Aditkiting
Semprot Kecil
- Daftar
- 21 Jun 2021
- Post
- 62
- Like diterima
- 1.634
Iseng nulis cerita panas tentang fantasi sendiri hehe. Jangan dianggap serius, beberapa percakapan emang nyata, tapi banyak adegan yang cuma fiktif belaka.
Prolog
Namaku Reza, seorang pria berusia 28 tahun. Ini adalah kisahku yang memiliki kelainan fantasi pada istriku. Sebelumnya perkenalkan, istriku bernama Ifa, 28 tahun. Ia memiliki tinggi 165 cm dan tubuh yang membuat banyak lelaki menelan ludah saat memandangnya, terutama pada bagian dadanya yang besar berukuran 36 B.
Aku selalu berfantasi ada pria lain yang meremas payudara besar itu, bahkan mengeluarkannya dari dalam sarang dan melahapnya, memainkan putingnya dengan sapuan lidah dan gigitan manja hingga membuatnya mendesah tak karuan.
Namun, sampai saat ini itu semua hanyalah sekadar fantasi belaka. Aku hanya mampu memotret tubuh indahnya secara candid dan memamerkannya di forum. Bahkan beberapa rekan kerjaku juga sudah pernah melihat foto-foto candid sexy nya.
Mereka pun berfantasi bisa menikmati payudara Ifa, hanya saja aku tak berani untuk mewujudkan fantasi tersebut.
Pada suatu hari, tak sengaja Ifa memainkan ponselku dan menemukan banyak foto dirinya yang tergolong fulgar.
"Mas, kamu kok fotoin aku kayak begini sih? Porno banget," ucapnya.
"Biarin lah, sama istri sendiri kok," balasku berusaha biasa saja.
"Kamu sebar ya?!"
Aku memicing. "Masa foto istri sendiri disebar, ngawur! Itu buat koleksi pribadi aku kalo lagi jauh dari kamu, biar tetep tegang, Baby."
"Aku keliatan gendut tau, enggak suka," ucapnya.
Dalam hatiku berkata, 'temen-temenku dan orang forum aja pada ngaceng liat kamu. Mereka pun berharap bisa menikmati tubuh kamu. Dasar enggak bersyukur!'
Ifa tergolong alim. Ia selalu mengenakan hijab sehari-hari, tetapi sesekali outfitnya tak mampu menyembunyikan monster yang bersemayam di dadanya.
Sehari-hari kami berangkat kerja bersama-sama naik kereta api KRL tujuan Jakarta Kota. Hanya saja aku turun di Stasiun Manggarai, sementara istriku di Stasiun Mangga Besar.
Ketika kereta sedang penuh, sesekali ku lihat payudara itu menempel dengan penumpang lain. Bisa ku taksir pria mana pun yang ketempelan pasti akan tegang sampai stasiun tujuannya, bahkan rela melewati stasiun tujuannya demi terus menempel dan menggesek-gesekkan sikutnya di payudara istriku.
Pernah ku tanya padanya saat di ranjang. "Kamu kao di kereta risih enggak sih? Toket kamu kan gede, kadang aku liat nempel sama abang-abang."
"Ya risih sih, tapi mau gimana lagi? Kadang tanganku yang satu buat pegangan, yang satunya pegang hape. Kalo udah pegang hape dan kereta penuh, aku suka susah buat masukin ke dalem kantong, jadi ya udah deh."
"Pernah enggak sih pentil kamu tegang?"
Ia terlihat malu-malu.
"Baby, jawab dong. Pernah enggak?" tanyaku lagi.
"Ya pernah sih gara-gara digesek-gesek. Pernah juga waktu keretanya ngerem, tangannya sengaja ngeremes. Pernah juga ada yang gemes nyubit dan pas kena pentilku waktu di momen-momen kereta goncang dan ngerem mendadak gitu," jawab Ifa.
"Terus kamu enggak teriak? Itu kan pelecehan," ucapku.
"Soalnya momen keretanya seolah enggak sengaja gitu, Baby. I'm sorry."
Aku mengelus rambutnya. "Enggak apa-apa, mau gimana lagi."
Mendengar ceritanya, burung ku tegang dan membayangkan ia digerayangi beberapa orang di kereta.
Awal pembicaraan itulah yang menjadi kunci untuk membuka pintu yang selama ini tak bisa ku buka.
Prolog
Namaku Reza, seorang pria berusia 28 tahun. Ini adalah kisahku yang memiliki kelainan fantasi pada istriku. Sebelumnya perkenalkan, istriku bernama Ifa, 28 tahun. Ia memiliki tinggi 165 cm dan tubuh yang membuat banyak lelaki menelan ludah saat memandangnya, terutama pada bagian dadanya yang besar berukuran 36 B.
Aku selalu berfantasi ada pria lain yang meremas payudara besar itu, bahkan mengeluarkannya dari dalam sarang dan melahapnya, memainkan putingnya dengan sapuan lidah dan gigitan manja hingga membuatnya mendesah tak karuan.
Namun, sampai saat ini itu semua hanyalah sekadar fantasi belaka. Aku hanya mampu memotret tubuh indahnya secara candid dan memamerkannya di forum. Bahkan beberapa rekan kerjaku juga sudah pernah melihat foto-foto candid sexy nya.
Mereka pun berfantasi bisa menikmati payudara Ifa, hanya saja aku tak berani untuk mewujudkan fantasi tersebut.
Pada suatu hari, tak sengaja Ifa memainkan ponselku dan menemukan banyak foto dirinya yang tergolong fulgar.
"Mas, kamu kok fotoin aku kayak begini sih? Porno banget," ucapnya.
"Biarin lah, sama istri sendiri kok," balasku berusaha biasa saja.
"Kamu sebar ya?!"
Aku memicing. "Masa foto istri sendiri disebar, ngawur! Itu buat koleksi pribadi aku kalo lagi jauh dari kamu, biar tetep tegang, Baby."
"Aku keliatan gendut tau, enggak suka," ucapnya.
Dalam hatiku berkata, 'temen-temenku dan orang forum aja pada ngaceng liat kamu. Mereka pun berharap bisa menikmati tubuh kamu. Dasar enggak bersyukur!'
Ifa tergolong alim. Ia selalu mengenakan hijab sehari-hari, tetapi sesekali outfitnya tak mampu menyembunyikan monster yang bersemayam di dadanya.
Sehari-hari kami berangkat kerja bersama-sama naik kereta api KRL tujuan Jakarta Kota. Hanya saja aku turun di Stasiun Manggarai, sementara istriku di Stasiun Mangga Besar.
Ketika kereta sedang penuh, sesekali ku lihat payudara itu menempel dengan penumpang lain. Bisa ku taksir pria mana pun yang ketempelan pasti akan tegang sampai stasiun tujuannya, bahkan rela melewati stasiun tujuannya demi terus menempel dan menggesek-gesekkan sikutnya di payudara istriku.
Pernah ku tanya padanya saat di ranjang. "Kamu kao di kereta risih enggak sih? Toket kamu kan gede, kadang aku liat nempel sama abang-abang."
"Ya risih sih, tapi mau gimana lagi? Kadang tanganku yang satu buat pegangan, yang satunya pegang hape. Kalo udah pegang hape dan kereta penuh, aku suka susah buat masukin ke dalem kantong, jadi ya udah deh."
"Pernah enggak sih pentil kamu tegang?"
Ia terlihat malu-malu.
"Baby, jawab dong. Pernah enggak?" tanyaku lagi.
"Ya pernah sih gara-gara digesek-gesek. Pernah juga waktu keretanya ngerem, tangannya sengaja ngeremes. Pernah juga ada yang gemes nyubit dan pas kena pentilku waktu di momen-momen kereta goncang dan ngerem mendadak gitu," jawab Ifa.
"Terus kamu enggak teriak? Itu kan pelecehan," ucapku.
"Soalnya momen keretanya seolah enggak sengaja gitu, Baby. I'm sorry."
Aku mengelus rambutnya. "Enggak apa-apa, mau gimana lagi."
Mendengar ceritanya, burung ku tegang dan membayangkan ia digerayangi beberapa orang di kereta.
Awal pembicaraan itulah yang menjadi kunci untuk membuka pintu yang selama ini tak bisa ku buka.
Terakhir diubah: