Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG INNOCENCE LOST

Bhagesh

Semprot Kecil
Daftar
17 Mar 2021
Post
51
Like diterima
101
Bimabet
PART 1


Pada masa pubertas, seorang remaja memiliki rasa ingin tahu yang begitu besar dalam segala hal. Tak heran apabila beberapa diantara mereka seringkali mengambil keputusan yang berisiko hanya untuk merasakan hal-hal yang belum mereka ketahui, termasuk misteri seksualitas. Banyak diantara mereka yang merasakan tidak sabar akan hal tersebut. Pergaulan bebas adalah salah satu bentuk misteri seksualitas. Istilah ‘bebas’ yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma yang ada.

Remaja belajar berdiri sendiri dalam suasana kebebasan. ia berusaha melepaskan diri dari ikatan-ikatan lama dengan orangtua dan obyek-obyek cintanya, lalu ia berusaha membangun perasaan baru karena menemukan identifikasi dengan obyek-obyek baru yang dianggap lebih bernilai atau lebih berarti dari pada obyek yang lama. Remaja ini kemudian mulai memekarkan sikap hidup kritis terhadap dunia sekitar, yang didukung oleh kemantapan kehidupan batinnya. Remaja berusaha keras melakukan adaptasi terhadap tuntunan lingkungan hidupnya, penilaian yang amat tinggi terhadap orangtua kini makin berkurang dan digantikan dengan respek terhadap pribadi-pribadi lain yang dianggap lebih memenuhi kriteria dari si remaja itu sendiri.

Demikian pula dengan kehidupan Dewi Ambarwati. Gadis yang berusia 19 tahun dan baru masuk kuliah ini merasa perlu untuk mengekspresikan kemandiriannya. Dewi merasa tertarik dengan kehidupan bebas teman-temannya. Ia juga ingin mempunyai hidup yang bebas tanpa beban. Dewi menyukai kebebasan dan menolak dibelenggu aturan dalam hidupnya. Dewi berpikir bahwa kebebasan adalah hak asasi manusia, bahwa setiap orang bebas untuk mengejar kesenangan dalam semua bentuknya. Kesenangan adalah pilihan yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia yang hidup di dunia ini.

Dewi merupakan gadis yang cantik, berkulit kuning dengan body yang padat didukung postur tubuh yang tinggi. Buah dadanya yang bulat padat serta pinggulnya yang melengkung menambah keeksotisan dirinya. Walau Dewi bukan gadis tercantik di kampusnya, namun ia juga banyak disukai kaum adam. Beberapa pria pernah menyatakan cinta, namun gadis itu tolak dengan alasan belum ingin terikat, ia masih ingin menikmati masa sendirinya. Bagi Dewi, berpacaran hanya menciptakan ruang terbatas dan hanya membuat dirinya terkekang tanpa kebebasan.

Namun, ibunda Dewi yang bernama Ningsih (41 tahun) sangat berhati-hati untuk tidak membiarkan putrinya bergaul dengan orang yang salah. Dewi terkadang kesal dengan sikap ibunya yang terlalu protektif, namun ia juga sangat menghormati keinginan ibunya. Gadis itu sangat menghormati ibunya, terlebih saat ayahnya meninggal dunia dua tahun yang lalu karena kecelakaan pesawat terbang. Dewi berusaha tidak membangkang di depan ibunya. Sebenarnya Dewi tidak melulu menuruti keinginan Ningsih. Terkadang Dewi menghadiri suatu pesta tanpa diketahui Ningsih. Dewi akan berlaku baik pada saat bersama ibunya. Padahal di belakang itu, Dewi termasuk gadis yang revolusioner. Ia suka merokok dan minum-minuman beralkohol.

Sore itu, udara terasa dingin. Dari smartphone, suhu menunjukkan 25 derajat celcius. Dewi baru saja mandi. Gadis itu masih mengenakan bathrobe dan berjalan pelan menuju lemari. Baru saja tangan Dewi terulur hendak membuka lemari pakaian, tiba-tiba smartphone miliknya berdering keras sekali. Dewi menghampiri smartphone yang berada di meja kecil samping tempat tidur. Sejenak keningnya berkerut sesaat setelah mengetahui identitas si penelepon.

“Ya, Hen …” Sapa Dewi pada sahabatnya yang bernama Heni di seberang sana.

Wi … Kita keluar malam ini … Kita ke pesta …!” Seru Heni bersemangat.

“Pesta? Dimana?” Tanya Dewi yang tiba-tiba sangat berantusias.

Kamu ke rumahku dulu … Nanti aku ceritakan.” Jawab Heni.

“Ok … Aku segera ke sana.” Kata Dewi dan langsung menutup sambungan teleponnya.

Perempuan cantik itu segera berdandan, ia memakai pakaian terbaiknya dan memoles wajahnya agar terlihat cantik. Lalu, ia memakai minyak wangi. Tak lama berselang, Dewi keluar dari kamar dan mendatangi ibunya yang sedang asik menonton drama korea di ruang tengah. Ningsih menatap Dewi dengan tatapan heran, kening wanita paruh baya itu nampak berkerut, ia sedang bingung.

“Ma … Aku mau jalan dengan Heni malam ini. Aku mau beli buku dan mengerjakan tugas bareng Heni.” Ucap Dewi berbohong dengan nada manja. Dewi segera saja mengambil tangan Ningsih dan mencium buku tangannya.

“Oh, iya … Jangan terlalu malam pulangnya, banyak kejahatan di jalanan akhir-akhir ini.” Ningsih pun memberikan izinnya. Ningsih memberikan izin pada Dewi karena Ningsih berpikiran Heni adalah gadis baik-baik. Heni adalah salah satu gadis terpilih yang dianggap pantas menjadi teman Dewi. Selain itu, ibunda Heni yang bernama Laksmi (41 tahun) adalah sahabat dirinya.

“Ya, Ma … Aku pergi dulu.” Kata Dewi sambil berlalu dari hadapan Ningsih.

Rumah Heni yang berjarak beberapa langkah saja membuat Dewi hanya membutuhkan dua menit untuk sampai. Dewi langsung disambut oleh Heni dan keduanya langsung masuk ke kamar pribadi Heni. Pada saat itu, orangtua Heni tidak ada di rumah, mereka sedang berlibur ke luar kota untuk beberapa hari. Kedua sahabat ini memang selalu bersama saat mengerjakan apa pun, mereka selalu kompak dalam segala hal, termasuk dalam melakukan aksi ‘menipu’ kedua orangtua mereka.

“Kita harus berpakaian agak panas malam ini, karena kita akan berpesta di tempat seorang eksekutif muda. Siapa tahu kita dapat jodoh di sana.” Kata Heni berapi-api.

“Wow … Benarkah? Siapa dia?” Tanya Dewi penasaran.

“Namanya Hendrik.” Jawab Heni dengan senyum tipis di bibirnya.

“Hendrik??? Bukankah dia kakak angkatan kita?” Tanya Dewi lagi dan kali ini Dewi agak terkejut mendengar penuturan Heni. Dewi tahu persis terhadap sosok Hendrik. Pria tampan dan kaya itu terkenal sebagai ‘playboy’ kelas kakap.

“Iya … Dia orangnya …” Jawab Heni santai.

“Hen … Apa kamu yakin ingin menghadiri pestanya?” Tanya Dewi untuk kesekian kalinya. Ada kegelisahan dalam nada suara Dewi.

“Emangnya kenapa? Apa yang salah?” Kini Heni balik bertanya pada Dewi. Heni terlihat memicingkan matanya, seperti menyelidik.

“Kamu tahu kan … Siapa Hendrik?” Dewi membalas tatapan Heni berusaha untuk menyadarkannya. Dewi bingung dengan sikap Heni kali ini yang lebih percaya diri dan bahkan agak berlebihan.

“Ya, aku tahu … Tapi, jangan khawatir … Aku hanya ingin bersenang-senang saja dengan dia. Aku gak bakalan pakai hati dengannya.” Jawab Heni sangat yakin.

Dewi pun tidak ingin meneruskan pembicaraan karena akan merusak moment nantinya. Kedua gadis itu kemudian mengganti pakaian. Dewi dan Heni nampak seksi dengan gaun pesta ketat yang menonjolkan lekuk tubuh mereka. Kedua gadis itu tampil dengan gaun terusan tanpa lengan yang panjangnya sekitar 10 sentimeter di atas lutut. Dewi dan Heni sungguh terlihat seksi dengan gaun pesta itu. Tubuh mereka terlihat indah di balik kain sutra tersebut, kedua payudara mereka nampak menonjol jelas, karena mereka tidak menggunakan bra. Rambut keduanya yang panjang sebahu itu diikat dengan jepitan rambut seperti orang akan mandi sehingga leher belakang yang putih terlihat jelas dan menggairahkan. Setelah siap dengan dandanan masing-masing, keduanya saling memuji kecantikan mereka secara bergantian.

Heni dan Dewi pun bergerak menuju ruang depan rumah. Heni mengatakan bahwa mereka akan dijemput oleh anak buah Hendrik. Sambil ngobrol ringan, pikiran Dewi berkecamuk tentang hubungan Heni dan Hendrik. Banyak sekali pertanyaan yang ingin Dewi lontarkan kepada sahabatnya itu. Tetapi, otak Dewi seolah memberi sinyal untuk tidak bertanya lebih jauh tentang dirinya. Sepengetahuan Dewi, Hendrik adalah pemuda paling liar di kampus. Hendrik adalah seorang pemuda tampan dan kaya raya, banyak wanita yang ingin menjadi pasangannya. Dia terkenal sebagai cowok ‘playboy’ karena sering berganti-ganti pacar. Tapi, pemuda itu sangat buruk memperlakukan pacar-pacarnya.

Dewi pernah mendengar kabar burung tentang Hendrik yang tega ‘membagi’ pacarnya pada orang lain. Dewi pernah mendengar gosip kalau Hendrik membawa salah satu pacarnya ke sebuah villa milik orangtuanya. Di sana si gadis ‘digilir’ oleh teman-teman Hendrik setelah Hendrik puas dengan si gadis. Kabar tersebut sempat beredar di kampus dan membuat malu si gadis yang akhirnya pindah kuliah karena tak tahan menahan malu. Namun anehnya, pesona Hendrik tidak pernah surut. Walau reputasinya buruk tetapi tetap saja banyak gadis yang menginginkannya, termasuk sahabatnya, Heni.

Tiba-tiba terdengar suara klakson mobil yang ditekan berulang kali. Sebuah Mercedes-Benz hitam berhenti di depan gerbang rumah Heni. Kemudian Heni mengajak Dewi untuk menghampiri mobil mewah tersebut lalu naik ke dalamnya. Kedua gadis itu akhirnya duduk di bangku belakang dengan sangat nyaman. Mobil pun bergerak membawa mereka ke rumah Hendrik dimana pesta diadakan.

Hanya setengah jam mereka pun sampai di kediaman Hendrik. Kini, Dewi dan Heni berada di sebuah ruangan megah yang dipenuhi orang-orang. Serombongan pemuda-pemudi metropolitan telah hadir. Para pemudanya memakai jas yang tidak selalu serasi dengan celana. Ada yang memakai jas hitam bercelana putih. Ada yang memakai jas hijau tua bercelana krem. Sementara para wanitanya memakai pakaian ketat, rok pendek yang tak menyembunyikan kemulusan, dan baju-baju berleher rendah atau tipis menerawang. Celoteh mereka ramai sekali. Lepas terbuka dan tampak wajar belaka.

“Hai cantik …” Sebuah suara mengagetkan Dewi dan Heni.

“Hai …” Heni langsung menyambut kedatangan Hendrik dengan suara manja.

“Ayo …” Hendrik meraih tangan Heni dan mengajak ke sebuah sofa di ujung belakang ruangan.

Dewi dengan patuh mengikuti di belakang Hendrik dan Dewi. Tak lama mereka pun sampai dan duduk di sofa melingkar. Sementara Hendrik dan Heni asik berbincang-bincang, mata Dewi menatap sekeliling dengan sedikit terbelalak pada orang-orang yang hadir di pesta ini. Sebagian besar laki-laki adalah mereka yang mempunyai reputasi di kampus, bahkan di antaranya adalah olahragawan nasional. Gadis-gadis yang ada pun cukup popular di kampus yang tidak pernah mau berhubungan dengan mahasiswa-mahasiswa biasa. Para gadis itu adalah kelompok ekslusif di kampus.

Beberapa menit kemudian, Hendrik mengajak Heni bergabung dengan orang-orang di pesta itu. Dewi ditinggal sendirian dan tak seorang pun yang Dewi kenal untuk diajak ngobrol. Akhirnya Dewi memilih untuk minum dan menuangkan air beralkohol ke dalam gelasnya. Dewi menyesap sedikit minuman itu dan mengernyitkan hidungnya. Taste atau rasa dari wine yang Dewi minum sungguh luar biasa. Tentu ini adalah minuman mahal. Dia menyesapnya lagi dengan termenung, memperhatikan orang-orang yang keluar masuk ruangan.

“Hai …” Sebuah sapaan dari arah samping mengagetkan Dewi dan Dewi pun menengok ke arah suara tersebut. Dewi terkejut untuk kedua kalinya. Ternyata yang menyapanya adalah salah satu mahasiswa idola para mahasiswi. Dia bernama Davin, seorang pemain basket nasional.

"Ha…Hai …” Jawab Dewi gugup. Suaranya otomatis menjadi pelan di akhir.

“Boleh aku duduk di sini?” Tanya Davin sopan sambil menunjuk tempat duduk di sebelah Dewi.

“Oh, silahkan …” Jawab Dewi yang sudah bisa mengendalikan situasi.

Davin pun duduk di sebelah Dewi sambil tersenyum. Faktanya, Dewi dan Davin tidak saling kenal. Mereka tidak pernah bicara sepatah kata pun sebelumnya di kampus. Dewi yang tidak pandai bertemu orang baru berusaha bersikap ramah dan membiarkan situasi ini berjalan apa adanya. Sejujurnya, Dewi takjub melihat laki-laki tampan dan gagah di hadapannya, mereka pun saling berkenalan. Obrolan demi obrolan pun tercipta antara Dewi dan Davin. Alkohol yang mengalir melalui pembuluh darahnya mengendurkan lidah Dewi, dan Dewi terkejut mendapati dirinya berbicara dengan mudah dengan Davin, meskipun mereka baru saling kenal.

Tak lama berselang, dua orang laki-laki datang menghampiri Dewi dan Davin. Laki-laki pertama bernama Heri yang memiliki tubuh tinggi kekar dengan kepala plontosnya. Laki-laki kedua bernama Ferdi, seorang yang tinggi agak kerempeng. Kehangatan dan keakraban langsung terpancar ketika keempatnya sudah saling bercanda. Dewi terkejut menemukan dirinya tertawa dengan mudah dengan lelucon mereka yang mencerminkan bahwa mereka semua tampaknya sangat ingin mengenalnya.

Obrolan dan lelucon mereka terus berlanjut. Tidak terasa sudah tiga gelas Dewi menikmati minuman beralkoholnya. Wine dengan mudah masuk ke tenggorokannya. Walaupun rasa pening sudah mulai mengganggu kepala gadis itu, namun Dewi tetap masih ingin menikmati minuman tersebut. Ketika Dewi melihat ke arah Heni, Dewi terkejut melihat temannya terkunci dalam ciuman panjang dengan Hendrik. Lidah Hendrik bergerak di mulut temannya dan salah satu tangan Hendrik bergerak dengan posesif di bokong Heni. Dewi terkejut saat sahabatnya membiarkan Hendrik menciumnya seperti itu di depan orang banyak. Bahkan lebih terkejut lagi karena Heni tampak seperti menikmatinya. Terlihat oleh mata Dewi kalau Heni cekikikan dan menekan tubuhnya dengan penuh semangat ke arah Hendrik, saat dia menciumnya.

Ya Tuhan … Apa dia tidak malu berciuman di depan orang banyak?” Dewi bertanya dalam hati. Dewi sebenarnya tidak ingin mengganggu mereka berdua tapi entah kenapa ia ingin sekali mengingatkan Heni agar tidak berlebihan.

“Biarkan saja mereka bersenang-senang. Tidak usah dihiraukan. Lebih baik kita nikmati malam kita sendiri.” Dengan mulus Davin menarik Dewi ke dalam percakapan mereka kembali. Davin dan dua orang laki-laki lain berhasil mengalihkan perhatian Dewi dari Hendrik dan Heni.

Beberapa menit kemudian, kembali Dewi melirik Heni. Sahabatnya itu kini duduk di pangkuan Hendrik. Hendrik melingkarkan tangannya di pinggang Heni sambil menciumi daun telinganya. Heni tampak menikmati perlakuan Hendrik yang seperti itu. Entah kenapa, tiba-tiba saja Dewi merasakan sedikit kecemburuan terhadap Heni. Dewi berpikir bahwa rasanya akan sangat menyenangkan bisa duduk di pangkuan seorang laki-laki. Pemandangan itu sukses membangun gelenyar rasa aneh yang mendadak membuat tubuh Dewi ‘panas dingin’ seketika.

Davin lagi-lagi berhasil menarik Dewi ke dalam percakapan. Dewi pun mulai memperhatikan sosok Davin lebih intens. Tidak bisa disangkal kalau Davin adalah laki-laki sembada yang memiliki wajah tampan dengan rambut hitam dan mata cokelat yang tampak menyala ketika dia berbicara dengannya. Dewi awalnya sedikit terintimidasi dengan cara Davin menatapnya, tetapi sekarang gadis itu tidak keberatan dengan cara Davin menatap ketika mereka sedang berbicara. Dewi menyadari jika mata Davin yang sedikit ‘nakal’ terus berusaha menjelajahi tubuhnya, sepertinya pemuda tampan itu terpaku pada belahan dadanya yang menyembul dari bagian atas gaun ketatnya. Dengan tinggi badannya, Davin pasti sangat mudah melihat payudaranya dari atas. Dan entah kapan terjadi, tatapan mata Davin pada tubuh indahnya mengirim perasaan memabukkan pada diri Dewi. Rasanya mendebarkan sekaligus membawa rasa yang menggairahkan ketika mendapatkan ‘tatapan mesum’ dari seorang pria tampan. Akhirnya Dewi pun tersenyum sendiri dalam hati. Sikap Davin yang sedang ‘memperhatikannya’ sedikit membantu meringankan rasa cemburu yang ia rasakan saat ia melirik Heni yang sedang bercengkrama dengan Hendrik.

Untuk kesekian kalinya, Dewi terkejut saat menyadari jika sekarang tangan Hendrik sedang membelai payudara kanan Heni. Tampak Heni menggeliat dalam ciuman panas dan remasan tangan Hendrik. Dewi sedikit khawatir dengan tingkah mereka yang beradegan panas di depan umum. Dewi tidak ingin sahabatnya menjadi pergunjingan gadis-gadis lain di kampus. Dewi khawatir apa yang akan dikatakan orang tentang sahabatnya itu jika dia membiarkan seorang pria membelai dia di depan umum seperti itu. Dewi takut mendengar hal-hal buruk tentang Heni di kampus. Sebenarnya, Dewi ingin melakukan sesuatu untuk melindungi Heni tetapi ia berpikir tidak ingin membuat keributan dan Dewi sadar bahwa tidak mudah untuk mengeluarkan Heni dari pangkuan Hendrik.

Di saat yang sama, muncul perasaan aneh yang lebih intens dalam diri Dewi saat melihat Hendrik menjelajahi tubuh Heni saat mereka berciuman. Rasa itu merangsang imaginasi, merangsang emosi yang menyenangkan serta merangsang hormon bercinta pada tubuh. Lebih buruk lagi, pikiran kotor mulai menghinggapi kepala Dewi. Ia bertanya-tanya, bagaimana rasanya tangan seorang pria di bokong dan payudaranya sendiri saat berciuman. Celakanya lagi, dia bertanya-tanya, apakah laki-laki yang saat ini sedang meliriknya ingin melakukan hal-hal itu padanya. Dewi pun tersipu pada Davin, malu karena dia memiliki pemikiran ‘kotor’ tentang pemuda tampan itu.

Dewi pun terlibat lagi obrolan dengan ketiga pemuda di sekitarnya. Beberapa teguk wine membuat Dewi merasa lebih rileks. Hampir 20 menit kemudian, Dewi menyadari bahwa Hendrik dan Heni telah menghilang. Dewi sangat khawatir ketika mereka tidak muncul lagi dan gadis itu memutuskan untuk pergi dan mencari sahabatnya. Dewi lantas meminta izin pada ketiga pemuda yang menemaninya untuk pergi ke toilet. Baru pada saat itulah Dewi menyadari bahwa gaya berjalannya tidak stabil dan dunia tampak sedikit kacau.

“Aaaahh, aku terlalu banyak minum.” Pikirnya sambil berjalan berkeliling mencari Heni.

Ketika Dewi tidak dapat menemukan Heni di lantai pertama, gadis itu merangkak menaiki tangga ke lantai dua rumah besar ini. Sebuah lorong ia temukan. Lorong yang di sisi kanan kiri terdapat pintu-pintu kamar. Dewi terus bergerak menyusuri lorong tersebut dengan langkah yang sedikit goyah. Dewi pun menghentikan langkahnya pada satu pintu karena mendengar suara yang cukup kencang dari dalam sana. Tak lama, Dewi mendengar suara Heni dan Hendrik di balik pintu itu. Dewi mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu, tapi ia urungkan saat mendengar suara Hendrik.

“Hisap kontolku lebih keras …Aaaahhh … Yaaa … Begitu.” Suara Hendrik terdengar jelas di telinga Dewi.

Dewi membeku, tidak yakin harus berbuat apa. Alkohol yang menguasai dirinya membuat Dewi sulit untuk berpikir. Dewi bertanya-tanya dalam hati dengan linglung, apakah dia harus menyela pasangan itu dan mencoba menarik Heni pergi. Jika itu yang ia lakukan, kemungkinan besar Heni akan marah. Dewi pun akhirnya hanya berdiri di depan pintu sambil mendengarkan suara-suara mesum dua insan yang berada di dalam kamar. Dewi bisa mendengar dengan jelas suara mengisap bibir dan erangan laki-laki. Imajinasi Desi mulai aktif. Dalam gambarannya Heni berlutut dengan penis Hendrik yang membesar di mulutnya.

Dewi belum pernah melihat penis laki-laki yang ereksi secara langsung, tetapi dia pernah melihat penis laki-laki yang ereksi di video porno atau situs-situs porno. Dewi membayangkan Heni mengisap penis Hendrik dengan cara yang sama seperti yang dilakukan bintang porno di video. Dewi pun membayangkan bagaimana penis Hendrik mengeluarkan sperma saat dia ejakulasi. Dan bagaimana sperma itu ditelan oleh Heni atau mengotori wajah Heni. Dengan gambaran-gambaran mesum yang berkecamuk di kepalanya, jantung Dewi mulai berdebar dan pipinya merona saat dorongan gairah mencengkeramnya.

Tak lama berselang, Dewi mendengar suara pegas tempat tidur berderit dan suara Heni yang cekikikan. Lagi-lagi Dewi membayangkan kalau sahabatnya itu telanjang di tempat tidur. Desahan dan helaan napas sesekali Heni memudahkan Dewi untuk membayangkan apa yang terjadi di ranjang itu. Namun, Dewi mengernyitkan dahi pertanda bingung ketika terdengar suara tamparan telapak tangan dan jeritan kecil Heni yang mengikutinya.

“Apakah kamu menyukainya, gadis nakal?” Terdengar suara Hendrik yang melecehkan.

“Ya … Ya, aku sangat menyukainya … Aaahh … Rasanya enak sekali … Aaahh …” Dewi tercengang mendengar jawaban Heni dengan suara yang mendesah.

“Kamu akan ketagihan sama kontol … Aku akan membuat kamu menjadi pelacur yang baik.” Ucapan Hendrik itu membuat bulu kuduk Dewi tegak berdiri.

Dewi tidak percaya Heni membiarkan dirinya ditiduri Hendrik dan rela dipanggil dengan sebutan ‘gadis nakal’ dan ‘pelacur’, tetapi Heni jelas menyukainya, terbukti dari desahan dan erangan hangat yang datang dari kamar tidur. Dewi seharusnya berhenti mendengarkan dan menjauh pergi, tetapi dia sangat terkejut dengan apa yang dia dengar sehingga dia hanya terpaku di tempat. Setiap kali Heni mengerang, Dewi merasakan sentakan kecil mengenai organ intimnya. Dia bertanya-tanya, bagaimana rasanya sebuah penis berada di dalam dirinya. Apakah dia akan mengerang seperti yang dilakukan Heni?

Bunyi beradunya kulit lebih bergema keluar dari dalam kamar, diikuti oleh desahan dan erangan tajam. Dewi bisa mendengar kesenangan dan kenikmatan pada suara Heni. Beberapa saat kemudian, Dewi mendengar suara tubuh beradu, terdengar seperti tepukan tangan dengan tempo yang lebih cepat dan erangan semakin sering, sampai teriakan Heni yang begitu keras, dan kemudian suara itu tiba-tiba berhenti. Jantung Dewi berpacu dan ketegangan terpancar dari tubuhnya. Gairah ditambah dengan alkohol membuat kepala Dewi berputar dan gadis itu akhirnya melangkah goyah menuruni tangga, lalu bergabung kembali dalam pesta.​

Bersambung
Part 2 di sini
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd