yang sedang cerah gemilang.
Kek, berhasil kek. aku berhasil, huraaa, seorang anak kecil yang sedang melakukan gerakan-gerakan silat tak jauh dari si orang tua memecahkan keheningan. Usia anak itu paling banyak 9 tahun dan dia nampak gembira karena berhasil melakukan beberapa gerakan yang baru dipelajarinya.
Bagus Liong ji. Kamu mengalami kemajuan pesat, puji si orang tua menanggapi keriangan cucunya.
Tapi masih banyak yang perlu kamu benahi untuk menjadi seperti Ayahmu, ujar si orang tua sambil mengelus-elus janggutnya.
Tapi gerakan-gerakan walet berkelit mengepakkan sayap yang kakek ajarkan sudah bisa kulakukan, kejar si bocah.
Benar, tapi itu baru dasar dari gerakan-gerakan melatih kelincahan tubuh kita. Besok Kakek akan mengajarkan dasar gerakan tubuh yang lain buatmu. Tapi sekarang, kamu harus menyempurnakan gerakan itu, Sahut si orang tua menahan senyum.
Ketika si Bocah kembali sibuk dengan gerakan-gerakan dasarnya, si orang tua kemudian bergumam. Harus segera diputuskan, nampaknya waktu tidak lama lagi, gumam si orang tua sambil mengamati dan nampaknya dengan sangat serius, keadaan alam, bahkan sambil memandang ke atas seakan sedang menghitung awan.
Ya, nampaknya, akan segera terjadi dan akan segera dimulai. Mudah-mudahan badai ini bisa reda tanpa korban yang terlalu berat. Dan mudah-mudahan benar, Liong ji mampu melewati badai yang teramat kelam ini.
Sang kakek kembali terbenam dalam lamunan dan pertimbangan-pertimbangan rumitnya, sang cucu kembali dalam kesibukan mengolah dan menempa gerakannya, sementara alam tetap ceria. Tapi, intuisi sang kakek nampaknya membuatnya harus memutuskan sesuatu.
Ya, memang aku harus segera memutuskannya, harus dimulai, gumamnya.
---------------------------
Kita tidak oleh gagal. Yang gagal lebih baik mengakhiri hidupnya daripada gerakan kita tercium sebelum dimulai benar-benar. Seorang berperawakan besar nampak sedang mengatur siasat dengan belasan pengikutnya.
Sasaran awal kita sebanyak empat Perguruan Silat menengah, harus tuntas hanya dalam waktu satu hari. Ingat, barisan ombak merah tidak boleh kalah dari barisan lain. Segera setelah tugas selesai, kembali berkumpul di bukit sebelah barat sana, bersama dengan barisan ombak lainnya, Kemudian kita akan menghilang untuk merencanakan gerakan selanjutnya. Semua siap? Tanya sang pemimpin.
Siap! serempak jawaban sekitar 12 orang anggota barisan merah menyahut di hadapan sang pemimpin.
Barisan merah 1 bersama regunya masuk melalui sisi kanan, seruan ini dengan segera ditanggapi secara tertib dan serius oleh barisan kelompok pertama. Jumlah kelompok pertama ini ada sekitar 3 orang.
Barisan merah 2 bersama regunya memasuki sisi kiri, seruan dan perintah ini diarahkan kepada barisan kedua yang juga berjumlah hamper sama dengan barisan pertama, yakni sebanyak 3 orang.
Sisanya memasuki pintu utama segera setelah mendengar dan melihat tanda siulanku. Kita tetapkan dimulai sebagaimana kesepakatan dengan Barisan warna biru, hijau dan kuning menjelang malam ini dan selesai secepatnya untuk bergabung di bukit sebelah barat, ujar si Pemimpin. Semua nampak mengangguk-angguk paham dan tetap dalam barisan dengan sangat tertib dan teratur.
-----------------------
PEK LIONG PAI, Perguruan Naga Putih. Papan nama megah itu nampak menyuram, seiring dengan mentari yang semakin condong ke barat. Bersamaan dengan itu, beberapa anak murid yang bertugas, mulai melakukan ronda menjelang malam. Menyalakan obor di beberapa sudut dan menempati pos penerima tamu yang sekaligus menjadi gerbang perguruan yang berada di sisi sebelah depan.
Bagian belakang Perguruan ini jarang didatangi orang, karena langsung berbatasan dengan tebing yang sangat tinggi sehingga selalu diabaikan untuk dijaga. Lagipula, di dekat tebing itu justru ketua Perguruan Naga Putih, Can Thie San tinggal. Jikapun ada penyusup, masakan tidak diketahui dan konangan oleh sang Ketua?
Dua orang murid yang bertugas jaga baru mau mulai bertugas meronda ketika sebuah piauw berbentuk bintang laut berwarna merah berdesing dan jatuh di halaman dalam. Keduanya terperanjat, akan tetapi dengan segera menjadi lebih terperanjat lagi ketika tanpa mereka sadari, dalam hitungan sepersekian detik seseorang dengan tutup wajah merah dan jubah merah lebar telah berdiri di belakang mereka. Tanpa mereka sadari dan ketahui. Bahkan berdiri dengan seramnya dibelakang mereka. Terlebih karena cahaya bulan berada dibelakang manusia berjubah itu, membuat tampilannya menjadi semakin menyeramkan bagi kedua penjaga itu.
Bawa, Piauw bintang laut merah itu kepada ketuamu. Sampaikan bahwa duta barisan ombak merah menunggu di halaman depan. Terdengar ucapan dengan nada yang sangat dingin dan menusuk dari Ketua Kelompok Barisan Merah yang nampak menyeramkan itu.
Tapi, para penjaga itu segera menyadari keadaan, dan ketika mulai menemukan kembali keberanian mereka, dengan segera seorang dari peronda malam itu menggerutu dan memaki:
Setan, siapa kamu gerangan hingga berani lancang tangan memerintah kami anggota perguruan ngek . Belum selesai bicara, sang murid yang lancang mulut itu telah terkulai. Lehernya tertembus sebuah piauw bintang laut merah yang berukuran jauh lebih kecil dari tanda pengenal yang dilemparkan sebagai tanda pengenal di halaman perguruan Naga Putih tadi.
Murid atau penjaga malam yang satunya lagi terbelalak kaget dan menjadi sangat ketakutan. Betapa tidak, dia tidak melihat dan tidak sanggup mengikuti kibasan tangan duta ombak merah, tahu-tahu kawannya sudah terkulai tewas dengan leher tertembus piauw bintang laut merah yang kecil. Sebentar kemudian, suara dingin dan menusuk itu kembali terdengar:
Mau sok hebat seperti kawanmu, atau segera masuk dan memanggil ketuamu? Kalimat ini diiringi dengan dengusan sang ketua barisan yang menjadi agak marah karena terusik oleh penjaga yang dibunuhnya barusan dengan sebuah kibasan piauw bintang laut merah.
Ba ba . Baik tuan, silahkan tunggu di sini . murid yang satu lagi dengan gemetar, kecut dan ketakutan segera memutar balikkan tubuhnya untuk memasuki ruangan dalam guna memberitahu kawan-kawan dan ketuanya.
Tetapi tiba-tiba, siiiiinnnng, terdengar desingan yang lain yang kemudian menghadirkan rasa dingin di lehernya dan entah bagaimana tiba-tiba dia merasa kesakitan pada bagian telinganya, dan terasa sakit dan darah, sebuah telinganya tiba-tiba terlepas.
Aduh jeritnya kesakitan, tapi ketakutan membuatnya tidak berhenti dan malah berlari masuk sambil membekap bekas telinga kirinya yang kini buntung oleh si jubah merah yang sangat ganas dan telengas, bukan saja membunuh kawannya tetapi juga memapas telinganya hingga buntung dan membuatnya sangat ketakutan.
Tidak beberapa lama kemudian, sekitar 20-an murid Pek Liong Pai berduyun-duyun keluar dan dengan marah, dan maju bergerombol di depan Sang ketua Barisan Merah. Sang ketua barisan tetap berdiri menyeramkan dan nampak angkuh menghadapi demikian banyak anak murid Pek Liong Pai yang datang mengerubutinya.
Nampak jelas bila si ketua barisan merah sama sekali tidak menganggap para murid ini sebagai orang-orang yang membahayakan dan bahkan tidak mengindahkan para murid yang murka melihat tubuh salah seorang teman mereka terbujur dihalaman dengan leher tertembus piauw kecil.
Setan, siapa kamu yang begitu berani menyatroni perguruan kami? Seorang yang cukup berwibawa bertanya dengan muka masam kepada si duta. Menjadi makin masam begitu melihat mayat salah seorang muridnya yang terkulai dengan leher tertembus piauw di depannya.
Apakah kamu yang membunuhnya? Tanya orang itu yang ternyata adalah Murid Kepala Can Thie San bernama Li Bu San, yang nampak menjadi semakin marah memandang si Pemimpin Barisan Merah
Benar, dan siapa pula kamu? Dengus sang pemimpin barisan merah dengan nada menghina dan tidak memandang sebelah mata.
Li Bu San, Murid kepala Pek Liong Pay Jawab Li Bu San lantang dibarengi kemarahan akibat seorang murid terluka dan seorang lagi tewas. Sungguh sombong dan telengas orang ini, pikirnya.
Kau belum cukup berhak untuk berhadapan denganku. Panggil ketuamu atau korban akan menjadi semakin besar . dengus si pemimpin yang membuat Li Bu San tambah naik pitam. Betapapun dia adalah murid kepala sang Ketua dan memiliki wewenang besar di perguruannya.
Sementara itu, lebih 20-an lagi murid Pek Liong Pay keluar dan mereka serentak mulai mengambil sikap untuk mengurung pemimpin barisan Merah yang sombong dan memuakkan itu.
Tapi tiba-tiba sang pemimpin barisan merag mengibaskan tangannya sambil kemudian sebuah siulan panjang terdengar dari bibirnya. Dan dalam waktu yang tidak lama, kepungan para murid Pek Liong Pay buyar, sebagian besar terlempar kebelakang meski tidak terluka, hanya terdorong oleh hempasan membadai dari tangan Sang pemimpin barisan merah yang ternyata sangat lihay bagi para murid Pek Liong Pay.
Sementara di belakang sang pemimpin barisan merah, sejurus kemudian dalam waktu yang tidak lama telah bertambah dengan 6 orang lain dengan tubuh bersaputkan kain merah dan wajah juga tertutup kain merah. Bedanya dengan Pemimpin Barisan Merah adalah, adalah warna jubahnya yang lebih pekat dibandingkan dengan anak buahnya.
Jangan memaksa kami menurunkan tangan lebih kejam. Kami ingin bekerjasama dengan kalian, tetapi bila kalian mengambil jalan kekerasan, kami tidak segan-segan menurunkan tangan kejam Si pemimpin barisan merah mengancam. Bahkan ancamannya sudah dibuktikan dengan tak segan-segannya dia membunuh dan melukai orang, meski dihadapan banyak anak murid perguruan itu.
Apa kehendak kalian sebenarnya Bertanya Li Bu San mewakili gurunya dan tentu kawan-kawan perguruan dan murid-muridnya.
Kau tidak berhak bertanya jawab denganku. Jika Ketua Kalian berkeras tidak mau menghadapi kami, maka jangan salahkan bila kami melepas tangan kejam untuk murid-muridnya. Cukup kamu tahu, bahwa kami tidak berpantang melakukan pembunuhan, termasuk membunuh seluruh anak murid Pek Liong Pay apabila memang dibutuhkan Hebat bukan main ucapan pemimpin barisan merah ini, sampai-sampai wajah Li Bu San menjadi pucat menahan kemendongkolan dan kemarahan yang memenuhi relung dadanya.
Tahan, ada apa malam-malam orang mencariku? Sebuah suara diikuti tindakan lebar dibarengi pengerahan tenaga mendatangi ke halaman depan. Dan tidak berapa lama kemudian nampak berdiri gagah seorang berumur pertengahan dan yang dengan cepat semua murid termasuk Li Bu San menghormat sambil berkata: hormat Pangcu. Tapi orang itu hanya memandang sekilas untuk kemudian matanya beralih kepada si pendatang, pemimpin barisan merah bersama anak buah yang menyertainya. Wajahnya berkernit sekejap melihat sudah ada anak muridnya yang menjadi korban dan ada yang terluka.
Apakah kau, Ketua Pek Liong Pay? Tanya pemimpin barisan merah ketika orang yang baru datang memandang kearah kelompok barisan merah dan dirinya seakan bertanya-tanya siapa mereka gerangan.
Benar, Can Thie San, Ketua Pek Liong Pay Jawab sang Ketua yang kemudian dari belakangnya keluar pula anak laki-lakinya, Can Liong dan selanjutnya berdiri di sebelah kiri dan istrinya berdiri di sebelah kanan seakan mengapit Can Thie San ditengah mereka berdua..
Tapi ketika melihat piauw Bintang Laut Merah di tengah halaman, wajah Can Thie San nampak berubah hebat. Apalagi ketika melihat bahwa Barisan Merah telah hampir lengkap, sudah ada 6 orang, dan berarti masih ada 2 sayap lainnya yang menunggu untuk bergabung. Sebagai seorang tokoh dan ketua perguruan, Can Thie San sudah maklum apa yang akan terjadi. Sesuatu yang membahayakan dirinya, perguruannya, semua anak muridnya dan tentu juga keluarganya.
Apa yang kalian kehendaki? Tanya Can Thie San
Meminta Pek Liong Pay tunduk kepada kami, dan kemudian bekerjasama untuk menguasai dunia persilatan. Jika ditolak, maka berarti bermusuhan, dan Barisan Merah tidak segan melakukan pembunuhan dan pembasmian . Sahut pemimpin barisan merah dingin dan tajam menusuk.
Wajah Can Thie San nampak makin kelam. Dia tahu dan sadar belaka dengan siapa dia kini berhadapan. Di Lautan sebelah selatan, Can Thie San tahu bahwa ada sebuah Perkumpulan Misterius yang sangat ambisius dan memiliki 4 barisan utama, yakni barisan merah, barisan biru, barisan hijau dan kuning.
Jangankan dengan barisan itu, dengan duta yang menjadi kepala dari barisan itu, dia sadar betul masih belum nempil menjadi lawannya. Apalagi menghadapi barisan yang dia dengar, bila bergerak tidak akan menyisakan orang yang berada di tengah barisan itu.
Can Thie San juga sadar, meski masih belum pernah tampil di Tionggoan, Ketua Perkumpulan misterius ini, dikabarkan tanpa tanding. Atau sulit dicarikan tandingannya, karena kesaktiannya yang luar biasa, sehingga bahkan barisannya saja sudah demikian sakti. Anehnya, mau apa mereka memasuki Tionggoan setelah puluhan tahun berdiam di lautan selatan? Apakah ada sesuatu yang berubah ataukah tiba-tiba muncul ambisi mereka untuk berkuasa juga di Tionggoan?
Banyak pertanyaan di benak Can Thie San, tetapi sayangnya tidak semua bisa ditanyakannya kepada pemimpin barisan merah yang dia tahu juga sangat lihay dan ganas, dan mengahdirkan ancaman baginya, keluarganya dan perguruannya.
Tetapi, sebagai seorang Ketua sebuah Perguruan, meski bukan perguruan terbesar dalam dunia persilatan Tionggoan, dalam waktu sekejap, Can Thie San sudah mengambil keputusan. Setidaknya, dia berharap anaknya Can Liong dan istrinya boleh luput dari sergapan dan pembantaian oleh barisan merah yang menakutkan ini.
Meskipun nampaknya berat, tetapi demi kegagahan dia harus mempertahankan kehormatannya. Betapapun kecilnya Pek Liong Pay, tetapi kehormatan sebagai kaum persilatan harus dijaganya, dan justru karena berpikiran demikian maka Can Thie San menjadi pasrah, dan karena itu, dengan tegas dia berkata:
Baik, bagaimana jika diputuskan bahwa siapa yang menang dia berhak menentukan nasib yang kalah?
Suhu murid-muridnya menjerit kaget, sungguh luar biasa apa yang diucapkan guru mereka. Dari semua murid, hanya Li Bu San yang bisa memahami makna dari ucapan yang keluar dari mulut suhunya, karena sedikit banyak dia sudah mendengar kehebatan dan keganasan Barisan merah ini.
Sudah kutetapkan demikian, entah bagaimana pemikiran pemimpin Barisan Merah? Tanya Can Thie San
Kami perlu dukungan dan kerjasama banyak perguruan. Karena itu, pikirkan sekali lagi Can Thie San, menakluk dan bekerjasama dengan kami atau terpaksa kami membuka jalan darah . sahut pemimpin barisan Merah.
Beri aku waktu untuk mencoba merundingkan beberapa hal dengan murid kepalaku Can Thie San berkata kepada pemimpin Barisan Merah, sebuah upaya lain untuk mengulur waktu buat meloloskan putranya dan istrinya dari marabahaya yang mengancam.
Silahkan Jawab Sang pemimpin.
Can Thie San menghampiri istri dan anaknya dan nampaknya berusaha memberikan beberapa pengertian serta juga beberapa pesan yang mesti dilakukan menghadapi bahaya ini. Nampak anaknya seperti tidak setuju, tetapi ayahnya tetap berkeras karena sadar betul kekuatan yang sedang mereka hadapi, sebuah kekuatan yang tak tertahankan bagi mereka.
Pada akhirnya, Can Liong nampaknya mengangguk berat, sangat berat hatinya harus meninggalkan ayahnya bertarung tanpa keyakinan menang, sementara dia merat bersama ibunya. Semuanya tidak lepas dari pengamatan Pemimpin Barisan Merah, bahkan dengan jelas dia mendengar percakapan mereka melalui telinganya yang tajam.
Pemimpin Barisan Merah hanya memandang diam, dia tahu sayap kiri kanan akan menyelesaikan yang tersisa ataupun siapa saja yang akan tersisa dan lolos dari halaman depan. Sementara itu, Can Thie San setelah menerima anggukan persetujuan istri dan anaknya, kemudian menghampiri murid-muridnya dan mengeluarkan pesan-pesannya yang dimintanya untuk ditaati oleh murid-muridnya:
Seandainya Gurumu kalah, ingatlah selalu untuk menegakkan kebenaran. Bukan masalah hidup atau mati yang penting, tapi bagaimana kehormatan dan kegagahan ditegakkan. Jika aku beruntung menang, tidak akan ada masalah. Jika tidak, Li Bu San, tolong kau perhatikan nantinya .
Li Bu San mengangguk-angguk sambil menyatakan Iya suhu, hati-hatilah.
Can Thie San kemudian menghampiri Sang Duta dan menyatakan, silahkan, kita mulai, kami memutuskan untuk melawan dengan kehormatan dan kegagahan kami.
Tapi Sang pemimpin barisan merah dengan dingin dan tenang malah menyatakan, jika dalam 5 jurus kamu mampu bertahan, kami akan berlalu. Tapi bila kami menang, maka Perguruan ini akan segera kami musnahkan karena berani menentang perintah menakluki
Perkataan ini disambut dengan gerengan marah murid-murid Pek Liong Pay yang merasa sangat terhina oleh ucapan pemimpin barisan merah yang bukan hanya menghina, tetapi bahkan mengancam akan membunuh mereka semua.
Begitupun, ucapan 5 jurus ini, membuat semangat Can Thie San bangkit lagi. Masakan bertahan 5 juruspun aku tak sanggup? pikirnya, dan membuatnya seperti mendapatkan dorongan moral dan semangat baru untuk mempertahankan hidupnya dan perguruannya.
Dengan segera dia mengempos tenaga dan dengan sengaja dia kemudian menetapkan memilih dan mengeluarkan serta mengerahkan jurus-jurus terampuh dari perguruan yang diciptakan ayahnya berdasarkan Jurus Kibasan Naga Putih.
Pada saat menyerang, tangan dan kakinya bergerak kuat dan dengan segera menerpa menyerang kearah pinggang dan kaki pemimpin barisan Merah. Tapi sayang, baik kegesitan maupun tenaga, nampaknya Can Thie San masih terpaut cukup jauh dari pemimpin barisan Merah yang digdaya itu. Hanya dengan menggeser 1 langkah kekiri, menyentil pergelangan tangan dan kemudian mengegos perlahan dan santai, 3 jurus ampuh Naga Putih sudah bisa dipunahkannya.
Dan ketika Can Thie San melancarkan Serangan Naga Putih Berontak, dengan kedua tangan mendorong ke depan kemudian cepat melingkar dengan serangan kaki kanan, disertai tenaga yang hebat, pemimpin barisan Merah dengan gesit menghindar.
Bahkan kemudian bukan hanya menghindar sebuah sodokan yang nampaknya perlahan saja, secara aneh dan telak telah nyelonong ke dada Can Thie San yang segera terlontar ke belakang dan dan kemudian dari mulutnya menyeburlah darah segar.
Can Thie San, kau sudah kalah. Aku hanya memainkan 4 jurus, 3 jurus mengelak dan sebuah jurus menyerang, dan itu sudah cukup mejatuhkanmu. Maafkan, bila barisan merah terpaksa memaksa Pek Liong Pay untuk terbasmi Berkata pemimpin Barisan Merah kepada Can Thie San yang jatuh terduduk dengan darah berceceran disampingnya dan mengotori juga jubahnya.
Tiba-tiba, suara siulan pemimpin barisan merah kembali terdengar, sebuah perintah untuk turun tangan kepada barisan merah, baik yang bersamanya maupun yang masuk melalui pintu kiri dan pintu kanan perguruan Pek Liong Pay sebagaimana yang mereka rencanakan.
Dan bersamaan dengan itu, nampak murid-murid Pek Liong Pay juga bergerak, malah nampaknya Li Bu San mendahului mendekati pemimpin Barisan Merah dan dengan garang menantang untuk bertempur dengan si pemimpin:
Aku akan minta pengajaranmu Li Bu San nekat maju menyerang pemimpin barisan merah, dan langkahnya diikuti oleh beberapa murid lain yang merasa muak dan marah dengan kesombongan pemimpin barisan merah. Tetapi hanya dengan menggeser kaki kekanan, diikuti sebuah sodokan pemimpin barisan merah telah melontarkan Li Bu San kembali ke tempatnya.
Li Bu San yang keras kepala kemudian malah menghunus pedangnya dan dengan lantang berseru, Kita lawan, dan seruannya diiringi dengan sambutan murid-murid lain yang dengan segera ikut menggempur Barisan Merah yang juga sudah menerima perintah melalui siulan untuk membasmi Pek Liong Pay.
Maka dimulailah proses perkelahian dan pertempuran yang lebih mirip pembantaian anak murid Pek Liong Pay. Pertempuran yang berat sebelah itu berlangsung timpang, meskipun Pek Liong Pay menang jumlah, malah sangat banyak, tetapi kemampuan mereka bertempur masih sangat jauh dibandingkan dengan kekuatan Barisan Merah.
Barisan ini seakan-akan bermain-main dengan mencabut nyawa kekiri dan kekanan, dan tidak lama kemudian anak murid Pek Liong Pay sudah pada bergelimpangan menjadi korban, tak satupun tersisa. Bahkan Can Thie San dan juga Lu Bu San menjadi korban diantara mayat bergelimpangan dihalaman perguruan mereka.
Bahkan Can Liong bersama ibunya yang mengambil jalan belakang sesuai pesan ayahnya, juga ikutan menjadi korban. Pek Liong Pay akhirnya jatuh dan terbasmi habis oleh di tangan Perguruan Misterius dari Lautan Selatan yang menyerang dan menyerbu dengan barisan merahnya.
Hari itu, 4 perguruan kelas menengah menjadi korban. Dari keempat perguruan itu, hanya 1 perguruan yang menakluk dan dikuasai. Sementara sisanya, 3 perguruan lain dibasmi habis sampai keakar-akarnya. Setidaknya hampr 200 orang tewas dalam pembasmian, dimana hampir tiada seorangpun anggota perguruan 3 perguruan yang melawan yang tertinggal, semua mati terbantai secara mengerikan.
Bahkan juga anggota keluarga pemimpin perguruan itu, ditemukan tewas dengan cara yang hampir sama. Perguruan yang menakluk itu dan selamat, kini dikuasai oleh Perguruan Misterius yang nampaknya berkeinginan melebarkan sayap ke Tionggoan. Perlawanan pek Liong Pay bersama 2 perguruan lainnya terlampau lemah dan sangat mudah di kuasai.
Terakhir diubah oleh moderator: