Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Di Balik Hijrah Nayla - Episode Terakhir

killertomato

Guru Semprot
Daftar
5 Dec 2017
Post
633
Like diterima
39.858
Bimabet
Saya bukan Cak Lontong, Salam Lemper.

Cerita ini adalah bagian terakhir dari cerita “Di Balik Hijrah Nayla” yang sebelumnya sudah pernah dirilis oleh suhu Topi-Jerami alias Augustus di forum ini dengan judul yang sama. Sayangnya karena satu dan lain hal, beliau tidak bisa melanjutkan cerita ini dan menolak untuk mem-posting ulang.

Bagian terakhir ini beliau berikan kepada saya untuk di-review. Saya sih oke-oke saja mendapat kehormatan tersebut, walaupun kadang saya pikir, beliau sudah sangat bagus dalam mengeksekusi cerita dan punya banyak penggemar yang luar biasa loyal. Sehingga rasa-rasanya tidak butuh review dan kalaupun ada tentunya editing-nya tidak akan terlalu berlebih. Untuk menghormati beliau dan supaya pembaca tetap bisa merasakan essence dari tulisan sang suhu penulis, editing saya lakukan seminimal mungkin.

Kami berdua sama-sama sepakat episode ini untuk dirilis di hari minggu. Sayangnya sebelum hari yang disepakati, beliau tidak bisa mem-posting untuk alasan yang sudah sama-sama kita ketahui. Karena saya tahu banyak penggemar beliau yang menunggu-nunggu karya ini, saya menawarkan untuk mem-posting atas nama beliau di hari yang sudah disepakati dan beliau mengijinkan.

Awalnya saya menawarkan untuk mem-posting cerita ini di thread aslinya, namun beliau justru menyarankan untuk membuka thread baru.

Sayangnya saya tidak memiliki copy part 1 dan part 2 yang sebelumnya rilis, beliau pun tidak memiliki copy-nya (jika ada yang memilikinya boleh DM saya untuk saya upload ulang tapi dengan seijin suhu Augustus tentunya). Jadi yang akan saya upload di sini adalah part 3 atau part terakhir saja. Sangat disayangkan memang. Tapi it is what it is.

Akhir kata, di sini saya hanya bertidak sebagai editor saja. Semua hal yang terkait dengan cerita ini mutlak karya suhu Topi-Jerami atau Augustus. Send him some applause.

So, inilah dia episode terakhir dari “Di Balik Hijrah Nayla” karya Augustus.

Selamat menikmati, sobat ambyar.






CHAPTER 3
GODAAN DARI KULI KEKAR





Nayla merenung. Pikirannya melanglang buana entah kemana. Semua ini gara-gara kejadian kemarin saat dirinya tak kuasa menahan syahwat di kala berduaan bersama pak Taryono di rumah pria tua itu.

Padahal seharusnya, dengan penampilan yang kesehariannya mengenakan hijab lebar disertai gamis longgar, juga cadar yang menyembunyikan sebagian kecantikan wajahnya, Nayla seharusnya bisa menjaga diri apalagi jika hanya harus berhadapan dengan pria tua yang secara fisik sudah lemah dan sama sekali tidak tampan.

Pak Taryono adalah seorang pria tua keriput yang seluruh kulitnya sudah kisut. Rambut di sekujur tubuhnya saja sudah memutih. Jadi kenapa Nayla bisa tergoda pria yang tidak layak itu?

Nayla memang berbeda.

Memiliki fetish kepada laki-laki yang jauh lebih tua menjadi alasan terbesarnya. Nayla lemah apabila diihadapkan dengan seorang lelaki yang memiliki aura kebapakan entah dari sikap atau penampakkan wajahnya. Semakin tua laki-laki itu terlihat. Semakin bernafsulah Nayla kepadanya. Apalagi dengan pria tua yang memiliki wajah buruk rupa.

Bagi Nayla, seseorang seperti pak Taryono mampu mengingatkannya kembali dengan masa-masa indahnya saat menjadi budak nafsu pak Urip, pembantu bejatnya ketika dirinya masih tinggal di perkotaan dahulu.

Gara-gara pak Urip lah, ia jadi mengenal apa itu nikmatnya bercinta dengan seorang pria tua. Entah sudah berapa kali pak Urip menancapkan pusaka saktinya ke dalam rahimnya. Entah sudah berapa benih yang tertanam di dalam lubang rahimnya. Tak cuma dari pak Urip, tapi juga pak Dikin dan beberapa pria tua beruntung lainnya yang mampu bersenggama dengan seorang bidadari seperti Nayla.

Dari pak Urip lah fetish-nya yang memiliki nama khusus gerontophilia bangkit menguasai diri. Kenangan indah yang sudah pak Urip berikan membuatnya tak bisa move on dari kepuasan yang sudah pria tua itu berikan. Sesuatu yang tak bisa suaminya berikan. Sesuatu yang terus menerus ia cari.

Setiap kali ia disetubuhi, ada sensasi tersendiri yang membuatnya ingin lagi dan lagi. Bahkan ketika dirinya memutuskan untuk tobat sekalipun. Godaan untuk bersetubuh dengan seorang pria tua kembali hadir membisiki telinganya sendiri. Ia bahkan merindukan sosok pak Urip, pak Dikin dan seluruh pria tua yang pernah menyetubuhinya di masa lalu.

Ia selalu ingin bercinta. Ia selalu ingin mendaki puncak birahi. Ia ingin mendapatkan kepuasan dari pria-pria tua buruk rupa.

“Kok ngelamun terus, mikirin apa, sayang?” Tanya pria tampan yang sedang duduk di sebelah sang bidadari.

“Ah. Engga kok mas. Ga mikirin apa-apa,” Nayla menjawab dengan canggung.

“Bukan saat ini saja sebenarnya. Kalau Mas perhatiin, dari semalam kamu sering banget ngelamun. Jadi sering banget merenung dan diam sendiri. Mas jadi khawatir, sayang. Apa ada sesuatu yang menganggu pikiranmu?” tanya Miftah dengan begitu perhatian.

“Hmm? Nggak, Mas. Beneran gak ada pikiran apa-apa kok. Cuma lagi capek aja. Adek baik-baik aja,” jawab Nayla dengan manja. Bidadari itu menjatuhkan kepalanya di salah satu pundak Miftah yang lebar.

“Hm kamu pasti kecapekan ya ngurusin dek Dani sendirian? Apa kamu butuh babysitter?” tanya Miftah menyarankan sambil mengusap-ngusap pinggung istrinya.

“Hmm? Gak usah mas. Bukan itu kok masalahnya. Lagipula Adek menikmati waktu Adek buat ngerawat dek Dani kok, Mas,” jawab Nayla sambil menatap bayinya yang sedang tertidur di stroller bayi yang mereka bawa.

“Syukur deh kalau gitu. Gak salah mas milih Adek. Kamu bener-bener punya jiwa keibuan. Mas beruntung punya istri yang cantik, pinter, dewasa dan se-sholehah adek,” puji Miftah pada sang istri yang justru membuat Nayla harus menahan tangis karena nyatanya, dirinya jauh dari kata-kata pujian yang sudah suaminya keluarkan.

Terutama terkait kata terakhir.

Nayla yang merasa berat hati pun berbicara kepada suaminya.

“Adek gak se-sholehah itu kok mas. Adek udah ternoda. Mas tau sendiri kan?” ungkap Nayla untuk melegakan hatinya, suaranya parau, tanda bahwa ia benar-benar berat mengucapkan kalimat yang baru saja ia sampaikan.

“Ah, itu masa lalu! Setiap orang pasti punya masa lalu. Tinggal gimana kitanya setelah dihadapkan dengan masalah yang ada di masa lalu itu. Bagaimana kita menyikapinya. Apakah kita mau berubah atau tetap menjadi diri sendiri. Di sini Mas memandang Adek sudah mau berubah. Jadi, tidak sepatutnya Adek bilang seperti kayak gitu tadi,” Miftah mencoba menenangkan dan menghibur istrinya.

Namun yang ada, Nayla malah merasa makin terbebani. Ya dirinya kali ini berada di jalur persimpangan jalan yang membuatnya kembali bimbang. Haruskah ia taat? Atau kembali ke jalur maksiat?

Kenapa di saat seperti ini aku justru rindu pak Urip? Padahal Mas Miftah sudah sedemikian baik dan pengertian, tapi kenapa hatiku justru menggebu-gebu teringat pada pak Urip? Apa yang terjadi padaku? Batin Nayla keheranan.

“Eh, maaf. Kayaknya apa yang Mas sampaikan tadi sensitif buat kamu ya, Dek? Ya udah tidak perlu kita bahas lagi. Maafin Mas ya. Makasih udah jadi istri yang baik buat Mas juga ibu yang baik buat dek Dani,” sekali lagi Miftah memuji sang istri. Pujian yang akhirnya membuat Nayla tersenyum.

“Iya mas, sama-sama.”

“Hm udah mau jam 9, pulang yuk. Udah panas nih.” Kata Miftah mengajak istrinya.

“Yuk mas.”

Kedua pasangan suami istri itupun berniat pulang setelah melaksanakan family time bersama di alun-alun dekat rumah. Meski family time mereka tadi hanya mengobrol dan sedikit jajan ringan, tapi hal itu sudah cukup untuk memperkuat bahtera rumah tangga mereka yang nyaris karam.

Apapun yang terjadi di masa lalu, biarlah menjadi aib di masa lalu. Biarlah Nayla memikulnya sendiri. Mas Miftah tak bersalah, ini seratus persen kesalahan Nayla. Dia tidak ingin suaminya tahu apa yang sudah menjadikan Nayla seorang Nayla. Jujur Nayla bahagia. Miftah pun sama. Satu-satunya hal yang belum bisa membuatnya bahagia dalam pernikahannya hanya ketidakmampuan suaminya untuk memuaskan urusan ranjang birahinya.

Hanya itu. Ya hanya itu saja. Itulah alasan lain yang membuat Nayla ingin jajan kepada pria-pria tua yang ia temuinya di jalan.

Di tengah perjalanan pulang mereka, Nayla yang sedang mendorong stroller bayinya harus berhenti dikala suaminya disapa oleh seorang warga yang sedang merenovasi rumahnya.

“Pak Miftah. Selamat pagi. Hahaha.” Sapa pria itu dengan ceria.

“Eh pak Bambang, selamat pagi. Wah ada yang lagi gedein rumah nih? Sejak kapan?” Ucap Miftah sambil menyalami pak Bambang setelah pria itu datang mendekat.

“Mbak hehe.” Pak Bambang tersenyum pada Nayla. Setelah itu ia lekas menjawab pertanyaan dari Miftah. “Loh kemana aja? Saya sudah merenovasi rumah ini sejak 3 hari yang lalu loh.”

Nayla hanya tersenyum saat juragan buah itu menyapanya. Selebihnya, ia hanya berdiri diam menanti suaminya mengobrol dengan pak Bambang.

“Eh masa? Efek saya jarang keliling lagi sih ini. Saya jadi ga tau kabar tetangga-tetangga saya. Maafin saya pak hahaha.” Tawa Miftah.

“Eh gak usah minta maaf. Saya ngerti kok kondisi bapak yang sibuk. Saya juga senang akhirnya bapak bisa ada waktu luang untuk jalan-jalan bersama keluarga,” ucap pak Bambang sambil melirik ke arah Nayla sekilas.

Nayla tersenyum. Ia menghormati rasa peduli pak Bambang pada keluarganya. Miftah pun ikut tersenyum tuk merespon obrolan juragan buah itu. Saat kemudian Miftah dan pak Bambang asyik mengobrol mengenai renovasi dan pembiayaannya. Nayla melihat-lihat sejenak ke sekitar untuk melihat kondisi rumah yang sedang direnovasi itu.

Sekilas rumah pak Bambang memang cukup besar. Wajar saja, karena juragan buah yang memiliki wajah cukup tampan itu memiliki anggota keluarga yang cukup banyak. Pak Bambang memiliki dua istri. Istri pertama mempunyai 5 orang anak. Sedangkan istri kedua mempunyai 3 orang anak.

Meski rumahnya sudah cukup besar, juragan buah yang usianya memasuki 35 tahun itu berniat ingin membangun lantai 2 agar seluruh keluarganya bisa tinggal di rumahnya.

Di usia 35 tahun, Bambang Harjo Kusumo memiliki tubuh yang cukup tegak, dengan badan yang kekar, kumis tebal memanjang, dan kulit putih bersih yang membuatnya terlihat seperti di usia 20an. Meski sudah mempunyai 2 orang istri. Bambang seringkali melirik-lirik ke Nayla yang memang sudah menjadi primadona di kampung Nagasari.

Ya Nagasari adalah nama kampung yang saat ini ditinggali oleh Nayla. Sekilas namanya mirip nama sebuah makanan tradisional. Entah bagaimana sejarahnya nama kampung ini sampai disebut sebagai kampung Nagasari. Yang jelas disinilah Nayla tinggal sekarang.

Meski sedari tadi pak Bambang kerap mencuri-curi pandang kepadanya. Nayla yang sejatinya sudah menyadari hal itu hanya membiarkan. Dirinya juga tidak tertarik kepadanya meski dari usia terpaut jauh darinya. Bagi Nayla, penampakkan pak Bambang biasa-biasa saja. Tak ada yang spesial. Tak ada yang bisa membuat gairah birahinya bergetar.

Saat sedang asyik-asyiknya memperhatikan sekitar. Sekilas lalu, lewatlah seorang pria yang terlihat seperti di usia 40an. Kulitnya hitam terbakar matahari. Tubuhnya kekar. Dadanya bidang. Dengan perut yang sudah terbentuk kotak-kotak. Bahkan otot lengannya juga sudah terbentuk. Pria itu sedang bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana kolor berwarna biru saja dengan topi hitam yang menutupi rambut cepaknya.

Siapa itu?

Dalam hati Nayla bertanya-tanya. Seperti cinta pada pandangan pertama. Jantung Nayla berdegup begitu kencang saat melihatnya. Tampilan kuli kekar itu yang serba hitam tentu berbanding terbalik dengan Nayla yang saat ini mengenakan hijab cream dengan kaus berlengan panjang berwarna putih, dan rok panjang berwarna senada yang tentunya cocok dengan kulitnya yang sangat putih.

Tentu, outfit yang Nayla kenakan begitu mencolok bagi warga kampung Nagasari yang mayoritas mengenakan pakaian yang sederhana, terlebih lagi ibu muda itu selalu mengenakan cadar. Harus diakui, justru di situlah daya tariknya. Justru hal itulah yang membuat beberapa warga begitu penasaran akan kecantikan yang tersembunyi di balik cadarnya.

Nayla terus memperhatikan setiap langkah yang diambil sang kuli atau ketika kuli itu mengangkat dua ember semen yang diangkut dengan balok panjang yang dipikul di bahunya. Kemanapun dia pergi, matanya turut mengikuti.

Suatu ketika, tanpa sengaja, kuli itu juga menengok ke arah Nayla. Nayla jelas terkejut bukan main! Akhwat bercadar itu pun panik. Matanya melebar. Tapi ia tak bisa membuang wajahnya dari sosok kuli yang membuatnya penasaran itu.

Kuli itu tersenyum manis pada Nayla sebelum melanjutkan perjalanannya ke lantai dua rumah pak Bambang. Di saat itulah, Nayla menjadi salah tingkah. Apa gerangan yang membuatnya jadi seperti ini? Padahal suaminya tengah berdiri di sebelahnya. Anaknya juga sedang tertidur di gerobak stroller yang sedari tadi di dorongnya. Namun Nayla masih belum bisa menjaga dirinya dengan baik. Bahkan sedari tadi, matanya begitu tergoda pada keindahan tubuh yang dimiliki oleh kuli kekar itu.


NAYLA


PAK ABDI

“Pak Abdi, boleh ke sini sebentar.” Panggil pak Bambang yang membuat kuli yang sedari stadi diperhatikan oleh Nayla itu menoleh.

Menyadari kuli kekar itu mendekat. Nayla semakin gugup. Ia pun memutuskan untuk menundukkan wajah agar wajah gugupnya tidak terlihat oleh orang-orang.

“Iya pak, bagaimana?” Tanya kuli itu sopan. Meski usianya lebih tua, tapi ia tetap menghormati sang juragan yang akan menggaji dirinya selama bekerja.

“Kenalin, ini Pak Miftah calon ketua RT disini,” canda pak Bambang yang membuat Miftah merasa malu.

“Hahaha ada-ada saja. Engga kok, Pak! Boong itu. Jangan percaya.” Jawab Miftah dengan wajah memerah.

“Kalau ini istrinya, Bu Nayla namanya. Ibu RT termuda paling sholehah se-kampung Nagasari ini,” lagi-lagi pak Bambang bercanda. Sepertinya orang ini memang sedang lucu-lucunya.

“Ihhh engga. Aku ibu rumah tangga biasa kok.” Jawab Nayla malu. Senyum pun tak mampu ia tahan. Akhirnya misi pak Bambang berhasil. Ia bahagia saat dapat melihat senyum indah akhwat bercadar itu meski hanya dari dua bola matanya saja.

“Hahaha tapi mirip kok. Cocok. Aminin aja dulu. Iya gak sih.” Miftah merespon otomatis membuat Nayla semakin malu.

“Hahaha memang pasangan yang cocok. Oh ya pak Abdi, gimana menurut bapak? Apa cocok bu Nayla ini jadi ibu bidadari pemimpin kampung sini?” Tanya pak Bambang pada kuli pekerjanya itu.

“Cocok pak. Sekilas tadi melihat kok ada bidadari mampir kesini.” Jawab Pak Abdi dengan kalem yang disambut tawa Miftan dan pak Bambang.

Jawaban pak Abdi yang kalem itu entah kenapa ber-damage besar bagi Nayla. Nayla tak henti-hentinya tersenyum. Ia bahkan memberanikan diri tuk melirik pria kekar itu.

“Oh ya, mumpung makin siang. Kami juga mau istirahat. Kasian istri saya dari pagi butuh istirahat.” Ucap Miftah yang justru ditentang oleh istrinya.

“Tapi mas, bukannya lebih baik kita membantu pak Bambang dulu ya. Kita kan warga baru tapi jarang banget bergaul sama tetangga kita karena waktu sibuk kita. Toh aku juga gak capek-capek banget kok. Dek Dani juga udah tidur. Kalau dibutuhin aku bisa bantu kok.” Ucap Nayla meminta izin suaminya.

Di saat Miftah bingung tuk menentukan. Tiba-tiba pak Bambang ikut nimbrung untuk memperkuat argumen bidadari bercadar itu.

“Oh iya betul. Kalau ibu Nayla sama pak Miftah ingin membantu. Saya dengan senang hati akan menerimanya. Kebetulan hari ini banyak pekerja yang belum hadir karena sakit. Istri saya dua-duanya juga lagi ada urusan di kota. Jadi di rumah ini hanya ada saya, beberapa anak saya dan beberapa pekerja yang bisa hadir, salah satunya adalah pak Abdi ini.”

Miftah makin bimbang. Di satu sisi ini adalah waktu yang tepat untuk bersosialisasi, tapi di lain sisi, ia juga punya pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini.

“Tapi dek, mas ada deadline yang harus mas selesaikan. Mas gak bisa ninggalin deadline itu,” Bbisik Miftah di depan Nayla.

Pak Bambang dan pak Abdi hanya berdiam membiarkan kedua pasutri itu berdiskusi. Mereka hanya berharap ada kabar baik yang dihasilkan dari diskusi mereka ini.

“Ya udah kalau mas ga bisa biar adek aja yang bantu. Gak enak loh keluarga kita jarang ikut kegiatan warga. Nanti adek titip dek Dani bisa?” Balas Nayla yang mau gak mau membuat Miftah luluh.

“Ya sudah kalau begitu. Jangan capek-capek ya. Kalau selesai langsung pulang.” Ucap Miftah mengalah.

“Iya mas. Makasih.” Senyum Nayla mengobati hati Miftah.

“Pak, saya nitip istri saya ya. Maaf saya ga bisa ikut bantu karena ada pekerjaan,” ucap Miftah menyesal.

“Hahaha gapapa. Yang namanya pekerjaan gak boleh ditinggalkan dong. Baik, akan saya jaga istri bapak.” Jawab pak Bambang tersenyum lebar.

“Baik permisi dulu. Mari pak.” Ucap Miftah yang segera pergi sambil mendorong stroller bayi berisi anaknya terkini.

“Makasih banyak ya, bu Nayla sudah mau membantu kami di sini,” ucap Pak Bambang yang kegirangan karean akhirnya dia bisa mendapatkan waktu bersama sang primadona cantik itu tanpa kehadiran suaminya yang mengganggu.

“Sama-sama pak. Senang bisa membantu.” Jawab Nayla tersenyum. Sebenarnya, bukan karena kebaikan hati Nayla yang mendorongnya ingin membantu. Melainkan karena rasa penasarannya kepada kuli kekar yang kini berdiri disebelahnya itu.

Nayla kembali melirik. Aroma tubuh pak Abdi yang berkeringat membuat nafsu birahi Nayla semakin kuat. Namun ia mencoba menahannya. Ia pun mencoba bersikap biasa saja demi menutupi rasa sangeknya saat ini.

“Jadi apa yang bisa saya bantu pak?” Tanya Nayla pada pak Bambang.

“Hahaha sudah semangat sepertinya. Oh ya pak Abdi, tolong ajak keliling dulu ya. Biar Bu Nayla tau dulu lingkungan kerja sekitar bagaimana. Saya mau nyiapin minuman untuk bu Nayla dulu,” ujar pak Bambang pada pekerjanya.

“Siap bos. Mari bu, ikut saya.” Ucap pak Abdi dengan gentle.

Bagai pucuk ulam pun tiba. Siapa yang menyangka, dirinya justru diajak berduaan bersama pria kekar itu. Dengan langkah malu-malu, Nayla berjalan di sebelah pak Abdi sambil dijelaskan tata letak ruangan yang ada di rumah pak Bambang.

Seorang ibu muda jelita dengan pakaian sopan, rapi, dan bersih berjalan beriringan dengan laki-laki tua berkulit gelap yang berkeringat tanpa mengenakan baju dan hanya memakai bawahan saja.

Sungguh perbandingan yang kontras di saat pak Abdi yang bertelanjang dada menyisakan celana kolornya saja, sedangkan Nayla justru berpakaian tertutup dengan cadar yang menutupi sebagian wajahnya. Sebagai orang kepercayaan pak Bambang, pak Abdi tentu bangga bisa berjalan di sebelah sang kembang desa.

Pak Abdi sudah mendengar siapa itu Nayla. Tapi baru kali ini dia bertemu. Selama ini ia hanya bisa mendengar kabarnya dan memperhatikannya dari jauh. Tapi kini ia mampu berjalan di sebelahnya sang bidadari, menghirup aroma tubuhnya yang harum, dan yang pastinya membuat kuli lain merasa iri.

Setelah menjelaskan satu demi satu tata letak ruangan yang sudah mereka lalui. Pak Abdi memberanikan diri untuk mengajak ngobrol akhwat bercadar itu.

“Bu Nayla.”

“Iya, Pak.” Jawab Nayla malu-malu.

“Maaf sebelumnya, apa Ibu pernah liat saya sebelumnya? Apa hari ini pertama kali Ibu melihat saya?” Tanya pak Abdi dengan pelan agar tidak didengar oleh kuli lain yang sedang bekerja.

“Aku? Aku pertama kali liat bapak hari ini, Pak. Sebelumnya belum pernah liat. Atau mungkin pernah, tapi aku gak sadar.” Jawab Nayla.

“Oh begitu, tapi apa ibu tahu? Sebetulnya, saya sudah lama memperhatikan Ibu. Karena ibu sangat cantik. Pasti beruntung ya suami ibu bisa memiliki Ibu.” Ungkap pak Abdi yang membuat Nayla tersipu.

“Ah bapak bisa aja. Aku biasa aja kok, Pak. Lagipula aku ini sewajarnya manusia, yang punya banyak kekurangan.” Jawab Nayla tersenyum malu.

“Ah engga kok. Ibu itu sempurna. Kalau bidadari bisa dilihat, pasti bentuknya tak jauh beda dari ibu, hanya akan ada tambahan sayap di belakang Ibu,” puji pak Abdi.

“Ah bapak ih. Bikin aku malu aja. Bapak jago gombal ya ternyata.” Jawab Nayla yang tak mampu menahan senyum di wajahnya.

“Ha. Ha. Ha.. Percuma jago gombal kalau di umur sekarang masih single.” Ucap pak Abdi yang mengejutkan Nayla.

“Loh masih single? Bapak belum pernah menikah? Bapak umur berapa emang?” Nayla yang penasaran mencoba mengorek keterangan.

“Coba tebak.” Pak Abdi yang mulai merasa akrab dengan bidadari bercadar itu mengajukan pertanyaan tebakan.

“Hmmm coba aku tebak, umur bapak 40 pas?” Tanya Nayla.

“Hampir berhasil. Coba lagi, Bu.” Kata pak Abdi tersenyum.

Entah kenapa melihat kuli kekar itu tersenyum membuat hati Nayla terasa hangat. Hal itu membuatnya lebih bersemangat ketika mengobrol dengan pria berkulit hitam disebelahnya itu.

“42?” Tebak Nayla.

“Hampir lagi”

“Ih berapa? 46?”

“Dikit lagi.”

“Dikit lagi? 49?”

“Kebanyakan Bu. Masa saya setua itu.”

“Hihihi terus berapa? 47?”

“Salah. Kebanyakan.”

“Ih salah mulu deh. Berapa sih pak? 44?”

“Masih salah, nyerah?”

“Ih bapak deh. Salah mulu. Iya deh nyerah.” Jawab Nayla dengan manja ketika seluruh jawabannya ternyata salah.

“Yang benar 45.” Ucap pak Abdi yang membuat Nayla kesal.

“Ihhh bukannya udah aku sebut? 45 udah kan?” Kata Nayla heran.

“Belum, Bu. Tadi tuh awalnya Ibu nyebut 42, terus 46, terus 49, terus 47, terus 44. Tuh kan ibu tidak pernah menjawab 45.” Jawab pak Abdi dengan bangga.

“Beneran? Itu beneran jawaban aku semua? Kok bapak bisa inget? Bapak gak ngarang kan?” Tanya Nayla heran.

“Ya engga lah. Saya bisa inget karena saya selalu memperhatikan ibu. Apapun yang ibu lakukan. Pasti akan saya ingat.” Ucap pak Abdi yang membuat Nayla tersenyum.

“Masa?” Tanya Nayla sambil tersenyum.

“Iya, ga percaya?”

“Percaya aja deh. Aku baru tau kalau selama ini ternyata ada yang memata-mataiku.”

“Ha. Ha. Ha. Bukan memata-matai. Hanya mengagumi dirimu, Bu.”

Nayla tersenyum dengan tulus. Ia pun merasa bahagia. Ia hanya mengucapkan sepatah kata setelah itu.

“Makasih.”

“Sama-sama, Bu.”

Kebetulan mereka saat itu sudah tiba di tangga menuju lantai 2. Tak disangka, waktu yang sangat singkat ini berhasil dimanfaatkan oleh pak Abdi untuk mengakrabkan diri dengan bidadari pujaannya. Rasa canggungnya yang ia miliki di awal sudah hilang. Ia merasa berhasil. Ia dengan gentle pun mempersilahkan Nayla untuk menaiki tangga terlebih dahulu.

“Silahkan, Bu. Hati-hati, tangganya belum sepenuhnya jadi.” Ucap pak Abdi yang khawatir saat Nayla menaiki tangga yang belum dikeramiki itu.

“Makasih, pak.” Senyum di wajah Nayla terus mengembang. Entah kenapa ia sangat menyukai cara pak Abdi dalam memperlakukannya. Menurutnya, pak Abdi benar-benar gentle. Ia sangat suka dengan pria yang bisa memperlakukan wanita dengan baik.

Berbeda dengan lantai 1 yang dipenuhi oleh kuli-kuli yang berlalu lalang untuk mengaduk semen. Lantai 2 cukup sepi. Apalagi lantai ini belum sepenuhnya jadi. Hanya ada ruangan kosong yang bahkan belum diberi lapisan keramik. Para kuli masih fokus menyiapkan pondasi di lantai 1. Juga menyelesaikan tangga menuju lantai 2.

Keadaan yang sepi membuat pak Abdi yang penasaran pada Nayla ingin bertanya-tanya lagi.

“Bu, saya mau nanya-nanya boleh?” Tanya pak Abdi sambil bersandar pada dinding yang baru disemeni.

“Boleh kok pak. Silahkan tanya apa aja.” Jawab Nayla yang juga senang ditanya-tanya oleh pria yang kebapakan itu.

“Ibu sih umurnya berapa? Ibu terlihat dewasa deh.” Soal pertama sudah ditanyakan. Nayla begitu senang dengan pujian terselubung diujung pertanyaannya itu.

“Aku? 24 Pak. Hehe.” Jawab Nayla malu-malu sambil menunduk.

“Ah, masa? Serius bu baru 24?” Tanya pak Abdi tak percaya.

“Iya, hehe. Bapak gak percaya? Emang aku keliatan setua itu ya?” Tanya Nayla sambil tersenyum.

“Bukan, bukan disitunya. Tapi cara berpakaian ibu tuh dewasa banget. Apalagi ibu sering banget dipanggil ibu. Saya kira udah 30an malah.” Ujar pak Abdi saking terkejutnya.

“Hihihi iya, orang-orang suka manggil aku Ibu. Kadang kesel sih, tapi toh aku juga udah punya anak. Aku harus terbiasa dengan panggilan itu sekarang.” Tawa Nayla yang terdengar begitu renyah di telinga pak Abdi.

“Kalau mulai sekarang saya manggil ibu pake, Mbak aja gimana? Mbak Nayla gitu?” Pinta pak Abdi.

“Hihihi boleh pak.” Ucap Nayla malu-malu. Sikapnya yang gemas membuat pak Abdi ingin mendekat lalu memeluknya. Ingin sekali rasanya memeluknya tuk mencium aroma tubuhnya. Ia juga penasaran dengan buah dada yang masih tersembunyi dibalik kaos berwarna putih itu. Pasti megah. Pasti ukurannya sangat besar.

“Kalau saya panggilnya sayang aja gimana?” Ucap pak Abdi tiba-tiba.

“Eh, gimana pak?” Ucap Nayla agak sedikit loading.

“Gak gajadi. Saya cuma bercanda. Jangan diambil hati.” Pak Abdi buru-buru menarik kata-katanya karena khawatir itu akan merusak mood Nayla yang sudah bersuami.

“Oh Sayang? Mau manggil aku sayang? Hihihi jangan dong pak. Nanti yang ada suami aku cemburu.” Jawab Nayla yang membuat pipi pak Abdi memerah.

“Bu Nayla. Bu. Sini, minumannya sudah jadi. Silahkan diminum dulu.” Suara serak pak Bambang terdengar hingga ke seluruh penjuru rumah. Mendengar hal itu, Nayla pun meminta izin pada pak Abdi untuk menjawab panggilan itu.

“Maaf pak. Aku dipanggil. Aku duluan ya.” Ucap Nayla dengan lembut.

“Iya Mbak, silahkan.” Jawab pak Abdi yang membuat Nayla tersenyum manis.

Nayla dengan berhati-hati kembali turun ke lantai 1. Sedangkan pak Abdi hanya diam menatap sisi belakang tubuh Nayla yang kian menghilang.

Tepat setelah Nayla menghilang dari pandangan pak Abdi. Kedua tangannya langsung menggenggam. Lalu tangan kanannya ia ayunkan dari atas ke bawah. Ia sangat senang. Ia sangat bahagia bisa mengobrol lama dengan bidadari yang sudah menjadi istri orang itu.

“Senang rasanya bisa berduaan denganmu, Mbak. Saya gak nyangka. Ternyata mbak orangnya humble juga ya.” Ucap pak Abdi tersenyum. Namun seketika ada yang aneh. Ia menarik kolornya dan menyadari ada yang menonjol disana.

“Hm, meski obrolan kita biasa-biasa aja. Tapi kok saya sange ya ke mbak? Ha. Ha. Ha.” Tawa pak Abdi dengan nada khasnya yang putus-putus itu.



*-*-*-*​



Beberapa jam kemudian.

Nayla tanpa lelah membantu para kuli bekerja dengan bolak-balik ke dapur mengambil jajanan berupa gorengan dan minuman. Sesekali ia juga menyemangati para kuli dengan senyuman dan kata-kata penyemangatnya.

Sesuai dugaan, para kuli yang hadir disana langsung bekerja dengan sepenuh hati. Energi mereka penuh. Tak peduli dengan kulit mereka yang tertutupi peluh, mereka terus bekerja tanpa lelau berkat setruman energi dari sang bidadari bercadar itu.

Salah satu dari kuli bangunan yang paling bersemangat di rumah juragan buah itu adalah pak Abdi. Bagaimana tidak? Ia sudah mengajak ngobrol Nayla secara privat. Ia sudah menggombalinya, bahkan mendapatkan senyuman termanis yang dimiliki olehnya.

Hari ini, merupakan kemenangan besar bagi kuli berkulit hitam itu. Ia ingin mengenangnya. Bahkan matanya tak pernah lepas dari sosok akhwat bercadar itu.

“Cantik banget sih kamu, Mbak. Sayang sudah ada yang punya. Kalau belum, mau gak mbak menjadi milik saya sepenuhnya? Ha. Ha. Ha.” Tawa pak Abdi penuh harap.

Meski kehadiran Nayla membuat para kuli bersemangat. Tetapi kehadirannya juga membawa efek negatif bagi para pekerja. Hampir semua kuli jadi tidak fokus bekerja karena sesekali mata mereka terus memperhatikan sang dara cantik yang memiliki tubuh ramping itu.

Di kala mereka mencangkul semen, mata mereka menatap keindahan tubuh Nayla. Di kala mereka mengaduk pasir, mata mereka juga menatap keindahan tubuh Nayla. Di kala mereka membawa adonan semen ke lantai 2. Mata mereka juga masih menatap keindahan tubuh Nayla.

Sama halnya dengan pak Abdi. Ia terus menerus memperhatikan Nayla. Ia tak mau kehilangan kesempatan satu detikpun untuk tidak menatapnya. Ibarat siaran langsung sepakbola, mata pak Abdi terus menatap dua bola bulat yang Nayla bawa kemana-mana di dadanya.

Meski sudah mengenakan pakaian yang longgar, ukurannya yang besar membuat orang lain masih saja melihat cetakan indah yang tertera dibalik kaos longgarnya itu.

Hm apalagi kan mbak Nayla belum menyapih anaknya kan ya? Denger-denger sih gitu. Kalau saya sedot susunya, bisa-bisa keluar asinya nih.

Pikiran pak Abdi semakin kotor. Rasa sukanya yang berlebih pada Nayla membuatnya berubah menjadi hawa nafsu belaka.

Tapi apa ada cara ya bagi saya untuk bisa bersetubuh dengannya?

Renung Pak Abdi memikirkan cara.

Ia terus merenung sambil membawa dua ember berisi adonan semen yang ia bawa di kedua sisi tangan kanan-kirinya.

“Paakk awaasss!!” Teriak pak Bambang tiba-tiba.

Tanpa sadar, ada meja yang berada di hadapannya. Di atas meja itu ada laptop yang berisi file-file penting terkait jumlah pemasukan dan pengeluaran bisnis usahanya. Tanpa sadar, kaki Pak Abdi tersandung. Meja kayu berbentuk persegi panjang itu terdorong maju lalu terbalik hingga laptop yang ada di atasnya itu ikut jatuh + terinjak oleh pijakan kuli tua itu tanpa sengaja.

Pyaaarrrr.

Semua mata tertuju pada pak Abdi yang jatuh tersungkur. Termasuk Nayla yang mendengar suara keras yang tak jauh darinya. Pak Bambang yang terlebih dahulu mengingatkan akan adannya benda didepan pak Abdi langsung murka. Wajahnya memerah, tatkala matanya melihat layar laptopnya yang retak dan gelap seperti tidak bisa dinyalakan kembali.

Pak Bambang lekas mendekat, dengan langkah terburu-buru. Ia menghampiri pak Abdi dengan penuh emosi.

Sebagai satu-satunya saksi yang melihat tingkah laku pak Abdi sebelum menabrak meja, ia mendapati kalau sedari tadi, kuli tua itu selalu menghadap ke samping tatkala berjalan membawa dua ember bersisi adonan semen. Setelah tiba di sebelah posisi jatuh pak Abdi, ia lekas menoleh ke arah posisi tolehan kepala pak Abdi sebelum jatuh tersandung meja yang terdapat laptop diatasnya.

“Bu Nayla ya?” Lirih pak Bambang yang menduga, pak Abdi pasti tidak fokus bekerja karena selalu memandang Nayla.

Juragan buah kaya raya itu lekas berlutut satu kaki disebelah pak Abdi. Ia memegangi punggung pekerjanya yang malu hingga tak lekas bangkit dari posisi jatuhnya. Awalnya ia tersenyum ramah, rupanya senyumannya itu hanya pura-pura karena sedetik kemudian, senyumannya berubah menjadi amarah.

“Tau gak apa yang baru saja bapak lakukan? Ini laptop saya, ada banyak file penting di dalamnya, pak! Kalau laptop saya rusak dan tidak bisa di-recovery. Saya bisa rugi jutaan rupiah pak!” Ucap pak Bambang dengan penuh murka.

“Jutaan pak! Jutaan! Apa yang sudah bapak lakukan? Ngerusak! Coba saya tanya, kenapa bapak bisa nabrak meja lalu menginjak laptop saya ini?” Tanya pak sampai ngos-ngosan karena meluapkan seluruh emosinya.

Pak Abdi terdiam, tak berani mengucapkan kata. Terlebih seluruh mata memandang. Semua kuli itu menatap dirinya. Termasuk Nayla yang was-was dengan apa yang sedang terjadi.

“JAAWWAAABBB!!!” Bentak pak Bambang yang membuat semua orang terkejut termasuk pak Abdi sendiri.

“Itu... Ituuu...” pak Abdi jelas ragu. Tak mungkin baginya tuk menjawab Nayla menjadi penyebab utama dirinya tidak fokus bekerja.

“Bu Nayla kan? Dari tadi bapak ngeliatin bu Nayla kan?”

Pak Abdi terkejut, bagaimana pak Bambang bisa tahu? Bahkan Nayla tersendiri terkejut ketika namanya disebut oleh sang pemilik rumah itu.

Suara berisik mulai terdengar ketika satu kuli dengan kuli lainnya mulai berbicara mengomentari kejadian barusan. Nayla sendiri merasa malu, sekaligus iba. Ia tak menyangka dirinya akan menjadi penyebab pak Abdi dimarahin habis-habisan oleh pak Bambang.

“Ayo ikut saya. Ada yang ingin saya bicarakan dengan bapak! Baru diamanahi sehari sebagai mandor saja sudah begini. Saya jadi merindukan pak Harjo. Kemana dia? Kenapa dia malah cuti di hari ini?”

Dalam diam, pak Abdi pun manut saat diminta mengikuti pak Bambang. Bahkan saat mereka berdua melewati Nayla yang masih berdiri diam. Ada rasa bersalah di hati Nayla. Apalagi terlihat jelas wajah pak Abdi yang menyesal karena sudah melakukan kesalahan.

“Oh ya, Pak Jimin. Tolong beresi kekacauan ini.” Ujar pak Bambang pada salah satu pembantu yang kebetulan berada di dekat situ.

“Baik pak. Siap.” Pria tua berbadan bulat yang namanya mirip member BTS itu langsung bergerak tatkala majikannya lekas memerintahkannya. Ia lekas mendekat untuk memberdirikan kembali meja itu.

Namun disaat dirinya hendak melakukannya sendiri, sesosok wanita cantik dengan cadar yang menutupi sebagian wajahnya itu ikut mendekat untuk membantu tindakan pak Jimin.

“Biar aku bantu, Pak.” Ucap Nayla yang ingin ikut bertanggung jawab.

“Eh gak usah mbak. Biar saya saja. Ini berat loh.” Kata pak Jimin sambil menatap wajah ayu Nayla.

“Maka dari itu, kalau berat ayo kita lakukan bersama. 1. 2. 3. Haaapp” Meja sudah kembali berdiri tegak. Sekarang tinggal laptop berlayar retak yang membuat keduanya bingung harus mereka apakan.

“Ini buang aja apa mbak? Apa gimana?” Tanya pak Jimin yang aslinya gaptek itu. Pria berperut tambun itu sampai menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia kebingungan. Ia takut salah langkah dan dimarahi oleh majikannya seperti yang ia lihat tadi.

“Sini biar aku bawa aja. Tadi pak Bambang bilang, di dalem laptop ini ada file-file penting kan?”

Pak Jimin hanya mengangguk-ngangguk.

Nayla pun segera membawanya dan berniat untuk memperbaiki laptop tersebut.

“Kalau gitu, aku bawa ya pak. Tolong bilangin maaf ke pak Bambang. Aku berjanji akan bertanggung jawab karena sudah membuat kekacauan ini.”

“Loh. Loh. Loh. Bentar mbak. Bentar. Bukannya yang mengacau tuh pak Abdi ya? Mbak kan gak ngapa-ngapain? Kenapa mbak Nayla yang bertanggung jawab?” Tanya pak Jimin kebingungan.

Namun Nayla hanya tersenyum manis setelah itu yang membuat pembantu bertubuh gemuk itu sampai salah tingkah. Ia makin terpana pada keindahan Nayla. Ia makin mengagumi, kesempurnaan yang ada pada tubuh akhwat bercadar itu.

“Kalau aku gak di sini, pak Abdi pasti ga akan kayak tadi kan? Hihihi.” Nayla tersenyum. Seolah terhipnotis. Pak Jimin hanya diam menatap kepergian Nayla dengan senyum di wajahnya.

Nayla telah pergi untuk membawa laptop untuk ia perbaiki. Sebetulnya ia juga bingung harus membawanya kemana karena dirinya tidak memiliki kenalan yang ahli dalam bidang mereparasi laptop.

Setidaknya, ia akan mencarinya. Ia berjanji dalam waktu seminggu, ia bisa memperbaiki laptop ini, seminimalnya ia bisa menyelamatkan file yang ada di dalamnya.

Seketika ia terpikirkan seseorang yang menurutnya bisa membantunya dalam menyelesaikan masalahnya. Seseorang yang sudah ia kenal lama. Seseorang yang menurutnya bisa merekomendasikan nama yang dapat memperbaiki laptop pak Bambang.

“Haloo, Assalamualaikum,” ucap Nayla saat menelpon seseorang di depan halaman rumah pak Bambang.

Walaikumsalam, Mbak. Ada apa?”

“Dek Kayla, aku mau nanya sesuatu ke kamu. Kamu sibuk?”



*-*-*-*


Beberapa menit kemudian.

“Untung aja aku punya adek yang tinggal di kota. Jadi bisa deh aku minta bantuannya buat nyariin tukang servis laptop yang terpercaya.”

Nayla lega setelah bertelepon dengan adeknya.

Ia juga sudah meminta salah satu kuli untuk mengantar laptop rusak tadi ke rumahnya, untuk dititipkan kepada suaminya. Kini, ada satu hal lagi yang mengganjal pikirannya. Ia jadi kepikiran pak Abdi. Pasti moodnya sedang memburuk setelah dimarahi habis-habisan oleh bosnya.

“Hm tadi pak Bambang bilang kalau pak Abdi hari ini jadi pengganti mandor gitu ya? Jadi mandor yang sebenarnya bukan pak Abdi? Pantes aja pasti pak Abdi terbebani oleh amanat itu. Kasian deh, moga aja pak Abdi gak kenapa-kenapa setelah merusak laptop pak Bambang tadi.” Lirih Nayla gelisah

Ia kini berencana untuk menghibur pak Abdi. Tapi, di mana pak Abdi sekarang? Ia sudah berkeliling rumah tapi tidak menemukan pak Abdi. Di mana ya pak Abdi saat ini?

Seketika ia melihat tangga menuju lantai 2 yang tadi ia naiki bersama pak Abdi. Entah kenapa firasat Nayla mengatakan kalau pak Abdi ada disana. Apalagi cuma lantai 2 yang belum dilewati oleh dirinya.

“Kayaknya ada di lantai 2 deh. Haruskah aku ke atas?” Lirih Nayla.

Ia melihat ke sekitar. Setelah mendapati tak ada seseorang di sekitar. Ia dengan berhati-hati naik ke lantai 2. Ia tak ingin seorangpun tahu kalau dirinya saat ini hendak naik ke lantai 2.

“Pak Abdi? Bapak di sini?” Lirih Nayla saat mendapati seseorang yang ia cari-cari selama ini ternyata ada di lantai 2.

“Eh, Mb-Mbak Nayla.” Ucap pak Abdi malu karena matanya sempat berkaca-kaca setelah dimarahi tadi.

“Pak Abdi, maaf udah bikin bapak dimarahi.” Ucap Nayla yang tiba-tiba segera memeluknya yang membuat kuli kekar itu terkejut.

Rasa kesal, amarah, murka akibat dimarahi oleh bosnya seketika hilang terkena pelukan sang bidadarijelita. Mimpi apa dirinya semalam sehingga dirinya bisa dipeluk oleh seorang primadona yang diidolakan oleh seluruh warga desa.

Tubuh Nayla yang harum tercium oleh hidung pesek pak Abdi. Dada bulatnya yang ranum terasa empuk saat menghimpit dada kekar pak Abdi. Pak Abdi yang tengah duduk menyandar pada dinding yang belum terbentuk itu dengan reflek membalas pelukan Nayla. Tak ada balasan, tak ada penolakan, pak Abdi pun dengan sigap mempererat pelukannya. Ia begitu nyaman hingga perlahan hatinya yang bergejolak karena amarah menjadi tenang.

“Gapapa, Mbak. Saya juga yang salah karena sudah mencuri-curi pandang ke Mbak,” kata pak Abdi sambil memeluk tubuh ramping Nayla.

“Setiap mata berhak melihat apa yang ingin dilihatnya pak. Ini bukan kesalahan bapak. Ini hanya kecelakaan saja yang sialnya membuat bapak tersudut di posisi ini,” lirih suara Nayla berusaha menenangkan pak Abdi.

“Makasih mbak. Saya gak nyangka. Selain cantik, mbak orangnya juga baik. Mbak juga pintar membuat saya merasa nyaman dengan pelukan mbak,” Pak Abdi semakin mempererat pelukannya.

“Sama-sama pak, senang rasanya bisa membantu.” Nayla juga mempererat pelukannya.

“Ngomong-ngomong mbak? Apa tidak apa-apa kita seperti ini? Maksud saya....” Ucap Pak Abdi kepikiran.

“Maksud bapak?” Tanya Nayla pura-pura tak paham.

“Maksud saya. Mbak kan sudah bersuami. Mbak juga bercadar. Maksud saya…“ Pak Abdi kesulitan tuk menjelaskan maksudnya.

“Apa aku enggak boleh memeluk bapak?”

Pak Abdi terkejut. Nayla justru memberikan jawaban yang tidak terduga.

“Bu-bukan seperti itu mbak. Maksud saya tuh. Aduh, gimana ngejelasinnya ya?” Ucap pak Abdi bingung sendiri.

Di satu sisi ia merasa nyaman dipeluk oleh seorang wanita, tapi di sisi lain ia merasa ini bukanlah kenyataan. Apa iya ada gadis cantik bercadar yang masih muda dan bersuami mau memeluk tubuh tuanya yang tidak ada bagus-bagusnya sama sekali?

Bukannya ini tidak masuk akal?

Berbeda dengan apa yang ada di pikiran pak Abdi. Nayla sendiri justru menikmati.

Tak peduli dengan tubuh telanjang pak Abdi yang berkeringat. Tak peduli dengan aroma tubuh pak Abdi yang menyengat. Nayla sendiri merasa nyaman saat dipeluk oleh kuli kekar itu. Ia merasa aman. Ia merasa tenang. Ia merasa terlindungi. Ia jadi kepikiran untuk memberikan sesuatu yang lebih.

Entah kenapa di tengah pelukan itu, Nayla tiba-tiba terpikirkan sesuatu yang ia yakini mampu mengubah mood pak Abdi menjadi lebih baik lagi.

“Bapaaakkk. Aku boleh ngomong sesuatu?” Tanya Nayla yang tiba-tiba duduk diatas pangkuan pak Abdi. Jelas tubuh pria tua itu sampai merinding. Apalagi ketika kedua tangan ramping bidadari bercadar itu hinggap di kedua bahunya. Terlebih lagi ketika wajah ayu Nayla yang masih tertutupi cadar sebagian itu berada tepat di depan wajahnya.

Nayla tersenyum manis dengan kedua matanya. Pak Abdi terdiam. Wajahnya membeku. Mulutnya membuka. Tangannya bergetar dan sinyal yang ada di bagian bawah tubuhnya menguat.

“A-Apaaa mbaaakkk?” tanya Pak Abdi dengan jantung berdebar-debar.

Nafas pak Abdi memberat ketika Nayla hanya menjawab pertanyaannya itu dengan senyuman. Apalagi ketika jemari nakal Nayla tiba-tiba tiba diletakkan di puting kecoklatan pak Abdi dan memainkannya.

Mata kuli kekar itu sampai merem melek. Mulutnya terus saja terbuka tanpa sempat ia tutup.

“Hihihi, enak pak?” Tanya Nayla dengan polosnya.

“Aaahhhh. Aaaahhhh. Apa yang mbak lakukan? Apaa yang? Aaaahhhhhhh.” Pak Abdi menjerit. Teriakannya mengeras ketika putingnya itu tiba-tiba ditarik oleh akhwat sholehot tersebut.

“Hihihi gemes deh, bapak.” Tawa Nayla yang masih terus memainkannya.

Gimana gak merem melek tuh kuli? Gimana gak teriak-teriak tuh kuli? Bayangkan saja.

Seorang akhwat cantik yang ia kira sholehah tengah duduk dipangkuannya sambil memain-mainkan puting coklatnya.

Puting kuli itu dipelintirnya. Puting kuli itu digelitiki olehnya. Puting kuli itu ditarik-tarik dan bahkan juga ditekan-tekan yang membuat pemiliknya keenakan tidak karuan.

Raut wajah pak Abdi yang keenakan membuat Nayla semakin bersemangat. Nayla terus saja tersenyum. Jemarinya semakin aktif merangsang puting kuli tua itu. Bahkan, lama-lama jemarinya turun meraba perut kotak-kotaknya yang membuat nafsu pak Abdi semakin menggelora.

“Mbaaakk. Mbaaakkk. Cukuuppp. Aaahhh saya gaakk kuaaattt. Aaaahhh.” Desah pak Abdi yang terus merem-melek merasakan rangsangan Nayla.

“Cukup nih pak? Yakin? Aku ragu loh. Hihihihi.” Tawa Nayla yang justru makin menjadi.

Bidadari bercadar itu tiba-tiba berlutut disebelah kaki pak Abdi yang masih selonjoran. Lalu, kedua tangannya dengan nekat memelorotkan celana pak Abdi hingga selutut.

“Hihihihi udah berdiri loh ini.” Ucap Nayla saat melihat sesuatu yang besar, panjang dan hitam muncul dari balik celana kolor pria tua itu.

“Mbaaak apaa yaanggg... Aaaaaaahhhhhh.”

Entah ini imajinasi, atau hanya sekedar mimpi. Bagaimana bisa? Dirinya yang sudah seumuran om-om ini tiba-tiba merasakan betapa nikmatnya penisnya saat dipegang dengan begitu erat oleh tangan lembut Nayla.

Usapannya yang manja menarik kulit penis pak Abdi hingga ke bawah. Lagi, genggaman erat di tangan kanannya dikocok naik lalu diturun lagi hingga menuju pangkal penisnya. Jemari lembut bidadari bercadar itu terus bergerak naik-turun mengocok penis kuli kekar itu dengan lembut. Ia melakukannya sambil tertawa, mengeluarkan nada birahinya yang semakin merangsang otak pak Abdi tatkala dilecehkan oleh akhwat alim itu.

“Hihihi gimana? Emmm. Enak? Aku baru tau kalau kontol bapak segede ini. Aku suka.” Ucap Nayla dengan frontalnya.

Pak Abdi terkejut. Ia tak percaya dengan pendengarannya. Bagaimana bisa kata-kata sekotor itu keluar dari mulut alim sang akhwat bercadar yang menjadi idola para warga desa Nagasari?

Namun kocokan tangan Nayla yang begitu nikmat membuat pak Abdi terdiam lalu menikmati setiap pelayanan yang Nayla berikan.

“Aaaahhh mbaaakkk. Aaaahhh enaaakkk. Aaaaahhhh.”

Tanpa sadar kaki pak Abdi membuka dengan sendirinya. Kesempatan ini pun dimanfaatkan oleh Nayla untuk mendekat agar dirinya semakin mudah untuk memuaskan penis kuli tua itu menggunakan tangannya.

“Gimana? Bapak suka? Hihihi” tawa Nayla sambil menungging lalu menempelkan penis raksasa itu ke pipinya yang masih tertutupi cadar. Tak lupa ia juga terus mengocoknya yang membuat birahi pria tua itu naik melesat tinggi.

“Aaahhhhh. Aaaahhhh. Aaaahhhh sukaaa mbaakkk. Sukaaaaa.” Desah pak Abdi semakin merem melek dibuatnya.

“Kalau begini sih?” Goda Nayla lagi, kali ini sambil memasukkan penis itu ke balik cadarnya. Ia lantas mengecup ujung gundulnya, lalu meludahinya hingga keseluruhan batang penis itu basah semuanya.

“Aaaahhhhhh. Aaaahhhhh. Yaaa. Yaaaahhhh. Saya sukaaa. Saya sukaaaa.”

Permukaannya yang basah membuat kocokan yang dilakukan oleh Nayla semakin kencang. Jemarinya itu terus bergerak naik turun. Penisnya itu terus dikocoknya tanpa ampun. Mulut kuli itu terbuka lebar. Kakinya mengangkang semakin lebar. Tubuhnya terhempas ke dinding. Genggamannya terus membuka lalu menutup lalu membuka lagi lalu menutup lagi seiring kocokan Nayla yang semakin kencang.

“Hihihihi. Eeeelllllllll.” Tawa Nayla lalu menjulurkan lidahnya untuk menjilati ujung gundulnya ditengah-tengah kocokannya.

“Aaahhh mbaaakkk. Aaaahhhh. Aaaaahhh. Enaakkk sekaliii. Aaahhhh. Yaaahhh.” Pak Abdi blingsatan. Rasanya sungguh tak karuan. Rasa nikmat dari kocokan akhwat bercadar itu ditambah dengan fakta yang mengocoknya adalah sang primadona desa sehingga membuat kuli itu semakin lemas tak berdaya.

“Hihihi bapak gemesin banget deh.” Nayla yang suka dengan reaksi pak Abdi membuatnya semakin tertantang lagi.

Ia tak lagi menunggung, melainkan kini duduk disebelah kanan pak Abdi sambil menaikkan cadarnya sedikit untuk mencumbu bibir sang kuli.

Bagai gayung disambut. Pak Abdi dengan suka hati menerima cumbuan dari akhwat bercadar itu.

Ccuuupppppp.

Bibir mereka bertemu. Bibir mereka saling melaju. Bibir mereka saling mengecup menimbulkan suara yang berbunyi cup-cup-cup. Dengan penuh nafsu, Nayla mencumbu kuli itu yang usianya hampir dua kali lipatnya itu. Ia tak peduli dengan aroma keringat yang berasal dari kuli kekar itu. Ia tak peduli dengan aroma nafas yang baunya seperti tak pernah sikat gigi selama lebih dari satu minggu itu. Bibir Nayla terus maju. Bibirnya terus mengapit bibir bawah kuli itu tampa ampun.

“Mmmpphhhhh. Mmmpphhh bapaaakk. Mmppphhhhh.”

“Mmpphhh yaahhh. Mmpphh mbaaakk. Mmpphhh enakkk sekaliii. Mmpphhh.”

Lutut pak Abdi melemas. Cumbuan dan kocokan yang diberikan oleh akhwat bercadar itu benar-benar membuatnya sempoyongan. Bagai mabuk, rasanya seperti terbang ke surga saat dilayani oleh bidadari jelmaan khayangan itu.

“Mmpphhh mbaaakk. Mmmphh saya gak kuat laagiii. Sayaa mauu kelluaaarrr.” Desah pak Abdi tak kuat lagi.

“Mmpphhh yaahhh. Keluarin aja paakk. Mmpphh keluaariinn.” Desah Nayla memotivasi.

“Mmppppphhh. Mmppppp aaaahhhhh. Aaahhhhhh. Aaaaaahhhhh.” Pak Abdi sampai melepas cumbuannya demi memejam lalu mendesah sepuas-puasnya.

Nayla tersenyum puas melihat ekspresi korban yang sedang ia lecehkan. Ia pun mempercepat kocokannya. Ia pun mulai merasakan denyutan di batang sakti milik kuli tua itu.

“Aaaahhh mbaaakkkk. Mbaaakkk. Mbaaaakkkkk.” Nafas pak Abdi semakin pendek. Dadanya terasa sesak. Keringatnya makin banyak saat dilayani oleh bidadari bercadar itu.

Wajah Nayla kembali mendekat, kali ini ke telinga pak Abdi bukan ke bibir.

“Keluaarkan paakk. Ayoo keluarkaann. Ingat! Mulai detik ini, aku adalah pemuas bapak. Kalau bapak butuh kepuasan. Silahkan hubungi aku. Kalau bapak butuh enak-enak. Silahkan hubungi aku. Aku siap melayani bapak. Aku siap untuk memuaskan bapak. Karena aku adalah pemuas bapak, pelayan bapak dan lonte milik bapak.” Bisik Nayla yang membuat bulu kuduk kuli itu merinding.

“Aaaahh mbaaakkk. Aaahhh saya gaakk kuaatt. Sayaa mauu keluaaarrr. Aaahhh. Aaahh mbaaakkk. Keeellluuaaarrrr mmpphhhh.”

Buru-buru Nayla menutupi mulut pak Abdi dengan tangan kirinya. Ia tak mau jeritan pak Abdi membuat aksi mesumnya ketahuan. Ia pun puas dikala penis pak Abdi mulai mengeluarkan cairan kentalnya.

Crrroottt. Ccrrroottt. Ccrroottt.

“Mmmpppphhhhh.” Jerit pak Abdi tertahan.

“Hihihi pejuhnya banyak banget paak.” Tawa Nayla sambil tersenyum lebar.

“Hah. Hah. Hah.” Pak Abdi ngos-ngosan. Matanya masih memejam pasca mendapatkan orgasme ternikmatnya.

Sementara Nayla tersenyum puas. Ia melihat 3-4 semprotan sperma keluar membasahi lantai yang belum dikeramiki itu. Jemarinya pun terasa hangat setelah ada cipratan sperma yang mengenainya. Tanpa ragu ia memasukkan jemarinya itu ke dalam mulutnya. Terasa cairan asin dari sperma itu masuk mengenai lidahnya. Nayla melahapnya. Lalu menelannya tanpa ragu.

Pak Abdi yang sudah mulai mendapatkan energinya kembali mulai membuka matanya. Tubuhnya masih lemas. Tapi ia sangat puas. Ia pun menoleh ke samping untuk menatap wajah bidadari pemuasnya itu.

“Mbaakk. Hah. Hah. Hah.” Ucap pak Abdi yang masih terengah-engah.

Dengan penuh senyuman. Nayla menjawab panggilan kuli itu.

“Iyaa pak. Ada apa?”

Dengan tatapan tak percaya, bibir pak Abdi bergetar untuk menanyakan sesuatu pada akhwat cantik yang masih duduk disebelahnya itu.

“Ini beneran kan? Ini bukan mimpi kan?” Tanya pak Abdi yang masih tak mempercayai kejadian ini.

“Hihihi ini beneran pak. Bapak gak percaya?” Tanya Nayla dengan senyuman.

“Hah. Hah. Lalu ucapanmu tadi mbak?” Tanya pak Abdi lagi yang masih kecapekan.

“Hm yang mana pak?” Ucap Nayla dengan suara yang menyerupai anak kecil itu.

“Yang kata mbak, saya boleh menghubungi mbak kalau…” Belum sempat pak Abdi menyelesaikan kalimatnya. Nayla keburu menyelanya.

“Sange? Hihihi ya boleh pak. Asal pas aku lagi senggang ya?” Jawab Nayla yang membuat pak Abdi terkejut bukan main.

“Beneran?” Pak Abdi masih tak mempercayainya. Hal itu bisa dipahami karena selama ini, ia mengenal sosok Nayla sebagai sosok yang alim lagi terhormat.

“Ihhh bapak gak percaya ya sama aku? Nih aku buktiin.” Ucap Nayla yang tiba-tiba menundukkan tubuhnya menuju ke arah penis pak Abdi yang mulai melemas.

“Eehh mbaakk percaya kok. Eh mbak mau apa? Eh mbaak, aaaaahhhhhhhh” pak Abdi menjerit sekali lagi dikala penisnya dihisap oleh akhwat bercadar itu.

“Sssllrrrpppp. Mmpphhh. Sssllrrppp. Ssllrrppp. Mmmpphhh muaaahh.”

Nayla bergegas menaikkan wajahnya kembali dikala dirinya yakin telah membersihkan seluruh sisa sperma yang tertinggal di penis pak Abdi.

Sedangkan pak Abdi semakin lemas. Hisapan akhwat itu membuatnya sempoyongan.

“Mmpphh manis punya bapak. Aku suka. Hihihihi.” Ucap Nayla yang sudah menelan sperma itu sampai habis tak tersisa.

Pak Abdi tak bisa menjawab. Ia sungguh kehilangan energi setelah kehilangan seluruh spermanya.

“Buu Naylaaa. Bu Naylaaaa.” Tak berselang lama, terdengar sebuah suara yang memanggil nama Nayla.

“Eh itu, pak Bambang?” Lirih Nayla mengenali suara itu. Menyadari ada seseorang yang berada di sekitarnya. Ia pun lekas pamit pada pak Abdi agar kehadirannya di lantai 2 bersama kuli kekar itu tak dicurigai oleh pemilik rumah ini.

“Pak, aku ke bawah dulu yah. Makasih buat kontolnya, hihihi. Rasanya enak banget. Aku suka.” Ucap Nayla sambil tertawa.

Pak Abdi hanya menganggukkan kepala lalu memberi jempolnya sambil menunjukkan ekspresi wajah lemas.

“Oh ya ini nomor aku, silahkan hubungi apa-apa kalau ada perlu.” Nayla segera mengeluarkan secarik kertas dari saku roknya. Setelah itu ia membisikkan sesuatu di telinga pak Abdi. “Memek aku siap kok dimasuki oleh kontol bapak.”

Sontak pak Abdi langsung menoleh. Namun reaksi Nayla hanya tertawa sambil pelan-pelan pergi turun menuju lantai 1.

“Dadaaahh.” Nayla melambaikan tangannya. Pak Abdi hanya terdiam tak bisa bersuara.

Nayla hanya cekikikan memikirkan apa yang sudah dilakukannya. Ia tak menyangka, dirinya bisa seberani itu lagi dalam menggoda seorang lelaki yang baru dikenalnya. Ia jadi teringat masa lalu. Ia pun jadi kepikiran sesuatu. Apakah diri Nayla yang dulu sudah kembali lagi? Apakah nalurinya sebagai wanita pemuas sudah hadir dalam dirinya lagi? Apakah takdirnya sebagai pelayan pria-pria tua bakal terjadi lagi?

Entah kenapa membayangkan dirinya bisa bersetubuh dengan pak Abdi membuatnya tersenyum lebar. Ia jadi tak sabar, untuk segera disetubuhi oleh kuli kekar itu.

“Hihihi pak Taryono apa kabar ya? Pesannya belum aku bales lagi deh. Pasti nyariin.



*-*-*-*-*



Beberapa jam kemudian. Di malam hari sekitar pukul delapan malam. Di sebuah teras rumah dengan pencahayaan yang remang-remang alakadarnya.

“Mas mau pergi? Kemana malam-malam di jam segini? Liat deh, diluar dah gelap loh mas.” Ujar Nayla yang mengkhawatirkan keberadaan suaminya.

“Cuma bentar doang kok, Dek. Paling sejam atau dua jam. Mau ke kota bentar. Ada urusan pekerjaan.” Jawab Miftah.

“Sejam, dua jam? Entar kalau bablas sampe besok gimana? Adek tidur sendiran dong?” Ujar Nayla dengan manja.

“Duh kamu ini, gemesin banget deh. Yaudah mas gak bakal lama kok. Setelah urusan selesai, mas langsung pulang. Janji!” Miftah pun menunjukkan jari kelingkingnya sebagai bukti janji yang diucapkannya.

“Janji. Hihihi.” Nayla mengaitkan jemari kelingkingnya ke jemari suaminya. Kedua pasangan suami istri itupun tersenyum. Miftah pun pergi, berpamitan pada istri cantiknya. Tak lupa, Nayla mencium punggung tangan suaminya setelah mengangkat cadarnya.

Setelah itu, mesin mobil pun dinyalakan. Setelah roda mobil bergerak. Nayla lekas melambaikan tangan mengiringi kepergian suaminya.

“Yaahhh udah pergi. Mana dek Dani udah tidur lagi. Sekarang ngapain yaaa?” Nayla tersenyum. Ia bergegas menuju kamarnya untuk meraih hape yang sejenak ditinggalkannya.

Dengan senyum di wajahnya, Nayla dengan buru-buru membalas sebuah pesan yang lama tidak dibukanya.

“Maafin aku pak baru bales. Tadi aku abis bareng mas Miftah.” Balas Nayla. Tak perlu menunggu lama. Sebuah balasan pesan langsung diterimanya oleh akhwat bercadar itu.

Ya gapapa mbak. Namanya istri kan harus mendahulukan suami. Setelah itu baru saya yang cuma seorang kuli,” balas pak Abdi merendah.

“Hihihi, bukan cuma kuli, Pak. Tapi, bapak itu seorang kuli yang bisa bikin aku birahi.” Balas Nayla dengan nakalnya.

Hayoo mulai nakal lagi. Kirain udahan chat nakalnya sejak sore tadi,” Balas pak Abdi dengan menambahkan emot senyum.

“Hihihi habis sih, kalau chattan sama bapak, bawaannya jadi keinget kejadian siang tadi. Mana aku belum dapet O lagi.” Balas Nayla senyum-senyum sendiri.

Wkwkwk. Maaf mbak, saya tadi keburu sange. Saking kebawa nafsunya, saya jadi gak tahan pas dikocokin sama mbak. Mbak jago banget sih. Pasti suami mbak beruntung ya bisa dikocoki seenak itu.” Balas pak Abdi yang membuat Nayla tertawa terbahak-bahak.

“Hihihihi gak cuma dikocok doang pak. Tapi juga dijepit.” Balas Nayla sambil menambahkan emot senyum sambil menutup mulut.

“Dijepit pake apa tuh?” Pak Abdi pun ikut-ikutan menambahkan emot senyum sambil menutup mulut.

“Pake memek, hihihi.” Balas Nayla cekikikan sendiri. Nayla yang saat ini tengah mengenakan kaus santai berlengan panjang serta celana training longgar yang nyaman sedang tiduran dalam posisi tengkurap. Kedua kakinya ia angkat lalu ia kibas-kibaskan ke atas dan ke bawah. Hijab dengan cadar yang dikenakannya dihempaskan ke belakang lehernya. Nayla dengan antusias menantikan jawaban dari kuli kekar itu.

Mau juga dong dijepit pake memek.” Balas Pak Abdi sambil menambahkan emot tersenyum yang menunjukkan gigi.

“Hihihi ya udah sini ke rumah aja pak. Aku lagi sendirian.” Balas Nayla sambil menambahkan sebuah pesan video yang menjadi fitur terbaru WA baru-baru ini.



Terlihat wajah ayu Nayla yang sedang tiduran sendirian di ranjangnya. Melihat wajah ayu Nayla kembali, nafsu yang sudah terlampiaskan di siang tadi perlahan bangkit kembali.

Entah kenapa kini, di setiap kuli itu memandang wajah Nayla, bawaannya ia ingin menodai wajahnya menggunakan sperma kentalnya. Selalu seperti itu. Apalagi saat dirinya dibisiki kata-kata kotor di siang tadi.

Meski demikian, ia mencoba jual mahal agar tidak langsung takluk oleh godaan akhwat bercadar itu lagi.

Duh nanti kalau saya dimarahin suami kamu gimana, Mbak?” balas pak Abdi sambil tersenyum antusias menantikan balasan Nayla.

“Kan suami aku lagi dinas ke kota pak. Aku lagi sendirian sama dek Dani doang.” Balas Nayla dengan segera.

Maksud saya, nanti suami mbak marah dong kalau saya jadi orang pertama yang menodai memek mbak.” Balas pak Abdi sambil menambahkan emot senyum miring.

Namun jawaban Nayla malah diluar dugaan. Ia malah menambahkan sebuah stiker yang mengindikasikan ia hendak tertawa. Pak Abdi yang bingung pun langsung membalas pesan itu.

Kok malah ketawa sih?” tanya pak Abdi sambil menambahkan emot berfikir.

“Habis, bapak lucu sih. Tenang pak, bapak bukan orang yang pertama kok. Udah banyak juga laki-laki lain yang pernah ngentot sama aku.”

Sontak mata kuli itu melotot saat membaca pesan itu. Berkali-kali ia mengucek-ngucek matanya seolah tak percaya dengan kalimat yang baru saja ia baca. Berulang kali ia membacanya lagi untuk memastikan, apakah matanya tidak salah melihat dengan kata-kata yang ada dihadapannya.

Beneran ini? Mbak Nayla? Udah pernah ngentot sama banyak lelaki?” Lirih pak Abdi yang langsung membalas pesan tersebut. “Itu seriusan mbak?”

“Hihihi, orang pertama yang menodai aku selain suamiku ya, itu mantan pembantu aku. Aku juga pernah dientot sama tukang nasgor langganan aku dulu sewaktu di kota. Aku juga pernah dientot semalaman sama penjaga vila kepunyaan keluarga suami aku. Aku juga pernah dientot gelandangan tua loh pak. Gak cuma sekali, mungkin 3 kali. Hihihi. Habis enak banget sih sodokannya.”

Balasan pesan dari Nayla itu benar-benar merangsang nafsunya. Seketika dirinya langsung membayangkan. Ia tak habis pikir bagaimana ceritanya Nayla disetubuhi oleh gelandangan tua lebih dari sekali. Justru hal itulah yang membuat penisnya menegak kencang menantang langit.

Belum sempat membalas. Nayla keburu membalas pesan lagi.

“Aku juga pernah dinikmati oleh 10 orang yang berbeda sekaligus loh. Mana semuanya bapak-bapak umur 40 keatas lagi hihihi. Dan itu semua aku lakuin ketika aku sendirian di rumah. Duh jadi kangen momen itu lagi.”

Mata pak Abdi membelalak. Ia makin tak percaya. 10 orang sekaligus dalam satu waktu? Tidak cuma itu, tapi pelaku dari kesepuluh orang yang beruntung yang mampu menyetubuhi Nayla adalah bapak-bapak seluruhnya yang usianya diatas 40 tahun.

Be-beneran ini mbak?” pak Abdi masih belum percaya.

Namun belum sempat ia membalas lagi, sebuah pesan kembali dikirimkan oleh pelacur bercadar itu kepadanya.

“Bapak mau gak jadi yang ke duabelas? Memek aku nganggur loh. Kalau bapak mau, bapak boleh kok nyelempitin kontol bapak ke rahim aku. Hihihi.” Balas Nayla sambil menyempilkan emot berkedip.

“Dua belas mbak? Siapa yg ke-11?” Balas pak Abdi dengan segera. Tangan kirinya mengelus-ngelus penisnya yang mulai mengeras. Pikirannya entah kemana sambil menunggu balasan dari Nayla.

“Ada, dia kakek-kakek yang pasti bapak kenal. Kalau aku sebut namanya. Bapak pasti langsung tahu dong.” Balas Nayla dengan emot tertawa.

Kakek-kakek? Gilaa. Akhwat macam apa ini? Eh bukan, mbak Nayla bukan akhwat lagi. Dia lonte! Dia pelacur berkedok akhwat bercadar yang doyan kontol-kontol tua!” batin pak Abdi karena saking nafsunya.

“Aku tunggu ya di rumah” balas Nayla dengan mengirimkan sebuah foto.



Deg!

Jantung pak Abdi rasanya seperti ingin berhenti berdetak saat melihat foto Nayla yang mengangkang memfotokan bagian selangkangannya yang terbuka. Rasa penasaran akan isi dalaman celana dalam berwarna hitam itu membuat sang kuli tidak tahan lagi.

Ia ingin menemuinya. Ia ingin menidurinya. Ia ingin menghajarnya karena sudah berani menggodanya hingga nafsunya bergetar kemana-mana. Ia pun bersumpah akan menghujami memek lonte bercadar itu dengan penisnya.

Ia lekas bangkit dari ranjangnya. Lalu mengambil pakaian seadanya untuk menemui sang pelacur yang sudah berani membangkitkan syahwat buasnya.

Saya akan kesana sekarang mbak.” Sebuah pesan yang jelas dan tegas dikirimkan.

Tak perlu waktu lama, ia segera mendapat balasan dari Nayla.

“Hihihihi, kalau gitu aku mau dandan dulu ya pak.” Balas Nayla yang membuat senyum pak Abdi melebar.

Ia tak habis pikir. Nayla sampai mau berdandan demi menyambut kedatangannya. Seketika ia pun membayangkan sesuatu hal yang tidak-tidak yang akan terjadi sebentar lagi. Sebuah kenikmatan duniawi yang belum tentu bisa ia rasakan lagi.

Tanpa membuang waktu lagi, pak Abdi segera mengambil kunci motor astreanya lalu bergegas menuju rumah sang ibu muda.

Sementara itu di rumah Miftah.

Nayla sudah berdiri di depan kaca riasnya. Sebuah kaca besar yang mampu menampilkan keseluruhan tubuhnya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Hijab berwarna hitam yang tadi dikenakannya sudah jatuh ke bawah. Cadar yang memiliki warna selaras juga sudah tergeletak di lantai. Tak berselang lama, kaus berlengan panjang yang dikenakannya ikut jatuh. Diikuti oleh celana training longgar yang melorot melewati kedua kaki jenjangnya. Terakhir, bra dan celana dalamnya pun jatuh berserakan di lantai.

Nayla sudah bertelanjang bulat di dalam kamarnya. Ia tersenyum, ia membayangkan hal yang tidak-tidak saat kuli kekar itu menatap keindahan tubuhnya yang tidak tertutupi apa-apa.

“Gimana? Bapak suka? Apakah bapak akan langsung menyetubuhiku? Atau bapak lebih ingin menikmati tubuhku terlebih dahulu? Kalau bapak, pak Urip. Pasti dia akan langsung menyetubuhiku tanpa perlu mencumbuku atau melakukan hal yang lain padaku. Hihihi. Jadi kangen pak Urip deh.” Lirih Nayla dengan kebinalannya yang sudah kembali.

Beberapa menit kemudian.

Nayla sudah berpakaian rapih dengan pakaian longgar kebesaran untuk menutupi keseluruhan tubuhnya yang ramping. Dari ujung kaki hingga ujung rambut. Pakaiannya yang serba berwarna putih membuatnya terlihat seperti seorang bidadari yang turun dari kayangan.

Dengan hati berdebar, ia menunggu kedatangan sang pejantan yang berjanji ingin menemaninya sekaligus memuasinya ditengah kepergian suaminya untuk perjalanan bisnisnya.

Sungguh, sikapnya tak mencerminkan cara berpakaiannya. Bagaimana bisa akhwat bercadar sepertinya justru menanti seorang lelaki untuk datang menemaninya? Kenapa ia tidak bisa menjaga dirinya?

Memang, hijrah itu sulit. Potensi untuk kembali ke jalan yang salah terbuka lebar. Begitulah proses hijrah yang sedang Nayla jalani. Ketika hati ingin taat. Ingatan untuk kembali bermaksiat justru hadir ditengah-tengah proses hijrahnya.

Ditambah nalurinya sebagai wanita pemuas. Nayla pun takluk dan akhirnya memilih untuk memuasi hasratnya lagi yang haus akan kekarnya penis seorang laki-laki tua.

“Hihihi, kira-kira gimana ya ekspresi pak Abdi saat melihat diriku saat ini?” Tanya Nayla setelah melihat penampilannya di cermin.

Nayla sudah tampil cantik. Ia sudah merias wajahnya. Ia bahkan sudah mencelak bulu matanya. Segala usaha sudah ia usahakan yang terbaik demi menyambut kedatangan sang pemuas.

“Mumpung dek Dani sudah tidur. Moga aja kamu jangan bangun dulu ya dek! Umi mau enak-enak dulu sama bapak-bapak itu. Hihihi.” Lirih Nayla sambil duduk di meja riasnya.

Seketika terdengar bunyi notif yang menandakan adanya pesan yang muncul dari aplikasi whatsappnya.

Mbak, saya sudah di depan. Tolong bukakan.”

Sebuah pesan dari seseorang yang baru ia kenal membuat senyum di wajah Nayla melebar. Ia lekas mengenakan cadarnya. Ia memegangi dadanya dan merasakan betapa kencangnya jantungnya berdebar.

Dengan wajah tersenyum ia lekas beranjak keluar dari kamarnya. Ia berjalan dengan tergesa-gesa menuju pintu depan rumahnya. Ia bahkan berlari kecil. Ia pun penasaran, bagaimana ekspresi wajah kuli tua itu saat menatap dirinya yang sudah selesai berdandan.

Pintu terbuka dengan pelan. Nayla pun melongokkan wajahnya untuk mengintip sejenak sesosok bapak-bapak yang akan menjadi pemuasnya di malam hari ini.

“Pak Abdi.” Nayla tersenyum malu-malu. Ia pun membuka pintunya lebar-lebar untuk mempersilahkan tamunya itu masuk ke rumahnya. “Sini buruan masuk.”

Bagai majikan yang diperintah oleh tuannya. Kuli kekar yang hanya mengenakan jaket dengan dalaman kaos oblong itu bergegas masuk ke dalam rumah Nayla. Tak lupa ia menutup pintu agar tak ada seseorang pun yang tahu keberadaannya di rumah Nayla.


NAYLA


PAK ABDI

Setelahnya, ia lekas membalikkan tubuhnya untuk menatap wajah sang akhwat bercadar. Mulanya ia menatap sisi bagian bawah tubuh Nayla yang tertutupi rok berwarna putih yang berasal dari gamis terusan yang dikenakan oleh sang ukhti. Setelahnya, ia menaikkan pandangannya lagi. Sepasang tonjolan indah yang menonjol dari gamis yang Nayla kenakan menarik perhatiannya.

Bagaimana bisa tonjolan itu terlihat begitu besar dari balik gamis longgar yang akhwat bercadar itu kenakan?

Nayla yang menyadari kalau kuli itu sedang memelototi tubuhnya hanya berdiam sambil bersikap malu-malu dihadapan kuli kekar itu. Ketika pandangan dari kuli tua itu dinaikkan. Tak sengaja mata mereka bertemu.

Sontak senyum Nayla menyapa yang diikuti oleh tatapan yang akhwat bercadar itu turunkan ke bawah. Kedua tangannya pun ia taruh didepan. Salah satu tangannya mengusap lengan tangan satunya.

Melihat sikap malu-malu Nayla, Pak Abdi pun geregetan ingin memeluknya lalu membalas apa yang sudah akhwat bercadar itu lakukan di siang tadi.

“Hihihi pak, ada apa? Kok ngeliat akunya gitu banget?” Tanya Nayla yang sebenarnya sudah tahu jawabannya.

“Mbak Nayla cantik banget. Gila! Saya gak nyangka udah dinodai oleh bidadari secantik ini di siang tadi.” Ucap pak Abdi kagum yang dibalas oleh tawa renyah Nayla.

“Hihihih dinodai dong. Yaudah yuk masuk. Buruan sebelum dek Dani bangun, sebelum suami aku pulang juga.” Bisik Nayla yang langsung menarik lengan pak Abdi ke kamarnya.

“Eh kita langsung nih?” Tanya Pak Abdi tak percaya dengan keagresifan yang akhwat bercadar itu tunjukkan.

“Iya lah pak. Emang bapak gak penasaran sama memek aku? Bapak pengen ngentotin aku kan?” Kata Nayla dengan kata-kata frontalnya.

Jelas ucapannya membuat bulu kuduk pak Abdi merinding. Ia masih tak percaya. Bagaimana bisa kata-kata sekotor itu keluar dari sosok manis yang selalu mengenakan pakaian tertutup seperti Nayla?

Tatapan pak Abdi kosong. Ia hanya menenggak ludah membayangkan betapa buasnya Nayla saat berada di atas ranjang nanti.

Sesampainya di dalam kamar. Pak Abdi langsung didorongnya hingga terbaring diatas ranjang tidur yang biasa ditempati oleh Nayla dan suaminya. Dalam posisi tiduran, ia melihat Nayla mendekat sambil memasang tatapan genitnya. Sesekali akhwat bercadar itu berkedip. Sesekali akhwat bercadar itu menggeliat dengan mengeluarkan suara yang merangsang gairah.

“Bapak siap kan untuk menerima servis aku? Aku udah gak tahan loh pengen ngerasain kontol bapak yang gede ini.” Ujar Nayla yang sudah tiba di tepi ranjang tidurnya lalu tangannya mengelusi tonjolan penis pak Abdi dari luar celana pendek yang dikenakannya.

“Aaahhhh geliii mbaaakkk.” Baru dielus aja sudah membuatnya merinding. Bagaimana kalau nanti masuk ke dalam serabi lempitnya?

“Hihihi aku turunin ya celananya?” kata Nayla yang langsung menarik turun celana yang pak Abdi kenakan hingga selutut.

“Iyaaa. Turunkan aja mbak. Saya manut. Saya uuhhhhhhhhhhh.” Pak Abdi mendesah. Matanya memejam. Kedua kakinya reflek melebar tatkala batang penisnya didekap oleh tangan mulus akhwat bercadar itu.

“Hihihihi udah mulai keras aja nih pak. Aku jadi gemes deh.” Lirih Nayla tertawa melihat penis hitam itu yang semakin mengeras. Reflek tangannya pun mulai mengocok penis hitam itu naik turun.

“Aaahhhhhh mbaakkk. Aaahhhhh. Aaahhhh yahhh. Aaahhhh.” Desah pak Abdi sambil meremas sprei ranjang tidur Nayla.

“Hihihihih lucu banget sih kontolnya. Hihihi.” Nayla terus tertawa. Tangannya juga terus mengocok penis raksasa itu naik turun.

Nayla yang sudah lihai pun memperkuat cengkramannya. Ia bahkan mempercepat kocokannya hingga penis itu semakin cepat mengeras dan berdiri tegak menantang sang betina.

“Mbaaakkkk. Aaahhhh. Aaahhhhhhh. Aaaahhhhhh.” Pak Abdi menjerit keras. Rasa nikmat yang didapat olehnya membuatnya terus mengeram menahan servis yang dilakukan oleh lonte bercadar itu.

Naik turun-naik turun. Kocokan yang Nayla lakukan semakin kencang. Bahkan ia melihat cairan precum mulai keluar dari ujung gundul penis hitam itu. Nayla tersenyum. Ia pun mulai menurunkan wajahnya lalu mendekatkannya ke penis milik kuli bangunan itu.

“Hihihihi suka deh sama kontol yang keras banget kayak punya bapak.” Lirih Nayla yang langsung menaikkan cadarnya lalu melahap penis itu secara cuma-cuma. “Mmppphhhh.”

“Aaahhhh mbaaaakkkkk.” Kuli tua itu menjerit. Rasa hangat dicampur oleh rasa lembap yang berasal dari dalam mulut Nayla membuatnya berteriak. Lagi-lagi. Penisnya yang hitam itu kembali dijejali oleh mulut sang bidadari. Betapa beruntungnya dirinya bisa diemut 2x dalam sehari oleh bidadari bercadar itu. Pak Abdi memejam. Rasa nikmat yang ia dapatkan membuatnya tak mampu untuk membuka matanya saat itu.

“Mmpphhh enaakkk. Mmppphhh. Mmppphh. Ssllrrppp mmppphhh.” Nayla terus menaik turunkan wajahnya untuk mengulum penis hitam itu. Sesekali ia juga menghisapnya. Sesekali ia juga menyeruputnya. Mulutnya pun penuh oleh batang penis raksasa itu. Mulutnya juga penuh oleh liur yang menyelimuti penis hitam itu. Ia terus melakukannya tanpa henti. Saking nikmatnya, ia sampai memejam tuk merasakan betapa kerasnya penis itu di mulutnya.

“Aaahhhh mbaakkk. Aaahhh teruuss. Aahhh yaahhhh. Aahhh nikmatnyaaa.”

“Mmppphh iyaahh pakk. Mmpphhhh. Mmppphhh kontol bapak enakk. Mmpphh.”

Bagai pasangan yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Sekalinya bertemu, mereka langsung bercumbu saling merangsang nafsu. Nafsu Nayla yang memuncak akibat fetishnya pada lelaki yang jauh lebih tua benar-benar membuatnya seperti hewan liar. Kedua tangannya mengusap-ngusap paha gosong pak Abdi. Wajahnya terus naik turun tuk mengemut penis hitam pak Abdi. Lidahnya di dalam juga menggeliat tuk menjilati batang penis pak Abdi. Nafsu Nayla yang menggelora benar-benar membuatnya terlihat seperti bukan sesosok akhwat bercadar pada umumnya.

“Aaahhh mbaakkk. Aaahhhh. Aaahhhhh” desah pak Abdi tak tahan.

“Mmpphhh jangan keluar dulu ya paakk. Mmpphhh. Mmppphhh.”

“Aaahhh iyaahh. Tapi ini aaahhhh. Enakk bangett. Aaahhh mbaaakkk.”

“Mmpphh tahann paakkk. Mmpphh tahaannn.” Bukannya melambat. Nayla justru mempercepat kulumannya yang membuat kuli tua itu sampai kejang-kejang dibuatnya.

“Mbaakkk stooppp. Mbaakkk. Mbaaakkkkkk.” Penis pak Abdi mulai berkedut. Dirinya sudah berada diambang batas yang membuatnya mampu tak tahan lagi.

Nayla tersenyum merasakan kedutan itu dimulutnya. Ia juga sudah merasakan cairan asin yang sedikit keluar dari lubang kencingnya. Untuk menggodanya, ia pun terpikirkan sebuah ide untuk menghukum kuli tua itu.

“Tahaan ya paak. Sllrrrppppppp.” Tiba-tiba bibir Nayla sudah berada di ujung gundul penis itu. Lalu dalam sekejap, ia mulai menyeruputnya dengan kuat hingga tubuh kuli tua itu ikut terangkat.

“Aaaaahhhhh mbaaaaakkkkkkkk.” Pak Abdi berteriak. Kedua tangannya mencengkram sprei ranjang itu dengan kuat.

Nayla lekas menaikkan wajahnya kembali setelah puas merangsang penis kuli itu. Ia tersenyum melihat wajah pak Abdi yang ngap-ngapan setelah diservis oleh mulutnya. Tangan kanannya pun menutupi mulutnya tuk tertawa. Ia tak habis pikir kalau pak Abdi sampai kewalahan hanya karena servis mulutnya.

“Pak. Bapak baik-baik aja kan?” Tanya Nayla sambil tersenyum.

“Hah. Hah. Hah. Baik mbak. Baik.” Jawab pak Abdi ngos-ngosan.

“Hihihi yang bener pak? Kok keliatannya kayak gak baik-baik aja?” Nayla menertawakan pak Abdi. Pak Abdi pun hanya terdiam lalu membatin di dalam hati.

Awas aja nanti, Mbak. Saya akan balas dengan menggenjotmu sekuat-kuatnya.

Batin pak Abdi sesumbar.

Suasana yang memanas membuat Nayla kembali menurunkan tubuhnya lalu menarik turun resleting jaket yang kuli tua itu kenakan.

Tak cukup sampai disitu. Ia juga meminta pak Abdi untuk menaikkan kaus oblong yang dikenakannya hingga ke leher.

Kini kuli tua itu sudah setengah telanjang menyisakan kaos oblong yang terangkat juga jaket yang terbuka resletingnya.

“Pak. Bapak sudah siap? Aku udah gak tahan.” Lirih Nayla yang semakin bernafsu setelah melihat tubuh setengah telanjang pak Abdi.

Pak Abdi yang sudah tidak ngos-ngosan lagi hanya mengangguk. Ia lekas mengocok-ngocok penisnya untuk merangsang birahi akhwat bercadar itu.

“Hihihih aku mulai ya pak.” Nayla lekas berdiri diatas ranjang tidurnya. Dengan menggoda, ia menurunkan celana dalam yang ia kenakan. Setelah itu, ia juga menurunkan resleting yang ada pada punggung gamisnya itu. Dalam sekejap gamisnya pun jatuh menyisakan hijab lebarnya yang menutupi dadanya sebagian.

Nayla pun menyelempangkan hijabnya ke belakang lehernya. Ia lalu membuka kait branya hingga beha berukuran 34C itu jatuh menampakkan dua dada bulat yang begitu besar.

Pak Abdi termangu menatap dua gunung kembar yang sangat sentosa itu. Bagaimana bisa payudara itu terlihat begitu indah. Bentuknya masih tegak kencang meski sudah mempunyai seorang anak. Bentuknya tidak kendur yang membuat tangan kuli itu gemas ingin meremasnya dengan keras.

“Boleh aku masukin sekarang pak?” Nayla terlihat agresif. Selain karena dirinya yang sudah tidak tahan lagi. Ia juga takut kalau suaminya keburu pulang atau bayinya terbangun yang mana hal itu akan menganggu dirinya yang akan bercocok tanam dengan selingkuhan barunya.

“Boleh mbak. Boleh.” Pak Abdi terlihat antusias. Ia tak tahan ingin merasakan jepitan dari memek primadona desa itu.

Perlahan demi perlahan Nayla mulai menurunkan tubuhnya. Kedua kakinya ia buka lebar-lebar untuk mempersilahkan masuk batang penis itu ke dalam rahim kehangatannya. Jantung Nayla sendiri berdebar. Sudah lama dirinya tidak sebinal ini. Sudah lama dirinya tidak senakal ini. Membayangkan dirinya akan dipuasi oleh penis tua lagi membuatnya begitu antusias.

Ia semakin menurunkan tubuhnya. Bibir vaginanya pun sudah menyentuh ujung gundul penis hitam itu.

“Mmmpppphhhhh.” Keduanya mendesah nikmat. Baru bersentuhan saja sudah senikmat ini. Bagaimana nanti kalau sampai masuk? Pikiran-pikiran kotor mulai mempengaruhi pikiran Nayla. Ia sudah tak fokus. Yang ada dipikirannya hanyalah menikmati penis hitam yang ada dibawahnya itu.

“Aaaaaaahhhhhhh”.

Perlahan demi perlahan bibir vagina Nayla terbuka saat dimasuki oleh batang penis berwarna hitam yang ukurannya hampir mendekati telapak tangan Nayla. Ujung gundulnya sudah masuk. Seperempat dari penis itu sudah masuk. Bahkan setengahnya pun sudah.

Ekspresi wajah keduanya terlihat begitu keenakan saat kelamin mereka beradu. Nayla mendesah nikmat. Sedangkan pak Abdi memejam merasakan kepuasan yang tidak bisa ia jelaskan.

“Aaaaahhhh mbaaakkk. Terusss. Turun lagiii. Turunn lagiiiii.” Pinta pak Abdi yang merasa kurang kalau hanya setengah penisnya saja yang masuk.

“Iyaaahhh. Iyaaahh paakkk. Ini mmpphhhh” bibir Nayla sampai manyun-manyun dari balik cadarnya itu dikala dirinya semakin menurunkan tubuhnya.

Kini hampir 3/4 penis pak Abdi sudah dilahap oleh rahim kehangatan Nayla. Nayla cukup puas. Namun nafsunya yang besar membuatnya tak pernah berhenti sebelum dirinya berhasil melahap keseluruhan penis itu ke dalam lubang kenikmatannya.

“Uuuhhhh paaakkk. Mmpphhhhh.” Nayla terus mendorong. Akibatnya, penis itu semakin masuk ke dalam rahin kehangatannya.

Pak Abdi sendiri merasakan kenikmatan yang tiada tara. Tidak hanya penisnya dilahap, ia juga merasakan kalau penisnya seperti dijepit, diremas, ditekan oleh dinding vagina Nayla. Selain itu kehangatan yang ia rasakan di dalam serta sensasi basah yang diakibatkan oleh lendir vagina Nayla membuat kuli kekar itu sampai kembang kempis dibuatnya.

Ia menahan nafasnya. Ia mencoba bertahan. Sampai salah langkah saja, bisa-bisa ia keburu “crot” duluan akibat rasa nikmat yang didapatkannya.

Jleeeebbbbb!!!!

“Aaaaahhhhhh” keduanya menjerit tatkala seluruh penis itu berhasil ditenggelamkan oleh lubang sempit Nayla.

Nayla sendiri sampai lemas. Ia bahkan sampai jatuh ambruk diatas pelukan kuli kekar itu.

“Hah. Hah. Hah.” Nafas pak Abdi yang ngos-ngosan berhembus diwajah ayu akhwat bercadar itu.

Keduanya pun tersenyum setelah sama-sama saling beradu kelamin itu.

“Hah. Hah. Hah. Maaf pak, aku sampai lemes. Habis kontol bapak gede banget sih. Agak susah buat masukinnya.” Lirih Nayla sambil tersenyum malu-malu. Ia pun mulai bangkit untuk duduk diatas penis kuli kekar itu.

“Hah. Hah. Hah. Gapapa mbak. Saya juga lemes kok, gara-gara tempik mbak yang rapet banget kayak punyanya perawan.” Puji pak Abdi yang membuat Nayla semakin tersenyum.

“Hihihi bapak bisa aja. Aku loh dah punya anak. Masa dibilang masih sempit kayak punyanya perawan.” Lirih Nayla tersipu.

“Loh kalau kenyataannya begitu ya gimana lagi? Udah gitu, tubuh mbak juga indah banget. Pinggang mbak seksi, susu mbak kayak semangka asli, pinggul mbak juga montok sekali. Pasti mantep banget nih kalau udah goyang diatas kontol saya.” Ujar pak Abdi yang terpesona pada tubuh indah Nayla yang sudah telanjang menyisakan hijab & cadarnya saja.

“Hihihi bapak nih, bikin aku pengen goyang aja. Aku goyang sekarang ya pak?” Ucap Nayla yang tertantang ingin memuaskan kuli kekar itu.

Pak Abdi hanya mengangguk. Kedua tangannya pun mengelusi paha mulus Nayla karena sudah tak tahan ingin dipuasi oleh akhwat bercadar itu.

“Mmpphhh. Mmpphhh.” Nayla mendesah lemah dikala pinggulnya mulai bergoyang menikmati penis hitam yang berada di dalam rahimnya.

Ia menggerakkan pinggulnya maju, ia lalu memundurkannya lagi. Ia menggerakkan pinggulnya maju, ia lalu memundurkannya lagi. Tat kala pinggulnya bergerak maju dan mundur. Mulutnya terus mengeluarkan desahan yang semakin membakar gairah birahi pak Abdi.

Pak Abdi pun sama dibawah. Mulutnya terus mendesah mengeluarkan suara-suara yang membakar nafsu birahi Nayla. Dari bawah, tatapannya dengan tegas menuju payudara indah Nayla yang menggantung indah di dadanya. Ia takjub pada besarnya ukuran payudara indah itu. Ia takjub pada bentuknya yang menarik perhatiannya itu. Ia juga takjub pada puting yang mencuat maju berwarna pink itu.

Ada rasa yang membuatnya ingin meremasnya sekarang. Ada rasa yang membuatnya ingin mencengkramnya sekarang. Ada rasa yang membuatnya ingin memainkannya sekarang. Namun goyangan Nayla yang semakin kencang membuat pandangannya kadang terbuka kadang tertutup menahan kenikmatan yang didapatkannya itu. Kuli kekar itupun mendesah. Kuli kekar itu mendesah dengan sangat nikmat.

“Aaahhh mbaakk. Aaahhh terusss. Terusss. Aaahhh yaahhh. Aaahh. Aaaaahhh.” Desah pak Abdi.

“Mmpphhhh iyaahhh. Mmpphh aaahhh. Aaaahhh bapaakk. Aaahhhhh. Aaaahhh.”

Nayla sadar kalau tatapan kuli tua itu sedang mengarah ke payudaranya. Ia pun sengaja membiarkannya. Ia malah menggodanya dengan menurunkan sedikit tubuhnya maju hingga payudaranya itu semakin dekat ke arah wajah kuli kekar itu.

“Aaahhhh. Aaahhhh. Aaaahhh mbaaakkk.” Bagai terhipnotis oleh pergerakan dua payudara Nayla yang eksotis. Kedua tangan pak Abdi pun merambat naik tuk memegangi pinggang ramping akhwat bercadar itu.

Lalu, pinggul pak Abdi ikut bergerak naik dan turun untuk menghukum keindahan yang ada dihadapannya itu. Ia ikut menggoyangkan pinggulnya. Ia ikut menaik-turunkan pinggulnya hingga tubuh Nayla ikut terdorong naik dan turun.

“Aaahhh bapaakkk. Aaahhhh. Aaaaaaahhhhh.” Nayla memejam. Tusukan yang begitu kuat dirasakan oleh rahim sempitnya itu. Berulang kali dinding rahimnya tersundul oleh ujung gundul penis hitam itu. Kedua payudaranya pun meloncat-loncat dengan indah. Kedua payudaranya semakin membuat pak Abdi mempercepat hujamannya.

“Aaahhhh. Aaahhhh mbaaakkk. Aaahhhhhh.”

“Aaahhh terusss paaak. Aaahhhh aaahhh iyaaahh. Iyaaah paaakk. Ouuhhhhhh “

“Dasar lonte, kenapa mbak baru bilang kalau mbak itu sebenarnya wanita murahan!? Aahhhh. Aaahhh.”

“Aaahhh bapaakkk. Aaahhh daleemm bangettt. Bukan begitu, habis aku. Aaaahhh. Aaaahhhh”

“Habis apa mbak? Aaahhh. Aaaahh. Kalau saya tahu dari dulu, saya pasti sudah memuasimu sejak kali pertama saya bertemu! Aaahhhh. Tau kan mbak? Mbak itu primadona! Mbak itu yang tercantik sekampung Nagasari ini. Semua orang selalu membicarakan mbak. Semua orang selalu bermimpi ingin menyetubuhi mbak! Aaahhh. Aaaaahhh.”

“Aaahhhh. Aaahhh. Aakuu tahuuu. Aku tahuu itu paaakkk. Aaahhh.”

“Terus kenapa mbak gak segera menunjukkan jati diri mbak? Semua orang pasti akan secara sukarela untuk memuasi mbak! Aaahhh. Aaahhhh!”

“Aaahhh terusss. Aaahhhh. Aaahhhh. Karena aku gak sembarangan dalam memilih partner sex aku. Aku punya kriteria tersendiri pak. Dan bapak adalah seseorang yang sesuai dengan kriteria sex aku.” Jawab Nayla ditengah-tengah hujaman penis pak Abdi.

“Kriteria? Aaahhhh. Aaahhh. Aaaaahhhh.” Desah pak Abdi ngos-ngosan.

“Iyaaahh. Iyaaaahhh. Hanya seseorang yang bisa membangkitkan syahwatku yang boleh berhubungan sex denganku.” Jawab Nayla yang membuat pak Abdi kegirangan mendengar jawaban Nayla. Tidak hanya itu, kendali kini kembali dipegang oleh Nayla.

“Jadi, apa yang membuat mbak nafsu ke saya?” Tanya pak Abdi penasaran.

“Kontol bapak, tubuh bapak. Ada pokoknya. Yang jelas bapak bikin aku nafsu. Bapak udah membangkitkan sisi nakalku.” Ujar Nayla yang langsung tancap gas menggoyang pinggul pak Abdi.

“Aaaahhhhh. Aaaaaahhhh. Saya udah bikin mbak bernafsu?” Tanya pak Abdi bertahan ditengah goyangan nikmat Nayla.

“Iyaaahhh. Iyaaaahh. Bapak harus tanggung jawab. Bapak harus memuasiku. Bapak harus bisa bikin aku orgasme sebanyak-banyaknya!” Ujar Nayla saking nafsunya.

Pinggulnya dengan liar bergerak semakin kencang. Mulanya pinggulnya ia gerakkan maju, lalu ia goyang ke kanan, lalu ke belakang, lalu ke kiri sebelum maju ke depan lagi. Ia terus melakukan goyangan memutar untuk melampiaskan hasratnya yang semakin besar. Ia juga meremasi kedua payudaranya bahkan memelintir putingnya.

Nafsunya telah memuncak. Tak peduli dengan statusnya sebagai akhwat bercadar. Tak peduli dengan siapa ia melampiaskan nafsunya sekarang. Ia hanya ingin satu. Pelampiasan syahwat kepada pria tua yang sedang bersamanya sekarang.

“Aaahhh bapaaakkk. Aaahhhh. Aaaaahhhh.”

“Aaahhhhh iyaahhh. Aaahhh terus mbaak. Aaaahhh binal sekali dirimu itu mbaakk. Daasar lonteee. Dasar akhwat jalang. Mbak pengen kenikmatan? Akan saya berikan sekarang.” Ujar pak Abdi yang tiba-tiba memegangi paha mulus Nayla lalu melesatkan pinggulnya naik hingga penisnya itu menusuk dinding rahim Nayla dengan kuat.

“Aaaahhhh bapaaaakkkkkkk!!!!” Nayla menjerit nikmat. Jeritannya yang kencang bisa saja terdengar oleh orang-orang yang berada di luar rumah.

Ia merasa nikmat. Bahkan saking nikmatnya, ia sampai ambruk lagi untuk kedua kalinya diatas pelukan pria kekar itu.

“Hah. Hah. Hah.” Nafas Nayla yang wangi berhembus di wajah kuli tua itu. Payudaranya yang besar pun terhimpit diantara tubuhnya dan tubuh kuli kekar itu. Keringatnya penuh membasahi tubuh rampingnya itu. Nayla terlihat semakin menggairahkan. Pak Abdi yang kelewat nafsu pun tak tahan ingin kembali menghujami rahim akhwat bercadar itu.

“Ayo mbak kita lanjut. Saya udah gak tahan lagi.” Kata pak Abdi yang membalikkan posisi mereka berdua.

Nayla pun dibaringkan diatas ranjang tidurnya. Sedangkan pak Abdi duduk berlutut didepan selangkangan Nayla yang terbuka lebar dihadapannya. Penisnya kembali ia masukkan. Ia pun bersiap untuk membalas kesempatan langka yang sudah Nayla berikan padanya di malam hari itu.

“Bersiap ya mbak. Saya akan membalas kepercayaan mbak yang sudah memilih saya untuk melampiaskan nafsu mbak itu. Heenkkgghhh!!!!” Dengan sekuat tenaga, ia langsung menancapkan penisnya dengan kencang hingga tubuh Nayla terdorong ke belakang.

“Aaaahhh bapaaaakkk.” Nayla menjerit dengan manja. Matanya memejam dan kepalanya ia dongakkan ke atas. Kedua kakinya pun tak sengaja merapat. Hal itu membuat penis pak Abdi semakin terjepit di dalam.


NAYLA


PAK ABDI

“Gimana? Ini yang mbak mau kan?” Tanya pak Abdi sambil mendekap pinggang ramping Nayla.

Nayla sambil tersenyum menganggukkan kepalanya pelan. Entah kenapa rasanya ia begitu bahagia saat disetubuhi oleh pria tua itu lagi. Seketika dirinya teringat oleh tatapan mesum pak Abdi yang tertuju pada kedua payudaranya. Ia kemudian menatap wajah tua itu lagi. Benar saja. Lagi-lagi kuli tua itu sedang menatap kemegahan kedua payudaranya.

“Diliatin doang pak? Kalau bapak mau, bapak boleh kok nyusu di susu aku.” Ucap Nayla yang membuat pipi pak Abdi memerah.

“Hehe keliatan ya mbak? Duh jadi malu.” Ucap pak Abdi sambil meremas-remas susu bulat Nayla.

“Aaahhh. Aaahh iyaahhh. Mmmpphh geli paak. Mmpphhh.” Desah Nayla menikmati remasan pak Abdi.

“Saya gak nyangka, dibalik gamis longgar yang mbak biasa pakai. Ada gunung kembar sebesar ini yang tersembunyi dibaliknya.” Puji pak Abdi yang terus memainkan payudara Nayla.

“Aaahhhh hihihihi. Iyaa. Pelan-pelan ya, mbok meletus. Entar keluar lahar putihnya loh.” Goda Nayla yang membuat pak Abdi melotot.

“Eh, apa masih keluar susunya mbak?” Tanya pak Abdi antusias.

“Gak tau. Coba aja.” Tantang Nayla yang membuat pak Abdi geregetan.

Tanpa ba-bi-bu lagi. Kuli tua itu langsung menundukkan tubuhnya lalu menggigit puting pink itu dengan nafsunya.

“Mmmppphhhhh.” Nayla memejam merasakan hisapan yang begitu kuat dari kuli kekar itu.

“Sssllrppp mpphhhh. Ssllrrpppp. Ssllrrpppp. Mmppphhhh.” Bagaikan bayi tua yang kehausan. Pak Abdi langsung mendekap sela-sela jari Nayla lalu merenggangkannya lebar-lebar. Sedangkan bibirnya menyeruput puting indah itu dengan nikmat. Tak cuma menyeruput, lidahnya juga menoel-noel lalu menjilat-jilat area disekitar putingnya dengan lembut.

“Aaahhhh paakkkk. Mmppphhhhhh. Mmpppphhhhhh.” Desah Nayla menikmati semuanya.

Dengan rakusnya, Pak Abdi menyedot puting Nayla. Kedua tangannya bahkan berpindah dengan meremas-remas kedua gunung kembarnya. Ia begitu berharap bisa menyusu di kedua gunung kembar Nayla. Ia bahkan berpindah dari satu payudara ke payudara lainnya. Ia kembali menyeruput payudara satunya. Bahkan menggigitnya pelan yang mengakibatkan birahi Nayla terus bergejolak hingga wajahnya terangkat menatap langit-langit ruangan.

“Aaaahhhh iyaahhh. Aahhhh jangan digigit paakk.”

Pak Abdi tak peduli. Nafsunya yang sudah berada di puncak membuatnya terus menyusu di wanita yang sudah menjadi istri orang itu. Nayla yang terus dirangsang payudaranya membuatnya terus menggelinjang. Tubuhnya bahkan nyaris terangkat kalau tidak ditindihi oleh pak Abdi. Lalu, vaginanya yang sudah tertancap penis tuanya semakin gatal akibat dianggurkan oleh pejantannya.

“Slllrrpppp. Sssllrrppppp. Mmppphhhh.” Lagi-lagi, pak Abdi terus berusaha. Rasa gemasnya pada payudara yang sangat sentosa itu serta asanya yang ingin meminum setetes susu membuatnya terus menyeruput dan meremas payudara yang sangat bulat itu.

Tak disangka, setetes susu keluar dari dalam pentil Nayla yang berwarna pink itu. Melihat harapannya terwujud. Pak Abdi dengan rakusnya terus mengenyot-ngenyot susu Nayla untuk meminum tiap tetes susu yang keluar dari gunung kembar itu.

“Mmpphhh. Mmpphhhh. Mmpphhh.”

“Aaahhh paaakk. Aaahhhh. Aaahhhh. Bapaaaakkk.”

Nayla pun pasrah. Ia tahu kalau dirinya hanya bisa membiarkan kuli tua itu menjadi saudara sepersusuan putranya.

“Sssslllrrpppp mmpphhh puasnyaaaa.” Ucap pak Abdi setelah menghilangkan rasa dahaganya. Ia kemudian melepas cumbuannya, lalu wajahnya ia angkat tuk menatap wajah indah yang dimiliki oleh akhwat jalang itu.

“Uuhhh bapaaakk.” Wajah Nayla terlihat lemas saat menyusui balita, bayi dibawah lima puluh tahun itu.

“Puasnya. Makasih ya udah dikasih jatah susu sama mbak.” Ucap kuli tua itu tersenyum.

“Dasar, itu jatah dek Dani malam ini tau. Malah diminum sama bapak.” Ucap Nayla tersenyum.

“Gapapa kan? Sebagai balasannya, saya akan memberimu kepuasan yang tidak terkira.” Ucap pak Abdi sambil tersenyum mesum. Kuli tua itu lekas menegakkan tubuhnya. Ia terlihat seperti hendak berancang-ancang. “Siap-siap yah mbak.” Lanjut Nayla dengan segera.

“Siap-siap?” Tanya Nayla yang masih ngelag setelah menyusui bayi tua itu. Namun seketika ia mulai memahami apa yang dimaksud oleh kuli tua itu saat tubuh kekarnya tiba-tiba mundur hingga penisnya nyaris terlepas dari dalam lubang sempitnya.

Sedetik kemudian.

Jleeeebbbbb!

“Aaaaaaahhhhhhhhhh..” Desah kedua insan itu secara bersamaan.

Tiba-tiba pak Abdi kembali memundurkan pinggulnya lalu mendorongnya lagi.

Jjleeebbbbb!

“Aaaaahhhhhhhh” Lagi-lagi keduanya mendesah seiring menikmati pergerakan tubuh sang kuli.

Setelah penis pak Abdi menancam di dalam seluruhnya. Ia pun diam sejenak sambil menatap keindahan sang akhwat. Senyum seketika mengembang di bibirnya. Nayla yang sedang lemas pun tersipu saat disenyumi seperti itu.

Lalu, tiba-tiba wajah pak Abdi mendekat. Ia sedikit menundukkan wajahnya. Kedua tangannya kembali merambat tuk mendekap kesepuluh jemari Nayla. Dengan wajah yang semakin dekat, Nayla yang malu segera menolehkan wajahnya ke samping. Pak Abdi semakin tersenyum lebar. Seketika ia memanggil wanita pemuasnya yang membuatnya menoleh ke arahnya.

“Mbak.”

“Iyya pak.”

“Ada yang ingin saya sampaikan semenjak kali pertama kita bertemu.”

“Hm apa itu pak?” Tanya Nayla penasaran.

Senyum pak Abdi semakin mengembang. Ia dengan malu-malu lalu berkata. “Saya mencintaimu mbak Nayla. Ini bukti dari saya kalau saya benar-benar mencintai mbak.” Ujar pak Abdi yang langsung nyerocos mencumbu bibir Nayla setelah menaikkan cadarnya.

“Bapaaak. Mmpphhhh.”

Cuuuppppp!!!

Bibir mereka bertemu. Bibir mereka bertubrukan. Bibir mereka saling dorong lalu saling sepong. Pak Abdi dengan liarnya menjepit bibir bawah Nayla. Lalu lidahnya menggeliat membasahi bibir bagian bawah yang dimiliki oleh istri dari Miftah itu.

Tak hanya Pak Abdi yang aktif. Nayla pun aktif dalam membalas cumbuan kuli tua itu. Ia kemudian menjepit bibir atas pak Abdi. Ia kemudian menghisapnya dikala lidahnya menjilati bibir bagian atas itu dengan penuh nafsu.

Lalu lidah mereka saling memasuki mulut lawan main mereka masing-masing. Lidah mereka saling bergesekan. Lidah mereka saling melilit. Lidah mereka saling mendorong bahkan lidah mereka seperti sedang bergulat di dalam mulut masing-masing secara bergantian.

Liur sampai menetes jatuh. Terutama Nayla yang sudah dikuasai nafsu. Begitupula pak Abdi yang sudah diujung nafsu. Pinggulnya kemudian kembali bergerak. Pinggulnya pun berpacu tatkala bibirnya tengah asyik mencumbu.

“Mmppphhh. Mmpphh. Mmpphh.” Keduanya mendesah secara tertahan ditengah cumbuan mereka yang semakin panas.

Pinggul pak Abdi pun bergerak maju mundur. Pinggulnya yang awalnya bergerak pelan lama-lama bergerak semakin cepat. Kesepuluh jari Nayla didekapnya dengan erat. Tubuh rampingnya pun ditindihi oleh tubuh kekar pak Abdi. Dada bulatnya pun tertindih oleh dada bidang pak Abdi. Pak Abdi memejam. Ia tengah menikmati kemewahan yang sedang ada dibawahnya.

“Mmpphhhh. Mmppphhh paaakk Mmppphhh.” Desah pak Abdi yang terus menikmati cumbuannya.

“Mmpphhhh iyaa paak. Mmpphhhh. Terus sodok yang kencang paakkk. Mmppphhhh. Nikmati memekku sepuas bapak.” Desah Nayla ditengah cumbuannya.

“Mmmppphhh iyaahh mbaak. Akan saya lakukan. Mmppphhh.” Desah pak Abdi yang mempercepat sodokannya.

Naik turun, naik turun, naik turun. Pak Abdi terus menghujami rahim Nayla tanpa ampun. Penisnya dengan tega menyundul-nyundul dinding rahim Nayla dengan kuat. Batangnya yang kekar dan dipenuhi guratan urat yang menonjol keluar terus menggesek-gesek dinding vagina Nayla dengan cepat.

Rahim Nayla pun semakin basah. Rahimnya semakin dipenuhi cairan cinta hingga terdengar bunyi cipratan di dalam.

Bibir pak Abdi pun terus aktif dalam melahap bibir manis Nayla. Bahkan sesekali lidahnya keluar menjilati pipi chubby Nayla. Ia bahkan sesekali meludahi mulut Nayla.

Nayla dengan binalnya justru menelan semua ludah itu. Ia juga pasrah membiarkan kuli kekar itu melakukan semuanya pada tubuh indahnya. Ia biarkan rahimnya dikobok-kobok. Ia biarkan rahimnya dikocok-kocok. Ia biarkan rahim yang seharusnya hanya boleh dimasuki oleh penis suaminya, ditusuk-tusuk oleh penis seseorang yang baru dikenalnya di pagi tadi.

Kebinalan Nayla semakin menjadi. Ia bahkan melakukannya diatas ranjang yang seharusnya hanya bisa ditiduri olehnya dan suami.

Ditengah hujaman penis pak Abdi yang semakin kencang. Ada nafsu yang tak bisa lagi ia tahan. Nafsu kuli itu memuncak. Syahwatnya dalam menyenggamai akhwat bercadar itu semakin kuat.

“Mmppphhh mbaaakk. Mmpphhh saya udah gak kuat. Saya mau kelluaarrr.” Desah pak Abdi yang langsung bangkit, melepas cumbuannya, lalu tangannya meremas-remas payudara pemuasnya.

“Aaahh iyaahh paakk. Aku jugaaa. Teruss. Sodok memek aku pak. Sodok yang kencaang. Jangan bapak tahan.”desah Nayla menyemangati.

Kedua insan yang sudah dibutakan oleh hawa nafsu itu terus bergumul. Remasan yang pak Abdi lakukan pada payudara Nayla semakin kencang. Remasan semakin kuat. Bahkan susunya sampai mencuat akibat remasan kuli tua itu.

“Aaahhh bapaakkkk. Bapaaakk. Aaaaahhhhh.” Jerit Nayla sekuat-kuatnya.

“Aaahhh. Aaaahhhh. Terima iniii. Terima inii dasar lonte murahan. Aaahhh. Aaahhh.” Saking nafsunya, ia sampai memaki wanita yang ia kira sholehah itu.

Bukannya marah atau terluka. Nayla justru semakin bernafsu akibat dari makian kuli tua itu.

“Aaahhhh iyaahh. Hukum aku paakk. Aaaahh. Hukummm. Hukummm mmppphhhh.”

“Hukuum? Iniii hukuman dari saya. Terima inii. Iniii. Iniii. Laagii. Aaaahhh yaaahhh.”

Jleeebbb. Jleeebbb. Jleeebb!!!

“Aaaahhhhh bapaaakkk. Aaahhh akuu mauu kelluaarr. Aakuuu mauu kelluaarrr.” Jerit Nayla tak kuat.

“Aaahhh saya jugaa mbaakk. Sayaaa jugaaa.” Jerit pak Abdi yang sudah tak kuat lagi.

Ditengah hembusan nafas mereka berdua yang semakin berat. Ditengah guyuran peluh mereka yang semakin membanjir. Penis pak Abdi terus menggempur liang sempit Nayla yang semakin basah oleh cairan cintanya. Rahim Nayla sudah seperti tempat untuk merujak buah dengan cara dibebek. Semakin ada bebekan dari penis pak Abdi. Buah yang dibebek itu semakin mengeluarkan cairannya dari dalam.

Masing-masing dari mereka pun sudah merasakan adanya gelombang dahsyat yang akan keluar sebentar lagi.

“Aaahhhh. Aahhhhh. Aaaahhhh bapaaaakkk. Aku udah gak kuat lagi. Aku udah gak kuat lagi.”

“Aaahhh iyahhh sama saya juga mbaakk. Saya mau keluaar. Saya mauu kelluaarrr.”

Plookkk. Plokkk. Plokkkk.

“Aaahhhhhh. Aaahhhh. Aaahhh mbaakkkkkk.” Seketika pak Abdi membenamkan penisnya sedalam-dalamnya ke rahim kehangatan Nayla. Akibatnya, rahimnya semakin terdorong oleh ujung gundul penis tua kuli kekar itu.

“Baaaapppaakkk!!!.” Tusukan kuat yang pak Abdi lakukan membuat Nayla berteriak kencang. Rasanya sudah seperti dihujami oleh gagang besi yang sangat keras. Tetapi, bukan rasa sakit yang Nayla rasakan kali ini. Melainkan rasa nikmat yang diikuti oleh semprotan dahsyat yang keluar setelahnya.

“Keellluuuaaaaarrrrr!” jerit keduanya secara bersamaan.

Ccrroottt. Crroottt. Crrootttt!!!

Seketika pak Abdi langsung ambruk setelah memenuhi rahim Nayla menggunakan pejuhnya itu. Matanya merem melek keenakan. Tubuhnya kelojotan. Kenikmatan yang begitu dahsyat membuat tubuhnya lemas seketika.

Hal sama pun dirasakan oleh Nayla. Campuran antara cairan cintanya dengan sperma pak Abdi bercampur di dalam menjadi satu. Ada sensasi nikmat yang ia rasakan saat disemprot oleh sperma milik seorang pria tua. Nayla kini benar-benar puas.

Ia bahkan terus memejam dengan mulut yang terbuka setelah mendapatkan kenikmatan yang tiada tara.

Maafin adek mas. Adek gak tahan. Maaf kalau adek harus mengkhianati mas sekali lagi. Hati adek tetep milik mas kok. Tapi tubuh adek milik semua. Maaf udah ngelakuin kayak gini lagi dibelakang mas.

Batin Nayla saat teringat suaminya setelah mendapatkan akal sehatnya kembali.

Tapi ia tak benar-benar menyesal. Ia justru menginginkan hal seperti ini lagi lain kali. Terutama dengan pria tua lain yang ia temui di kampung Nagasari ini.

Assalamualaikum. Sayang? Kamu di mana? Mas pulang.”

Terdengar suara yang tentunya tak asing bagi mereka berdua. Sepertinya dari pintu depan rumah. Suara itu jelas mengejutkan kedua insan telanjang yang baru saja usai memadu kasih. Ini benar-benar di luar perencanaan.

Mata mereka berdua langsung terbuka lebar, wajah mereka sama-sama menoleh ke arah pintu masuk kamar.

“Ce-celaka. Itu Mas Miftah! Pak! Buruan ngumpet, Pak! Buruan!” bisik Nayla dengan panik.

“Maunya begitu. Tapi saya lemes banget, Mbak. Tubuh saya sama sekali gak bisa gerak ini,” jawaban pak Abdi semakin membuat Nayla panik. Gimana sih ini orang?

“Jangan main-main, Paaakk! Itu ada suami aku di ruang tamu! Aku gak mau ketahuan! Panjang nanti urusannya! Buruan ngumpeett!!” Nayla mendorong pak Abdi supaya lekas bersembunyi.

“Iyaaa, mbaakk! Saya juga maunya begitu! Tapi saya bener-bener gak bisa bergerak ini! Saya terlanjur lemas, Mbak,” balas pak Abdi yang sungguh-sungguh tak bisa bergerak, “saya sudah kehabisan tenaga.”

Lama kelamaan, terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekati pintu kamar. Baik Nayla dan pak Abdi terdiam. Kuli tua itu masih ambruk di atas tubuh polos Nayla yang terbaring di atas ranjang tidurnya.

Tokkk. Tokkk. Tokkkk.

Terdengar suara ketukan pelan di pintu yang membuat jantung keduanya berdebar. Saat itu barulah energi pak Abdi kembali. Ia pun panik harus melakukan apa saat ini.

“Sayang? Kamu sudah tidur?” tanya Miftah dengan perlahan, khawatir membangunkan sang istri yang ia perkirakan sudah terlelap.

Gagang pintu bergerak turun. Sebentar lagi Miftah akan masuk ke dalam kamarnya. Jantung Nayla sudah mau copot. Ia tidak lagi bisa mengontrol situasi.

Gawaattt. Maasss, maafin akuuu.

Batin Nayla remuk redam, ia ketakutan, sangat ketakutan. Ia pun memejamkan mata. Pasrah dengan segala kemungkinan yang terjadi. Pasrah sepasrah-pasrahnya dengan semua hal yang akan menimpanya.

“Sa-sayaaaang?” Miftah tercekat, suaranya parau. Ia sangat terkejut.

Lalu hening.



TAMAT
 
Wihhhh keren suhu.... Sayang si harus berakhir gini .. tp it is what it is! Semangat dah buat smw suhu disini
 
Makasih banget ya buat cerita bersambungnya sejuh ini hingga tamat! Ane bener-bener suka dan ini salah satu cerpan legend yang mungkin gak akan terlupakan.
 
Senang sekaligus sedih membaca part terakhir nayla-nya suhu TJ/Augustus.

Terima kasih suhu Augustus. All the credit for u.
& Terima kasih juga ke suhu Tomat sudah membagikan part terakhir ini ke kita.

Sekalian boleh agak dibujuk-bujuk suhu kita yg satu itu agar come back, lagi.. :semangat:
 
Selamat atas tamatnya side story di Balik Gamis Nayla suhu Topi Jerami, mungkin meskipun sudah 2x dibanned pun, suhu Topi Jerami tetap menjadi penulis legenda di forum ini, lebih berkontribusi dan membuat forum ini memiliki warna yang lebih beragam, jangan kapok nulis dan muncul lagi suhu, sumpah penggemar garis kerasmu banyak sekali di forum ini, yang mana mungkin si Admin forum yang otoriter kalah terkenal dibandingkan dirimu hehehe

Terimakasih suhu @killertomato yang berkenan membuat thread untuk sang sahabat seperjuangan, keberkenanan suhu Killertommato membuat gelombang protes dari penggemar suhu Topi Jerami mungkin akan mereda, dan kepercayaan suhu Topi Jerami ke suhu Killertommato itu menunjukkan bahwa suhu Killertommato adalah penulis yang paling dihormati di forum ini oleh suhu Topi Jerami, dan mungkin bukan hanya Topi Jerami tapi semua penulis di forum ini, salah satu legenda yang telah menelurkan maha karya Ranjang Yang Ternoda yang karya panasnya sudah melintasi zaman

Sukses dan Semangat suhu-suhu semua
 
Ngerasa kangen banget sama cerita ini. Pengen terus hidup seri ini..
sampe ane kepikiran pengen bikin versi cerita yang beda tentang Nayla ini,
sekalian buat belajar nulis, pengen buat kayak semacam multiverse alternate version gitu,
misalnya Petualangan Nayla atau Dunia Nayla. Menurut kalian gimana?

Ane kepikiran ide ceritanya mulai dari premis yang sama dari hijrah nayla buat reset cerita,
Dimana Nayla, seorang wanita yg berusaha memulai kehidupan barunya di pinggiran kota,
tapi mendapati dirinya terjebak dalam tantangan besar setelah mengalami kecelakaan
yang merenggut sebagian besar ingatannya. Dalam ketiadaan ingatan,
hanya bayang-bayang penyesalan yang memenuhi ruang hampa di hatinya.

Terkuak sedikit ingatan yang menghantuinya, menunjukkan bahwa masa lalu gelapnya
tidak sejalan dengan citra seorang istri yang berbakti pada suaminya.
Ketetapan hati Nayla muncul, dia bertekad dan berjanji pada dirinya sendiri
untuk berubah menjadi lebih baik. dan tekad ini akan diuji dalam ujian kehidupan
yang belum pernah ia bayangkan.


Memori yang Hilang, Cinta yang Ditemukan

Flashbacks universe yg berbeda dimulai dari eksplorasi Nayla sebagai seorang selebgram
yang sedang merintis karirnya. Pencariannya untuk pengganti fotografer lamanya
membuka lembaran baru dalam perjalanan hidupnya.

Ketika Sheila, sahabat Nayla, memperkenalkan Arya sebagai fotografer potensial,
dunia Nayla berubah secara tak terduga. Meskipun selalu terlihat cuek dan tidak peduli
dengan cowok sekitarnya, Nayla menemukan denyut-denyut aneh di hatinya
setiap kali bersama Arya.

Kejutan terbesar menanti Nayla saat ia mengetahui bahwa
Arya bukan hanya seorang fotografer, melainkan kekasih Sheila, sahabat Nayla sendiri,
dan sahabat SMA tunangannya, yaitu Mifta.

Dalam pusaran emosi yang rumit, Nayla terjebak dalam konflik batin.
Harus memilih antara cinta yang tumbuh di hatinya, kesetiaan kepada sahabat atau tunangannya.

Setelah itu lanjut bab dengan muncul karakter2 lain.
Mending pakai nama karakter bapak2 yg sama tapi beda cerita,
atau beda karakter sekalian ya?


trus mungkin kalau di cerita originalnya, pemicu libido nayla dari mimpi dan minuman,
tp disini muncul ide dari pemikiran ane, kalau cewek alim umumnya jijik mual
pas liat kelamin tua dengan ukuran yg gak lazim, jadi disini idenya dengan
memori ceritanya bersama arya yg ane jadikan pemicu sekaligus alasan logis
kenapa nayla yg alim itu tidak jijik karena bentuk dan ukurannya mirip punya arya.
Masuk akal jg ga si menurut agan2 disini? Ato cuma ane aja :matabelo:

Oiya, Kalo mau buat kayak gitu, sebutannya apa ya? Remake kah?
Terus, kalo nanti suatu hari jadi n pengen post, buat ijinnya gimana ya? Apakah lewat suhu @killertomato ?
Sama, mendingan bikin ceritanya dulu atau cari ijin dulu ya?
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd