Ngapain kalian ? Wanona tiba-tiba berdiri melongo memandang kami yang sedang bergumul.
Rey dan aku buru-buru bangun. Segera aku membenahi pakaianku yang sudah terbuka. CD yang tergeletak dilantai segera kupungut dan buru-buru kupakai, baju yang kancingnya sudah terlepas berusaha ku tautkan kembali. Perasaan jengah telanjang didepan Rey dan Wanona membuatku seperti didera ribuan cambuk.
Kamu diapain Kak Rey, Diana ? Wanona menatapku menyelidik. Aku tak tahu kenapa Wanona masih bertanya tentang apa yang dia lihat, padahal aku yakin dia telah menyaksikan semuanya.
Kamu telah melihat semuanya, Wanona kataku sambil memakai kembali pakaianku.
iya...iya..., aku tahu, aku telah melihatnya...
Tanyakan pada kakakmu, kenapa dia melakukan itu padaku...
ya sudah. Maafkan Kak Rey...
Maafkan Kak Rey ? Aku jadi merasa janggal dengan kalimat Wanona barusan. Kok dia merasa bahwa itu hal yang biasa aja, tak perlu dipermasalahkan ?
Tapi kenapa juga denganku ? Apa aku harus mempermasalahkannya sedangkan aku seperti menikmati perlakuan Rey tadi ?
Kak Rey memang terlalu kurang ajar, tapi mau apalagi, semua telah terjadi kan ? seakan faham dengan apa yang ada dalam benakku Wanona mencoba memperjelas kalimatnya.
Kamu istirahatlah dulu dikamarku, aku mau mandi ucap Wanona santai, seakan tak pernah terjadi apapun. sebentar nanti aku akan cerita satu hal padamu, hal yang akan bisa membuatmu mengerti dan memahami semua yang terjadi dan kau rasakan
Aku mengangguk, lalu masuk kedalam kamar Wanona, merebahkan diri diatas kasur sambil memandang langit-langit kamar.
Ada apa ini ? ada apa dengan diriku ? kenapa hal seperti ini kembali aku alami. Belum lama Dion melakukan hal ini kembali Rey melakukan hal yang sama padaku. Mungkinkah di hari-hari yang akan datang kejadian ini akan terus terulang dan terulang ?
hufffhhhh... kuhembuskan nafasku sekuatnya.
Diana Suara Wanona terdengar tiba-tiba mengejutkanku. Aku ingin cerita sesuatu padamu
Baiklah, ceritakan saja
Wanona naik ke atas ranjang, lalu berbaring didekatku. Mulailah Wanona bercerita....
Wanona sebenarnya adalah anak tri dari Om Okta, Pria yang kini telah menikahi ibunya. Om Okta bertubuh atletis, dadanya bidang dengan otot-otot yang kuat.
Wanona memiliki perasaan khusus pada papa tirinya, sejak papa tirinya menikahi ibunya dan mereka tinggal serumah, Wanona selalu memperhatikan Papa Tirinya. Wanon juga tahu, kalau papa tirinya sering memperhatikan Wanona diam-diam.
Ayah tirinya selalu punya pengaruh pada dirinya. Wanona sangat mengagumi Ayah tirinya. Dia memperlakukan ibunya seperti ratu. Namun dibalik itu, ayah tirinya memperlakukan Wanona secara khusus tanpa sepengetahuan ibunya. Dia sering menjemput Wanona dari sekolah, mengajak nonton film, bahkan mendengarkan berbagai keluhannya tentang ibunya. Sementara ibunya tak pernah menghargai segala hal yang dilakukan Wanona.
Suatu hari, saat Wanona sendirian di rumah, Ibu, kakak, adik dan ayah tirinya sedang perg ke Buton, Wanona mendengar suara ayah tirinya memanggil-manggil namanya. Wanona merasa heran, kenapa ayahnya pulang begitu cepat, sendirian lagi. Tapi Wanona merasa senang, inilah saat yang diinginkannya, saat yang ditunggunya.
Wanona.... Wanona...., dimana kamu ? Ayah tirinya memanggil-manggil namanya dari lantai bawah.
"Aku di sini Ayah! Aku akan segera turun, "jawabnya sambil mengambil napas dalam-dalam memantapkan hati.
Wanona menengok ke bawah, sekilas dia melihat ayah tirinya tersenyum sambil memandanginya. Meskipun Wanona telah mengenalnya hampir tiga tahun, namun kekagumannya pada ayah tirinya tak sedikitpun berkurang, bahkan selalu ada perasaan aneh dalam dirinya setiap memandang ayah tirinya. Ayah tirinya memiliki rambut cepak bak perwira dengan otot-otot yang kekar, ia adalah type pria yang setiap gadis pasti menginginkannya.
Wanona tersenyum nakal sambil memikirkan semua hal yang ia ingin lakukan dengan ayah tirinya, memanfaatkan suasana rumah yang sepi. Orang seperti ayah tirinya pasti sangat berpengalaman dalam bercinta. Wanona selalu berhayal erotis tentang ayah tirinya. Seringkali dia menghabiskan waktu sepanjang malam hanya berpikir tentang bagaimana rasanya jika ia bercinta dengan pria seperti ayah tirinya. Sayangnya, ayah tirinya masih memperlakukan dia seperti anak kecil.
Saat ulang tahunnya yang kedelapan belas, ia sengaja memancing gairah ayah tirinya, dan ia yakin ayah tirinya terpancing saat melihat apa yang dilakukannya. Ayahnya pasti telah melihat pantatnya dari belahan gaun yang sengaja diangkatnya hingga melewati paha mulusnya. Saat itu diliriknya ayah tirinya sedang menatap penuh nafsu ke arah kaki dan pahanya. Pasti ayahnya birahi melihatnya, ingin rasanya dia memberinya kesempatan untuk melihat lebih banyak lagi. Tapi, rupanya ayahnya tidak pernah bertindak
Wanona berdiri sebentar melihat kearah cermin sebelum berjalan menuruni tangga. Dia tahu bahwa pakaiannya pasti akan memancing perhatian ayah tirinya. Kemeja yang dikenakannya sangat ketat menampakkan tonjolan di payudaranya. Roknya pendek hampir memperlihatkan G-String merah muda yang nyaris tidak menutupi pantatnya. Wanona mencoba mengawasi ayah trinya dengan hati-hati saat ia mendekati bagian bawah tangga, Ayah tirinya menatapnya dan ekspresi wajah yang agak bernafsu. Melihat nafsu di mata ayahnya membuat celana dalam Wanona menjadi basah.
"Kamu baik-baik saja Wanona?" tanya ayahnya sambil terus menatap Wanona. Ayahnya bersandar di sofa sambil menaikkan kakinya. Jaket yang dikenakannya belum juga dilepas.
Wanona tersenyum. "kurang begitu baik, ayah," katanya sambil mendekat ke ayahnya. Tangannya meluncur di sepanjang dada ayahnya yang bidang, ia menarik napas dalam-dalam saat merasakan otot-otot di bawahnya.
Meskipun ia telah melakukan itu sejuta kali sebelumnya, kali ini dia merasa sedikit berbeda. Dia membiarkan payudaranya menempel ke atas dada bidang ayahnya. lengannya melingkar di leher ayahnya, dia bisa merasakan putingnya mengeras. Napasnya semakin memburu. Sambil melingkarkan tangan keleher ayahnya, Wanona mendongak, bibirnya hanya beberapa inci dari bibir ayahnta. Dia bangkit berjinjit dan mencium lembut pipi ayahnya. Ketika tangannya secara naluriah meraih pinggang ayahnya, dia hampir mengerang.
"Ada apa, Wanona?" Tanya ayahnya singkat.
"Ayah.....," katanya pelan. Matanya melayang ke tonjolan celana jeans ketat yang dipakai ayah tirinya,
"Tolong aku, yah," ia mulai, suaranya lembut dan lambat. "Aku sangat ingin merasakannya, tapi selama ini aku tidak bisa menemukan pria yang tepat untuk bercinta denganku."
Raut wajah terkejut dengan kalimat Wanona terlintas sesaat di wajah ayahnya, namun dia tidak menunjukkannya kepada Wanona. Ditariknya nafas, lalu menatap lembut ke mata Wanona.
"Wanona, kamu masih belia, tidak seharusnya ..."
Wanona segara memotong kalimat ayahnya sebelum dia bisa melanjutkan. "Tak perlu menasehatiku ayah, aku sangat menginginkan ini" ucap Wanona tersenyum, sambil menatap tubuh ayahnya dari atas ke bawah.
"Aku hanya benar-benar ingin tahu bagaimana rasanya milik ayah yang besar dan keras bersarang dalam Vaginaku"
"kau sadar dengan apa yang kau katakan, Wanona ?." tanya ayahnya penuh heran dengan sikap Wanona.
Wanona tak mempedulikan pertanyaan ayahnya. Dia meletakkan tangannya langsung pada tonjolan di celana ayahnya.
"Lihat sekarang, ini adalah jenis penis keras dan besar, yang saya inginkan," katanya saat tangannya mengusap tonjolan itu.
"Aku sudah pernah mencoba dengan beberapa orang di pabrik," lanjutnya, "tapi tidak ada yang sebesar ini,"
"Wanona, ini ..."
"Ayah, please," potong Wanona tajam, " Ayah tahu apa yang saya inginkan."
Wanona berdiri, matanya melebar, tangannya mebuka kenop rok pendeknya dan membukanya.
"Aku masih perawan" ucap Wanona.
Dengan sigap dia menurunkan ritsleting ke bawah lalu memelorotkan roknya menyisakan G-String,
"tapi, aku rela itu untuk ayah."
Ayahnya menatap Wanona. Dibiarkannya Wanona membuka kancing celana jeans ketatnya. Wanona mengambil napas dalam-dalam sambil membungkuk dan mulutnya langsung mengulum kemaluan ayahnya. Dijilatnya penis ayahnya, sambil melingkarkan lidahnya di kepala penis yang tegang dan keras itu. Wanona mengisap dengan lembut kemudian mengecup kepala penis itu dengan halus sambil menatap ke arah ayahnya. Di masukkannya lebih dalam penis itu.
"Aku hanya ingin merasakannya, sekali aja, boleh ? "Tanyanya dengan suara lembut dan manis. Perlahan Wanona menarik celananya ke bawah.
"Sekali ini saja," katanya, suaranya lebih rendah dari biasanya.
Perlahan tangannya meraih bagian bawah kemejanya sambil menariknya perlahan ke atas, terpampanglah sudah dadanya yang putih mulus. Lalu dengan cepat diraihnya kaitan bra dan melepaskannya, payudaranya memantul bebas, menghidangkan pemandangan indah untuk ayahnya.
Bagian dalam tubuhnya hangat, tatapan ayahnya menjelajahi tubuhnya. Perlahan ayahnya meraih payudaranya, lalu mengusapnya denga lembut, jempol ayahnya berputar-putar keras di atas puting payudaranya, kemudian pindah ke pinggang, lalu ke pinggulnya dan menyingkap roknya ke atas.
Wanona menghentakkan roknya ke bawah pinggul hingga melorot jatuh ke lantai. G-String basah nampak masih menempel menutupi vaginanya. Wanona tersenyum.
"Luar biasa, kamu sangat cantik, Wanona" kata ayahnya sambil memandang tubuh bugil Wanona.
Sebuah sensasi nikmat menjalar di sekujur tubuhnya, saat dia menyadari bahwa apa yang dia rencanakan, apa yang dia impikan, dan apa yang ia inginkan sekian lama kini benar-benar akan terjadi. Vaginanya berkontraksi hebat, putingnya berdiri tegak.
Ayahnya melangkah mendekatinya lagi, tangannya langsung bergerilya di sepanjang payudaranya dan mengusap lembut. Wanona menggigil. Rasa nikmat luar biasa menjalar keseluruh tubuhnya ketika ayahnya mengusap perutnya, sambil tangan lainnya menjepitkan putingnya perlahan di antara jari-jarinya. Perlahan lagi tangan ayahnya berpindah dan meluncur turun keperutnya, menyingkap G-stringnya hingga secarik kain kecil itu ikut bergabung bersama roknya di lantai.
Perlahan namun pasti, tangan ayahnya yang berpengalaman itu menemukan celah basah pada vaginanya, sementara ibu jarinya memutar melintasi klitorisnya perlahan.
Wanona memejamkan mata meresapi kenikmatan yang tiada tara itu. Dia mengerang perlahan.
Tiba-tiba, Om Okta mengangkat tubuhnya dan membawa ke kamarnya. Ia membringkan Wanona perlahan dan lembut di atas ranjang, lalu merenggankan kakinya memposisikan tubuhnya diantara paha Wanona, didekatkan wajahnya ke depan vagina Wanona. Wajahnya hanya beberapa inci jauhnya dari vagina basah Wanona. Tangannya mengusap bagian dalam paha sampai ke bibir vaginanya, kemudian mengusapkan telunjuknya sampai klitorisnya terkena. Dengan lembut dihembuskan nafasnya ke area vagina. Napasnya yang hangat menggelitik, mengirimkan gelora birahi tinggi, Wanona menggigil dan merasa kejang di seluruh tubuhnya. Perlahan-lahan, Om Okta menekankan ibu jarinya ke klitoris Wanona, Wanona menikmati sentuhan dahsyat di vaginanya. Ketika Om Okta membungkuk dan menjlat belahan vagina itu, Wanona merasakan kenikmatan luar biasa.
Lidah ayahnya semakin menggelitik klittorisnya. Om Okta menghentikan sejenak aktivitasnya saat dia merasakan semburan panas yang hangat keluar dari belahan vagina Wanona. Om Okta melanjutkan serangannya. digigitnya klitoris Wanona sambil menarik-narik klitoris itu. Sekejap Wanona merasakan sedikit rasa sakit namun tak lama kemudian tubuhnya menggeliat, mengejan dengan dahsyat. Cairan hangat merembes keluar dari vaginanya, seluruh tubuhnya bergetar, Wanona merasakan orgasme yang luar biasa.
Nafas Wanona seperti saling memburu, darahnya seperti mengalir deras dan kencang melalui pembuluh darahnya. Dia belum pernah merasakan kenikmatan yang sangat dahsyat ini dalam hidupnya. Diraihnya bantal lalu diremasnya dengan keras, menikmati sensasi birahi yang teramat nikmat, terlebih saat ayahnya dengan lembut menjilat klitorisnya.
"Mmm," gumamnya, tubuhnya menggigil.
"gurih benar vaginamu. Enak ....." ucap ayahnya disela-sela aksinya menjilati vagina Wanona
Gelombang orgasme mulai mendekatinya, tubuh Wanona mulai menggeliat nikmat. Giginya gemeretak, mengerang tak terkendali saat gelombang orgasme datang menghantamnya untuk kesekian kali, cairan hangat mengalir dari dalam belahan vaginanya, masuk terhirup ke dalam mulut ayahnya.
"Istirahatlah dulu," kata Om Okta melihat tubuh Wanona yang seperti mengalami kelelahan. "Tapi jangan tertidur, ayah baru saja memulai."