Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

(Copas + Repost) Mama terlalu menyayangiku

dejongos

Semprot Holic
Daftar
9 Apr 2018
Post
316
Like diterima
1.440
Bimabet
Halo suhu-suhu sekaligus,, nubi yang jongos ini bermaksud untuk kembali posting hasil copas dari entah website apa namanya sekitar tahun 2009 dan udah nubi rapihin supaya enak dibaca.. sekedar ngingetin,, sebenernya nubi punya banyak cerpan yang memang nubi kumpulin pada zamannya karena keterbatasan koneksi internet saat itu..


Ini hasil copas nubi sebelumnya..


Selamat menikmati cerita “Mama Terlalu Menyayangiku” ini suhu-suhu semuanya :beer:

========================================================

Aku hanya bisa memandangi foto orang yang menurut mama adalah ayahku. Disaat aku menyesali segala macam perbuatan terkutukku terhadap mama, orang yang selama 18 tahun telah merawatku seorang diri hingga tumbuh menjadi seperti ini. Aku terlahir sebagai anak yatim karena tak pernah melihat ayahku kecuali foto yang kusaksikan saat ini. Ayahku tewas kecelakaan saat aku dalam kandungan. Dulu ayahku adalah seorang pekerja proyek bangunan irigasi, hingga selalu bekerja berpindah-pindah dari satu pelosok ke pelosok lainnya.

Pada suatu saat di dusun pedalaman sumatera barat, ayahku berkenalan dengan seorang gadis yang selanjutnya menjadi ibuku. Memang mama terlalu dini untuk menikah, saat itu ayahku berumur 27 tahun sedangkan mama baru berumur 15 tahun tapi hal itu bukan menjadi penghalang mereka untuk menikah. Saat itulah ayahku memboyong mama ke jakarta. Namun naas tak dapat dihindari, tiga bulan kemudian ayahku tewas dalam kecelakaan lalu lintas. Dari saat itu mama mengasuhku seorang diri dengan membuka toko kelontong kecil dari uang sisa warisan ayahku hingga berkembang seperti saat ini.

Kejadiannya bermula ketika Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) selesai, waktu itu pukul 9:00 pagi. Aku langsung saja meluncur pulang karena memang aku mesti pulang. Sesampainya di rumah aku melihat mama sedang memasak makanan, hal itu biasa dan memang seperti biasanya, yang luar biasa adalah saat itu mama hanya menggunakan daster yang sangat pendek, hanya setengah paha.

"Ma... itu baju siapa?" tanyaku heran.

Aku dapat melihat walaupun diumurnya yang akan menginjak 36 tahun tapi mama masih memiliki tubuh yang sintal, terlihat dari balik daster itu masih menampakkan tonjolan di pantat dan dadanya. Aku pun larut membantu mama menyiapkan bahan masakan, tapi kembali aku terpaku disaat duduk berhadapan mengiris sayuran, mataku menangkap warna putih celana dalam mama, sebenarnya mama duduk dalam posisi yang biasa, namun ia belum sadar kalau saat itu ia hanya menggunakan daster pendek.

Aku berusaha mangalihkan pandanganku, tapi selalu saja kembali melirik ke arah itu sampai akhirnya aku tertangkap basah. Saat aku melirik disaat itu pula mama melihat ke arahku dan kemudian secara perlahan ia merapatkan pahanya. Kejadian itu membuatku tidak tenang, selalu aku memikirkan apa yang ada di balik warna putih kain penutup tersebut. Walau aku selalu mendapatkan ranking di kelasku tapi dalam hal wanita dan isi dalamnya, aku berada di nomor 39 alias nomor absensi terakhir di kelasku. Hal ini menimbulkan ide gila di kepalaku, tanpa sepengetahuan mama, lubang kunci pintu kamar mandi akan menjadi teropongku! Benar saja sekitar pukul 5 sore jadwal mama mandi. Aku pura pura saja membaca koran di ruang tamu manakala mama lewat hanya melilitkan handuk di tubuhnya.

"Donny... udah mandi belum?" tanyanya sembari berlalu.
"Iya ntar... Mama dulu deh" sahutku sambil berpura-pura serius membaca koran.

Aku mendengar suara pintu kamar mandi ditutup, secepat kilat aku berlari untuk mengintip. Perlahan mama melepaskan handuk yang melilit di tubuhnya. Huftss… tampaknya tak ada lagi yang menutupi tubuh mama, dadanya tampak membulat indah, dengan bulu-bulu lembut menghiasi selangkangannya hingga kemudian ia mulai mengguyurkan tubuhnya denghan air. "Jduk..." tiba-tiba kepalaku terbentur gagang pintu karena kurang konsentrasi. Aku tak tahu apakah mama merasa curiga atau tidak karena saat itu aku telah lari kembali ke ruang tamu.

Seminggu telah berlalu dari kejadian tersebut dan kini aku telah mempunyai ide yang lebih gila lagi, "Obat tidur!". Aku membeli pil atifan, kata temanku itu adalah pil penenang dengan efek samping tidur. Disaat makan siang aku membubuhkan atifan yang telah kutumbuk menjadi tepung ke gelas mama. Ternyata memang benar, tak beberapa lama berselang mama telah pulas di kamarnya. Aku menuju kamar mama sejam kemudian, aku berusaha untuk membangunkannya untuk meyakinkan bahwa ia benar-benar tidur.

"Ma... ma... Mama…" tak ada reaksi.

Aku memegang tangannya untuk lebih yakin lagi, tapi masih juga tak ada reaksi dan aku merasa lega. Namun masalah kemudian timbul, saat itu mama menggunakan celana panjang lantaran tak sempat untuk mengganti dengan daster tidurnya. Perlahan aku membelai wajahnya, mama memang mempunyai wajah yang sangat cantik, setidaknya itu menurutku. Setelah puas, belaian tanganku mulai turun ke pangkal lehernya yang putih mulus dan jenjang. Ada rasa hangat mulai berdesir di tubuhku, jantungku mulai berpacu tak normal. Sangat pelan aku mulai meraba dada yang masih terbalut oleh bra berwarna krem.

Aku sudah tidak sabar ingin melihat yang lebih jauh lagi. Perlahan sekali aku melepaskan kancing celana panjangnya, kemudian menurunkan resletingnya lebih perlahan lagi, yang kemudian menampakkan celana dalam warna krem juga. Saat itu aku merasa telah berada di dunia lain karena jantungku berdetak begitu kencangnya. Dari ujung kaki aku menarik celana panjang hitam itu hingga terlepas sama sekali. Tak lupa celana dalam krem itupun aku pelorotkan juga. Seumur hidup, baru saat itulah kali pertama aku melihat vagina seorang wanita dari jarak yang begitu dekatnya. Kucoba untuk meregangkan kedua pahanya untuk memperhatikan lebih detail isi dari vagina wanita.

Huftthhh... dengan warna kemerahan sepertinya menantang untuk disentuh, kucoba untuk membelainya kemudian memasukkan jari tengahku ke dalam lubang hangat tersebut, ternyata masih sempit. Sampai di sana aku tak melanjutkan aksiku, kupakaikan kembali pakaiannya seperti semula, akhirnya aku onani sendiri di kamar mandi. Setelah kejadian itu aku jadi semakin berani, saat bercanda dengan mama aku sering mencubit pantatnya. Bahkan, kadang aku sudah berani mencium belakang lehernya, tapi aku tak tahu apakah mama masih menganggapnya itu suatu kewajaran atau mama telah sadar bahwa ada kelainan pada diriku tapi berpura-pura tidak tahu. Terakhir, aku menyewa sebuah VCD, walaupun bukan filmporno tapi dapat dikatakan film itu setingkat diatas film semi.

"Ma... umur Donny sekarang berapa?" tanyaku mencari alasan.
"18... emang kenapa sayang?" jawabnya sambil mengerutkan dahi.
"Berarti Donny boleh nonton film 17 tahun ke atas, khan?" lanjutku kembali.
"Boleh... Donny khan sudah besar..." sahut mama membuatku merasa dewasa.
"Mau khan Mama nonton bareng Donny?" pintaku, dan aku merasa senang saat mama menganggukkan kepalanya tanda ia mau menemaniku. Terlebih saat itu mama memakai daster pendeknya lagi.

((( B E R S A M B U N G )))
 
((( L AN J U T A N )))

Sepuluh menit berlalu setelah film d putar, posisi masih seperti semula, aku memeluk mama dari belakang karena memang sebelumnya adalah biasa kalau aku memeluk mama saat nonton film. Adegan mulai panas ketika memasuki menit ke 15, tak terasa adik kecilku mulai bangkit dari tidurnya. Sialnya lagi badan mama menempel di tubuhku hingga menyulitkan posisi adikku. Untungnya mama mengerti, kemudian menarik badan untuk tidak bersandar lagi ke tubuhku dan kesempatan itu kugunakan untuk memperbaiki posisi adikku. Tak berselang lama kemudian aku memeluk mama lagi, perlahan kutarik tubuhnya untuk bersandar lagi di dadaku. Aku tidak tahu apakah ia merasakan di punggungnya ada benda keras melintang, sementara tanganku masih melingkar manis di perutnya yang ramping.

Adegan film semakin panas, kami hening tak bicara, yang ada hanya suara cegukan air ludah yang ditelan paksa yang terdengar dari mulut kami berdua. Aku memeluknya lebih erat lagi, mama masih diam dan terus menyaksikan film. Darahku sepertinya berdesir hebat, kuberanikan diri untuk mengecup leher bagian belakangnya, satu dua kali mama masih terpaku diam. Akhirnya kubuka pembicaraan.

"Gimana sih rasanya gituan..." tanyaku lirih ketika di layar TV adegan telah menjurus ke hubungan seks.
"Nggak tau Don... Mama juga sudah lupa..." jawabnya lebih lirih lagi tapi matanya tetap lurus ke layar TV.
"Mama nggak pengen gituan lagi?" tanyaku terbata-bata.

Yang pasti pertanyaanku tidak terjawab karena setelah itu hening kembali, sepertinya mama sangat menikmati film tersebut dan tidak mempedulikan semua pertanyaanku. Pelan sekali aku mulai menggerak-gerakan tangan di sekitar perutnya, dasternya begitu tipis hingga terasa sekali kalau tanganku sedang mengitari pusarnya. Aku menciumi lagi leher bagian belakang, antara hidup dan mati aku memberanikan diri untuk menaikkan rabaan tanganku hingga pelan namun pasti tanganku sampai di dada yang menurutku tidak begitu besar tapi masih padat dan montok.

"Ehem..." mama terbatuk, entah sengaja atau tidak, namun hal itu seperti halilintar yang menampar pipiku. Tapi sampai saat itu mama masih membiarkan tanganku di dadanya. Aku memberanikan diri lagi untuk mencium belakang lehernya, nafasku seperti memburu, aku sudah lupa diri, kuciumi semua leher sampai belakang telinganya.

"Hhhsstthhh..." terdengar suara rintihan mama walau pelan tapi terdengar begitu berarti bagiku. Tanganku mulai meremas dadanya, sedangkan tangan kiriku mulai turun menyingkap daster mininya.

"Donny jangan nakal ahh..." mama mulai bicara namun masih juga belum menangkis tanganku.

Suaranya begitu pelan dan lembut. Akupun mulai menurunkan resleting daster yang ada di punggung mama, hingga sebatas pinggang.

"Donny jangan..." Mama mulai bereaksi namun masih belum menghindar.

Kuciumi punggung indah mama sembari tanganku berusaha untuk melepaskan tali BH-nya hingga terlepas sama sekali.

"Sayang mau ngapain sih???" ujar mama sambil menyeringai penuh arti.

Aku terus berusaha untuk menelanjangi mama. Aku melorotkan daster mini itu, dengan mengangkati sedikit saja pantatnya untuk meloloskan daster itu, lepaslah daster mini aduhai tersebut. Kini mama hanya menggunakan celana dalam saja dan tanganku tak henti-hentinya meremas dada mama.

"Hhsssthh… Donny…" mama merintih menikmati belaianku.

Di layar TV nampak adegan permainan yang sensasional, mama terus memandangi film itu sambil menikmati remasanku. Aku mulai mengusap celana dalam mama, mama masih diam. Perlahan kugosokkan secara melingkar, sepertinya mama menikmati setiap sensasi yang kuberikan. Perlahan aku mulai membuka celana dalam mama dan sepertinya mama memberikan jalan untuk itu dengan mengangkat pantatnya hingga kemudian dalam sekejap celana dalam itu telah berada di sampingku alias mama telah bugil total. Kembali tanganku mengusap vagina yang sudah sangat basah bahkan cenderung becek itu, sangat hangat dan seperti ada denyutannya.

"Uhhh... Donny jahat…" kata mama sambil meringis kenikmatan.

Kini aku memberanikan diri untuk mencium bibirnya, tapi sepertinya mama menolak, mama tak mau berhadapan denganku.

"Jangan sayang, ini Mama lho bukan orang lain..." kata mama lagi.

Kesempatan itu kugunakan untuk membuka bajuku sendiri dalam sekejap aku telah bugil juga. Aku masih berusaha untuk menciumi bibirnya. Dua menit kemudian baru aku bisa mendapatkannya. Aku merebahkan mama di lantai, seluruh bibirnya telah kulumat dan mama membalas dengan sangat garang, sepertinya ia sangat haus akan sentuhan setelah sekian lama tak terjamah laki-laki. Aku menindih mama.

"Donny…?" ujar mama sambil membeliakkan matanya seolah tak percaya dengan yang digenggam, ketika tangannya memegang adikku yang sangat sangat tegang.
"Emang kenapa Ma…?" tanyaku disela-sela nafasku yang makin memburu.

Mama kembali terdiam, sedangkan aku terus merangsangnya, aku tak mau mama keburu sadar, pikirku kalau basah ya mandi sekalian. Aku berusaha memasukkan penisku ke vaginanya namun selalu meleset dan meleset, sepertinya ukuran penisku terlalu besar untuk ukuran vagina mama, disamping mama yang selalu menghindari tusukanku.

"Ma... nggak bisa masuk" ujarku perlahan.
"Jangan ya sayang ya, ini mama lho…" mama mulai melarangku sambil membelai rambutku sepertinya ia mulai tersadar.
"Donny tau kok, Mama pengen juga khan?" aku berusaha untuk menghindar disalahkan.
"Mama nggak munafik, mama akui mama pengen, tapi jangan sama Donny dong…" jawab mama lembut untuk meyakinkanku.
"Berarti Mama pengen gituan sama orang ya?" tanyaku balik tak terima.

Sejenak mama terdiam membisu, sekilas aku melihat mata mama mulai berkaca-kaca. Seolah mama tak percaya dengan apa yang baru kuucapkan.

Kemudian berkata, "Mama nggak mungkin gituan sama orang lain, mama terlalu sayang sama Donny… nggak pernah terlintas di kepala mama untuk mencari laki-laki lain…" mama mulai menangis yang membuatku diam sejuta bahasa.

"Bahkan mama rela mati untuk Donny." lanjutnya kembali sambil mengusap air mata yang mulai menetes.
"Mama nggak tega untuk meninggalkan Donny." kembali mama melanjutkan kesahnya.

Aku merebahkan tubuh di samping mama, kondisi kami berdua masih bugil, sedangkan film di TV telah kumatikan. Kami diam, hening sunyi tanpa ada pembicaraan berarti. Aku berpikir bahwa aku benar-benar anak durhaka, bahkan mama sendiri ingin kutiduri.

Ketika tiba-tiba mama bersuara pelan, "Kenapa sih Donny pengen tidurin mama?" tanya mama terdengar seperti pertanyaan seorang hakim di pengadilan.

"Mama… cantik…" ujarku pelan hampir tak terdengar.
"Karena Donny sayang Mama…" lanjutku kembali berusaha untuk meyakinkan mama.
"Mama juga sayang sama Donny, tapi apa harus seperti ini penyampaiannya?" tanya mama lagi lebih mendetail.
"Iya emang Donny salah kok… Donny salah… Donny salah…" tukasku keras sambil duduk dan memakai celana dalam yang sejak tadi berserakan.
"Donny marah???" ujar mama lembut sambil berusaha meraih kepalaku untuk mengelus rambut yang acak-acakan.

Tak lama kemudian mama memelukku sambil sesekali terisak, "Jangan marah ya… jangan siksa perasaan mama…" kata mama disela-sela isak tangisnya.

"Maafin Donny Ma, tadi Donny kurang kontrol," sahutku pelan sambil membelai punggung mulusnya.
"Donny pengen menyerahkan keperjakaan Donny untuk mama, pengen kalau mama orang pertama yang mengajari tentang semuanya, tapi Donny sadar itu salah…" ujarku memperbaiki kesalahan ketika ciuman hangat jatuh di keningku, kemudian turun dan tanpa sadar mulut kami beradu lagi tapi tidak sekencang yang pertama namun begitu lembut, hangat dan mesranya. Giliran mama sekarang yang memelukku erat seolah tak ingin dilepaskannya lagi.


((( B E R S A M B U N G )))

=Karena Copas + Edit pun Butuh Waktu=
 
((( L A N J U T A N )))

"Maafin mama…" ujarnya sambil terus memelukku.
"Mama terlalu egois…" lanjutnya sembari menciumi pipiku dengan penuh kasih sayang.
"Kalau memang itu yang Donny mau…" tanpa meneruskan kalimatnya selanjutnya, mama bangkit kemudian berjalan menuju kamarnya.

Seribu pikiran telah merambah kepalaku, aku bingung harus bagaimana. Tapi akhirnya aku memilih untuk mengambil resiko, ikut masuk ke dalam kamarnya. Aku terpana saat melihat mama tidur terlentang sambil matanya menatap sayu ke arahku. Bulu-bulu lembut tampak semerawut di sekitar selangkangannya. Pelan aku mendekatinya, sepertinya gayung bersambut.

"Mama ingin jadi orang pertama yang memberikan sayang seluruhnya pada Donny…" kata mama sambil berusaha menutupi selangkangan dengan kedua tangannya, nyata sekali kalau mama masih canggung untuk bugil di depan orang. Seketika seranganku ke mulutnya dibalas lebih garang lagi. Aku benar-benar tidak tahan, kucoba memasukkan penisku secepat mungkin. Namun selalu meleset.

"Abis Donny sihh besar sekali…" sambil tangannya menuntun penisku ke liang tempat aku lahir.
"Ditekan… sayang…" lanjut mama sambil tangannya tetap memegang penisku agar diam.

Aku berusaha untuk menekan, namun terasa seperti ada sesuatu yang menahan. Aku terus berusaha sampai akhirnya, "Slebs…" kepala penisku amblas melewati pintu lubang yang sangat sempit itu.

"Ukhh…" mama menjerit tertahan sepertinya mama merasakan sakit. Aku terus menekan menerobos masuk hingga benar-benar amblas seluruhnya, kepala adikku seperti menyentuh sesuatu yang kenyal di kedalaman sana.

"Sayang yang pelan dong…" ujar mama sambil meringis menahan sakit. Aku mulai mengocokkan keluar masuk dam mama benar-benar menikmati setiap gerakan yang kuberikan.

"Uuhh…" mama merintih pelan.

Mama mulai mendekap tubuhku erat, sementara aku terus menurun-naikkan tubuh hingga aku merasakan nikmat luar biasa. Mama mulai maracau tak karuan ketika gerakanku semakin cepat menghantamnya. Suara desahan nafas bercampur dengan suara vagina yang dikocok oleh penisku, begitu kontras. Nyata sekali kalau vagina mama benar-benar telah basah bahkan mungkin sangat becek hingga mengeluarkan suara yang menurutku aneh. Sepertinya ada sesuatu terjadi pada mama, ia semakin mendekapku erat, goyangan pinggulnya semakin liar dan hal itu membuatku seperti akan meledak diiringi keringat yang telah membanjiri tubuh kami berdua. Aku semakin akan mendekati puncak ketika tiba-tiba mama menjerit dan telah sampai pada puncaknya yang sedetik kemudian aku menyusul ke surga dunia tersebut. Aku terkulai lemas, diam tanpa ada suara sedikitpun. Sejenak kemudian ada suara isak tangis dari mulut mama, rupanya mama tersadar kemudian berlari ke kamar mandi, setelah itu hening.

Keesokan harinya keadaan tetap seperti biasanya, hari itu libur sekolahku. Aku tetap berada di rumah untuk menemani mama, aku tak tega untuk meninggalkannya seorang diri di rumah. Saat itu mama sedang mencuci pakaian, mama adalah seorang yang rajin, semua pekerjaan rumah dikerjakan sendiri olehnya, itu yang membuatku terkagum-kagum padanya. Ia selalu mengerjakan semua tanpa pernah meminta tolong kecuali mamang setelah ia tak mampu. Tapi saat itu aku berinisiatif untuk membantunya lagi pula 70% yang dicuci mama adalah bajuku sendiri. Tanpa basa basi aku langsung menuju ember untuk mengucek-ringan baju agar bersih.

"Lho mimpi apa semalam kok tumben nyuci…" kata mama sedikit menyindir.
"Nggak kok cuma pengen bantu aja…" sahutku sambil nyengir tak karuan.

Kami pun larut dalam pekerjaan itu, beberapa menit kemudian tugas harian itu selesai. Baju yang kupakai basah semua begitu juga dengan mama. Akupun mandi lagi, setelah selesai disusul mama. Saat itu kami sedang menonton TV, ketika langit mendung dan menampakkan akan datang hujan. Benar saja, beberapa menit kemudian gerimis pun jatuh perlahan dari langit, kami pun berlari ke belakang menyelamatkan baju-baju yang hampir kering.

"Jduaaarr…" petir menyambar dengan lantangnya seolah tak ada yang berani melawan.

TV telah mati, otomatis. Aku diam sendiri melamun, sedangkan mama masih asyik dengan majalah Femina-nya duduk di ruang tamu. Hujan turun dengan lebatnya, aku pun ikut larut duduk di ruang tamu sambil membaca majalah Femina yang banyak terdapat di kolong meja ruang tamu. Sesekali aku memperhatikan wajah mama, memang benar kata orang kalau mama seorang wanita yang cantik, tinggi semampai dengan kulit putih mulus, leher jenjang dan dada membulat indah. Seandainya saja orang juga tahu kalau mama mempunyai vagina yang indah dengan warna kemerahan dan terlihat seperti milik gadis belasan tahun, maka lengkaplah mama sebagai wanita sempurna.

Bolak balik aku membuka halaman namun tak ada satupun isi majalah yang menarik minatku untuk membacanya. Majalah itu kuletakkan kembali di bawah meja, aku duduk sendiri lagi. Kembali kuperhatikkan mama, aku teringat semalam bagaimana mama bagai kuda binal memacu mengejar kenikmatan. Tak terasa penisku membengkak. Sepertinya mama tahu kalau sedang diperhatikan.

"Donny ngapain sih ngeliatin mama seperti itu…" tanyanya sambil membalik ke halaman berikut.
"Nggak kok Ma… Mama cantik sih," jawabku lugu sambil memperbaiki posisi penisku.

Mama tersenyum renyah, uuuhhh, sungguh manis jika mama tersenyum. Kemudian mama meletakkan kembali majalahnya untuk bangkit menuju jendela menyaksikan hujan yang turun dengan lebatnya. Aku melihat dari belakang betapa sexy-nya tubuh mama, pantatnya menonjol keluar dan penisku serasa meledak saja, melihat hal itu. Aku pun beranjak menyaksikan hujan dari belakang mama. Kupeluk tubuh mama, mama memegang tanganku di perutnya. Penisku sengaja kutempel di belakang pantatnya.

"Ma… Donny sayang mama," lirihku pelan.
"Mama juga sayang sama Donny." sahut mama sambil mencium keningku, kemudian ia berbalik menghadapku, mama memelukku dengan melingkarkan kedua tangannya di leherku.

Aroma tubuh wanita asli tanpa farfum pun keluar dari tubuh mama terutama kedua ketiaknya, membuatku semakin terangsang. Lama kami saling pandang, mama begitu cantiknya dengan hidung bangir, dan bibir tipis nan mungil. Semakin aku memeluknya erat serasa tak ingin kulepaskan lagi.

"Dansa yuk…" ajak mama gembira sambil meregangkan pelukannya.
"Boleh tapi tapenya khan di kamarku…" jawabku bingung.
"Ya… iya dansanya di kamar Donny aja," sahutnya kembali menjelaskan.

Tak berapa lama berselang alunan piano chopin pun beralun sendu, begitu romantisnya kami berdansa layaknya pasangan yang lagi dimabuk asmara. Mama memeluk leherku dengan lembut aku pun tak mau kalah, pinggang mama yang ramping kujadikan sandaran tanganku. Tak lama kemudian mama merebahkan wajahnya di dadaku, aku merapatkan pelukanku sambil mengelus elus punggungnya. Kuciumi rambut mama yang wangi sembari tangan kananku terus menelusuri tubuhnya hingga menuju pantat yang membulat sempurna. Sambil berdansa santai, kuremas pantat indah mama.

"Tuh khan… Donny nakal lagi…" kata mama protes sambil mencubit belakang leherku.

Aku tak mempedulikan kata-katanya, aku terus meremas pantatnya, perlahan kutarik roknya yang sebatas lutut hingga mendapatkan ujungnya. Dari situ aku memasukkan tanganku untuk memegang langsung pantat yang dibalut celana dalam yang aku belum tau warnanya itu.

"Donny… jangan lagi ah…" ujar mama masih dengan suara yang lembut.

((( B E R S A M B U N G )))

=Karena Copas + Edit pun Butuh Waktu=
 
((( L A N J U T A N )))

Mama tetap bersandar di dadaku, aku terus mendekapnya erat tanpa melepaskannya sedikitpun. Kami masih terus berdansa ketika tanganku telah berhasil masuk ke dalam celana dalam melalui sisi sampingnya. Terasa sekali kulit pantat mama begitu lembutnya. Perlahan kupelorotkan celana dalam penghalang itu, mama masih diam ketika celana itu telah turun sampai setengah paha. Dengan bantuan kakiku, akhirnya celana yang ternyata berwarna kuning itu melorot sampai telapak kaki mama.

"Donny mau telanjangi mama lagi yaa?" tanyanya sambil menatapku, kali ini mama mengangkat kepalanya menatapku.

Aku diam tak bisa menjawab, terpaksa wajahku tertunduk malu. Aku tak kuasa memandangi wajah mama. Aku berpikir mungkin mama masih menginginkan kejadian semalam, tapi dugaanku ternyata meleset.

"Maafin Donny, Maa…" sahutku tertunduk.
"Abis Donny pengen seperti tadi malam lagi…" lanjutku polos tanpa ada yang tertahan.
"Donny pengen lihat mama telanjang lagi?" tanya mama sambil mengelus pipiku. Aku diam tak bisa menjawab kecuali memandangi kuku kakiku yang mulai panjang.
"Atau mungkin Donny pengen tiduri mama lagi yaa?" kembali pertanyaan itu bagai petir yang berkecamuk di luar menghantam ubun-ubunku.

Mama tersenyum, kemudian menjauh dariku hingga posisi kami berhadapan tapi di sisi tembok yang berlawanan. Perlahan sekali mama menarik kaos yang digunakan hingga terlepas sama sekali, kini mama hanya menggunakan bra yang ternyata berwarna kuning juga sepertinya satu paket dengan celana dalam yang tadi berhasil kupelorotkan sebatas lututnya. Chopin masih sibuk dengan pianonya dalam tape-ku. Sesaat kemudian, bra kuning itu dilepaskan mama hingga menampakkan gundukan kenyal dan montok itu, seperti terbebas dari penjara bernama BH. Aku masih terpana dengan kelakuan mama, sepertinya bukan aku saja yang sakit jiwa tapi mama juga sudah tertular dengan penyakit incest-ku. Dalam hati aku berpikir ternyata rok itu telah mencapai lutut, hingga ketika tangan halus mama melepaskannya, tak ada lagi penghalang yang menutupi tubuh indah mama. Cegukkan air liur terdengar seperti pemaksaan ditelan dari mulutku.

"Mama nggak mau mengotori kamar Donny…" sambil mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai mama berlalu menuju kamarnya.

Kembali hal ini meninggalkan sejuta pertanyaan di benakku, tapi seperti kemarin aku selalu memilih mengambil resiko, mengikuti ke kamarnya. Kali ini aku tak mau setengah-setengah, seluruh pakaianku kulepas semua. Ketika aku berjalan ke kamar mama kondisiku sudah dalam keadaan bugil dengan penis tegang mengacung-acung. Tak ada yang istimewa, kulihat mama duduk di meja rias menghadap cermin tetap dalam keadaan bugil. Aku mendekati untuk selanjutnya duduk di belakang mama sambil memeluknya.

Mama tersenyum penuh arti kemudian berdiri lagi dan meninggalkanku lagi yang duduk terpaku. Ternyata dugaanku benar, mama berdiri menuju tempat tidur kemudian telentang sambil memandangku. Dan aku sudah paham, dalam kondisi ini mama sudah dalam keadaan terangsang. Sekarang sudah saatnya aku akan mempraktekkan teori dalam film porno bagaimana cara memuaskan wanita. Perlahan aku menindihnya, kemudian mulut kami beradu dengan dahsyatnya. Terdengar bersuara begitu kerasnya, aku menciuminya dengan penuh nafsu. Lalu aku menurunkan ciumanku ke arah leher, mama sedikit melenguh ketika ciumanku sampai di daerah puting susunya. Kuhisap dan kulum puting yang berwarna kemerahan itu. Kembali ciuman kuturunkan sampai mengelilingi pusar yang kelihatan begitu bersihnya.

"Uhhh..." mama melenguh keras saat lidahku menyentuh klitorisnya. Vaginanya begitu basah dengan bau khas yang menambah seleraku untuk menjilatinya, kucoba untuk menjilati daerah basah tersebut. Ufssssh… Asin dan terasa seperti sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya tapi keadaan itu tak membuatku menghentikan kegiatanku, aku terus menjilatinya bahkan semakin rakus seperti ingin membersihkan vagina orang yang paling kusayangi tersebut.

"Mmmhhh… ssstt…" mama menjerit tertahan saat kucoba memasukkan jari tengahku ke dalam dirinya, terasa begitu hangat dan lembab. Kocokan keluar masuk tanganku semakin membuat mama kelojotan tak tentu arah. Mama mulai menggerakkan pinggulnya yang tadi hanya diam, karena itu aku yakin mama dalam keadaan sangat terangsang. Aku terus menjilati klitorisnya sembari jari tengahku keluar masuk melewati pintu sempit vagina mama. Semakin liar mama menggerak-gerakkan pinggulnya seolah ingin cepat sampai pada orgasmenya. Aku sudah tak tahan, secepat kilat aku menjajarinya, kuciumi mulut tipis mama dan kuhisap sepenuh tenaga. Hingga kurasakan penisku digenggam oleh mama dan secara paksa menariknya mendekati lubang kewanitaannya.

"Cepat sayang… tekaaan…" mama memohon padaku untuk segera memasukkan penisku ke arahnya.

Perlahan kutekan sambil menikmati sensasi yang timbul ketika menyaksikan wajah mama meringis menahan sesuatu saat penisku melewati dinding-dinding sempit vaginanya secara perlahan.

"Blesss…" akhirnya penisku terbenam seluruhnya dan tepat mengenai mulut rahim yang kenyal.
"Ouhhh… Donny sayaaang…" mama kembali melenguh saat kucoba untuk menarik penisku secara perlahan dan kembali membenamkannya hingga amblas seluruhnya.

Pinggul mama mulai bergoyang lagi mengimbangi tusukanku yang tetap konsisten berirama pelan. Suara decakan vagina yang beradu dengan penis mulai terdengar karena kurasakan sepertinya mama adalah tipe wanita dengan vagina yang becek, namun di situlah nikmatnya berhubungan seks dengan mama, suara itu seperti menambah semangatku untuk terus memacunya.

"Teruskan sayang… teruuus…" mama mulai meracau tak karuan, saat hentakanku semakin cepat frekuensinya.

Hal ini membuat suara decakan vaginanya semakin terdengar keras, membuat mama terus menjerit tertahan. Akupun seperti ingin melepaskan sesuatu tapi tetap kutahan, aku ingin mencapai orgasme bersamaan dengan mama.

Aku semakin mempercepat gerakanku, "Lagiii… sedikit lagi sayaaang…." Mama mulai meringis, menantikan malaikat kenikmatan datang menjemputnya.

Ketika tiba-tiba, "Ouhhhsstt Donny…" mama sepertinya telah bertemu dengan malaikat itu, Kurasakan vaginanya berdenyut memijit penisku. Aku terus memacu agar malaikat itu jangan pergi meninggalkanku hingga tak lama berselang, "Cret… creet… creeet…" penisku menyemburkan lahar panas di dalam vagina mama. Kami tidur memulihkan tenaga, sesaat kemudian mama bangkit ke kamar mandi untuk membersihkan vaginanya, dan kali ini tanpa air mata penyesalan. Begitu kembali ia langsung memelukku dan kami pun tidur sambil berpelukkan mesra.

((( B E R S A M B U N G )))

=Karena Copas + Edit pun Butuh Waktu=
 
Bimabet
((( L A N J U T A N )))

Aku masih terpaku menyaksikan foto ayah, aku benar-benar merasa berdosa terhadapnya. Aku merasa tak mampu menjaga mama dengan baik, atau mungkin mama yang tidak berhasil mendidikku menjadi anak yang baik. Saat ini mama sedang menjaga toko milik kami. Walau sudah ada karayawan, mama selalu menyempatkan diri di akhir hari untik mengecek secara langsung laba yang di peroleh.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara bel menandakan kalau di luar ada tamu, cepat aku membukakan pintu. Ternyata seorang wanita paruh baya telah berdiri di depanku dengan anggunnya, kelihatan sekali kalau dia seorang wanita kantoran yang selalu sibuk dengan berbagai urusan, sepertinya dia seumuran dengan mama.

"Kami dari asuransi xxxxx (edited), dan telah melakukan janji dengan ibu Ernie" sapa wanita itu dengan ramah.
"Oh iya… silakan masuk Bu…" aku mempersilakan wanita itu untuk duduk, tak lama kemudian aku melaju dengan sepeda motorku menjemput mama di toko yang jaraknya cuma seratus meter dari rumah.
"Ehh… Ibu… maafkan saya Bu, saya lupa kalau ada janji dengan Ibu hari ini," kata mama dari luar ruangan begitu sampai sembari cepat duduk di kursi. "Ah nggak apa-apa kok Bu," sahut wanita itu tersenyum ramah.

Kemudian mereka bicara Panjang, sekali-kali diselingi tawa renyah keluar dari mulut mereka berdua. Menurutku itu adalah kelebihan seorang pegawai asuransi untuk selalu familiar terhadap klien-nya. Satu jam kemudian, setelah mereka berbicara panjang lebar akhirnya wanita itu pamit pulang. Mama menutup pintu ketika aku mengambil formulir asuransi di meja. Aku melihat isi formulir itu ternyata ada dua. Ternyata mama akan mengasuransikan pendidikanku sebesar $4000 yang akan diangsur secara triwulan, lembar lainnya akan mengasuransikan toko kami tanpa ada nominalnya. Akupun memeluk mama kuucapkan terima kasih padanya, mama hanya tersenyum sambil mengatakan kalau itu memang sudah menjadi kewajibannya.

Keesokan harinya wanita itu datang lagi, kali ini mama sendiri yang membukakannya pintu. Kembali suara tawa riang renyah terdengar dari mulut mereka berdua. Akupun merasa happy melihat mama telah mempunyai teman baru yang baik, kukatakan baik karena saat itu, di belakang aku sedang menyantap black forest bingkisannya. Karena selama ini mama terlalu sibuk dengan urusannya mengurus toko hingga jarang mempunyai teman seperti wanita itu. Mereka pun kelihatan akrab sekali.

Dua jam mereka bicara, ketika wanita itu pamit pulang Mama menceritakan padaku kalau wanita itu bernama Ni Wxxx Ayu Wxxxx (edited), orang Bali namun terlahir dan besar di Jakarta. Tentang profesinya, selain pegawai kantor asuransi, ia juga instruktur fitness pada suatu fitness center dan tak ketinggalan statusnya yang janda tanpa anak.

“Oooo…” batinku mengatakan pantas saja mereka akrab rupanya sama sama janda.

Keesokan harinya wanita itu datang lagi, namun kali ini sedikit lebih pagi, saat itu jam menunjukkan pukul delapan. Aku membukakannya pintu.

"Hai Donny…" sapanya masih ramah seperti kemarin.
"Tante Ayu…" jawabku ringan sembari mempersilakan Tante Ayu masuk.

Mama keluar dari kamar dengan pakaian santainya, celana jeans dengan atasan kaos biasa yang walau begitu tak memudarkan kecantikan alaminya. Dengan meminta izin kepadaku mama pun keluar dengan Tante Ayu. Lama aku menanti mama ketika pukul 11:00 terdengar suara klakson mobil. Mama turun dari mobil dan kemudian mobil Tante Ayu melaju entah kemana. Aku melihat mama membawa beberapa tas, rupanya ia baru pulang belanja dari mall. Tak sabar aku ingin melihat apa yang ada di dalam tas itu. Ketika kulihat beberapa potong pakaian senam.

"Mama mau ikut senam ya?" tanyaku heran.
"Iya… bolehkan?" jawabnya sambil memandangku.
"Enak lho yang ngajarin Tante Ayu langsung…" sambungnya kembali.
"Berarti Donny nanti sendiri di rumah dong…" ujarku dengan nada tak terima.
"Nggak lah sayang, pokoknya Donny ikut kemana pun mama pergi," ujar mama meyakinkanku.
"Dan Tante Ayu bisa mengerti hal itu…" sambungnya kembali membuatku benar-benar merasa tenang.

Dua hari setelah itu aku mengantarkan mama untuk pertama kalinya ke tempat senam yang dituju dan Tante Ayu sudah menunggu dengan pakaian senamnya. Oleh Tante Ayu aku dibawa ke ruangan khusus dimana aku bebas melihat ke mana pun, namun aku sendiri tak terlihat dari luar. Mama mulai membuka pakaian luarnya, karena sejak dari rumah mama sudah memakai baju senamnya. Terlihat sekali walaupun Tante Ayu adalah instruktur senam, namun tubuh mama mampu mengimbanginya walaupun mama tak pernah melakukan senam apapun. Kelihatan sekali mama masih canggung dalam gerakan-gerakan senam ketika wanita-wanita lain mengikuti dengan lancar gerakan gerakan yang Tante Ayu perlihatkan.

Akhirnya senam pun selesai dan aku akan keluar dari penjara ini menurut batinku. Begitu aku akan memegang gagang pintu, aku melihat dua pemuda dengan badan kekar masuk ketika ruangan telah sepi dan meninggalkan mama dan Tante Ayu. Sejenak aku menahan hasratku untuk keluar dari ruangan itu. Salah seorang dari mereka bahkan menggandeng Tante Ayu, tanpa canggung mereka berpelukan mesra. Mamaku masih duduk di pojok saat Tante Ayu mengenalkan para lelaki kekar itu satu-persatu. Kemudian Tante Ayu mengajak mama dan para pemuda itu ke ruangan sebelahnya, walaupun agak terhalang tapi aku masih bisa melihat keseluruhan ruangan dengan menaiki kursi. Tante Ayu kembali bercanda dengan pemuda itu sesekali lelaki itu menjawil pantat Tante Ayu.

"Bu Ernie ngomong dong," ujar Tante Ayu kepada mama.
"Oh iya…" tiba-tiba mama manjawab tapi masih malu-malu.

Tante Ayu terus bermesraan dengan pemuda itu, bahkan saat itu Tante Ayu duduk di pangkuannya. Mama masih terdiam membisu saat seorang lagi mendekati mama.

"Hai Mbak… kok dari tadi diam aja sih?" tanya lelaki itu.
"Ah nggak kok…" ujar mama merasa risih.
"Mungkin Mbak Ernie masih canggung ya?" lanjutnya kembali, mama masih diam namun sedikit tersenyum.
"Mbak… di luar aja yuk, khan nggak enak mengganggu Mbak Ayu di sini…" sepertinya laki-laki itu pintar memanfaatkan suasana.

Berkata demikian kemudian laki-laki itu menggandeng mama untuk kembali berada di ruangan senam, dan mama hanya nurut saja saat itu. Mama duduk berdampingan dengan pemuda itu, sementara Tante Ayu terdengar mulai mendesah dan saat itu kalau kulihat pakaian senamnya telah melorot sampai perutnya. Mama hanya menggigit bibir mendengar desahan nafas Tante Ayu.

"Mbak ernie kelihatannya lembut sekali…" pemuda itu mulai merayu mama.
"Ah kamu bisa aja…" sahut mama mulai melayani pembicaraannya.
"Pasti banyak laki-laki naksir sama Mbak ya?" lanjut pemuda itu sambil melingkarkan tangan kirinya di pinggang mama.

Mama masih diam tidak berusaha untuk menghindar. Kembali terdengar suara lenguhan Tante Ayu yang begitu kerasnya, karena saat itu Tante Ayu telah telanjang total, begitu pula dengan pemuda itu dan nampak bulu-bulu yang sangat lebat menghiasi selangkangan Tante Ayu.

Tiba-tiba mama berdiri...

"Maaf Mas, aku akui aku sedang bernafsu, tapi tidak sama kamu…" mama mulai membentak saat tangan pemuda itu menyentuh buah dada mama.

Merasa terhina pemuda itu pergi entah kemana. Tak lama kemudian aku pun keluar dari ruangan itu, belum selesai aku menutup pintunya mama menghampiriku dan mendorongku masuk kembali. Mama menutup pintu itu kemudian memburuku, habis sudah mulutku diciumi. Pakaianku dibuka dengan paksa, sekejap saja aku dalam keadaan bugil. Mama mengelus penisku yang sudah menjulang tinggi dan berusaha untuk memasukkannya ke dalam mulutnya yang kurasa begitu tipis dan mungil, walau akhirnya masuk juga meskipun serasa dipaksakan.

Tak lama kemudian mama membuka pakaian senamnya sendiri, bau keringat mama menambah daya tariknya. Aku memeluknya dari belakang, meremas buah dada yang kenyal nikmat. "Mama sayang kamu Don… ujarnya lirih sambil meremas penisku. Aku tak berkata apapun selain menyuruhnya untuk nungging. Mama mau saja saat kutusuk vaginanya dari belakang. Aku mulai melakukan gerakan maju mundur. Vagina mama serasa lebih sempit karena faktor gaya nungging tersebut. Tak lama kemudian mama menyuruhku mencabut penisku.

"Mama nggak bisa menikmati…" katanya berkeluh padaku.

Akupun disuruhnya duduk di kursi ketika mama mulai mengangkangiku berhadapan dan memasukkan penisku secara perlahan ke dalam dirinya. Aku cukup senang dengan gaya itu, mama duduk di pangkuanku dan buah dadanya tepat berada di mulutku. Rakus aku menjilati dada yang menjulang menantang itu, saat mama mulai melakukan aksinya menurun naikkan tubuh indahnya di hadapanku.

"Ouh… Mamaaa…" tak sadar aku bicara demikian, mama meringis namun terus menutup mulutnya rapat-rapat.

Mama menggerakkan pinggulnya dengan berbagai variasi, kadang memutar, maju-mundur dan turun-naik, semua berirama membuat aku tak tahan.

Berselang 5 menit kemudian, "Maa… Donny mau keluar…" bisikku pelan.
"Tahan sayang, tunggu mama sebentar lagi…" ujar mama pelan seperti takut kedengaran.

Mama terus memutar-mutarkan pinggulnya membuat penisku pusing tujuh keliling, hingga tak lama kemudian "Ukkhhh... ssstt…" bersamaan kami mencapai puncak kenikmatan yang kami daki. Mama menciumiku mesra, beberapa saat kami saling pagut sebagai tanda kasih sayang diantara kami berdua. Aku merasa mama adalah bidadariku yang tercantik. Setelah itu kami pun keluar dari ruangan itu untuk selanjutnya pulang tanpa pamit kepada Tante Ayu.

((( S E L E S A I )))

==========================================================

Terima kasih sudah mengikuti Copas-an Jongos ini huSuhu sekaligus,, semoga berkenan.. Apa yang Jongos posting adalah apa yang Jongos punya tanpa mengurangi atau melebihkan cerita, hanya mengedit agar lebih enak dibaca dan lebih mudah dicerna..

Nantikan hasil Copas + Repost nya Dejongos selanjutnya yaa Suhu..;):beer::ampun:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd