KETEGASAN RINA
Pagi itu andi sedang duduk di kantornya, dia tengah bersiap memberikan laporan hasil tugasnya di semarang, nanti setelah makan siang akan diadakan rapat koordinasi antara kepala bagian di wilayah 3 yang meliputi dki jakarta, banten dan jawa barat.
Setelah memastikan materi yang akan dibawanya pada rapat sudah sempurna, andi menyerahkan materi itu ke sekretarisnya, andi meminta sekretarisnya mencetak sebanyak 7 set.
Andi kemudian mengingat tentang frans, “harusnya pak frans sudah kembali berdinas setelah cuti panjang setahun, namun hampir dua bulan ini aku tak dengar kabar apa-apa, kemaren aku dengar dari pejabat sementara yang menggantikannya pak frans sedang mendapat tugas di luar negeri,”
Sebenarnya ini yang andi tunggu-tunggu selama ini, kabar tentang frans, dia sungguh sangat cemas menanti hari dimana frans kembali bertugas, mendengar frans kembali mendapat tugas ke luar negeri, hati andi sedikit lega.
Andi tak pernah ingin menyinggung tentang frans di hadapan rina, andi pun melihat rina seolah sudah tak ingat lagi tentang frans, andi kuatir jawaban istrinya jika dia bertanya apakah istrinya itu masih memikirkan frans, andi sungguh kuatir kehilangan rina kembali.
Beberapa hari lalu andi menelpon diana sekretaris frans, dia ingin tahu secara pasti kabar tentang frans, dari diana, andi mendapat informasi yang sama, bahwa frans langsung bertugas di luar negeri, bahkan diana sekarangpun sudah di mutasi ke jogja.
Lamunan andi sedikit teralihkan ketika sekretarisnya masuk, “maaf pak ini laporan yang harus ditanda-tangani,” ucap sekretarisnya, andi kemudian menandatangani beberapa kertas yang disodorkan padanya, “pak nanti jam 10, ada meeting di kantor kementerian,” kata sekretaris itu kemudian.
Andi melihat jamnya, sudah hampir jam 9, “oke kita bersiap, kamu jangan lupa bawa materi untuk meeting nanti,” ucap andi, kemudian sekretaris andi keluar ruangan, dan andi pun bersiap-siap untuk pergi ke tempat meeting.
***
Malamnya andi terlihat gelisah di kamar, dia bersender di kepala ranjangnya, rina yang sedang membersihkan wajahnya di meja rias memperhatika n dari kaca, sejak pulang kerja tadi, rina merasa suaminya ini sedang banyak pikiran, tidak seperti biasanya.
“Yah ada apa sih, apa ada masalah di kantor,” tanya rina sambil memberikan lotion penyegar ke wajahnya, rina melihat lagi dari kaca, andi sepertinya tidak mendengar ucapan istrinya.
Rina lalu menghampiri suaminya, “ayah..” rina mengguncang paha andi, “eh ya bun, ada apa?” tanya andi kaget.
“Sejak tadi bunda ajak ngomong, ayah malah diam aja, emang ada apa sih sayang,” rina melihat wajah andi.
“He ehmm gak ada apa-apa bun,” jawab andi sambil tersenyum.
“Ayah, bunda udah mendampingi ayah sebelas tahun, bunda kenal dengan sikap ayah, pasti ayah sedang punya banyak pikiran, apa ayah gak mau kasih beban itu sedikit buat istrimu ini,” tanya rina.
Andi menatap mata rina, dia sungguh mencintai istrinya ini, teramat sangat mencintainya, rina kemudian tiduran di oaha andi.
“Kalau menurut ayah, bunda gak boleh tahu, ya gak usah cerita, tapi tolong, pikirin semua yang lagi ayah pikirin dikantor yah, jangan dibawa kerumah, waktu ayah di rumah buat bunda dan anak-anak, tolong jangan ambil waktu yang Cuma sedikit itu yah,” ucap rina.
“Bun, apa bunda..” andi menghentikan ucapannya, dia takut mendengar respon istrinya, “bunda apa, apa bunda punya salah?” rina kemudian duduk berhadapan dengan andi.
Andi menggelengkan kepalanya, “bunda gak berbuat salah,” ucap andi lirih, kini dia menundukkan wajah, rina mengangkat dagu andi, “ada apa sayang,” tanya rina lembut.
“Apakah bunda masih memikirkan pak frans?” tanya andi tercekat, dia tak berani menatap wajah istrinya, dia merasa tak sanggup mencari tahu kejujuran hati istrinya.
“Kenapa ayah tiba-tiba bertanya kaya gitu,” rina malah balik bertanya, dia heran kenapa andi mengungkit lagi soal frans.
“Cuti pak frans sudah habis, ayah mendapat info dari pejabat penggantinya, pak frans ditugaskan kembali di luar negeri,” ucap andi, kini andi memberanikan diri melihat ekspresi wajah rina, dilihatnya istrinya itu agak terkejut.
“lalu untuk apa ayah memberitahukan semua ini,” kini ekspresi wajah rina berubah kaku.
“Bunda masih mikirin pak frans,” tanya andi, rina menatap tajam suaminya, wajahnya bertambah kaku,
“Tentu saja bunda masih mikirin mas frans, bukankah dia sedang cuti, bunda setiap hari mikirin itu,” ucap rina.
Ada sedikit gurat kecewa sekaligus cemas di wajah andi, andi menelan ludah, andi hanya melihat wajah istrinya yang kini memalingkan wajahnya, andi kemudian turun dari ranjang, dia mengambil jaketnya dari lemari.
“Ayah mau kemana,” tanya rina.
“Ayah mau cari udara segar dulu bun, rasanya dada ayah sesak,” andi berkata tanpa menoleh, setelah memakai jaketnya andi kemudian berbalik hendak keluar kamar, rina dengan cepat memegang tangannya, menahan langkah andi.
“Yah..pliss.” andi melihat genangan di mata istrinya itu, andi hanya diam tak berusaha menghibur rina seperti biasa dia lakukan.
“Bunda setiap hari mikirin gimana caranya bunda bisa lepas dari mas frans yah, bunda gak ingin mengulang kembali semua yang telah kita lakukan dulu,” emosi rina meledak, “bunda saagat bahagia sekarang, bunda gak ingin menyakiti ayah, bunda telah memutuskan akan menyayangi ayah dan hanya membagi cinta bunda untuk ayah seorang, bunda sangat mencintai ayah, lebih dari nyawa bunda yah” tangan rina kini semakin erat memegang tangan andi.
“Pliss jangan pergi, bunda butuh pelukan ayah,” air mata rina mengucur deras di pipinya.
Andi juga menitikkan air mata, dia sungguh tak sanggup harus membagi rina kembali, dia tak ingin kembali melakukan kesalahan yang pernah dia lakukan dulu, hingga hampir dia kehilangan istri yang sangat dicintainya ini.
“Bund, bagaimana kalau pak frans meminta bunda kembali padanya, bukankah bunda masih menjadi istrinya,” tanya andi dengan suara tercekat.
“Jika saat itu datang, bunda akan menjelaskan padanya bahwa hubungan bunda dan dia telah berakhir, bukankah dia telah meninggalkan bunda tanpa kabar dan tak memberi nafkah lebih dari 6 bulan, bunda sungguh tak ridho dengan perbuatan dia, apapun yang terjadi, bunda tak akan pernah berubah mencintai ayah, di hati bunda ayah adalah nomor satu dan satu-satunya, tak ada tempat lagi untuk orang lain,” ucap rina tegas.
“Apakah ayah tak akan mempertahankan bunda?” tanya rina, andi tercekat mendengar pertanyaan itu.
“Jika ayah mencintai bunda, jangan biarkan orang lain merebut bunda dari ayah, walau bunda menolak mas frans, tapi kalau ayah membiarkan mas frans, tentu tak ada gunanya bunda menolak, ayah paham maksud bunda kan,” lanjut rina.
“Ayah harus berjuang mempertahankan bunda, karena bunda butuh pelukan ayah untuk tak berpindah lagi ke pelukan mas frans,” rina kini menantang suaminya, adrenalin andi seolah terpacu mendengar kata-kata istrinya.
“Benar aku harus melindungi istri dan anak-anakku, aku gak boleh cengeng, menghiba-hiba dengan kata-kata manis. Aku pria, dan rina adalah wanitaku, tak akan kubiarkan siapapun merebut wanitaku, selama dia manusia dan bukan malaikat isroil, aku tak boleh mundur. Pria bicara dengan sikap, bukan dengan kata-kata indah, ya aku akan mempertahankan rina sekuat tenaga, apalagi rina sudah bersikap seperti tadi, dia hanya mencintaiku,” batin andi berapi-api.
Di tariknya tangan rina hingga rina berdiri dan memeluk andi, keduanya berpelukan erat, andi memeluk tubuh rina hingga rina sesak, namun rina sungguh merasa nyaman di pelukan suaminya ini, “ayah tak akan membiarkan siapapun merebut bunda dari ayah, tak akan,” ucap andi pelan di telinga rina, rina tersenyum bahagia, “bunda cinta ayah..” rina berkata lirih di telinga suaminya.
***
BERSAMBUNG