Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

Aslan the Lion, semoga keberuntungan selalu menyertaimu ya.. Cintamu begitu dalam sampai jadi The Man Who Can’t Be Moved
 
Secara tidak langsung Endah ini pasang perangkap dengan 2 pertimbangan, pertama nyerahin yang paling berharga siapa tau aslan baper dan cita2 hidup bahagia dengan aslan bisa terwujud, kedua kalaupun tidak jadi dengan aslan setidaknya pernah memberikan kesan kebahagian walau sebentar, ibarat orang yang sudah lama dahaga dapat air yang sejuk digurun sahara 😂
Nanum secara tidak langsung Endah tetap jahat 😌 jahat banget karna sudah bikin aslan dilema 😆

Terimakasih Karyanya Suhu
 
Sy koq jd suka sm adiba ya......soalx ndak rela jg aslan ke lain hati.....tp bs ya adiba cemburu dgn aslan....
 
PART XI


Panggil Aku jika Kamu Hilang Arah



Kedatangan Rani secara mendadak ke kantor Aslan tadinya tidak diprediksi. Karena setelah menemui salah satu kliennya di Wisma Kalla, dia mendapat berita dari Aslan bahwa pria itu akan ke Jakarta hari kamis nanti. Padahal biasanya Aslan ke Jakarta itu di hari jumat sore atau sabtu pagi. Sebuah kebiasaan yang agak janggal di mata Rani yang belakangan ini rajin memantau pria yang sangat disukainya itu.

Rani tersenyum kecil mendengar alasan dari Aslan, saat dia tanya kenapa tiba-tiba ingin ke Jakarta. Meskipun di lubuk hatinya sering berada di fase dimana dia ingin mencoba melupakan sosok ini, karena bagaimanapun gengsinya dia sebagai wanita yang punya segalanya pun ada. Namun setiap dia mencoba melupakan, selalu saja tangannya gatal dan ingin scrolling agar bisa tahu dimana dan sedang apa pria itu.

Kamu ngga pintar berbohong, Lion….. bisik Rani dalam hatinya

Dari cara jawabnya, hingga gelagapannya dicecar Rani, membuat Rani tahu bahwa Aslan ada acara lain yang mungkin dia tidak ingin buka didepan Rani.

“udah makin panjang rambutnya…..” komentar Rani melihat Aslan yang sibuk mengibaskan rambutnya yang sudah sebahu.

Asan tersenyum mendengarnya

“ nanti aku potong…..”

“ngga apa-apa…. Aku suka kok lihatnya…..”

Senyuman penuh daya pikat itu memang selalu menggodanya. Satu hal yang semakin buat dia tertarik ialah sikap Aslan yang tidak recehan selayaknya pria sukses seperti dirinya saat ini. Banyak pria yang sudah sukses, merasa bahwa uang dan jabatannya bisa membeli semua hal, termasuk membeli rasa suka seorang wanita.

Tapi Aslan punya gaya dan sikap yang berbeda. Dia tidak pernah terlihat jalan dengan wanita manapun. Di kantor dia bagaikan robot yang berhati baik, meski peduli dengan anak buahnya, tidak pernah sedikitpun dia memanfaatkan itu untuk kepentingan dirinya, meski ada beberapa tampang cantik dan menarik di kantornya dia ini.

Dugem? Jauh panggang dari api.

Golf? Touring? Kumpul-kumpul komunitas bisnis diluar?? Ngga ada di kamus Aslan.

Kualitas pekerjaan kita dilihat dari profesionalitas kita dalam melayani pelanggan, tanpa harus kita sogok dengan menemaninya main golf atau happy-happy di tempat wisata. Demikian prinsip Aslan yang bagi Rani ini agak susah dia terapkan di dunia marketing dengan gaya kompetisi yang liar sekarang ini. Hal-hal seperti ini yang dia suka dari Aslan.

“ mau ngopi?” tepis Aslan sedikit berkelit agar Rani tidak mencecarnya lagi.

Rani tersenyum manis

“sure, kemanapun asal dengan kamu…..”

Mereka lalu turun bersama di lift.

Dengan blazer kasual warna abu-abu tua, celana nylon warnanya senada, dan kaos hitam didalam blazernya, Aslan terlihat sangat keren disamping Rani yang menggunakan clean cut formal dress dengan leher v terusan dan bawahnya diatas lutut, tanpa lengan, membuat wanita ini semakin anggun dan menawan terlihat.

Dari kantornya, lift, hingga turun ke lobby, keduanya jadi perhatian banyak orang yang melihat. Aslan dengan tinggi badan yang mencapai 178 terlihat menjulang disamping Rani yang bertinggi 165 cm ditambah heelsnya yang 5 cm. melihat mereka menimbulkan rasa iri di sebagian orang, karena pesona pasangan ini memang lain.

“ kalo aku gandeng, ada yang marah ngga disini?” tanya Rani menggoda Aslan

“ Pak Kadis mungkin akan marah…..” gurau Aslan merujuk ke ayahnya Rani

“ngaco……” ucap Rani sambil mencubut lengan Aslan

“yang ada dia senang karena ada cowo ganteng dan mapan yang gandeng anaknya….”

Dia lalu dengan santainya menggamit lengan Aslan, dan menggandeng tangannya. Mereka lalu berjalan ke lobby bawah setelah keluar dari lift, lalu menyebrang ke seberang jalan, berjalan kaki berdua sambil bergandengan tangan menuju café Kemala yang jaraknya hanya sekitar 200 meter dari kantor Aslan, dan suka mereka kunjungi.

Aslan harus memulai membiasakan lagi, setelah terakhir dia menggandeng tangan Nafia

“ ada tangan lain yang digandeng sebelumnya?” gurau Rani

“ada…”

“wow….”

“ tangan Mama, tangan Linda, dan tangan Fia, …..”

Rani tersenyum

“setelah itu?”

“ngga ada….” Jawab Aslan sambil mendorong pintu kaca café

Mereka memilih tempat duduk, dan kemudian memesan minuman serta cemilan ke pelayan café yang datang menghampiri mereka.

“ ke Jakarta kayaknya agak buru-buru?”

“ngga sih…. Cuma memang kan SAL ini jarang aku tengok… padahal ada share aku disana….” Jelas Aslan mencari alasan yang bagus untuk Rani, dengan menerangkan bahwa Synergy Almahyra perlu juga dia lihat.

“kamu sukanya dadakan yah…..”

Aslan tersenyum

“yah, emang suka dadakan acaranya…..”

Rani menatap mata Aslan

“ kalo aku ikut…. boleh kan?”

Aslan kaget

“ngga sekarang…. Next time kalo ke Jakarta boleh kan aku ikut…..” segera dia mengklarifikasi

“kerjaan kamu?”

“kenapa kerjaan aku?”

“ngga apa-apa ditinggal…??”

“kamu nanya atau lagi cari alasan agar aku ngga ikut?” gurau Rani lembut

Aslan tertawa pelan

“makanya kasih tahu agak beberapa hari sebelumnya…. Jangan dadakan…..”

Aslan menganggukan kepalanya

“apa sengaja selalu dadakan, agar aku ngga bisa ikut…..?”

Aslan gelgapan

“Ngga….”

“atau aku memang ngga boleh ikut?”

Makin kacau Aslan diserang

“boleh lah…..”

“trus?”

“iya nanti aku kasih tahu agak awal…..”

Rani tersenyum melihat gaya Aslan yang kelabakan

“aku kan ingin kenal sama Linda dan Mama Ulfa juga…..”

Dada Aslan bagaikan ditonjok

“tuh kan… kaget lagi?”

Aslan tersenyum

“kasih alasan kenapa aku ngga boleh kenal mereka?”

“thanks Mbak……” Aslan mengucapkan terima kasih kepada pelayan yang baru saja menaruh pesanan mereka

“aku menunggu jawabannya…..” kejar Rani lagi

Aslan terdiam

“ngga ada alasan……” jawab Aslan akhirnya

“artinya yes dong…..”

“oh iya….”

“beneran…..??”

Aslan mengangkat kepalanya, menatap Rani

“beneran…..”

Senyuman tersungging di bibir wanita cantik itu.

Jezz, Aslan. Pesonamu kok susah bener buat aku berpaling sih?? Wajah dengan rahang kokoh, mata yang kecil namun tajam, rambut gondrong dan tubuh tinggi tegap, membuat aku sulit lupa bahwa kamulah yang selalu buat aku penasaran, bisik hati Rani

“ enak?”

“seperti biasa…..”

Dia sudah bisa menebak kemana omongan Aslan

“pertanyaan kamu standard…..” cetusnya lagi “Mudah ditebak…..”

Bagi pria pekerja seperti Aslan, memang seringkali kesulitan mendebat wanita dengan kemampuan berpikir sekelas Rani. Dia selama ini berhadapan dengan kelembutan dan kemanjaan ala Nafia yang selalu santai dan tenang menghadapi Aslan, dan kini dia dihadapkan dengan wanita sekencang Rani yang selalu menganggap hidup itu adalah kompetisi yang harus dia menangkan.

Rani kemudian mengaduk matcha latte pesanannya, minuman yang hampir selalu buat dia ingin dan ingin pesan karena cocok dengan lidahnya, meskipun setelah itu dia harus menyesalinya karena takut dengan efek dari manis minuman itu ke badannya.

Lalu sambil meletakan sendoknya di pinggir piring tatakan cangkir minumannya

“Aslan… aku minta pendapat boleh?” tanyanya kini agak serius

“silahkan saja……” jawab Aslan

Dia meneguk sedikit matcha nya, lalu menghela nafas dan bertanya

“ apakah wanita harus terus menunggu sampai pria mengungkapkan perasaannya? “

Aslan terdiam seketika

“ aku tidak sedang memperjuangkan feminisme sih….. atau kesetaraan gender….”

Masih diam Aslan

“ aku memperjuangan perasaan aku…. Tepatnya….”

Masih diam dan termenung

“ komen plis……” dia mengetok gelasnya dengan sendok kecil, mencoba membuyarkan lamunan Aslan

“oh….. “ ada sedikit tawa di bibir Aslan

“ menurut aku sih……” sedikit tertahan suara Aslan, namun intonasinya agak serius

“sah sah saja….”

Dia menatap wajah Rani

“ apa yang kamu pikir jika itu terjadi……” mata Rani bermain di gelas matcha latte nya

“ ngga ada……”

“ cuma itu?” kini mata mereka beradu

“ aku hargai….. dan hormati……” balas Aslan agak tegas kali ini.

“ dalam bentuk?”

Aslan menghirup nafas agak panjang. Dia tahu dia tidak pintar berdiskusi panjang dengan para wanita jika sudah bicara hal-hal yang puitis dan menyangkut perasaan seperti ini.

“ balas hal yang sama? Menolak? Atau menggantungnya….?” Cecar Rani lagi

“atau meninggalkannya diam-diam…..” sambung Rani

Puih, dalam sekali rasanya bagi Aslan pembicaraan yang harusnya simple ini.

“aslan?”

Tersadar dia saat ditegur oleh Rani

“ ngga mau jawab….?”

Aslan sedikit membenarkan posisi duduknya agar lebih rileks, dia agak gugup dan bingung menjawab

“ aku hanya bisa berharap perasaan itu tidak salah alamat saja…..” jawabnya dia pelan

“kalo bener alamatnya?” cecar Rani

“biar waktu yang bicara……” ujar Aslan sambil menatap wajah Rani

“ got your point……” senyum merekah di bibir Rani seketika

Dia bisa memahami apa yang disampaikan oleh Aslan. Sedikit banyak dia mempelajari karakter Aslan selama ini. Jarang bicara namun jago dalam bekerja, rasanya terlihat juga dalam perkembangan hubungan mereka selama ini. Meski dia terlihat pasif dan selalu menunggu, namun yang membuat Rani suka dan sedikit lega, ini baginya hanya pertempuran melawan dirinya sendiri sebenarnya, karena tidak ada pesaing yang mencoba merebut perhatian Aslan, tepatnya banyak yang suka, namun yang berani mendekatinya atau dekat dengan dirinya, mungkin hanya Rani.

“ I will work for the whole time God given…. “ jawabnya mantap

“untuk memastikan bahwa tidak ada alamat palsu…..”

Aslan tertawa mendengar bahasa Rani.

Wanita ini sungguh menawan sebenarnya. Hanya saja hati Aslan yang beku masih sulit menerima kedatangan wanita lain dalam hidupnya, dan sekalinya buka pintu sedikit dia harus terpeleset dengan hadirnya Endah.

Tidak ada yang kurang dari seorang Rani. Bobot, bibit dan bebetnya sungguh tidak diragukan lagi. Cantik, pintar, dari keluarga pejabat yang terpelajar, dan seiman dengan dirinya. Sedangkan dia duda, harusnya dia bersyukur dengan hadirnya Rani. Tapi dia malah sibuk menyangkali semua kemungkinan yang akan hadir dengan munculnya Rani.

“ D……” panggilan kesayangan Rani terdengar

“ya….”

“tau lagu ini ngga….??”

Suara lagi terdengar samar di kafe ini

“ ngga….. aku kurang pintar dalam menilai lagu….”

“pintarnya menilai kerusakan barang yah…..” tukas Rani sambil tertawa.

Lalu….

“it’s Ramelia……”

“judulnya?” kening Aslan sedikit naik

“yes….”

“oh….”

“lagu ini dibawakan oleh Susana, dan DJ RAM…. Dua-duanya orang Belanda…..”

“Amelia itu istrinya RAM…. Makanya judulnya Ramelia…”

“ she passed away on 2013…..”

Aslan terhenyak

“istrinya pergi, namun kenangannya tetap selalu ada…….”

Senyap seketika diantara mereka. Seketika Aslan bagaikan dilempar kembali ke ingatan 3 tahun lalu saat Nafia meninggal didalam pelukannya di sebuah subuh yang selalu Aslan kenang sebagai subuh kelabu dalam hidupnya.

Rani menatap wajah yang menunduk dihadapnnya itu.

“ aku tahu, banyak hal sulit yang kamu alami sekian tahun semenjak Fia pergi…..”

Dada Aslan bagaikan bergetar, mengingat nama mendiang yang barusan disebut oleh Rani

“ tapi bukan berarti kamu harus hukum dirimu sekian tahun, kan……” bisiknya lembut

Dia menundukan kepalanya, mencoba mencerna apa yang disampaikan oleh Rani. Selalu emosional jika sudah berbicara seperti ini bagi Aslan. Dia seperti selalu dihantui oleh bayangan Nafia, sosok abadi dalam hatinya, yang sulit ditandingi oleh wanita manapun.

“ kasih aku waktu……. Agar waktu itu bisa bicara….. dan kamu tahu apa nada dari suara yang bicara itu.. ” lanjutnya lagi.

Aslan hanya bisa merenung. Dengan lembut tangan Rani lalu menepuk tangan Aslan yang bertumpu di meja. Digenggamnya dengan lembut, sementara matanya menatap ke wajah Aslan, sembari tersenyum, senyuman yang seakan memberi Aslan sebuah dorongan yang pelan tapi pasti untuk bisa mengubah konstelasi hatinya, yang sekian tahun hanya berkutat dibalik kesedihan yang selalu membuat dia tidak berani berjalan jauh.

Lalu dalam perjalanan balik ke kantor Aslan

“kenapa? Ada yang salah dengan baju aku?” tanya Rani melihat Aslan seperti sedang memperhatikan bajunya.

“ngga…..” Aslan mengelak dengan cepat

Dia agak malu karena tadi matanya tertangkap sedang memperhatikan baju Rani yang belahan lehernya berbentuk V memang agak rendah, ditambah saat dia mengangkat tangannya, ketiak indah Rani terlihat jelas menggodanya

“ih, suka sebel deh…..” Rani kembali mencubit lengan Aslan

Dia menatap wajah Aslan yang fokus di lift yang mereka tunggu di depan lobby. Untungnya hanya mereka berdua saja yang menunggu di lobby.

“D……” panggil Rani

“ya…”

“ada yang salah?”

“ngga…” Aslan tertawa

“boong banget….”

Aslan hanya menggelengkan kepalanya

“apa susahnya sih bilang jika ada yang salah dengan pakaian aku?” cecar Rani

Lift terbuka, mereka masuk dan tangan Aslan memencet lantai yang dituju.

“susah yah mau bilang apa yang kamu suka dan apa yang kamu tidak suka??”

Aslan sedikit meringis

“ngga juga….”

“trus?? Mata kamu lain bicaranya lho….”

“ngga……”

“trus??” cecarnya lagi

“ya… gimana yah…. Apa ngga jadi perhatian orang kalo main ke kantor klien dengan baju seperti itu…” Aslan sedikit malu memberikan pendapatnya.

Rani tertawa lepas

Tangannya lalu memgang dagu pengerannya itu, lalu meremasnya dengan mesra

“apa susahnya sih bilang kalo ngga suka??” ujarnya gemas melihat tingkah Aslan

“bukan ngga suka….. cuma heran aja…”

“itu beda tipis…..” tukas Rani sambil senyum merasa menang

Lalu sambil merangkul lengan Aslan

“siap… besok aku pake yang agak sopan yah…”

Aslan tersentak, karena saat merangkul lengannya, ada benda kenyal yang menempel di lengannya.

“ ngga gitu juga…..”

“nanti matanya protes lagi kalo aku…..”

“iya tapi bukan…..”

“udah ih…. Aku senang kok kalo kamu kritik atau kasih pendapat tentang penampilan aku…..”

Rani senang sekali, karena dia merasa Aslan memperhatikannya meski baru hal-hal yang seperti ini

“maaf yah…..”

Aslan hanya diam dan menganggukan kepala, tidak ingin memperpanjang lagi perdebatan aneh ini

Lift terbuka

“kamu sibuk…?”

“ya biasalah….”

“aku disini aja boleh kan?”

Aslan kaget

“boleh aja…”

“aku ngga ganggu kamu kerja kok…. Numpang wi fi aja….” Wajah sumringah penuh senyum itu merekah

Aslan tertawa mendengarnya

“boleh…..”

“sambil nunggu pulang bareng…….” Ujarnya kegirangan

“kok?” dia heran melihat ekspresi kesenangan Rani

“ngga boleh juga?”

“boleh dong…..”

Rani senang sekali

“di ruangan boss kan ngga berani ada yang tegur…..”

Dia segera melangkah masuk yang diiringi anggukan dan sapaan anak-anak di kantor Aslan. Semenjak dekat dengan Aslan, Rani memang termasuk rutin mengunjungi Aslan di kantornya, dan semua anak buah Aslan mengenalnya dengan baik, termasuk boss Aslan, Yahya. Status Rani sebagai salah satu anak pejabat juga setidaknya banyak membuat dia disegani, apalagi sifatnya yang ramah dan mudah bergaul, sangat disukai oleh anak buah Aslan di kantor.

“apa lirik-lirik?” ledek Rani yang duduk di sofa tamu ruang kerja Aslan

“ngga ada lirik-lirik” senyum Aslan tipis

Senyuman Rani merekah

Lalu

“D….”

“ya….”

Rani mengambil foto selfie dari depan meja Aslan, Aslan yang kaget hanya tersenyum kecut. Namun hasilnya malah terlihat keren.

“keren tau….”

“ngaco ah…..”

“post ah…”

“ kok dipost?”

“kenapa? Ada yang marah? Bang Yahya yang marah? Atau perlu aku telpon Mbak Fitri untuk minta ijin?” ledek Rani lagi. Sosok Fitri istri Yahya memang kenal dengan keluarga Rani, karena statusnya Fitri sebagai kontraktor rekanan pemprov, jadi kenal dengan ayahnya Rani

Aslan kehilangan akal sudah

Pasrah

Dan kemudian segera muncul di timeline status whatsapp Rani

Hanya foto mereka dan emoticon love yang ditulis

Dan segera saja semua yang di contact Rani memelototinya

Ini Aslan nak?

Whatsapp mamanya

Gantengnya

Disegerakan

Gas gas, jangan kasih kendor

Duda ganteng macam ini layak dikejar

Wah, pantas tidak mau diajak jalan, sudah ada yang punya


Rani tertawa membaca semua whatsapp yang masuk. Aslan yang berada didepannya hanya mengelengkan kepala melihat tingkah wanita itu. Dia bingung bagaimana mencegahnya, karena memang tidak ada juga alasan untuk mencegahnya.

Rani tersenyum agak menundukan wajahnya, saat dia tahu Aslan menatap dari lirikan matanya, sewaktu dia mengangkat lengannya mengikat rambutnya yang tergerai. Ketiak indahnya yang mulus dan putih, memang menarik perhatian Aslan, dan itu disadari oleh Rani dan cukup membuat dirinya senang dan berdebar debar.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd