marsena
Adik Semprot
- Daftar
- 14 Jan 2018
- Post
- 112
- Like diterima
- 108
Halo para suhu fx cerbung semprot .... izinkan nubie membuat kisah lanjutan dari cerbung yang pernah ane posting ya ... mohon maaf kalo banyak kekurangan disana sini jangan lupa kritik dan sarannya ya ...
Detak Waktu Season 2 ( Surat Cinta untuk Raisa)
Pernahkah kalian merasa bosan setiap hari?. Melakukan hal yang sama setiap hari seakan waktu berlalu dengan percuma. Setiap hari selalu merasa terkekang oleh berbagai aturan yang membuatmu jenuh. Menurut kalian apakah arti kebebasan sesungguhnya?. Jika seseorang yang memberimu kebebasan tiba-tiba menghilang, apakah kamu kembali terkekang oleh aturan yang membosankan atau justru membuatmu terbang sebebas merpati?.
****
1. Sebuah kisah masa lalu
Rintik hujan mulai turun membasahi jendala kamar rumah sakir tempatku dirawat. Mataku menerawang keluar jendela melihat seorang pengemis yang berusaha memayungi anaknya dengan selembar kardus. Sang ibu terus berusaha memayungi anaknya tanpa memperdulikan dirinya yang kehujanan. Mereka menyusuri jalan dan berteduh di halte depan rumah sakit. Tiba-tiba aku teringat kejadian 5 tahun yang lalu saat aku divonis menderita penyakit yang membuatku terkekang.
“Bu, aku berangkat sekolah dulu ya” ujarku sambil mencium telapak tangannya.
“Semangat ya belajarnya ini hari pertama kamu belajar di SMP. Jangan sampai terlambat”. Aku hanya menganggukkan kepalaku dan berjalan cepat keluar rumah. Hari ini ada upacara penerimaan siswa baru jadi aku tidak boleh terlambat. Jarum jam menunjukkan pukul 06:50 saat aku tiba di sekolah. Beberapa siswa baru yang sudah datang berbaris di lapangan upacara. Kulihat beberapa siswa baru tampak bersemangat seakan tidak sabar untuk belajar di sekolah barunya. Aku bergegas menyimpan tasku di belakang barisan dan berdiri di barisan belakang. Sinar matahari pagi mulai membuat beberapa siswa berkeringat. Saat kepala sekolah ingin menyampaikan amanat, tiba-tiba kepalaku menjadi pusing. Mataku berkunang-kunang dan dadaku terasa sakit sekali. Kakiku tidak bisa menopang tubuhku yang lemas. Pandanganku kabur perlahan semuanya menjadi gelap.
“Raisa...ayo bangun Raisa... sadarlah” suara serak itu membangunkanku dari mimpi panjangku. Perlahan aku membuka kelopak mataku sambil memandang ruangan yang terasa asing bagiku. Dadaku masih terasa sesak membuatku sedikit kasulitan bernafas. Aku melihat seorang perempuan tengah menangis disampingku. Ia tampak terkejut melihatku yang baru terbangun.
“Bu, kita ada dimana?” tanyaku lirih.
“Kamu di rumah sakit sayang. Kamu pingsan saat upacara penerimaan dan kamu sudah koma 2 hari”. Aku terkejut mendengar jawaban ibuku. Perlahan kugenggam tangan keriput yang ada diatas perutku.
“Bu, Raisa sakit apa? Kok sampai koma” tanyaku penasaran.
Ibuku mengelus kepalaku dengan lembut dan mendekap kepalaku. Air matanya jatuh membasahi rambutku.
“Nak, kamu yang sabar ya. Kamu divonis terkena penyakit detak waktu. Jika dilihat dari kerusakan otot jantungmu dokter memperkirakan umurmu tinggal 7 tahun lagi” lirih ibuku. Aku seperti tersambar petir mendengar jawaban dari ibuku. Pelan-pelan aku berusaha melepaskan diri dari dekapan ibuku. Kutatap matanya yang masih berkaca-kaca. Aku berusaha menguasai diriku dari shock yang datang tiba-tiba. Ibuku berusaha menjelaskan keadaan jantungku yang didiagnosis menderita kelainan pada otot jantung. Aku berusaha menahan air mataku selama mendengar penjelasan ibuku.
“Intinya jantungmu tidak boleh bekerja terlalu keras. Semakin cepat jantungmu memompa darah maka kerusakannya akan semakin parah dan sisa umurmu akan lebih pendek dari prediksi dokter” jelas ibuku. Aku tak kuasa menahan air mataku setelah mendengar penjelasan ibuku. Ia kembali mendekap tubuhku sambil berusaha menenangkan perasaanku yang bercampur aduk.
“Kamu tenang saja, Sa. Ibu berjanji akan selalu ada disampingmu. Ibu akan selalu menjagamu” ujar Ibuku memelukku erat. Semenjak itu aku tidak diperbolehkan keluar rumah tanpa seizin dan pengawasan ibuku. Aku keluar dari sekolah dan terpaksa home schollling. Hidupku seperti seekor burung di dalam sangkar.
Hujan turun semakin deras membasahi pohon palem yang ditanam di pinggir jalan raya. Udara dingin mulai masuk kedalam ruanganku. Aku meneguk secangkir teh manis hangat yang diberikan ibuku saat ia datang menjenguk tadi siang. Mataku kembali menyapu pandangan keluar mengusir kebosananku yang termenung sendiri diatas ranjang. Aku melihat dua anak SMA tengah berjalan menembus hujan hanya dengan sebuah payung kecil. Mereka asyik bersenda gurau di bawah payung tanpa memperdulikan salah satu lengan mereka yang basah terkena hujan. Mereka tampak menikmati masa-masa indahnya berpacaran. Aku juga pernah merasakan indahnya jatuh cinta. Cinta pertama dan terakhir yang bisa melepaskanku dari segala aturan yang mengurungku selama ini.
“Bu, aku bosan di rumah terus. Aku ingin bermain dan belajar di sekolah umum seperti anak normal lainnya” rengekku.
“Raisa, kamu tahu sendiri bagaimana kodisi tubuhmu. Kamu mau bolak balik masuk rumah sakit lagi” ibuku membaca majalah yang baru saja dibelinya. Aku hanya bisa terdiam mendengar jawaban ibuku.
“Setiap hari kamu juga home schooling. Kamu itu tidak cocok bersekolah seperti anak normal lainnya. Kodisi kesehatanmu juga belum stabil” sambung ibuku.
“Ayo dong mah...Raisa bosan belajar dirumah. Jika kondisi badan Raisa sudah baik apakah ibu mengizinkan Raisa sekolah di SMA biasa? Raisa janji akan menuruti semua peraturan ibu dan menjaga diri dengan baik. Boleh ya bu?”.
“Hah...iya iya. Nanti ibu tanyakan dulu ke dokter. Jika dokter tidak mengizinkan, kamu harus home schooling lagi ya” ujar ibuku. Sejak saat itu aku sangat menjaga pola makanku. Aku menghindari segala aktivitas yang bisa membuatku deg-degan. Akhirnya dokter mengizinkanku untuk kembali bersekolah dengan beberapa aturan yang tidak boleh dilanggar.
Detak Waktu Season 2 ( Surat Cinta untuk Raisa)
Pernahkah kalian merasa bosan setiap hari?. Melakukan hal yang sama setiap hari seakan waktu berlalu dengan percuma. Setiap hari selalu merasa terkekang oleh berbagai aturan yang membuatmu jenuh. Menurut kalian apakah arti kebebasan sesungguhnya?. Jika seseorang yang memberimu kebebasan tiba-tiba menghilang, apakah kamu kembali terkekang oleh aturan yang membosankan atau justru membuatmu terbang sebebas merpati?.
****
1. Sebuah kisah masa lalu
Rintik hujan mulai turun membasahi jendala kamar rumah sakir tempatku dirawat. Mataku menerawang keluar jendela melihat seorang pengemis yang berusaha memayungi anaknya dengan selembar kardus. Sang ibu terus berusaha memayungi anaknya tanpa memperdulikan dirinya yang kehujanan. Mereka menyusuri jalan dan berteduh di halte depan rumah sakit. Tiba-tiba aku teringat kejadian 5 tahun yang lalu saat aku divonis menderita penyakit yang membuatku terkekang.
“Bu, aku berangkat sekolah dulu ya” ujarku sambil mencium telapak tangannya.
“Semangat ya belajarnya ini hari pertama kamu belajar di SMP. Jangan sampai terlambat”. Aku hanya menganggukkan kepalaku dan berjalan cepat keluar rumah. Hari ini ada upacara penerimaan siswa baru jadi aku tidak boleh terlambat. Jarum jam menunjukkan pukul 06:50 saat aku tiba di sekolah. Beberapa siswa baru yang sudah datang berbaris di lapangan upacara. Kulihat beberapa siswa baru tampak bersemangat seakan tidak sabar untuk belajar di sekolah barunya. Aku bergegas menyimpan tasku di belakang barisan dan berdiri di barisan belakang. Sinar matahari pagi mulai membuat beberapa siswa berkeringat. Saat kepala sekolah ingin menyampaikan amanat, tiba-tiba kepalaku menjadi pusing. Mataku berkunang-kunang dan dadaku terasa sakit sekali. Kakiku tidak bisa menopang tubuhku yang lemas. Pandanganku kabur perlahan semuanya menjadi gelap.
“Raisa...ayo bangun Raisa... sadarlah” suara serak itu membangunkanku dari mimpi panjangku. Perlahan aku membuka kelopak mataku sambil memandang ruangan yang terasa asing bagiku. Dadaku masih terasa sesak membuatku sedikit kasulitan bernafas. Aku melihat seorang perempuan tengah menangis disampingku. Ia tampak terkejut melihatku yang baru terbangun.
“Bu, kita ada dimana?” tanyaku lirih.
“Kamu di rumah sakit sayang. Kamu pingsan saat upacara penerimaan dan kamu sudah koma 2 hari”. Aku terkejut mendengar jawaban ibuku. Perlahan kugenggam tangan keriput yang ada diatas perutku.
“Bu, Raisa sakit apa? Kok sampai koma” tanyaku penasaran.
Ibuku mengelus kepalaku dengan lembut dan mendekap kepalaku. Air matanya jatuh membasahi rambutku.
“Nak, kamu yang sabar ya. Kamu divonis terkena penyakit detak waktu. Jika dilihat dari kerusakan otot jantungmu dokter memperkirakan umurmu tinggal 7 tahun lagi” lirih ibuku. Aku seperti tersambar petir mendengar jawaban dari ibuku. Pelan-pelan aku berusaha melepaskan diri dari dekapan ibuku. Kutatap matanya yang masih berkaca-kaca. Aku berusaha menguasai diriku dari shock yang datang tiba-tiba. Ibuku berusaha menjelaskan keadaan jantungku yang didiagnosis menderita kelainan pada otot jantung. Aku berusaha menahan air mataku selama mendengar penjelasan ibuku.
“Intinya jantungmu tidak boleh bekerja terlalu keras. Semakin cepat jantungmu memompa darah maka kerusakannya akan semakin parah dan sisa umurmu akan lebih pendek dari prediksi dokter” jelas ibuku. Aku tak kuasa menahan air mataku setelah mendengar penjelasan ibuku. Ia kembali mendekap tubuhku sambil berusaha menenangkan perasaanku yang bercampur aduk.
“Kamu tenang saja, Sa. Ibu berjanji akan selalu ada disampingmu. Ibu akan selalu menjagamu” ujar Ibuku memelukku erat. Semenjak itu aku tidak diperbolehkan keluar rumah tanpa seizin dan pengawasan ibuku. Aku keluar dari sekolah dan terpaksa home schollling. Hidupku seperti seekor burung di dalam sangkar.
Hujan turun semakin deras membasahi pohon palem yang ditanam di pinggir jalan raya. Udara dingin mulai masuk kedalam ruanganku. Aku meneguk secangkir teh manis hangat yang diberikan ibuku saat ia datang menjenguk tadi siang. Mataku kembali menyapu pandangan keluar mengusir kebosananku yang termenung sendiri diatas ranjang. Aku melihat dua anak SMA tengah berjalan menembus hujan hanya dengan sebuah payung kecil. Mereka asyik bersenda gurau di bawah payung tanpa memperdulikan salah satu lengan mereka yang basah terkena hujan. Mereka tampak menikmati masa-masa indahnya berpacaran. Aku juga pernah merasakan indahnya jatuh cinta. Cinta pertama dan terakhir yang bisa melepaskanku dari segala aturan yang mengurungku selama ini.
“Bu, aku bosan di rumah terus. Aku ingin bermain dan belajar di sekolah umum seperti anak normal lainnya” rengekku.
“Raisa, kamu tahu sendiri bagaimana kodisi tubuhmu. Kamu mau bolak balik masuk rumah sakit lagi” ibuku membaca majalah yang baru saja dibelinya. Aku hanya bisa terdiam mendengar jawaban ibuku.
“Setiap hari kamu juga home schooling. Kamu itu tidak cocok bersekolah seperti anak normal lainnya. Kodisi kesehatanmu juga belum stabil” sambung ibuku.
“Ayo dong mah...Raisa bosan belajar dirumah. Jika kondisi badan Raisa sudah baik apakah ibu mengizinkan Raisa sekolah di SMA biasa? Raisa janji akan menuruti semua peraturan ibu dan menjaga diri dengan baik. Boleh ya bu?”.
“Hah...iya iya. Nanti ibu tanyakan dulu ke dokter. Jika dokter tidak mengizinkan, kamu harus home schooling lagi ya” ujar ibuku. Sejak saat itu aku sangat menjaga pola makanku. Aku menghindari segala aktivitas yang bisa membuatku deg-degan. Akhirnya dokter mengizinkanku untuk kembali bersekolah dengan beberapa aturan yang tidak boleh dilanggar.