Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Friends ( Jkt48 )

Status
Please reply by conversation.
yah pasti dah carita yg awalnya bagus
endingnya mandek gitu aja...sayang bgt ya
 
PART 5 !!


========================


Setelah membasuh wajahku dan membersihkan sisa-sisa kenajisan yang telah kulakukan tadi, aku kembali ke ruang tamu dengan ragu-ragu. Aku bingung apa yang harus kukatakan pada Ayana sehabis ini?

Tanpa kusadar aku sudah kembali ke ruang di mana Ayana berada. Dia sudah berpakaian dan sisa-sisa permainan kami tadi juga sudah dibersihkannya. Ia bertopang dagu dan matanya bergerak ke arahku saat menyadari kehadiranku, seperti meminta pertanggungjawaban atas apa yang sudah dilakukannya padaku. Ya toh aku juga tidak akan berbuat begitu padanya kalau dia tidak memulai bukan?

“Kak Boy,” panggilnya.

“Ay, aku pulang aja deh ya,” kataku cepat.

“Enggak. Jangan dong, Kak,” Ayana memegang tanganku. Mata sayunya membuat aku lemah.

“Ga bisa, Ay. Kalau aku enggak pulang bisa-bisa aku kelepasan lagi.”

“Enggak, Kak. Jangan dipikirin. Yang tadi itu salahku sepenuhnya kok!” rengeknya.

Rengekan manja Ayana sukses menahanku pergi meski aku masih merasa sebaiknya aku tinggalkan dulu Ayana sendirian untuk malam ini.

“Aku gak tau kalau yang kaya gitu malah bikin kakak tersinggung,” ucapnya sambil bangkit berdiri. “Aku janji gak akan gitu lagi. Plis…plis banget, jangan pergi, aku takut sendirian di sini.”

Ngomong aku janji gak akan gitu lagi tapi sekarang posisi Ayana meluk lenganku sampai aku bisa ngerasain dadanya lagi.

“Yaudah…” kataku terpaksa. “E tapi lepasin tanganku dong.”

Ayana tersenyum getir sambil melepaskan pelukannya.

“Duduk dong jangan berdiri gini. Kan aku dah janji gak akan ngapa-ngapain,”

Aku juga baru sadar kalau daritadi aku belum berani duduk di sampingnya. Akhirnya setelah ditarik, aku duduk di sampingnya lagi. Wangi badannya yang masih hafal betul langsung masuk ke dalam indra pernafasanku, membuat si Boy kecil kembali berdenyut-denyut.

“Sekali lagi maaf banget ya, Kak Boy. Aku ngelakuin itu murni karena penasaran aja kok. Enggak lebih!” kata Ayana lagi.

“Iya, gakpapa udah terjadi yaudah,” jawabku tanpa berani menoleh ke arahnya. Kenapa aku tidak berani? Soalnya mulutnya deket banget dengan wajahku sekarang, kalau aku noleh pasti nafasnya kena hidung.

“Beneran dimaafin?”

“Iyaaa…”

“Kok mukanya bete gitu!”

Bukan bete, Ay. Kalau aku noleh nanti aku sange lagi!

“Enggak…pokoknya gak apa-apa…” kataku.

Aku mendengar Ayana mendengus tidak puas, tapi aku masih menahan diri untuk tidak menoleh.

Ayana berhenti mengajakku berbicara dan aku juga tidak tahu harus berbicara apa. Jadinya, kami berdua menatap layar tv yang menayangkan acara alay.

“Ay,” panggilku.

“Ya, Kak?”

“Yang soal tadi….jangan cerita ke siapa-siapa ya,” kataku setengah memelas.

“Iyaaa, tenang aja, Kak. Masa kesalahanku aku beber-beberin ke orang lain,” jawab Ayana dengan santai.

“Sip deh.” Bisa gawat kalau Shanju dan yang lain tau apa yang sudah kulakukan pada Ayana. Salah-salah mereka malah ilfil atau ngejauhin aku lagi. Mudah-mudahan Ayana bener bisa jaga rahasia.


***


Satu malam di rumah Ayana pun berlalu tanpa terjadi hal ‘menegangkan’ lainnya. Ayana menawariku untuk tidur satu ranjang dengannya tapi aku tolak mentah-mentah. Kalau aku tidur satu ranjang dengannya, aku yakin besok pagi Ayana sudah tidak perawan lagi. Imanku udah gak akan kuat kalau harus ditempelin dadanya yang super kenyal itu.

Malam harinya sih berlalu dengan baik tapi pagi-paginya biasalah si Boy kecil bangun untuk menyambut mentari pagi. Ayana gak ngelakuin apa-apa. Dia hanya merenggangkan tubuhnya sambil menguap. Hal normal untuk dilakukan tapi masalahnya dia kaga pake beha. Jadi ujungnya yang menggoda itu menapak dengan jelas di hadapanku.

Terlewat singkat di otak mesumku : ‘kayaknya enak banget kalau tititku ini djepit lalu digesek-gesek di antara dua dadanya itu. Kalau semalam ngocokin pake tangan aja mau, harusnya Ayana mau dong ngocokin pake payudaranya.’

Tapi enggak…

Enggak deh….

Inget, Boy. Ayana itu adik kamu. Jangan kotori dia lagi, begitulah kata otak malaikatku.

Untungnya (baca: berkat semalam udah dibuang sebagian) aku bisa mengurungkan niatku. Kebetulan Ayana juga harus pergi untuk urusan kampus jadi aku juga tidak menemukan alas an untuk berlama-lama.

Oke…cerita Ayana akhirnya berlalu walau masih tersisa deg-degan di jantung. Hari ini aku pindahan dari kosanku ke rumah kontrakan Veranda. Dan bukan hanya tempat tinggalku saja yang pindah, tapi Veranda juga menawariku kerjaan lain di salah satu café temannya. Katanya sih jadi kepala pramusaji gitu, tapi aku belum lihat tempatnya.

Setelah beres-beres di kontrakan baru, aku bersiap-siap untuk pergi ke tempat sahabat-sahabatku perform yakni FX Sudirman. Iya aku masih teateran. Eits tapi jangan salah, kali ini aku teateran karena diundang oleh teman-temanku. Teman-temanku yang perform hari ini tentunya.

Hari ini teater tim J dan Shania dkk memintaku untuk datang menonton mereka. Malah mereka agak mengancam kalau aku tidak datang, mereka mau ‘musuhin’ aku. Hahaha…siapa yang nolak padahal diajak nonton. Gak diajak aja nonton apalagi diajak gitu kan?

Maka sore itu sekitar pukul empat aku sudah tiba di FX Sudirman untuk mengantri depan loket. Ini sudah kesekianratus kalinya aku menonton teater, tapi rasa antusias dan berdebar-debar itu muncul lagi hari ini. Aku sudah tidak sabar ingin segera menukarkan tiketku dan mendapatkan nomor bingo. Aku tak peduli lagi mau row depan kek mau standing kek, toh semalam aku dah tidur sama mereka tanpa halangan apapun.

Malah dimasturbasiin sama salah satu dari mereka…

Lupakan yang terakhir itu…

“Hei,” tiba-tiba seseorang mencolek pundakku saat aku sedang pura-pura lihat ke atrium lantai dasar.

Aku kira salah seorang wota, gataunya yang memanggilku barusan adalah Shania. Shania yang masih memakai jaket hoodie dan masker.

“Shan…” baru aku menyapa balik, Shania sudah buru-buru masuk ke dalam.

“Sampai ketemu,” bisiknya singkat. Ya aku tahu kenapa Shania terburu-buru begitu. Kalau ketauan wota lain bisa berabe kan?

Mataku mengikuti Shania sampai masuk ke dalam melalui lorong ticketing. Aku langsung senyum-senyum gesrek. Tapi untungnya gak ada wota lain yang liat saat itu terjadi.

Dengan sabar, aku menunggu lagi sampai satu jam kemudian. Penikmat teater jkt48 mulai memenuhi area karena sebentar lagi loket akan dibuka. Aku sendiri sudah mau siap-siap mengantri lengkap dengan ktp dan uang di tangan.

“Mas,”

Aku kaget karena tiba-tiba si Babeh, sekuriti teater, memanggilku. Gaktau kenapa perasaan tuh selalu gak enak kalau dipanggil sama security teater. Kayak ada aura-aura mistisnya gitu.

“Mas, sini deh,” panggil si babeh dari dekat loket.

“Kenapa ya?” tanyaku balik sambil mendatanginya.

“Mas, namanya Boy kan?” kali ini suaranya agak mengecil.

“I..iya, kenapa, Pak?” aku semakin khawatir. Jangan-jangan…ada ‘rahasia’-ku yang bocor terus aku diblacklis. Waduh, ‘rahasia’ mana ya yang bocor?

“Sini ikut saya ke dalem.”

“A..ada apa ya?”

“Udah ikut aja!”

Hiii…galak lagi. Mau tak mau aku pun mengikuti si Babeh masuk melewati lorong tempat foto-foto member dipajang. Saat masuk ruang teater, si Babeh berbalik ke arahku.

“Mas saya dititip pesen sama Mbak Shania, katanya Mas Boy boleh masuk duluan dan duduk di mana aja.”

“Hah?”

“Udah ya saya ke depan lagi,” kata si babeh dengan santainya.

Beberapa saat aku mencerna perkataan si Babeh sampai akhirnya aku paham juga. Pasti Shania yang meminta si Babeh dan ticketing untuk membiarkan aku masuk lebih awal. Bahkan terlalu awal sampai bagian FOH masih sibuk mempersiapkan suara dan pencahayaan. Beberapa staff ada yang heran melihatku ada juga yang tidak peduli. Aku sendiri sih bodo amat, yang penting row 1 titik 0 berhasil diamankan olehku.

15 menit aku duduk, tiba-tiba aku melihat sosok yang menarik jasmani dan rohaniku. Kak Melody yang keluar dari sisi stage dengan mengenakan seifuku ‘Dewi Teater’ yang seksi dan berjalan ke arah FOH sepertinya hendak menyampaikan sesuatu pada tim. Aku langsung melemparkan senyum saat matanya tak sengaja bertemu mataku tapi respon dari Kak Melody tak jauh beda dengan Naomi tempo hari. Sinis dan menyebalkan.

Saat itu juga, aku langsung tahu siapa target kedua dari guci ajaibku. Si GM yang songong ini. Liat aja ntar bakal kubuat bertekuk lutut.

Dan…gak cuma bertekuk lutut. Aku bakal dia buat hisap tititku sampai semua spermaku ditelan olehnya.



Aku memukul kepalaku. Haduuhh..mulai lagi otak mesum. Enggak-enggak. Gak bisa kayak gitu, Boy. Gak bisa dan gak boleh. Kak Mel adalah kakak tertuaku. Sama seperti Ayana yang kuanggap saudariku sendiri, aku juga gak boleh kayak gitu sama Kak Mel.

Akhirnya daripada aku mikir yang ‘iya-iya’ lagi, aku memilih ngeliatin pipa ventilasi di atas daripada ngeliatin beningnya Melody.

Kurang lebih setengah jam kemudian, pemenang bingo yang disebutkan pertama sudah memasuki ruangan. Tak satupun dari wota-wota itu curiga aku sudah lebih dulu menempati posisi strategis. Dan karena suasana juga sudah mulai ramai, aku jadi lebih tenang. Untungnya aku bukan tipe wota yang caper atau cari banyak teman saat ngidol jadi mereka semua hampir tidak sadar dengan keanehanku.

Singkat cerita, kageana dikumandangkan dan pertunjukkan Dewi Teater dimulai. Satu per satu member yang kini sudah menjadi sahabatku bermunculdan dari balik tirai. Rasa puas dan bahagia muncul lebih besar ketimbang sebelum-sebelumnya. Wota-wota lain masih teriak-teriak alay mencari waro sedangkan aku hanya perlu duduk bersandar dan member-member yang sudah kena efek guci ajaib lebih dari sekali mem-waroku. Belum lagi bonus-bonus waro dari member lainnya karena aku duduk di depan.

Aku focus pada pertunjukkan sampai lagu keempat ditampilkan. Lagu Dewi Teater itu sendiri. Dari sewaktu awal aku pertama kali nonton Dewi Teater, aku sudah berpendapat kalau seifuku Dewi Teater adalah seifuku paling seksi. Setiap kali lagu itu muncul, aku selalu membuang pikiran kotorku jauh-jauh. Tapi sekarang....agak sulit membuang pikiran itu.

Mataku tertuju pada Gaby. Gaby adalah salah satu member yang kena efek guci ajaib. Namun sebelum kena efek itupun aku selalu merasa Gaby itu tipe cewek baik-baik yang sangking polosnya, diajak ‘ngapain’ juga mau. Kayaknya asik gitu kalau aku minta Gaby yang malu-malu gitu suruh dance striptease. Aku penasaran gimana ya ekspresi mukanya kalau lagi berhubungan seks.

tumblr_o1afx2yHJO1qdj1wto1_1280.jpg


Selain Gaby, ada satu orang lagi yang menarik perhatianku di lagu ini. Si Beby, dancing queennya JKT48. Beby itu gak cantik, gak imut, gak seksi, tapi goyangannya ituloh. Dari yang tadinya gak sange bisa berdiri sampai puncak ngeliat dia ngedance.

http://3.bp.********.com/-ON3LgRV7Lxg/U7NlAEvnK-I/AAAAAAAAAEU/8Oace0p7sLM/s1600/BlUfrS_CEAE-WF1.jpg


Gak usah Veranda gak usah Shania. Semalam bersama Gaby dan Beby pun kayaknya udah lebih dari cukup buat menuhin hasratku. Yang satu malu-malu yang satu lagi agak binal. Pas deh.

Kapan ya aku bisa nyuruh mereka kayak gitu?

Apa malam ini juga ya?

Apa aku suruh mereka bawa seifuku mereka terus datang ke rumah kontrakanku sekarang ?


Aku mengusap wajahku berkali-kali. Benar-benar sulit membuang pikiran kotor kayak gitu. Padahal dulu aku gak pernah mikirin kayak gini.

Memang benar yang orang sering katakan, ‘yang namanya kejahatan itu karena ‘bisa’ bukan karena ‘ingin’. ‘


***


Teater pun berakhir. Aku hampir tidak bisa fokus sepanjang show. Member-member yang sudah kena efek guci ajaib semuanya sering meng-eyelock-ku dan memberiku senyuman yang berbeda dari biasanya. Membuat aku semakin sulit menjauhkan pikiran kotorku jauh-jauh. Bahkan lebih dari sekali penisku berdiri tegak karena membayangkan skenario yang ‘sangat mungkin’ terjadi.

Aku menarik nafas panjang. Kuputuskan daripada semakin parah, aku memilih untuk kembali ke rumah kontrakanku lalu mengistirahatkan pikiranku untuk semalam.

Namun, baru saja aku tiba di parkiran motor. Tiba-tiba sebuah pesan Line dari Shania masuk.

‘Eh, Kak Boy. Aku mau numpang bersih-bersih sebentar dong di rumah Kak Boy. Soalnya aku mau pergi lagi. Kalau ke rumahku dulu gak sempet’

Nah kan, cobaan datang lagi.

‘Plis ya plis banget! Aku ada acara lagi kalau aku gak mandi gak enak.’

‘Ya deh, Shan.’

Gak mungkin kutolak juga kan?

‘Sip! Kak Boy kan naek motor, nanti ketemu langsung di sana aja ya! Makasih looooh…..’


Tak ada pilihan lain bukan? Akhirnya mau tak mau, siap tak siap, Shania akan datang ke rumahku. Sebaiknya aku bergegas pulang daripada Shania tiba duluan.



***



Sekitar 20 menit aku sudah sampai di rumah kontrakanku. Kebetulan sebagian barang juga sudah selesai kubereskan tadi siang jadi aku gak perlu beres-beres lagi. Ya cukup rapilah untuk siap sedia seorang Shania yang akan datang.

Aku pengen mandi sih tapi mengingat Shania akan datang sebentar lagi sebaiknya aku menunggu saja.

Ting-tong!

Nah kan dateng juga. Aku menarik nafas panjang sebelum aku keluar untuk membukakan pintu untuk Shania. Aku berjanji pada diriku sendiri agar tidak melakukan aneh-aneh pada Shania. Kubiarkan dia mandi lalu kubiarkan dia pergi dan itu sajah untuk malam ini.

“Haaai, Kak Boy!”

Sapa Shania yang seperti biasa selalu penuh semangat membuatku kehilangan separuh imanku. Shania tampak lepek dan masih ada sisa-sisa keringat kulihat di dahinya. Kurasa Shania sedang buru-buru.

“Kak, pinjem kamar mandi ya. Aku buru-buru nih.”

“Ooh iya, Shan.”

Shania menepuk pundakku singkat lalu dia berjalan melewatiku. Wangi parfum bercampur keringatnya membuat aku kehilangan seperempat lagi imanku.

Kudengar pintu kamar mandi tertutup, tapi aku yakin kalau aku mengetuknya Shania pasti akan membukakan pintu.

“Haduhhhh…Boy, Boy. Jangan aneh-aneh plis, Boy. Tahan tahan sampai Shanju pergi,” kataku pada diri sendiri. “Dah gitu coli aja dah.”

Aku duduk di sofa dengan televisi menyala. Harapanku dengan menonton acara debat malam ini, aku bisa sedikit melupakan Shania.

Tidak sampai 15 menit, pintu kamar mandi sudah terbuka lagi dan Shania muncul dari balik sana. Kali ini bukan pikiran kotor yang muncul dalam pikiranku, tapi rasa kagum. Shania memakai baju yang casual rapi dan rambut yang masih agak basah. Cantik banget.

ec314e054343610955bc153351b6f5f8.jpg


“Shan…” kataku terperangah dengan gerakan tangannya yang mengusap-usap rambutnya dengan handuk.

“Ya, Kak?”

“Ini…udah jam setengah 11 malem loh. Kamu mau ke mana lagi?”

“Aku mau…pacaran…hehehe…”

“Hah?” aku membuka telingaku sekali lagi. Barusan aku salah denger bukan?

“Mau ketemu pacarku terus kita mau nge-date deh, Kak. Hehehe….” Jawabnya sambil tersenyum tanpa rasa bersalah sedikitpun.

“S….Shania? Kamu dah punya pacar?” tanyaku yang masih tidak percaya dengan ucapan Shania barusan.

“Udahlah. Udah lama kali, Kak. Kak Boy kok mukanya yang kaget gitu.”

Aku tidak pernah merasa lebih kecewa daripada ini. Bahkan perlakuannya sewaktu di restoran masih tidak ada apa-apana menurutku. Ini bukan hanya tentang aku yang dia bohongi, tapi juga seluruh fans-nya yang selama ini mati-matian mendukungnya. Apa Shania tidak punya hati?

“Makasih ya, Kak. Syukur deh Kak Boy udah tinggal di sini kalau gak masa aku ketemu cowokku dalam keadaan berantakan. Mana abis ketemu wota lagi. Hiii…”

Aku tidak mempedulikan cibiran Shania. Aku punya pertanyaan lain yang lebih penting untuknya.

“Kamu…baru ketemu dia jam segini. Mau pulang jam berapa?”

“Paling yah….besok pagi, Kak.”

“Hah?” Lagi aku dibuatnya terkejut. “Jadi kamu nginep di tempatnya?”

“Iya dong. Kalau pacarannya di luar tar ketauan wota berabe, Kak.”

Imej-ku tentang Shania yang adalah idol sempurna tanpa cela hancur sudah semuanya.

“Kamu….udah ngapain aja sama pacar kamu?”

Shania tertawa santai. “Kenapa sih Kak Boy nanyanya gitu?”

“Jawab, Shan.”

“Mmm…ya aku dah kasih semuanya sih.”

“Termasuk keperawanan kamu?”

“Yaaa, Kak. Kalau aku gak kasih seks sama dia. Mana mau dia pacaran diem-diem gini sama aku?” katanya tanpa beban sedikitpun. “Dah ya, Kak. Aku ditungguin nih…”

Aku menahan tangan Shania. “Shan, kenapa kamu semudah itu ngelakuin hubungan seks sama orang lain?”

“Kak Boy tuh kenapa sih?” Shania malah balik bertanya dengan dahi berkerenyit. “Seks itu kan hal yang lumrah buat dilakuin jaman sekarang.”

Lumrah?

Kamu bilang lumrah?

Ok…

Kamu sendiri yang bilang lumrah…

“Lumrah?” ulangku.

Emosi dan nafsuku bercampur jadi satu. Aku sudah tidak peduli lagi siapa Shania dan apapun selama ini aku menganggapnya.

“Kamu bilang lumrah???”

“Iya, Kak. Kenapa sih…?”

Aku menarik tangan Shania lalu melemparkan tubuhnya ke atas sofa. Tanpa memberikan dia nafas, aku langsung menindihnya dengan tubuhku.

“K…Kak Boy?” kumendengar keterkejutan di suaranya.

“Lo bilang seks itu lumrah, Shan? Bakal gue praktekin sekarang juga hal yang lo bilang lumrah itu.”

Ya, aku sudah sampai pada ujung kesabaranku dan tahan ujiku agar tidak tergoda menyetubuhinya. Aku menindihnya dan kutahan kedua tangannya dengan kedua tanganku. Shania meronta tapi aku tidak tahu Shania seperti tidak mengeluarkan seluruh tenaganya untuk melawanku.

“K…Kak Boy! Ja..jangan! Ka..kak…”

Aku tidak peduli dengan rintihan Shania. Aku langsung menyerang leher jenjangnya yang selama ini hanya bisa kupandang. Kukecup dan kuhirup dalam-dalam wangi yang keluar dari sana.

Sumpah, mungkin wangi malaikat di surga itu gak jauh beda sama wangi badan Shania malam ini.

Rasa puas dan nikmat seperti memenuhi dahagaku saat aku melumat lehernya berkali-kali. Tangan kananku juga kulepas dari tangan Shania dan kugunakan untuk menggerayangi tubuhnya. Shania memakai baju tangan pendek yang ngepas dengan badannya yang padat, membuat tanganku bisa merasakan seluruh kulit lembutnya.

“Kak…Kak Boy. Stop! Kak...”

Aku melepaskan kecupanku di lehernya hanya untuk memandang wajahnya dari jarak yang sangat dekat. Kulihat matanya agak berkaca-kaca dan memohon agar aku segera melepaskannya, tapi sejujurnya, melepaskan dirinya begitu saja tidak ada dalam rencanaku.

Aku menyumpal mulutnya dengan mulutku. Tidak kupejamkan mataku seperti di film-film porno. Aku ingin mata kepalaku sendiri ini melihat bahwa orang yang sedang kucumbu ini adalah seorang Shania Junianatha. Jeritan yang dia buat malah menghembuskan nafas hangat ke dalam mulutku dan membangkitkan nafsuku lebih dan lebih. Lidahku yang semula diam juga mulai meluncur dan mencari lidah miliknya yang dia sembunyikan di balik giginya.

“Ehmm…ehmmmm…mmmm…” Shania merintih. Saat kurasa Shania mulai melemah, aku memasukkan tanganku ke balik t-shirtnya untuk merasakan lembutnya perut rata Shania. Tanpa sengaja, tanganku malah menemukan sesuatu yang lebih menarik. Sepasang benda padat yang membelit dada Shania.

Aku langsung melepaskan ciumanku yang kasar karena sekarang aku lebih tertarik pada benda yang selama ini hanya bisa kuperhatikan belahannya saja.

“Uhuk…uhuk…” Shania terbatuk-batuk karena sepertinya dia tercekik oleh ciumanku tadi. Dia tak sempat melawan saat aku menarik bajunya ke atas, hanya rintihan yang memintaku berhenti.

Aku tak berhenti saat sepasang bra berwarna hitam menutup payudaranya yang berukuran proporsional dengan badannya itu. Kutarik langsung bra yang ngepas di dadanya itu sampai aku berhasil melihat ujungnya yang berwarna kecoklatan.

Ternyata tiap cewe bentuk putingnya beda ya, Ayana kemarin agak lebih besar dan coklat. Kalau Shania lebih kecil meski warna coklatnya kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih. Membuatnya jadi lebih menarik menurutku.

“Awas, Shan. Gue mau liat!” aku membuka tangan Shania yang menutup kedua payudaranya dengan kasar. Begitu tangan Shania terbuka, payudara yang bersih dan montok kembali terlihat. Aku tak ingin mataku saja yang terpuaskan. Aku ingin tahu apa rasanya ‘susu’ seorang gadis dewasa.

“Ehmmm…” suara lenguhanku tertahan saat aku melahap payudaranya sebelah kiri, sementara tangan kananku memainkan putingnya.

Wangi , kenyal, tapi ujungnya kurasa mulai mengeras. Aku berusaha menghisap dan menjilat-jilat berharap benar-benar ada susu yang keluar dari sana.

Puas bermain dengan dadanya, aku segera mencumbu bibir Shania lagi. Dengan posisi yang sama, tanganku bergerak untuk memuaskan rasa penasaranku yang lain.

Vagina alias memek.

Beberapa kali dalam hidup aku pernah tak sengaja melihat payudara. Sampai setidaknya kemarin aku baru melihat dengan jelas payudara milik Ayana. Tapi belum pernah sekalipun aku melihat vagina.

Di film-film sih tentunya udah, tapi kan beda pastinya juga.

Seiring menjamah-jamah pahanya yang selama ini jadi objek salkus, aku melepaskan hotpants milik Shania. Jelas Shania berusaha menahan tujuanku, tapi percuma. Tidak lama celananya sudah melorot sampai ujung betis karena kutarik secara paksa.

Aku tidak tertarik pada celana dalam hitamnya. DI foto-foto salkus juga banyak keliatan celana dalam. Aku menginginkan lebih.

Agak sulit melepaskan celana dalamnya karena ketat dan Shania juga terus memberontak. Aku sampai harus menahan sebelah tangannya sampai akhirnya celana dalamnya mulai melorot hingga terlepas sepenuhnya.

Dan…tampaklah… rahasia ilahi.

Kubuka mataku lebar-lebar saat vagina Shania yang ditumbuhi bulu-bulu tipis pada bagian atasnya. Ternyata bentuk vagina tuh gini ya. Beda banget sama vagina-vagina pemain film porno yang rata-rata sudah ‘hancur’. Lipatan di vagina Shania masih seperti seorang perawan. Kontras warna dari putihnya pangkal paha Shania sampai vaginanya yang merah membuat aku menelan ludah dengan berat.

Sampai detik ini aku masih sulit percaya. Vagina pertama yang kulihat secara langsung adalah vagina seorang Shania Junianatha.

“Kak Boy! Hiks…..hiks…jangan, Kak! Kenapa Kakak ngelakuin ini…” Shania menangis, tapi aku lebih memilih nafsu dan emosi daripada rasa kasihan.

“Lo, Shan. Apa lo gaktau ada berapa orang di luar sana yang ngedukung lo secara tulus!?” perkataanku didasarkan emosi tapi tanganku dipenuhi nafsu. Jari jermariku memainkan lipatan luar vaginanya dan kucari benda yang disebut sebagai clitoris itu. “Dan lo! Seenaknya aja ngasih badan lo ke sembarang orang!?” aku mengocok clitorisnya.

“Enggak….enggak! Maaf, Kak! Ma…aff…ahh….” Rintihan Shania terdengar sensual. Kedua kakinya menutup justru memberikan akses lebih mudah untuk mengocok vaginanya.

“Terus cowok lo ngapain lagi? Kayak gini ya?” Aku mencoba memasukkan jari tengah dan telunjukku ke dalam lubang vaginanya. Dan wow, rasanya seperti ada mulut di dalam sana yang menghisap kedua jariku. Dinding-dindingnya yang kencang membuat aku jariku sulit untuk bergerak. Bahkan aku kesulitan untuk menekan G-spot yang katanya kelemahan semua wanita.

“Aaaahhh…maaf, Kak! Hiks…” tangisan Shania bercampur lenguhan sensual.

Aku tak ingin hanya jariku yang merasakan kenikmatan vaginanya. Aku ingin tititku yang daritadi sudah berontak juga merasakan. Kubuka celana jeans-ku cepat-cepat berikut dalamannya dan kuarahkan tititku ke arah vaginanya. Sebenarnya aku masih ingin mengeksplor Shania lebih lagi. Aku ingin tau rasa dari vagina yang sudah basah seperti ini. Aku juga ingin tau rasanya diblowjob oleh mulutnya yang daritadi tak berhenti bersuara. Tapi aku menginginkan dominasi yang total dengan mengentotnya sekarang juga.

“K…Kak! Kak….” Hanya suara itu yang keluar dari mulut Shania sebelum aku memaksa memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Kukira akan susah masuk karena Shania terus bergerak dan lipatannya yang kecil, tapi saat memasuki ‘gerbang depan’ , penisku seperti dihisap ke dalam persis seperti jariku tadi.

Mataku merem-melek sendiri melihat penisku masuk setengahnya ke dalam vagina Shania Junianatha. Rasanya bukan main bro. Seperti digenggam lalu dipijat oleh sesuatu yang empuk tapi basah dan hangat. Segera kudorong tubuhku sepenuhnya sampai penisku hilang ‘ditelannya’.

“Shan….enak banget…” pujiku tanpa sadar kalau gadis yang ada di depanku tampak sama sekali tak menikmatinya. “Pantes aja ya pacar lo rela lo dijadiin bacol sekian banyak wota,” hinaku.

Shania menggeleng-geleng dengan air mata yang memenuhi pipinya. Suaranya sudah berubah serak tapi intinya sih dia memohon untuk sesuatu yang tidak akan terjadi.

Dengan tempo yang awalnya lambat, aku menggenjotnya. Benar-benar nikmat. Vagina Shania merespon penisku dengan sangat baik. Saat aku mulai mundur dan aku merasa dihisap kembali ke dalam. Dan semakin cepat-cepat aku menggenjotnya, semakin pula sensasi itu berasa. Padahal Shania terus memberontak, tapi vaginanya berdenyut seperti memintaku untuk mempercepat gerakanku. Mungkin ini sebabnya pemerkosaan itu lebih enak. Karena pikiran berkata ‘tidak’ tapi tubuh berkata ‘ya’.

Aku mencium lagi bibirnya yang menjadi candu baru untukku. Kali ini agak-agak asin karena air mata mengaliri wajahnya. Kemudian aku mengabsen kembali kedua putingnya yang kali ini sudah berdiri menantangku. Warnanya sudah kemerahan dan basah oleh peluh.

“Euh…Shan…” aku melenguh. Kurasa denyutan-denyutan di penisku semakin menjadi-jadi.



Gawat….


Aku udah gak kuat…


Sialan masa udah mau keluar lagi? Belum juga satu menit.


Sisa-sisa akal sehatku membuat aku mencabut penisku cepat-cepat lalu aku mengocoknya sebentar sebelum akhirnya penisku memuntahkan sperma yang terkumpul dalam satu hari.

“Ah…ah….” Akulah yang melenguh karena nikmat. Spermaku mengenai perutnya dan kujauhkan sejauh mungkin dari vaginanya karena aku tak sanggup jadi seorang ayah sekarang. Sayangnya aku tidak sempat terpikirkan untuk menuangkannya di dada Shania atau di mulutnya. Padahal aku yakin ini akan membuatnya menjadi lebih menarik.

Setelah kupastikan aku mengeluarkan semuanya di perut Shania, aku menghempaskan tubuhku ke sofa di sampingnya. Aku mengatur nafasku sementara kulihat Shania meringkuk dan tangisannya menjadi-jadi.




Saat itulah….




Akal sehatku kembali….

Pertanyaan yang kemarin terucap olehku sekarang terulang lagi…

Apa yang sudah kamu lakukan, Boy?


“S…Shan…”

Aku kaget karena Shania tiba-tiba mengambil pakaiannya lalu dia berlari dan masuk ke dalam salah satu kamar tidur. Aku tidak sempat mengejarnya karena aku masih lemas dan menikmati sisa-sisa orgasmeku.

“Shan!” panggilku.

Aku menghampiri kamar tersebut dan aku mendapatinya dikunci dari dalam.

“Shan…” panggilku lagi. Samar-samar aku mendengar suara isak tangis dari dalam.

Rasa bersalah kembali memenuhi hatiku….

Apa yang sudah kamu lakukan sama sahabat kamu yang begitu percaya sama kamu, Boy?






===========

wadouh maap lama ya suhu dan temin temin skalian wkwkw sori gambarnya dikit, mager masuk2in nih wkwkwk

masih pemanasan lah ya hu
 
eh gw kena troll yg di teaser in gaby beby tapi ternyata shanju yg digarap wkk nice turn
 
Wah padahal gaby sudah kutunggu hahahah.. Shania dulu ya ternyata.. asik sih part kali ini, bakal jadi salah satu cerita favorit kayaknya:Peace:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Wainiii mantab bung!!!1111 akhirnya boy mulai mengeluarkan kebejatannnya ngoahahahahahah
 
mantap bro ceritanya:) sayang kurang panjang aja wkwk ditunggu update nya ya
 
Salah sasaran tapi mantap, shania selalu buat penasaran kalo dieksekusi
PART 5 !!


========================


Setelah membasuh wajahku dan membersihkan sisa-sisa kenajisan yang telah kulakukan tadi, aku kembali ke ruang tamu dengan ragu-ragu. Aku bingung apa yang harus kukatakan pada Ayana sehabis ini?

Tanpa kusadar aku sudah kembali ke ruang di mana Ayana berada. Dia sudah berpakaian dan sisa-sisa permainan kami tadi juga sudah dibersihkannya. Ia bertopang dagu dan matanya bergerak ke arahku saat menyadari kehadiranku, seperti meminta pertanggungjawaban atas apa yang sudah dilakukannya padaku. Ya toh aku juga tidak akan berbuat begitu padanya kalau dia tidak memulai bukan?

“Kak Boy,” panggilnya.

“Ay, aku pulang aja deh ya,” kataku cepat.

“Enggak. Jangan dong, Kak,” Ayana memegang tanganku. Mata sayunya membuat aku lemah.

“Ga bisa, Ay. Kalau aku enggak pulang bisa-bisa aku kelepasan lagi.”

“Enggak, Kak. Jangan dipikirin. Yang tadi itu salahku sepenuhnya kok!” rengeknya.

Rengekan manja Ayana sukses menahanku pergi meski aku masih merasa sebaiknya aku tinggalkan dulu Ayana sendirian untuk malam ini.

“Aku gak tau kalau yang kaya gitu malah bikin kakak tersinggung,” ucapnya sambil bangkit berdiri. “Aku janji gak akan gitu lagi. Plis…plis banget, jangan pergi, aku takut sendirian di sini.”

Ngomong aku janji gak akan gitu lagi tapi sekarang posisi Ayana meluk lenganku sampai aku bisa ngerasain dadanya lagi.

“Yaudah…” kataku terpaksa. “E tapi lepasin tanganku dong.”

Ayana tersenyum getir sambil melepaskan pelukannya.

“Duduk dong jangan berdiri gini. Kan aku dah janji gak akan ngapa-ngapain,”

Aku juga baru sadar kalau daritadi aku belum berani duduk di sampingnya. Akhirnya setelah ditarik, aku duduk di sampingnya lagi. Wangi badannya yang masih hafal betul langsung masuk ke dalam indra pernafasanku, membuat si Boy kecil kembali berdenyut-denyut.

“Sekali lagi maaf banget ya, Kak Boy. Aku ngelakuin itu murni karena penasaran aja kok. Enggak lebih!” kata Ayana lagi.

“Iya, gakpapa udah terjadi yaudah,” jawabku tanpa berani menoleh ke arahnya. Kenapa aku tidak berani? Soalnya mulutnya deket banget dengan wajahku sekarang, kalau aku noleh pasti nafasnya kena hidung.

“Beneran dimaafin?”

“Iyaaa…”

“Kok mukanya bete gitu!”

Bukan bete, Ay. Kalau aku noleh nanti aku sange lagi!

“Enggak…pokoknya gak apa-apa…” kataku.

Aku mendengar Ayana mendengus tidak puas, tapi aku masih menahan diri untuk tidak menoleh.

Ayana berhenti mengajakku berbicara dan aku juga tidak tahu harus berbicara apa. Jadinya, kami berdua menatap layar tv yang menayangkan acara alay.

“Ay,” panggilku.

“Ya, Kak?”

“Yang soal tadi….jangan cerita ke siapa-siapa ya,” kataku setengah memelas.

“Iyaaa, tenang aja, Kak. Masa kesalahanku aku beber-beberin ke orang lain,” jawab Ayana dengan santai.

“Sip deh.” Bisa gawat kalau Shanju dan yang lain tau apa yang sudah kulakukan pada Ayana. Salah-salah mereka malah ilfil atau ngejauhin aku lagi. Mudah-mudahan Ayana bener bisa jaga rahasia.


***


Satu malam di rumah Ayana pun berlalu tanpa terjadi hal ‘menegangkan’ lainnya. Ayana menawariku untuk tidur satu ranjang dengannya tapi aku tolak mentah-mentah. Kalau aku tidur satu ranjang dengannya, aku yakin besok pagi Ayana sudah tidak perawan lagi. Imanku udah gak akan kuat kalau harus ditempelin dadanya yang super kenyal itu.

Malam harinya sih berlalu dengan baik tapi pagi-paginya biasalah si Boy kecil bangun untuk menyambut mentari pagi. Ayana gak ngelakuin apa-apa. Dia hanya merenggangkan tubuhnya sambil menguap. Hal normal untuk dilakukan tapi masalahnya dia kaga pake beha. Jadi ujungnya yang menggoda itu menapak dengan jelas di hadapanku.

Terlewat singkat di otak mesumku : ‘kayaknya enak banget kalau tititku ini djepit lalu digesek-gesek di antara dua dadanya itu. Kalau semalam ngocokin pake tangan aja mau, harusnya Ayana mau dong ngocokin pake payudaranya.’

Tapi enggak…

Enggak deh….

Inget, Boy. Ayana itu adik kamu. Jangan kotori dia lagi, begitulah kata otak malaikatku.

Untungnya (baca: berkat semalam udah dibuang sebagian) aku bisa mengurungkan niatku. Kebetulan Ayana juga harus pergi untuk urusan kampus jadi aku juga tidak menemukan alas an untuk berlama-lama.

Oke…cerita Ayana akhirnya berlalu walau masih tersisa deg-degan di jantung. Hari ini aku pindahan dari kosanku ke rumah kontrakan Veranda. Dan bukan hanya tempat tinggalku saja yang pindah, tapi Veranda juga menawariku kerjaan lain di salah satu café temannya. Katanya sih jadi kepala pramusaji gitu, tapi aku belum lihat tempatnya.

Setelah beres-beres di kontrakan baru, aku bersiap-siap untuk pergi ke tempat sahabat-sahabatku perform yakni FX Sudirman. Iya aku masih teateran. Eits tapi jangan salah, kali ini aku teateran karena diundang oleh teman-temanku. Teman-temanku yang perform hari ini tentunya.

Hari ini teater tim J dan Shania dkk memintaku untuk datang menonton mereka. Malah mereka agak mengancam kalau aku tidak datang, mereka mau ‘musuhin’ aku. Hahaha…siapa yang nolak padahal diajak nonton. Gak diajak aja nonton apalagi diajak gitu kan?

Maka sore itu sekitar pukul empat aku sudah tiba di FX Sudirman untuk mengantri depan loket. Ini sudah kesekianratus kalinya aku menonton teater, tapi rasa antusias dan berdebar-debar itu muncul lagi hari ini. Aku sudah tidak sabar ingin segera menukarkan tiketku dan mendapatkan nomor bingo. Aku tak peduli lagi mau row depan kek mau standing kek, toh semalam aku dah tidur sama mereka tanpa halangan apapun.

Malah dimasturbasiin sama salah satu dari mereka…

Lupakan yang terakhir itu…

“Hei,” tiba-tiba seseorang mencolek pundakku saat aku sedang pura-pura lihat ke atrium lantai dasar.

Aku kira salah seorang wota, gataunya yang memanggilku barusan adalah Shania. Shania yang masih memakai jaket hoodie dan masker.

“Shan…” baru aku menyapa balik, Shania sudah buru-buru masuk ke dalam.

“Sampai ketemu,” bisiknya singkat. Ya aku tahu kenapa Shania terburu-buru begitu. Kalau ketauan wota lain bisa berabe kan?

Mataku mengikuti Shania sampai masuk ke dalam melalui lorong ticketing. Aku langsung senyum-senyum gesrek. Tapi untungnya gak ada wota lain yang liat saat itu terjadi.

Dengan sabar, aku menunggu lagi sampai satu jam kemudian. Penikmat teater jkt48 mulai memenuhi area karena sebentar lagi loket akan dibuka. Aku sendiri sudah mau siap-siap mengantri lengkap dengan ktp dan uang di tangan.

“Mas,”

Aku kaget karena tiba-tiba si Babeh, sekuriti teater, memanggilku. Gaktau kenapa perasaan tuh selalu gak enak kalau dipanggil sama security teater. Kayak ada aura-aura mistisnya gitu.

“Mas, sini deh,” panggil si babeh dari dekat loket.

“Kenapa ya?” tanyaku balik sambil mendatanginya.

“Mas, namanya Boy kan?” kali ini suaranya agak mengecil.

“I..iya, kenapa, Pak?” aku semakin khawatir. Jangan-jangan…ada ‘rahasia’-ku yang bocor terus aku diblacklis. Waduh, ‘rahasia’ mana ya yang bocor?

“Sini ikut saya ke dalem.”

“A..ada apa ya?”

“Udah ikut aja!”

Hiii…galak lagi. Mau tak mau aku pun mengikuti si Babeh masuk melewati lorong tempat foto-foto member dipajang. Saat masuk ruang teater, si Babeh berbalik ke arahku.

“Mas saya dititip pesen sama Mbak Shania, katanya Mas Boy boleh masuk duluan dan duduk di mana aja.”

“Hah?”

“Udah ya saya ke depan lagi,” kata si babeh dengan santainya.

Beberapa saat aku mencerna perkataan si Babeh sampai akhirnya aku paham juga. Pasti Shania yang meminta si Babeh dan ticketing untuk membiarkan aku masuk lebih awal. Bahkan terlalu awal sampai bagian FOH masih sibuk mempersiapkan suara dan pencahayaan. Beberapa staff ada yang heran melihatku ada juga yang tidak peduli. Aku sendiri sih bodo amat, yang penting row 1 titik 0 berhasil diamankan olehku.

15 menit aku duduk, tiba-tiba aku melihat sosok yang menarik jasmani dan rohaniku. Kak Melody yang keluar dari sisi stage dengan mengenakan seifuku ‘Dewi Teater’ yang seksi dan berjalan ke arah FOH sepertinya hendak menyampaikan sesuatu pada tim. Aku langsung melemparkan senyum saat matanya tak sengaja bertemu mataku tapi respon dari Kak Melody tak jauh beda dengan Naomi tempo hari. Sinis dan menyebalkan.

Saat itu juga, aku langsung tahu siapa target kedua dari guci ajaibku. Si GM yang songong ini. Liat aja ntar bakal kubuat bertekuk lutut.

Dan…gak cuma bertekuk lutut. Aku bakal dia buat hisap tititku sampai semua spermaku ditelan olehnya.



Aku memukul kepalaku. Haduuhh..mulai lagi otak mesum. Enggak-enggak. Gak bisa kayak gitu, Boy. Gak bisa dan gak boleh. Kak Mel adalah kakak tertuaku. Sama seperti Ayana yang kuanggap saudariku sendiri, aku juga gak boleh kayak gitu sama Kak Mel.

Akhirnya daripada aku mikir yang ‘iya-iya’ lagi, aku memilih ngeliatin pipa ventilasi di atas daripada ngeliatin beningnya Melody.

Kurang lebih setengah jam kemudian, pemenang bingo yang disebutkan pertama sudah memasuki ruangan. Tak satupun dari wota-wota itu curiga aku sudah lebih dulu menempati posisi strategis. Dan karena suasana juga sudah mulai ramai, aku jadi lebih tenang. Untungnya aku bukan tipe wota yang caper atau cari banyak teman saat ngidol jadi mereka semua hampir tidak sadar dengan keanehanku.

Singkat cerita, kageana dikumandangkan dan pertunjukkan Dewi Teater dimulai. Satu per satu member yang kini sudah menjadi sahabatku bermunculdan dari balik tirai. Rasa puas dan bahagia muncul lebih besar ketimbang sebelum-sebelumnya. Wota-wota lain masih teriak-teriak alay mencari waro sedangkan aku hanya perlu duduk bersandar dan member-member yang sudah kena efek guci ajaib lebih dari sekali mem-waroku. Belum lagi bonus-bonus waro dari member lainnya karena aku duduk di depan.

Aku focus pada pertunjukkan sampai lagu keempat ditampilkan. Lagu Dewi Teater itu sendiri. Dari sewaktu awal aku pertama kali nonton Dewi Teater, aku sudah berpendapat kalau seifuku Dewi Teater adalah seifuku paling seksi. Setiap kali lagu itu muncul, aku selalu membuang pikiran kotorku jauh-jauh. Tapi sekarang....agak sulit membuang pikiran itu.

Mataku tertuju pada Gaby. Gaby adalah salah satu member yang kena efek guci ajaib. Namun sebelum kena efek itupun aku selalu merasa Gaby itu tipe cewek baik-baik yang sangking polosnya, diajak ‘ngapain’ juga mau. Kayaknya asik gitu kalau aku minta Gaby yang malu-malu gitu suruh dance striptease. Aku penasaran gimana ya ekspresi mukanya kalau lagi berhubungan seks.

tumblr_o1afx2yHJO1qdj1wto1_1280.jpg


Selain Gaby, ada satu orang lagi yang menarik perhatianku di lagu ini. Si Beby, dancing queennya JKT48. Beby itu gak cantik, gak imut, gak seksi, tapi goyangannya ituloh. Dari yang tadinya gak sange bisa berdiri sampai puncak ngeliat dia ngedance.

BlUfrS_CEAE-WF1.jpg



Gak usah Veranda gak usah Shania. Semalam bersama Gaby dan Beby pun kayaknya udah lebih dari cukup buat menuhin hasratku. Yang satu malu-malu yang satu lagi agak binal. Pas deh.

Kapan ya aku bisa nyuruh mereka kayak gitu?

Apa malam ini juga ya?

Apa aku suruh mereka bawa seifuku mereka terus datang ke rumah kontrakanku sekarang ?


Aku mengusap wajahku berkali-kali. Benar-benar sulit membuang pikiran kotor kayak gitu. Padahal dulu aku gak pernah mikirin kayak gini.

Memang benar yang orang sering katakan, ‘yang namanya kejahatan itu karena ‘bisa’ bukan karena ‘ingin’. ‘


***


Teater pun berakhir. Aku hampir tidak bisa fokus sepanjang show. Member-member yang sudah kena efek guci ajaib semuanya sering meng-eyelock-ku dan memberiku senyuman yang berbeda dari biasanya. Membuat aku semakin sulit menjauhkan pikiran kotorku jauh-jauh. Bahkan lebih dari sekali penisku berdiri tegak karena membayangkan skenario yang ‘sangat mungkin’ terjadi.

Aku menarik nafas panjang. Kuputuskan daripada semakin parah, aku memilih untuk kembali ke rumah kontrakanku lalu mengistirahatkan pikiranku untuk semalam.

Namun, baru saja aku tiba di parkiran motor. Tiba-tiba sebuah pesan Line dari Shania masuk.

‘Eh, Kak Boy. Aku mau numpang bersih-bersih sebentar dong di rumah Kak Boy. Soalnya aku mau pergi lagi. Kalau ke rumahku dulu gak sempet’

Nah kan, cobaan datang lagi.

‘Plis ya plis banget! Aku ada acara lagi kalau aku gak mandi gak enak.’

‘Ya deh, Shan.’

Gak mungkin kutolak juga kan?

‘Sip! Kak Boy kan naek motor, nanti ketemu langsung di sana aja ya! Makasih looooh…..’


Tak ada pilihan lain bukan? Akhirnya mau tak mau, siap tak siap, Shania akan datang ke rumahku. Sebaiknya aku bergegas pulang daripada Shania tiba duluan.



***



Sekitar 20 menit aku sudah sampai di rumah kontrakanku. Kebetulan sebagian barang juga sudah selesai kubereskan tadi siang jadi aku gak perlu beres-beres lagi. Ya cukup rapilah untuk siap sedia seorang Shania yang akan datang.

Aku pengen mandi sih tapi mengingat Shania akan datang sebentar lagi sebaiknya aku menunggu saja.

Ting-tong!

Nah kan dateng juga. Aku menarik nafas panjang sebelum aku keluar untuk membukakan pintu untuk Shania. Aku berjanji pada diriku sendiri agar tidak melakukan aneh-aneh pada Shania. Kubiarkan dia mandi lalu kubiarkan dia pergi dan itu sajah untuk malam ini.

“Haaai, Kak Boy!”

Sapa Shania yang seperti biasa selalu penuh semangat membuatku kehilangan separuh imanku. Shania tampak lepek dan masih ada sisa-sisa keringat kulihat di dahinya. Kurasa Shania sedang buru-buru.

“Kak, pinjem kamar mandi ya. Aku buru-buru nih.”

“Ooh iya, Shan.”

Shania menepuk pundakku singkat lalu dia berjalan melewatiku. Wangi parfum bercampur keringatnya membuat aku kehilangan seperempat lagi imanku.

Kudengar pintu kamar mandi tertutup, tapi aku yakin kalau aku mengetuknya Shania pasti akan membukakan pintu.

“Haduhhhh…Boy, Boy. Jangan aneh-aneh plis, Boy. Tahan tahan sampai Shanju pergi,” kataku pada diri sendiri. “Dah gitu coli aja dah.”

Aku duduk di sofa dengan televisi menyala. Harapanku dengan menonton acara debat malam ini, aku bisa sedikit melupakan Shania.

Tidak sampai 15 menit, pintu kamar mandi sudah terbuka lagi dan Shania muncul dari balik sana. Kali ini bukan pikiran kotor yang muncul dalam pikiranku, tapi rasa kagum. Shania memakai baju yang casual rapi dan rambut yang masih agak basah. Cantik banget.

ec314e054343610955bc153351b6f5f8.jpg


“Shan…” kataku terperangah dengan gerakan tangannya yang mengusap-usap rambutnya dengan handuk.

“Ya, Kak?”

“Ini…udah jam setengah 11 malem loh. Kamu mau ke mana lagi?”

“Aku mau…pacaran…hehehe…”

“Hah?” aku membuka telingaku sekali lagi. Barusan aku salah denger bukan?

“Mau ketemu pacarku terus kita mau nge-date deh, Kak. Hehehe….” Jawabnya sambil tersenyum tanpa rasa bersalah sedikitpun.

“S….Shania? Kamu dah punya pacar?” tanyaku yang masih tidak percaya dengan ucapan Shania barusan.

“Udahlah. Udah lama kali, Kak. Kak Boy kok mukanya yang kaget gitu.”

Aku tidak pernah merasa lebih kecewa daripada ini. Bahkan perlakuannya sewaktu di restoran masih tidak ada apa-apana menurutku. Ini bukan hanya tentang aku yang dia bohongi, tapi juga seluruh fans-nya yang selama ini mati-matian mendukungnya. Apa Shania tidak punya hati?

“Makasih ya, Kak. Syukur deh Kak Boy udah tinggal di sini kalau gak masa aku ketemu cowokku dalam keadaan berantakan. Mana abis ketemu wota lagi. Hiii…”

Aku tidak mempedulikan cibiran Shania. Aku punya pertanyaan lain yang lebih penting untuknya.

“Kamu…baru ketemu dia jam segini. Mau pulang jam berapa?”

“Paling yah….besok pagi, Kak.”

“Hah?” Lagi aku dibuatnya terkejut. “Jadi kamu nginep di tempatnya?”

“Iya dong. Kalau pacarannya di luar tar ketauan wota berabe, Kak.”

Imej-ku tentang Shania yang adalah idol sempurna tanpa cela hancur sudah semuanya.

“Kamu….udah ngapain aja sama pacar kamu?”

Shania tertawa santai. “Kenapa sih Kak Boy nanyanya gitu?”

“Jawab, Shan.”

“Mmm…ya aku dah kasih semuanya sih.”

“Termasuk keperawanan kamu?”

“Yaaa, Kak. Kalau aku gak kasih seks sama dia. Mana mau dia pacaran diem-diem gini sama aku?” katanya tanpa beban sedikitpun. “Dah ya, Kak. Aku ditungguin nih…”

Aku menahan tangan Shania. “Shan, kenapa kamu semudah itu ngelakuin hubungan seks sama orang lain?”

“Kak Boy tuh kenapa sih?” Shania malah balik bertanya dengan dahi berkerenyit. “Seks itu kan hal yang lumrah buat dilakuin jaman sekarang.”

Lumrah?

Kamu bilang lumrah?

Ok…

Kamu sendiri yang bilang lumrah…

“Lumrah?” ulangku.

Emosi dan nafsuku bercampur jadi satu. Aku sudah tidak peduli lagi siapa Shania dan apapun selama ini aku menganggapnya.

“Kamu bilang lumrah???”

“Iya, Kak. Kenapa sih…?”

Aku menarik tangan Shania lalu melemparkan tubuhnya ke atas sofa. Tanpa memberikan dia nafas, aku langsung menindihnya dengan tubuhku.

“K…Kak Boy?” kumendengar keterkejutan di suaranya.

“Lo bilang seks itu lumrah, Shan? Bakal gue praktekin sekarang juga hal yang lo bilang lumrah itu.”

Ya, aku sudah sampai pada ujung kesabaranku dan tahan ujiku agar tidak tergoda menyetubuhinya. Aku menindihnya dan kutahan kedua tangannya dengan kedua tanganku. Shania meronta tapi aku tidak tahu Shania seperti tidak mengeluarkan seluruh tenaganya untuk melawanku.

“K…Kak Boy! Ja..jangan! Ka..kak…”

Aku tidak peduli dengan rintihan Shania. Aku langsung menyerang leher jenjangnya yang selama ini hanya bisa kupandang. Kukecup dan kuhirup dalam-dalam wangi yang keluar dari sana.

Sumpah, mungkin wangi malaikat di surga itu gak jauh beda sama wangi badan Shania malam ini.

Rasa puas dan nikmat seperti memenuhi dahagaku saat aku melumat lehernya berkali-kali. Tangan kananku juga kulepas dari tangan Shania dan kugunakan untuk menggerayangi tubuhnya. Shania memakai baju tangan pendek yang ngepas dengan badannya yang padat, membuat tanganku bisa merasakan seluruh kulit lembutnya.

“Kak…Kak Boy. Stop! Kak...”

Aku melepaskan kecupanku di lehernya hanya untuk memandang wajahnya dari jarak yang sangat dekat. Kulihat matanya agak berkaca-kaca dan memohon agar aku segera melepaskannya, tapi sejujurnya, melepaskan dirinya begitu saja tidak ada dalam rencanaku.

Aku menyumpal mulutnya dengan mulutku. Tidak kupejamkan mataku seperti di film-film porno. Aku ingin mata kepalaku sendiri ini melihat bahwa orang yang sedang kucumbu ini adalah seorang Shania Junianatha. Jeritan yang dia buat malah menghembuskan nafas hangat ke dalam mulutku dan membangkitkan nafsuku lebih dan lebih. Lidahku yang semula diam juga mulai meluncur dan mencari lidah miliknya yang dia sembunyikan di balik giginya.

“Ehmm…ehmmmm…mmmm…” Shania merintih. Saat kurasa Shania mulai melemah, aku memasukkan tanganku ke balik t-shirtnya untuk merasakan lembutnya perut rata Shania. Tanpa sengaja, tanganku malah menemukan sesuatu yang lebih menarik. Sepasang benda padat yang membelit dada Shania.

Aku langsung melepaskan ciumanku yang kasar karena sekarang aku lebih tertarik pada benda yang selama ini hanya bisa kuperhatikan belahannya saja.

“Uhuk…uhuk…” Shania terbatuk-batuk karena sepertinya dia tercekik oleh ciumanku tadi. Dia tak sempat melawan saat aku menarik bajunya ke atas, hanya rintihan yang memintaku berhenti.

Aku tak berhenti saat sepasang bra berwarna hitam menutup payudaranya yang berukuran proporsional dengan badannya itu. Kutarik langsung bra yang ngepas di dadanya itu sampai aku berhasil melihat ujungnya yang berwarna kecoklatan.

Ternyata tiap cewe bentuk putingnya beda ya, Ayana kemarin agak lebih besar dan coklat. Kalau Shania lebih kecil meski warna coklatnya kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih. Membuatnya jadi lebih menarik menurutku.

“Awas, Shan. Gue mau liat!” aku membuka tangan Shania yang menutup kedua payudaranya dengan kasar. Begitu tangan Shania terbuka, payudara yang bersih dan montok kembali terlihat. Aku tak ingin mataku saja yang terpuaskan. Aku ingin tahu apa rasanya ‘susu’ seorang gadis dewasa.

“Ehmmm…” suara lenguhanku tertahan saat aku melahap payudaranya sebelah kiri, sementara tangan kananku memainkan putingnya.

Wangi , kenyal, tapi ujungnya kurasa mulai mengeras. Aku berusaha menghisap dan menjilat-jilat berharap benar-benar ada susu yang keluar dari sana.

Puas bermain dengan dadanya, aku segera mencumbu bibir Shania lagi. Dengan posisi yang sama, tanganku bergerak untuk memuaskan rasa penasaranku yang lain.

Vagina alias memek.

Beberapa kali dalam hidup aku pernah tak sengaja melihat payudara. Sampai setidaknya kemarin aku baru melihat dengan jelas payudara milik Ayana. Tapi belum pernah sekalipun aku melihat vagina.

Di film-film sih tentunya udah, tapi kan beda pastinya juga.

Seiring menjamah-jamah pahanya yang selama ini jadi objek salkus, aku melepaskan hotpants milik Shania. Jelas Shania berusaha menahan tujuanku, tapi percuma. Tidak lama celananya sudah melorot sampai ujung betis karena kutarik secara paksa.

Aku tidak tertarik pada celana dalam hitamnya. DI foto-foto salkus juga banyak keliatan celana dalam. Aku menginginkan lebih.

Agak sulit melepaskan celana dalamnya karena ketat dan Shania juga terus memberontak. Aku sampai harus menahan sebelah tangannya sampai akhirnya celana dalamnya mulai melorot hingga terlepas sepenuhnya.

Dan…tampaklah… rahasia ilahi.

Kubuka mataku lebar-lebar saat vagina Shania yang ditumbuhi bulu-bulu tipis pada bagian atasnya. Ternyata bentuk vagina tuh gini ya. Beda banget sama vagina-vagina pemain film porno yang rata-rata sudah ‘hancur’. Lipatan di vagina Shania masih seperti seorang perawan. Kontras warna dari putihnya pangkal paha Shania sampai vaginanya yang merah membuat aku menelan ludah dengan berat.

Sampai detik ini aku masih sulit percaya. Vagina pertama yang kulihat secara langsung adalah vagina seorang Shania Junianatha.

“Kak Boy! Hiks…..hiks…jangan, Kak! Kenapa Kakak ngelakuin ini…” Shania menangis, tapi aku lebih memilih nafsu dan emosi daripada rasa kasihan.

“Lo, Shan. Apa lo gaktau ada berapa orang di luar sana yang ngedukung lo secara tulus!?” perkataanku didasarkan emosi tapi tanganku dipenuhi nafsu. Jari jermariku memainkan lipatan luar vaginanya dan kucari benda yang disebut sebagai clitoris itu. “Dan lo! Seenaknya aja ngasih badan lo ke sembarang orang!?” aku mengocok clitorisnya.

“Enggak….enggak! Maaf, Kak! Ma…aff…ahh….” Rintihan Shania terdengar sensual. Kedua kakinya menutup justru memberikan akses lebih mudah untuk mengocok vaginanya.

“Terus cowok lo ngapain lagi? Kayak gini ya?” Aku mencoba memasukkan jari tengah dan telunjukku ke dalam lubang vaginanya. Dan wow, rasanya seperti ada mulut di dalam sana yang menghisap kedua jariku. Dinding-dindingnya yang kencang membuat aku jariku sulit untuk bergerak. Bahkan aku kesulitan untuk menekan G-spot yang katanya kelemahan semua wanita.

“Aaaahhh…maaf, Kak! Hiks…” tangisan Shania bercampur lenguhan sensual.

Aku tak ingin hanya jariku yang merasakan kenikmatan vaginanya. Aku ingin tititku yang daritadi sudah berontak juga merasakan. Kubuka celana jeans-ku cepat-cepat berikut dalamannya dan kuarahkan tititku ke arah vaginanya. Sebenarnya aku masih ingin mengeksplor Shania lebih lagi. Aku ingin tau rasa dari vagina yang sudah basah seperti ini. Aku juga ingin tau rasanya diblowjob oleh mulutnya yang daritadi tak berhenti bersuara. Tapi aku menginginkan dominasi yang total dengan mengentotnya sekarang juga.

“K…Kak! Kak….” Hanya suara itu yang keluar dari mulut Shania sebelum aku memaksa memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Kukira akan susah masuk karena Shania terus bergerak dan lipatannya yang kecil, tapi saat memasuki ‘gerbang depan’ , penisku seperti dihisap ke dalam persis seperti jariku tadi.

Mataku merem-melek sendiri melihat penisku masuk setengahnya ke dalam vagina Shania Junianatha. Rasanya bukan main bro. Seperti digenggam lalu dipijat oleh sesuatu yang empuk tapi basah dan hangat. Segera kudorong tubuhku sepenuhnya sampai penisku hilang ‘ditelannya’.

“Shan….enak banget…” pujiku tanpa sadar kalau gadis yang ada di depanku tampak sama sekali tak menikmatinya. “Pantes aja ya pacar lo rela lo dijadiin bacol sekian banyak wota,” hinaku.

Shania menggeleng-geleng dengan air mata yang memenuhi pipinya. Suaranya sudah berubah serak tapi intinya sih dia memohon untuk sesuatu yang tidak akan terjadi.

Dengan tempo yang awalnya lambat, aku menggenjotnya. Benar-benar nikmat. Vagina Shania merespon penisku dengan sangat baik. Saat aku mulai mundur dan aku merasa dihisap kembali ke dalam. Dan semakin cepat-cepat aku menggenjotnya, semakin pula sensasi itu berasa. Padahal Shania terus memberontak, tapi vaginanya berdenyut seperti memintaku untuk mempercepat gerakanku. Mungkin ini sebabnya pemerkosaan itu lebih enak. Karena pikiran berkata ‘tidak’ tapi tubuh berkata ‘ya’.

Aku mencium lagi bibirnya yang menjadi candu baru untukku. Kali ini agak-agak asin karena air mata mengaliri wajahnya. Kemudian aku mengabsen kembali kedua putingnya yang kali ini sudah berdiri menantangku. Warnanya sudah kemerahan dan basah oleh peluh.

“Euh…Shan…” aku melenguh. Kurasa denyutan-denyutan di penisku semakin menjadi-jadi.



Gawat….


Aku udah gak kuat…


Sialan masa udah mau keluar lagi? Belum juga satu menit.


Sisa-sisa akal sehatku membuat aku mencabut penisku cepat-cepat lalu aku mengocoknya sebentar sebelum akhirnya penisku memuntahkan sperma yang terkumpul dalam satu hari.

“Ah…ah….” Akulah yang melenguh karena nikmat. Spermaku mengenai perutnya dan kujauhkan sejauh mungkin dari vaginanya karena aku tak sanggup jadi seorang ayah sekarang. Sayangnya aku tidak sempat terpikirkan untuk menuangkannya di dada Shania atau di mulutnya. Padahal aku yakin ini akan membuatnya menjadi lebih menarik.

Setelah kupastikan aku mengeluarkan semuanya di perut Shania, aku menghempaskan tubuhku ke sofa di sampingnya. Aku mengatur nafasku sementara kulihat Shania meringkuk dan tangisannya menjadi-jadi.




Saat itulah….




Akal sehatku kembali….

Pertanyaan yang kemarin terucap olehku sekarang terulang lagi…

Apa yang sudah kamu lakukan, Boy?


“S…Shan…”

Aku kaget karena Shania tiba-tiba mengambil pakaiannya lalu dia berlari dan masuk ke dalam salah satu kamar tidur. Aku tidak sempat mengejarnya karena aku masih lemas dan menikmati sisa-sisa orgasmeku.

“Shan!” panggilku.

Aku menghampiri kamar tersebut dan aku mendapatinya dikunci dari dalam.

“Shan…” panggilku lagi. Samar-samar aku mendengar suara isak tangis dari dalam.

Rasa bersalah kembali memenuhi hatiku….

Apa yang sudah kamu lakukan sama sahabat kamu yang begitu percaya sama kamu, Boy?






===========

wadouh maap lama ya suhu dan temin temin skalian wkwkw sori gambarnya dikit, mager masuk2in nih wkwkwk

masih pemanasan lah ya hu
 
Bimabet
Boy trnyata pilih2 juga. Sblmnya ayana yg sdh sange didiemin, esoknya shanju yg diembat. Hahaha.
Ditunggu next update per member yah..
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd