Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG AZUMATH: WORLD OF MAGIC

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 4


Seperti biasa, suasana makan malam memang selalu ramai. Apalagi, ditambah ocehan lucu Puspa yang menciptakan suasana ceria. Puspa sering melontarkan imajinasi kelucuannya, membuat kami semua tertawa merasakan kebahagian bersama. Tak jauh berbeda dengan Daru yang ceria dan banyak bicara. Tetapi ada satu hal yang aku suka dari Daru, anak itu lebih banyak bekerja daripada berbicara. Dia sangat rajin dan gesit sekali. Tatapan matanya selalu tajam dan berkilat bagai mata elang yang pemberani. Sementara Ana adalah sosok yang lemah lembut dan keibuan. Ana selalu bisa memperlakukanku dan anak-anak tanpa berlebihan tetapi begitu nyaman. Ya, Ana mengingatkanku pada istriku di bumi.

β€œBapak ... Kata eyang Jurdam, empat hari lagi ada pesta besar di kota raja. Puspa ingin liat pestanya.” Ucap Puspa dengan cadelnya yang masih belum bisa mengatakan huruf β€˜R’ dengan benar.

β€œIya pak ... Aku juga ingin lihat.” Sambung Daru.

β€œBapakmu harus bekerja. Ke kota kerajaan butuh waktu tiga hari perjalanan. Kalau bapakmu tidak ada di rumah, nanti banyak orang sakit yang tidak bisa sembuh.” Ana coba memperingatkan anaknya.

β€œTapi Puspa ingin liat ... Kata Pak Jurdam, di sana ramai sekali dan banyak jajanan.” Puspa tetap dengan keinginannya.

β€œYa, sudah ... Besok kita pergi ke kota raja.” Kataku.

β€œAsik ...!”

β€œYa ...!”

Seru anak-anak hampir bersamaan. Ana pun tersenyum, aku rasa sebenarnya Ana pun ingin pergi ke sana. Langsung saja riuh suara Daru dan Puspa yang bicara saut menyaut tentang rencana mereka di kota kerajaan nanti. Banyak sekali acara yang mereka rencanakan. Keduanya begitu antusias dengan rencana kepergian ke kota raja. Makan malam usai, seperti biasa aku mengajari Daru dan Puspa membaca. Malam ini tidak lama, Puspa dan Daru kusuruh tidur lebih awal karena besok akan melakukan perjalanan panjang yang pasti melelahkan.

β€œMau nambah kopinya pak?” Tanya Ana setelah mencuci piring dan cangkir bekas makan malam.

β€œTidak kopi ... Tapi bapak ingin susu ...” Candaku dengan senyum simpul.

β€œIkh ...!” Ana mendelik sambil cemberut. Rupanya dia mengerti ucapan dan senyumanku.

β€œAyo, bu ...” Kini aku mengganti panggilan pada Ana menjadi β€˜ibu’.

β€œIhk, bapak ... Belum puas ya? Tadi siang kan sudah banyak.” Giliran Ana yang tersenyum mesum.

β€œBapak gak akan pernah puas, bu ...” Sahutku sembari menarik tangannya. Kuajak Ana memasuki kamarku. Untungnya Daru memilih tidur di kursi ruang depan yang sudah menjadi kebiasaan barunya.

β€œAku akan memeriksa Puspa dulu.” Ujar Ana.

β€œTidak usah ... Puspa sudah tidur ...” Jawabku sambil menyelot pintu kamar.

Aku langsung menarik tubuh Ana lalu membawanya dalam pelukanku. Aku dan Ana saling menatap, namun tak ada yang bicara. Perlahan aku mendekatkan wajah ke wajah Ana, akhirnya kedua bibir kami saling menempel. Aku memagut mesra bibir Ana, mencium bibir itu penuh kelembutan. Ana seakan terhipnotis oleh tatapanku, dan ketika aku mencium bibirnya, Ana pun membalasnya. Bibir kami saling bergulat dan melumat penuh gairah.

" Aaaahhh..." Satu desahan lolos dari bibir Ana, membuatku semakin liar mencumbu bibirnya. Cumbuanku turun ke bagian leher Ana, menjilat dan menyesap serta sesekali mengigit kecil di leher mulusnya.

"Aaaahhh... Pak..." Desah nikmat Ana.

Ana meremas kuat rambutku, memberi akses padaku untuk melakukan sesuatu yang lebih kepadanya. Satu tanganku sudah berhasil membuka kancing-kancing pakaiannya, dan Ana memekik saat aku menyibak pakaiannya. Tubuh mulus Ana begitu menggoda untuk ditandai. Tanganku meraba salah satu gundukan daging di dadanya, meremasnya dan melumatnya penuh gairah. Terasa Ana menggelinjang dan mendesah pelan merasakan sensasi nikmat di dadanya.

"Paaakk..." Desah Ana, kedua tangannya meremasi rambutku lembut penuh perasaan.

"Sangat indah sayang..." Ucapku dengan nafas memburu.

β€œBapak buka juga dong pakaiannya.” Pinta Anna dengan suara sangat pelan.

Aku segera melepaskan pakaian yang menempel pada tubuhku. Pada saat yang sama Ana pun menanggalkan kain yang tersisa di tubuhnya. Setelah itu, aku dan Ana merebahkan badan di atas kasur. Kini kami berdua sudah sampai di ujung hasrat dan gairah kami. Aku sendiri tak mampu untuk menahannya lebih lama, dan sekarang aku sudah berada di atas tubuh Ana. Rudalku sudah siap menembak liang surgawinya.

β€œBapak masuk ya?” Godaku.

β€œIya ...” Jawab Ana mendesah.

Aku yang tak sabar sudah ingin menenggelamkan penisku ke lubang surganya, langsung menurunkan pantatku. Kepala penisku mulai membelah bibir vaginanya. Kudorong pinggulku perlahan agar penisku semakin masuk ke dalam vaginanya. Ana mendesah tertahan saat kejantananku perlahan masuk ke dalam liang kewanitaannya yang hangat. Dan tak lama penisku tertanam seutuhnya di dalam liang kenikmatan Ana.

β€œBapak aaahh ...” Ana mendesah lagi dan tangannya menangkup pantatku.

β€œEnak sayang.” Bisikku di telinga kirinya.

β€œEnaaakk paaakk ...” Sambutnya dengan desahan erotisnya.

Aku pun mulai menggerakan kejantananku, memaju-mundurkannya beraturan secara perlahan-lahan, menggoda vagina Ana untuk memberikan hisapan serta kedutannya. Terasa sekali Ana mengeratkan jepitan vaginanya. Aku terus mendesah dan sedikit mempercepat gerakan penisku, kadang-kadang aku mendorongnya sedalam mungkin dan mempertahankannya dalam posisi seperti itu. Tak ayal, pergerakanku memancing Erangan Ana yang mulai menikmati permainan kami.

β€œAaahh... Aaahh... Aaahh... Bapak ngghh...” Desah Ana lirih, ia mulai ikut menggerakan tubuhnya berlawanan arah denganku.

β€œYahh sayang shh ... Hisap penisku sayang ... Aaahh shh ...” Aku mempercepat tempo permainan.

β€œAaahh... Ooohh... Aaahhh... Baapppaakk... Ooohh mmhh... Tusuk terus vaginaku pak... Ooohh ngghh...” Ana mendesah-desah nakal di telingaku memancing gairahku untuk lebih keras menyetubuhinya.

Desahanku dan Ana menggema dalam kamar tidur ini, saling bersahutan memancing gairah pasangannya masing-masing.

Ana mengaitkan kakinya pada pinggang kokohku, memeluknya hingga tubuh kami semakin dekat dan penisku semakin jauh melesak ke dalam vaginanya. Cairan precum baik milikku atau pun Ana tampak terlihat membuat pergerakanku semakin cepat karena mendapat pelumas alami. Desahan, erangan, dan suara kelamin yang saling beradu membuat suasana semakin panas.

β€œSsshh aaahh ... Terrruuss paak... Aaahh mmhhh...”

β€œIbu menikmatinya sayang? Ssshh... Katakan bagaimana rasanya.”

β€œAaahh... Aaahh... Aaahh... Nikmat aaahh... Panjang dan besar ngghh... Vaginaku terasa sesakk aahhh aahhh...”

Dengan semangat, kugenjot Ana naik-turun. Genjotan penisku di dalam vaginanya semakin bertambah cepat dan semakin terasa nikmat membuat kami berdua saling beradu erangan bercampur desahan yang cukup gaduh tetapi tidak sampai terlalu heboh. Sebagai selingan, kumainkan juga kedua bongkahan payudaranya yang kenyal dengan remasan kedua tanganku.

"Aaahhhh ... Oohhhhh ... Nikmat sekali vaginamu ..." Erangku sambil terus menghujamkan penisku ke dalam vaginanya yang hangat.

Batang penisku pun semakin basah akibat terkena cairan vaginanya yang membanjiri keluar dari bagian dalam vaginanya, membuat genjotan penisku menjadi lancar dan memberikan sensasi yang basah saat bergesekan dengan dinding vaginanya.

"Oooooohhhh paaakk... Aku keelluuaaaaarr..." Erang Ana cukup keras menyambut orgasmenya.

Mendengar erangan Ana yang keras membuat genjotan penisku semakin menjadi-jadi di dalam liang vaginanya, pijitan otot vaginanya pun terasa semakin ketat menjepit pangkal penisku dan akhirnya kubenamkan seluruh batang penisku untuk terakhir kalinya sampai mentok ke ujung rahimnya, dan di dalam sana aku merasakan cairan hangat yang menyemprot mengenai penisku yang sedang menancap. Sungguh nikmat sekali, dijepit oleh vagina yang sedang mengalami orgasme. Kuciumi lehernya yang jenjang, wangi tubuhnya yang bercampur dengan keringat sangat membiusku, membuat nafasku semakin memburu karena sangat bernafsu padanya.

Setelah membuat dia lemas karena orgasme, aku pun kembali lanjut menggenjot vaginanya untuk mencapai kenikmatan puncakku yang sedang tertahan di ujung penisku. Walaupun telah mencapai orgasme tetapi jepitan otot vagina Ana pada pangkal penisku masih terasa nikmat dan akhirnya pertahanan penisku tidak mampu bertahan lebih lama lagi oleh jepitan vaginanya, sehingga kusemprotkan cairan spermaku yang kental di dalam rahimnya.

"Aaaaahhhhh ... Akuu keluuaaaarrr ... Oooohhhhhh ..." Erangku.

β€œCrrrooott ... Crooottt ... Crooottt ... Crooottt ...!” Empat tembakan spermaku membasahi liang nikmatnya.

Sesaat aku seperti melayang, tidak ingat apa-apa kecuali nikmat yang tidak terkatakan. Kami saling memeluk merasakan sisa-sisa orgasme yang kami rasakan. Setelah badai kenikmatan mereda, aku pun merebahkan diri di sampingnya. Napas kami masih terengah-engah. Tak lama berselang, Ana membenamkan wajahnya di dada bidangku. Pelan-pelan aku peluk pinggangnya, aku elus punggungnya, tetapi dia malah mencium pipiku berulang kali. Tak ada kata lagi yang terucap. Lepas puas bertarung, kami pun tertidur pulas.

.....
.....
.....

Setelah menitipkan rumah dan Si Black kepada pelatih sihir anak-anak, Pak Jundam. Aku dan keluarga berangkat menuju kora raja dengan menyewa kereta kuda beserta dua kusir sepuluh hari lamanya. Sepanjang perjalanan aku tak henti-hentinya dibuat kagum karena keindahan alam yang ditampilkan tempat-tempat yang aku lalui. Aku bisa melihat pemandangan alam yang sangat menakjubkan. Ocehan anak-anak yang tiada henti menambah keseruan perjalanan ini.

Aku pikir, perjalanan tiga hari ini akan dilakukan nonstop. Ternyata Ana meminta menginap semalam di kota yang kami lalui, dan paginya kami berangkat lagi. Begitu pola perjalanan panjang ini, hingga dalam tiga hari kami pun sampai di kota raja. Di ibukota kerajaan Tinberg, aku menginap di sebuah penginapan mahal. Kalau di bumi, tempat ini dinamakan cottage. Puluhan rumah kecil berjajar menghadap pantai dengan pasir putih sebagai batasnya. Aku menyewa dua buah rumah yang memiliki dua kamar di masing-masing rumah. Satu rumah untuk aku dan keluarga, satu rumah lagi buat dua kusir yang mengantarkan kami.

Saat ini matahari sudah tenggelam, hari pun sudah gelap. Namun keramaian di mana-mana, lautan manusia memenuhi wilayah kota. Termasuk juga di tempat penginapanku yang berjubel oleh orang-orang yang sengaja datang dari jauh untuk menyaksikan pesta di kota ini. Ternyata aku baru tahu jika pesta ini adalah perayaan ulang tahun Ratu Treysca yang ke-28. Pesta memang dirayakan setiap tahun yang dilaksanakan tujuh hari tujuh malam tanpa henti.

Setelah makan malam di penginapan, aku dan keluarga jalan-jalan menikmati keramaian pesta. Daru dan Puspa berlarian ke sana ke mari yang membuat Ana sedikit kewalahan. Ya, namanya anak-anak kalau sedang riang kadang tak mau dilarang. Entah kapan terjadi, aku malah terpisah dengan Ana dan anak-anak. Ah, tak perlu khawatir. Aku yakin mereka tahu jalan pulang.

Aku sekarang jalan-jalan sendiri. Memang luar biasa kota raja ini. Lingkungan sekitar di tata sangat rapi dan indah. Jalan-jalan beralaskan aspal yang sangat mengkilat dan licin. Trotoarnya pun dilapisi batu granit. Taman-taman menghiasi di hampir semua sudut kota. Banyak situs sejarah yang masih berdiri kokoh dan terpelihara dengan baik. Selain itu, kota raja ini juga memiliki tata kota yang luar biasa menakjubkan. Jauh berbeda dengan kota tempat tinggalku sekarang yang bernuansa pedesaan tradisional.

β€œBapak ...!” Seru Puspa yang tiba-tiba berada di depanku sambil berlari-lari melewati beberapa orang yang berjalan.

β€œJangan jauh-jauh dari ibu dan kak Daru.” Kataku sambil menggendongnya.

β€œItu ibu sama kak Daru.” Puspa menunjuk ibunya dan Daru yang baru saja tiba di dekatku.

β€œSudah! Digendong saja sama bapak. Ibu capek ngejar-ngejar kamu.” Ujar Ana sambil ngos-ngosan.

β€œHe he he ... Lihat ibumu kecapean.” Kataku sambil terkekeh kecil.

β€œIbu sih yang lelet. Masa orang besar kalau anak kecil?” Celoteh Puspa yang membuat ibunya cemberut.

β€œYa sudah ... Tuh di tengah alun-alun ada panggung. Kita lihat ada apa di sana.” Kataku sambil melangkah menyebrangi jalan menuju alun-alun.

Aku menggendong Puspa memasuki alun-alun yang diikuti Ana dan Daru. Ternyata di atas panggung sedang diadakan pagelaran seni tari. Aku sebenarnya kurang menyukai seni tari, namun berhubung penari-penarinya cantik-cantik jadi aku memutuskan untuk menyaksikan pagelaran tari ini. Ana, Puspa dan Daru yang merasa bosan memilih jalan-jalan mengitari alun-alun untuk membeli dan menikmati kuliner yang dijajakan.

β€œKapan ya keluar si Jayanti. Aku sudah gak sabar.” Aku mendengar percakapan dua pemuda yang baru saja duduk persis di sampingku.

β€œBiasanya terakhir. Primadona gak akan dikeluarin duluan. Sabar aja.” Sahut temannya.

β€œGila! Masih lama dong?” Kata pemuda pertama bicara.

β€œYa iyalah ... Mendingan kita jalan-jalan dulu.” Sahut temannya lagi.

Mereka pun akhirnya pergi. Aku hanya tersenyum dengan sikap mereka yang baru saja datang lalu pergi lagi. Mereka rupanya hanya ingin menonton penari yang bernama Jayanti. Aku kembali fokus ke atas panggung. Tatapanku tak pernah lepas dari gerakan tubuh gemulai para penari yang silih berganti. Apalagi bila mataku menemukan wanita cantik di atas panggung, maka aku tak akan pernah melepaskan pandanganku ke wajahnya. Ada beberapa yang sengaja tersenyum padaku, tetapi ada juga yang membuang muka tak senang.

β€œJayanti masih lama gak ya?” Tiba-tiba aku mendengar suara pria di sampingku. Aku menolah dan kini yang berbicara pemuda yang lain dari yang pertama.

β€œEntahlah ...” Jawab temannya.

β€œRugi kalau gak lihat dia nari.” Kata si pemuda pada temannya.

β€œJadi gimana? Mau nunggu atau jalan-jalan dulu?” Tanya temannya.

Tak ada pembicaraan lagi, mereka pergi begitu saja. Anehnya, datang lagi pemuda yang berbeda tetapi topik pembicaraannya sama. Mereka menunggu penari yang bernama Jayanti. Mereka lantas pergi juga dengan alasan masih lama jam tayang si penari bernama Jayanti. Datang lagi pemuda yang lain dengan pembicaraan tentang Jayanti. Dari sini aku berkesimpulan bila Jayanti adalah wanita cantik yang sudah menjadi buah bibir para pemuda. Pasti kecantikannya luar biasa, karena menurutku para penari yang pentas di panggung rata-rata wanita cantik yang memiliki tubuh seksi. Tetapi hanya Jayanti yang dinanti. Hal ini menandakan jika wanita bernama Jayanti memiliki keistimewaan.

β€œBapak ...” Itu suara Puspa. Aku menengok padanya. Anak itu berlari melewati orang-orang yang menonton dengan di tangannya memegang es potong.

β€œWaduh ... Anak bapak kok belepotan begini? Itu es nya sampai kena baju.” Kataku sambil membiarkan Puspa naik ke pangkuanku.

β€œIni bapak mau?” Ujar Puspa dengan tangan menyodorkan es potong padaku.

β€œTidak ... Buat Puspa saja.” Jawabku sambil tersenyum.

β€œCapek aku ...” Keluh Ana lantas duduk di sampingku dengan sedikit membanting pantatnya.

β€œHe he he ... Lihat ibumu kecapean lagi.” Aku berbisik di telinga Puspa. Anak kecil ini malah tertawa cekikikan.

β€œSudah malam, pak ... Sebaiknya kita pulang ke penginapan.” Ajak Ana.

β€œSebentar lagi ya bu ... Bapak lagi nunggu penari yang bernama Jayanti.” Kataku jujur. Memang aku jadi penasaran dengan penari yang memiliki nama Jayanti.

β€œOh ... Perempuan cantik yang selalu membuat cemburu wanita.” Ucap Ana bernada tidak suka.

β€œBenarkah? Secantik apakah dia?” Tanyaku lumayan kaget mendengar ucapan Ana barusan. Dari ucapannya itu berarti Ana mengetahui siapa wanita bernama Jayanti tersebut.

β€œDia sangat cantik ... Kalau bapak nanti melihatnya, pasti bapak akan jatuh cinta, seperti orang-orang, dan akhirnya meninggalkan pasangannya untuk mendapatkan Jayanti.” Suara Ana semakin terdengar kesal.

β€œBegitu ya?” Gumamku malah semakin penasaran.

β€œJayanti itu punya darah Elf, yang namanya wanita Elf identik dengan wanita penggoda.” Ana kini malah cemberut.

β€œHe he he ... Kok ibu jadi marah begitu?” Candaku sambil menoel dagunya.

β€œTau akh!” Pekiknya sambil membuang muka.

β€œYa sudah ... Yuk pulang!” Kataku sambil bangkit berdiri.

Semua tak ada yang membantah, semua bergerak meninggalkan alun-alun. Puspa masih di gendonganku sementara ibunya bergelayut manja, memeluk lenganku mesra. Saat aku ngobrol seru dengan Puspa sambil berjalan, tiba-tiba Ana menahan tanganku hingga langkahku tertahan. Aku menoleh ke wajah Ana. Tentu aku terkejut saat melihat wajahnya yang tampak ketakutan.

β€œAda apa?” Tanyaku.

β€œItu bapak Puspa ...” Malah terdengar suara Puspa yang terdengar bergetar.

Aku langsung menolehkan kepala ke depan. Seorang pria berbadan tinggi besar berdiri dengan tangan bersidakep di dada. Tatapannya sangat tajam dan penuh amarah yang membuat wajah tampannya justru terlihat seperti setan. Puspa langsung mempererat pelukannya padaku sementara Ana bersembunyi di balik tubuhku.

β€œJadi ini yang membawa lari istri dan anakku?!” Suaranya pun begitu tajam dengan nada meninggi.

β€œMohon dikoreksi tuan. Saya tidak membawa lari istri dan anak tuan. Tetapi saya menolong mereka yang hampir mati karena kelaparan.” Kataku santai dan lemah lembut.

β€œOh, pandai mengelak juga kau rupanya. Jika kau menolongnya, mengapa kau tidak mereka kembalikan padaku. Kau bisa menanyakan siapa suaminya dan mengantarkan mereka padaku. Di kerajaan ini tidak seorang pun yang tidak mengenal siapa diriku.” Ujar pria itu sungguh masuk akal. Tetapi aku tidak kalah akal.

β€œMereka tidak memberitahuku ... Alasannya mereka tidak ingin kembali padamu.” Kataku sambil tersenyum.

β€œKURANG AJAR!!! BERANI-BERANINYA KAU LANCANG PADAKU!!!” Pria itu tiba-tiba berteriak marah. β€œTANGKAP MEREKA DAN KURUNG MEREKA DI PENJARA!” Kini dia memerintah dan aku baru sadar bila di belakangnya ada empat orang berpakaian sipil bergerak maju menghampiriku dengan wajah sangar mereka.

β€œAku peringatkan! Kalian berhenti! Aku tidak ingin ada keributan di sini.” Kataku sangat beralasan karena di tempatku saat ini sudah banyak sekali orang yang menyaksikan drama kami.

β€œAh! Jangan melawan! Jika tidak ingin celaka!” Salah satu dari keempat orang yang maju berkata merendahkan.

Terpaksa aku merapal mantera sihir β€˜Salamapallo’ atau jari petir. Hanya sangat sedikit sekali energi sihir yang alirkan di jari telunjukku. Sampai tinggal dua langkah, empat biji sangat kecil terlontar dari jari telunjukku. Tentu apa yang aku lakukan tidak akan terlihat oleh siapa pun.

β€œAAAAKKKHH!!!”

β€œAAAAKKKHH!!!”

β€œAAAAKKKHH!!!”

β€œAAAAKKKHH!!!”

BRUUUGHH ... BRUUUGHH ... BRUUUGHH ... BRUUUGHH ...

Keempat bola petirku yang sangat kecil telak mengenai tubuh keempatnya, membuat pekikan kesakitan keluar dengan sangat mengerikan dari mulut mereka. Sial! Mereka hangus bak arang tergeletak menyedihkan di trotoar granit. Teriakan orang-orang pun kini menggema, memberikan kesan mengerikan. Dalam detik yang sama orang-orang di sekitar serempak berhamburan menjauh. Para pedagang membawa dagangannya menjauh. Sebagian berhenti dan menyaksikan kami dalam jarak yang dianggap aman. Aku menurunkan Puspa lalu menyuruh ibunya membawa Puspa dan Saru ke tempat yang lebih aman.

β€œKau memaksaku untuk membunuh mereka. Tanganku sekarang kotor karena ulahmu. Sekarang kau harus mendapat hukuman dariku.” Kataku sangat geram dan kini kedua tanganku sudah diselimuti petir.

β€œKAU PEMBUNUH! BAJINGAN! AKU YANG AKAN MEMBUNUHMU!” Teriaknya dengan badan menggigil karena murka.

β€œBagus! Kalau begitu, aku ingin bertarung denganmu. Tetapi aku tidak ingin di sini. Di sini terlalu banyak orang dan aku tidak ingin kota yang indah ini rusak gara-gara kita.” Kataku.

β€œKAU MENANTANGKU HAH! BAIKLAH, KITA SELESAIKAN DI COLOSSEUM. SEKALIAN UNTUK MEMERIAHKAN PESTA ULANG TAHUN RATU. BIAR WARGA MELIHAT, BAGAIMANA AKU MENCINCANG TUBUHMU! AKU TUNGGU KAU DI SANA!” Katanya dan langsung saja bergerak melintasi jalan.

Colosseum? Yang aku tahu colosseum adalah tempat diselenggarakannya pertunjukkan gladiator yang merupakan sebuah hiburan pada masa Yunani Kuno di bumiku. Apakah di sini ada colosseum seperti itu? Tak lama, tiba-tiba sepasukan berkuda datang lalu seorang prajurit berpakaian paling mentereng dari yang lain turun dan mendekatiku.

β€œKau ditangkap karena pembunuhan!” Katanya tegas. Kulihat lebih dari sepuluh prajurit turun dari kudanya masing-masing.

β€œSaya terpaksa melakukannya karena mereka akan menyakiti keluarga saya.” Kataku coba bertahan.

Sang pemimpin pasukan melihat keempat bangkai yang sudah hangus itu, lalu menghadapkan wajahnya kepadaku, β€œApakah anda penyihir elemen petir?”

β€œYa ... Saya penyihir elemen petir.” Jawabku tanpa ragu.

β€œApakah anda pernah bersama-sama Ratu kami bertarung melawan bangsa Demon?” Tanyanya lagi dengan suara mulai melunak.

β€œYa ... Saya pernah ...” Jawabku semakin yakin. Matanya membulat seketika. Tampak wajah terkejut namun tak lama. Wajah sang pemimpin pasukan kembali tegas dan berwibawa.

β€œSiapa mereka?” Tanyanya lagi sambil menunjuk keempat bangkai hangus itu.

β€œSaya tak tahu ... Tapi mereka adalah orang-orang yang akan menyakiti keluarga saya.” Jawabku.

β€œMereka adalah anak buah Pak Anggabaya, tuan ...” Salah seorang anak buahnya yang menjawab.

β€œHhhmm ... Anda telah berurusan dengan orang yang salah. Apakah anda tahu, siapa Anggabaya itu?” Tanya sang pemimpin pasukan sambil mengerutkan keningnya pertanda dia sedang keheranan.

β€œMaaf tuan ... Saya tidak tahu ...” Jawabku.

β€œPantas ...” Gumam sang pemimpin pasukan. β€œAnda sedang berhadapan dengan salah satu orang kepercayaan Ratu Treysca. Anggabaya adalah salah satu penyihir terkuat di Negara Tinberg. Bila Anggabaya tahu, anda akan dibunuhnya.” Lanjut sang pemimpin pasukan.

β€œDia tadi bersamaku, maksudku Anggabaya mengetahui kalau anak buahnya terbunuh olehku. Saya menantangnya berduel. Dia berkata kalau saya ditunggunya di colosseum.” Jelasku.

β€œHhhmm ... Kalau begitu, silahkan anda ke colosseum.” Ujar sang pemimpin pasukan.

β€œKalau boleh tahu, kemana arah colosseum?” Tanyaku.

β€œAda di sebelah timur. Tetapi anda akan diantar oleh anak buahku ke sana.” Jawab sang pemimpin pasukan.

Tiba-tiba aku melihat Ana, Puspa dan Daru dibawa oleh beberapa pasukan, aku pun langsung berkata, β€œMau dibawa kemana keluarga saya?”

β€œMereka akan dibawa ke istana sebagai jaminan anda tidak melarikan diri.” Jawab sang pemimpin pasukan.

β€œHhhmm ... Baiklah ... Antarkan saya ke colosseum.” Kataku yang ingin sekali masalah ini segera selesai.

Sang pemimpin pasukan memberikan kode pada anak buahnya. Kemudian salah seorang prajurit memberikan kudanya padaku. Aku segera naik lalu mengikuti kuda dua prajurit di depanku. Tidak sampai tiga menitan, aku sampai di sebuah gedung yang sangat besar, mirip stadion bola di bumi. Aku ditahan oleh dua prajurit untuk menunggu. Aku ditempatkan di sebuah ruangan besar. Entah apa yang mereka rencanakan, yang pasti aku menunggu cukup lama. Samar-samar aku mendengar suara gemuruh orang-orang. Apa jangan-jangan, memang duelku kali ini menjadi bahan tontonan dan hiburan.

Saat sedang merenung, tiga orang prajurit kerajaan datang. Aku diberi tahu kalau duel akan segera dilangsungkan. Aku meminta pedang salah satu prajurit kemudian dibawanya aku ke sebuah lorong dan di ujung lorong terdapat pintu besi yang lumayan besar dan kokoh. Pintu tersebut dibuka oleh seorang prajurit dan menyuruhku untuk keluar dari lorong. Aku berjalan dengan sikap waspada. Setelah beberapa langkah melewati pintu besi, aku melihat sebuah kubah yang terbuat dari sinar berwarna bening. Modelnya seperti sihir pelindung.

Tetapi bukan itu yang membuatku terkejut. Aku terkejut di clossuem ini sudah penuh dengan orang-orang. Semua orang dipenuhi sukacita dan saling bersorak-sorai, seakan sudah menantikan momen ini sejak lama. Aku mengedarkan pandangan dan pandanganku terhenti di sebuah balkon kehormatan. Aku melihat Ratu Treysca duduk di singgasana dan diapit oleh dua pria bertubuh tinggi besar berpakaian ala bangsawan. Entah kenapa, aku ingin memberinya hormat pada Ratu Treysca. Aku pun menjura dan membungkukan badan tertuju padanya. Ratu Treysca terlihat mengangkat tangan kanannya tanda menerima hormatku.

Pintu besi dan besar di ujung sebelah sana terbuka. Terlihat pria tinggi besar yang kini menggunakan pakaian besi, pedang dan tameng keluar dengan langkah tegapnya. Sekilas pria itu memakai armor yang sering kulihat dalam game-game online yang dulu pernah aku mainkan. Ya, dialah pria yang tadi bermasalah denganku. Anggabaya namanya. Lagi-lagi kulihat langkahnya sangat percaya diri, dada membusung dan wajah menengadah. Aku pun ikut melangkah ke tengah. Tak lama, kami sudah berhadapan berjarak sekitar tujuh meteran.

β€œBERSIAPLAH MATI BAJINGAN!” Teriaknya yang disambut gemuruh para penonton.

β€œAku sudah siap. Majulah!” Kataku sambil memasang kuda-kuda. Chidorigatana mode on. Pedangku sudah terlapisi petir.

Tiba-tiba mata Anggabaya membulat lantas mengubah posisi kuda-kudanya, dan dia pun berkata, β€œPantas kau percaya diri menantangku. Ternyata kau penyihir elemen petir. Tapi kau salah besar. Sihirmu tak akan mampu mengalahkanku.”

β€œMajulah! Berhentilan berkicau!” Kataku.

β€œHAH! MULUTMU BESAR SEKALI! AKAN AKU KIRIM KAU KE NERAKA!” Ucap Anggabaya.

Aku langsung terbelalak ketika merasakan tekanan kekuatan yang dikeluarkan oleh lawan di depannya. Tak hanya itu Anggabaya mulai berubah menjadi sesuatu yang disebut Hybrid. Tubuhnya itu membesar dan perlahan ditutupi bulu hewan berwarna abu-abu. Aku tersenyum tipis dan langsung menguatkan kuda-kuda dan menatap tajam ke depan dimana Anggabaya telah selesai melakukan transformasi.

β€œWow! White Lion!” Terdengar gemuruh para penonton. Aku tahu sekarang, Anggabaya telah bertransformasi menjadi β€˜White Lion’. Tetapi aku tidak tahu apa kelebihan atau keunggulan teknik sihir ini, dan yang kuingat adalah nama group band terkenal bergenre slow rock asal Amerika Serikat.

"Tidak buruk cecunguk ... Kau menguasai sihir langka seperti elemen petir. Tapi elemen petirmu sangat tidak berpengaruh padaku.” Katanya dengan seringai yang memperlihatkan gigi-gigi runcingnya.

β€œAku bosan mendengar ocehanmu! Bersiaplah bertarung!” Kataku mulai kesal.

Belum juga bibirku kering, tiba-tiba Anggabaya aka White Lion langsung melesat cepat ke arahku. Aku yang melihatnya juga ikut melesat dengan pedang petir di tanganku. Tiba-tiba aku mengeraskan wajah karena Anggabaya hilang dari pandangan. Gerakannya sangat cepat secepat gerakanku. Pada saat yang bersamaan, dari sudut mata sebelah kiri aku melihat sebuah cakar tajam berniat mencabik tubuhku. Lagi-lagi aku mengeraskan wajah dan mendorong pedang petirku dan tanpa banyak waktu melompat ke belakang hingga cakar itu hanya mengores celanaku.

β€œGooaarr...! Tidak buruk untuk seorang pecundang!” Ucap Anggabaya, sebelum ia kembali melesat dengan kecepatan tinggi.

Aku yang melihat kecepatan Anggabaya aka White Lion melebarkan sedikit iris mataku. Aku mencoba menahan serangannya dengan melintangkan pedang petir lalu menyabetkannya ke depan. Aku membulatkan sedikit mata ketika melihat Anggabaya memutar tubuhnya dan melakukan tendangan kuat lurus menghantam tubuh bagian sampingku dengan kuat.

DUAKH...!

Kuatnya tendangan Anggabaya membuatku terseret ke belakang beberapa meter. Aku membelalakan mata lagi ketika Anggabaya sudah melompat ke arahku dengan tendangan maut yang siap meremukan tulang rusukku. Namun dengan cepat aku memutar tubuh ke samping dan membuat tendangan kuat itu hanya mengenai tempat kosong.

"Tidak buruk, pecundang ... Kau bisa menghindari semua seranganku sejauh ini. Tapi apa kau bisa menghindari seranganku yang satu ini." Ucap Anggabaya.

Aku menyipitkan mata ketika melihat kedua tangan Anggabaya tertutupi pedar energi sihir tipis. Aku tersentak sedikit melihat teknik sihirnya, sebelum akhirnya aku langsung melompat ke samping ketika melihat Anggabaya di depanku mengerakan cakarnya secara vertikal ke bawah.

JRASSH...!!!

Di tanah kini tercipta garis lurus yang menghiasi tanah sejauh beberapa meter. Aku menatap hal itu dengan takjub. Jika saja seseorang terkena teknik sihir itu mungkin orang tersebut akan menjadi daging cincang.

β€œGooaarr...! Kau hebat bisa menghindari sihir milikku.” Kini Anggabaya benar-benar memujiku.

Aku mengalihkan pandangan dan menatap Anggabaya dengan pandangan waspada. Kecepatan tinggi, kekuatan penghancur yang besar, dan serangan jarak jauh yang mematikan, orang itu memang sudah diciptakan untuk menjadi seorang pembunuh.

Anggabaya menyeringai, β€œMenarik ...! Menarik pecundang...! Kau cukup tangguh. Namun sayang kau harus mati di sini!” Ucap Anggabaya dengan nada bergembira.

Anggabaya melesat cepat ke arahku. Kali ini aku tidak bergeming dari tempatku. Cakar tajamnya berniat mencabik tubuhku. Suara riuh rendah langsung bergemuruh karena sudah sangat yakin kalau aku akan tercabik-cabik oleh cakar si White Lion. Sepertinya tidak ada kasus korban hidup dari cakarnya, ataupun sekarat keracunan, karena aku yakin mereka akan langsung mati saat detik itu juga cakarnya mengenai tubuh mereka.

CRASH ...

CRASH ...

CRASH ...

CRASH ...

Dengan kelebatan cepat, cakar si White Lion menghujami tubuhku hingga kepulan asap putih menyelimuti tubuh kami berdua. Entah berapa puluh cakar telah menghantam tubuhku dan yang terjadi adalah terkurasnya energi sihir Anggabaya yang terus penasaran ingin meluluh-lantahkan tubuhku, dan aku rasa orang ini hanya orang keparat yang hanya omong besar saja. Mungkin sudah merasa bosan, Anggabaya pun loncat menjauh dengan wajah panik.

β€œCakaranmu tadi terasa hanya menggaruk-garuk tubuhku.” Kataku mulai menjatuhkan mental bertarungnya.

β€œA..apa??? Ba..bagaimana bisa???” Pekik si White Lion terbengong-bengong.

Setelah asap putih sirna, terdengar gemuruh lagi. Semuanya tidak percaya dengan penglihatan mereka. Banyak orang sampai berdiri saking terkejutnya. Tubuhku tak tergores sedikit pun bahkan pakaianku masih utuh. Aku tersenyum miring menatap Anggabaya yang gugup berusaha menjauh dariku. Aku membuat jarak kami semakin dekat.

β€œJika kau masih sayang dengan nyawamu ... Berlututlah dan mengaku kalah saja padaku.” Aku masih memberinya kesempatan hidup.

β€œApa kau bilang? Aku harus berlutut? Kau lah yang harus berlutut padaku!” Katanya masih memperlihatkan kesombongannya.

β€œAku tidak mempunyai serangan yang hanya bisa membuat lawan pingsan atau terluka. Seranganku yang paling ringan saja membuat keempat anak buahmu menjadi mayat. Aku peringatkan sekali lagi, sebelum terlambat, berlutut lah dan mengaku kalah.” Kataku tidak main-main.

β€œA..aku ... Tidak sudi ...” Katanya namun sarat dengan keraguan.

β€œIni yang terakhir kali! BERLUTUTLAH DAN MENGAKU KALAH PADAKU!” Aku sengaja berteriak untuk memberinya shock terapi. Aku menarik pedang ke samping, petir perak-ungu menjerit di mata pedangku.

β€œYa ... Aku mengaku kalah ...” Ucap Anggabaya sambil berlutut dan menundukan kepalanya.

Teriakan kecewa menggema seantero colusseum. Entah apa yang penonton kecewakan. Apakah kekalahan Anggabaya yang terlalu mudah? Ataukah aku yang tidak membunuhnya? Namun yang jelas penonton sangat kecewa dan bahkan ada yang memaki-maki tak jelas. Akhirnya aku menghadapkan wajah ke arah Ratu Treysca lalu menjura sambil membungkukkan badan. Setelah mendapat balasan lambaian tangannya, aku berjalan ke pintu besi yang sudah terbuka. Aku pun menyusuri lorong hingga sampai di luar colosseum.

β€œBapak ...” Teriak Puspa dari kejauhan sambil berlari.

β€œPuspa ...” Lirihku sembari menyambutnya.

β€œBapak ...” Puspa terbang ke pelukanku dan kupeluk erat tubuh mungilnya sambil menciumi kedua pipinya.

β€œMas ... Oh, syukurlah ...” Ana turut memelukku dan tak lama Daru ikutan memeluk di bagian pahaku.

β€œYuk! Kita pulang ...” Ajakku pada mereka semua. Ana dan Daru melepaskan pelukan mereka. Sebelum berjalan aku sempat menyeka air mata Ana di pipinya. β€œSemua sudah selesai. Tidak ada lagi yang harus dikhawatirkan.” Kataku pada Ana.

β€œYuk ... Pulang ...” Kini Ana yang mengajak.

Baru saja kami beberapa langkah, tiba-tiba ada yang memanggilku, β€œTuan Azka ...!!!” Aku menoleh ke sumber suara. Seorang pria gagah dan tinggi menjulang berjalan cepat ke arahku. Ana pun membisikkan sesuatu. Ana bilang kalau pria itu adalah Panglima Tertinggi Kerajaan Tinberg. Ah, aku baru ingat kalau pria inilah yang aku tolong beberapa bulan yang lalu saat dia keracunan di Bukit Harsana.

β€œTuan Azka ... Ratu Treysca mengundang anda ke istana. Besok pagi tuan dan keluarga ditunggu Ratu Treysca.” Kata Panglima Tertinggi padaku, dan sekilas pria gagah ini melirik ke arah Ana.

β€œBaiklah ... Saya dan keluarga akan datang.” Kataku.

β€œTerima kasih.” Sang panglima menangkup kedua telapak tangannya dan dia simpan di dada.

β€œSama-sama.” Kataku sembari membungkukan badan.

Kami pun kembali ke penginapan. Aku memilih untuk segera beristirahat dan terlelap. Entah sudah berapa lama aku tertidur, perasaanku belum terlalu lama. Aku terbangun ketika ada tubuh empuk dan hangat merebah di atas tubuhku. Saat aku buka mata, ternyata Ana lah yang mengganggu tidurku. Sebelum sepenuhnya sadar, Ana langsung menyambar bibirku. Awalnya merasa malas membalas ciumannya, tetapi lama-lama aku imbangi serangan bibirnya. Bibir dan lidah kami saling terhubung dan menghisap. Kami berciuman dan saling melumat cukup lama sampai kami melepaskan ciuman karena memerlukan asupan oksigen.

β€œTerima kasih, sayang ...” Kata Ana pelan.

β€œBuat apa?” Tanyaku agak heran karena tak ada angin dan tak ada hujan, Ana mengucapkan terima kasih.

β€œTadi aku baru saja mendapat status janda. Suamiku menceraikan aku dengan keputusan ratu.” Jawab Ana.

β€œOh iya ... Aku baru ingat ... Sebenarnya kamu itu siapa? Karena yang aku tahu, mantan suamimu adalah salah satu orang kepercayaan ratu.” Kataku sangat penasaran.

β€œMaaf kalau selama ini aku berbohong padamu. Aku memang masih orang dalam istana. Aku kabur karena memang suamiku, eh mantan suamiku, kejam padaku dan Puspa. Dia sering memukuli kami.” Jawabnya.

Sebenarnya aku masih ingin bertanya, tetapi keburu bibir Ana menutup bibirku. Rangsangan demi rangsangan yang ana buat atas tubuhku, membuat birahiku mulai menggeliat. Apalagi setelah kejantananku menjadi mainan Ana, rasanya ingin lekas memasukan pada sangkarnya. Ana sudah bertelanjang di hadapanku dengan rambut digerai dan selalu jatuh ke samping bahunya menambah kesan erotis di saat mulutnya mengulum kejantananku keluar masuk di sana dengan bibirnya yang berwarna merah muda.

"Aaahh... Bu... Ooohh shiz..." Aku mengerang sementara Ana menyeringai dan merangkak ke atas tubuhku. Melumat bibir tebalku dengan ganas. Payudaranya yang menggelantung membuatku ingin menjamah dirinya. Ana melihat arah kemana pandanganku. Dengan sengaja Ana mengarahkan tangannya meremas kedua payudaranya sendiri dengan pinggul menggeliat di atas perutku yang terkadang menyenggol kejantananku menyentuh inti Ana.

Memang malam ini aku ingin pasif, biar Ana yang aktif. Tak lama, batas ereksiku digenggam tangan mungil Ana. Pelan-pelan Ana menurunkan pinggulnya, hingga penisku ditelan liang kenikmatan itu. Tak sampai ke bawah, Ana menaikkan pinggulnya lagi. Sangat pelan namun terasa betul ketatnya liang itu. Apalagi ditambah dengan otot-otot di dalamnya yang seakan meremas lembut batang penisku.

Ana mulai bergoyang memutar seperti penyanyi dangdut. Vaginanya yang tembem itu mengoyak penisku dengan liarnya. Ana terus bergoyang tanpa henti, dia benar-benar liar dengan posisi seperti ini. Dia menggunakan berbagai gaya, dari bergoyang, maju mundur, bahkan dia juga naik turun sembari jongkok di atas penisku. Sungguh menakjubkan. Vagina Ana semakin lama semakin basah saja, mungkin Ana sudah beberapa kali orgasme. Soalnya penisku sering merasakan banjuran cairan hangat ketika Ana bergoyang di atas penisku.

Waktu makin berlalu, genjotannya seakan belum menurunkan stamina apalagi tubuhnya malah terasa menambah kegigihan untuk terus bersenggama denganku. Lama sekali waktu yang kami lewati, hingga seluruh batang penisku terasa panas dan akhirnya ketika Ana menggoyang-goyangkan pantatnya ke kanan dan ke kiri, batang ereksiku ini rasanya gatal seperti ada sesuatu yang akan dimuntahkan. Ya, spermaku terasa pelan-pelan turun dari kedua testisku dan serasa mengalir melewati batang penisku yang teramat tegang, dan akhirnya …

β€œAaaahh ... Sayyaannggh ... Aaaaaaaghhhhh ...” Erangku mengejar nikmatnya cairan sperma yang keluar di dalam vagina Ana. Serentak membuat tubuhku lemas. Terasa aliran darah dari kepalaku turun hingga ujung kakiku. Keringat membanjiri tubuh kami berdua malam ini. Kami pun tersenyum bersama menikmati persetubuhan yang baru saja kami lakukan.

.....
.....
.....


Aku memasuki istana atas undangan Ratu Treysca, dan itu benar-benar istana yang indah. Aku terkesima memandang istana yang sangat megah di hadapanku, dengan nuansa bangunan berwarna biru-putih dan dinding-dinding batunya yang kokoh. Terdapat dua patung ksatria penjaga yang besar dan menjulang tinggi, yang terletak di kedua sisi pintu masuk istana. Aku tak berhenti-henti berdecak kagum. Aku baru pertama kali memasuki istana seperti di negeri dongeng seperti ini.

Saat ini, aku, Anna, Puspa dan Daru berjalan mengekor di belakang dua orang prajurit kerajaan. Kami sedang melintasi sebuah ruangan yang di sisi kanan dan kirinya terdapat pilar-pilar tinggi menjulang. Saat kami masuk ke sebuah ruangan, Ratu Treysca segera bangkit dari singgasananya menyambut kami berempat. Ana langsung saja berlutut di hadapan Ratu Treysca. Aku pun menyusul berlutut hormat pada sang ratu.

β€œTuan Azka ... Bangkitlah ...” Kata Ratu Treysca. Aku bangkit berdiri namun tidak dengan Ana yang masih tetap berlutut hormat di hadapan Ratu Treysca.

β€œAna ... Bawa anak-anak ke taman istana belakang.” Titah Ratu Treysca pada Ana.

Entah kenapa secara tiba-tiba aku mencium sesuatu yang aneh di antara mereka. Ana pun lalu membawa Puspa dan Daru keluar ruangan. Kini tinggal aku dan Ratu Treysca bersama beberapa prajurit yang berada di ruangan pertemuan ini. Ratu Treysca pun tersenyum lalu duduk di singgasananya kembali.

β€œAku akan mengangkatmu sebagai panglima perang. Segala keperluanmu sudah aku siapkan. Sekarang kamu tinggal di istana ini. Aku tidak ingin ditolak.” Tiba-tiba Ratu Treysca membuat permintaan tapi lebih kepada perintah.

β€œMaafkan saya kanjeng ratu. Saya belum bisa menerima permintaan kanjeng ratu, karena masih ada satu lagi pekerjaan yang harus saya lakukan. Mungkin, setelah pekerjaan saya selesai, saya akan menerima tawaran kanjeng ratu.” Jawabku.

β€œHhhmm ... Sebegitu pentingkah perkerjaanmu?” Tanya Ratu Treysca.

β€œSangat penting kanjeng ratu ... Sangat penting ...” Jawabku lagi.

β€œApa pekerjaanmu dan berapa lama kau akan menyelesaikan pekerjaanmu?” Ratu Treysca terus bertanya.

β€œMaaf kanjeng ratu, saya tidak bisa memberitahukan jenis pekerjaan yang akan saya lakukan. Pekerjaan itu memerlukan waktu sekitar satu tahun.” Aku kini mulai berani menatap wajah Ratu Treysca.

β€œBaiklah ... Akan aku tunggu kau menyelesaikan pekerjaanmu. Aku berharap kau menepati janjimu.” Kata Ratu Treysca dengan lemah lembut namun penuh ketegasan. β€œPrajurit! Panggil Jayanti untuk menghadapku!” Tiba-tiba Ratu Treysca berujar demikian.

β€œJayanti? Apakah Jayanti sang penari itu?” Gumamku dalam hati. Sungguh aku jadi sangat penasaran sekaligus heran.

β€œTuan Azka.” Kata Ratu Treysca lagi yang membuat bayanganku buyar. β€œApakah Petteri mengajarimu juga sihir elemen petir?” Tanyanya kemudian. Aku agak terhenyak dengan pertanyaan itu.

β€œBenar, kanjeng ratu.” Jawabku singkat.

β€œTuan Azka ... Namamu sudah sangat terkenal di dunia ras manusia. Tuan lah satu-satunya manusia yang memiliki sihir elemen petir yang sangat langka. Sekarang keadaannya, tuan sedang diburu oleh raja-raja untuk dijadikan panglima perang. Jujur, aku juga menginginkan tuan menjadi bagian dari kerajaan ini. Jadi, aku tawarkan sesuatu yang aku harap tuan mau menerimanya.” Jelasnya yang membuatku terbengong-bengong.

β€œMaaf, kanjeng ratu ... Bagaimana bisa, kalau saya diketahui oleh banyak raja memiliki sihir elemen petir? Dan kenapa saya menjadi buruan mereka?” Tanyaku bingung.

β€œNaga Suci Khor ... Pemimpin bangsa naga ... Makhluk terkuat di dunia ini ... Ucapannya selalu menjadi kenyataan dan dia telah meramalkan akan ada manusia terkuat yang akan membantu ras manusia memenangi peperangan.” Paparnya begitu jelas.

β€œMungkin itu bukan saya ...” Aku coba menyanggahnya.

β€œAku melihat pertarunganmu dengan Anggabaya. Lawanmu dibuat tidak berkutik hanya dengan sedikit tenaga. Aku tahu kalau kau memiliki kekuatan yang maha dahsyat.” Jawab Ratu Treysca sambil tersenyum.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Aku yang menoleh tetap menoleh karena mataku seakan tertarik magnet yang sangat kuat. Seorang wanita cantik berjalan masuk ke dalam ruangan. Sungguh dia memiliki paras yang sangat cantik melebihi rata-rata. Pantas saja pria-pria sangat memujanya. Wanita itu berlutut di hadapan Ratu Treysca. Gaun putihnya tersingkap dan kulihat paha mulusnya seperti pualam. Karuan saja pemandangan itu menggelitik gairahku dan aku berusaha menolak gejolak hormon seksualku dan menekannya agar tidak meledak.

β€œTuan Azka ... Dia adalah dayang-dayang kesayanganku bernama Jayanti. Dia ini kepala dayang-dayang di istana ini. Penawaranku adalah kau bisa memiliki semua dayang-dayang di istana ini. Mereka akan menjadi milikmu bila kau mau menjadi panglima perang kerajaan ini.” Ujar Ratu Treysca.

β€œA..apa???” Lirihku terkejut.

β€œTidak ada satu pun yang pernah kuberikan penawaran sebaik ini sebelumnya. Jadilah bagian kerajaan ini.” Pinta Ratu Treysca dengan suara agak memelas.

Perang batin pun terjadi. Hingga aku tidak menyadari, orang yang menjadi faktor utama membuatku termenung sedang menatap ke arahku. Aku baru tersadar saat Jayanti memberikan senyuman manisnya padaku. Untuk sesaat aku akan mengatakan menerima tawaran Ratu Treysca. Namun tiba-tiba aku teringat misiku yang harus aku selesaikan.

β€œKanjeng ratu ... Sesungguhnya tawaran kanjeng ratu sangatlah menggiurkan dan sejujurnya saya tidak ingin menolak. Tetapi saya tidak bisa begitu saja melepaskan tanggung jawab saya kepada guru saya. Berikan saya waktu untuk menyelesaikan misi saya dahulu. Setelah itu kita bisa mendiskusikannya lagi.” Jawabku tegas dan penuh keyakinan.

β€œYa, aku sadar kalau aku tidak bisa memaksamu. Tetapi, aku sangat berharap jika kau selesai dengan misimu, datanglah padaku. Aku benar-benar menginginkanmu menjadi panglima perangku.” Kata Ratu Treysca penuh harap.

β€œKanjeng ratu bisa memegang janji saya. Setelah misi saya selesai, saya pasti akan kembali pada kanjeng ratu.” Aku mengikrarkan janji di hadapan Ratu Treysca.

β€œBaiklah. Aku senang mendengarnya.” Ratu Treysca pun tersenyum. β€œJayanti ... Ajak Tuan Azka ke tempatmu ...” Ratu Treysca bertitah.

β€œBaik kanjeng ratu.” Sahut Jayanti sembari bangkit lalu mengajakku untuk mengikutinya.

Ratu Treysca pun mengangguk sebagai tanda ijin untukku mengikuti Jayanti. Selanjutnya, aku berjalan keluar dari ruangan pertemuan bersama wanita super cantik ini. Sial! Darah kelelakianku tiba-tiba menghangat hanya dengan mencium aroma tubuh wanita di sampingku ini. Aku sebenarnya tidak ingin melakukan ini, tetapi kenapa tanganku seolah bergerak sendiri. Tanpa diminta tanganku bergerak dan menggenggam tangan Jayanti. Jayanti hanya tersenyum melihat tingkahku, dan tak lama Jayanti membalas genggaman tanganku.

Tak ada suara di antara kami sepanjang berjalan, yang aku sendiri tidak tahu kemana tujuan. Namun genggaman tangan kami seakan yang bercerita. Tanganku dan tangannya saling mengerat. Tak terasa, aku dibawa ke sebuah ruangan yang sangat harum, dan langsung saja jantungku hampir berhenti berdetak, mataku melihat nanar, tidak kurang dari sepuluh wanita cantik berada satu ruangan denganku kini. Aku bisa katakan bila semua wanita ini berparas sama cantiknya dengan Jayanti. Tetapi bukan itu yang membuatku terhenyak. Mereka semua memiliki tubuh yang sangat aduhai yang tak terlapisi benang sehelai.

Bersambung
Chapter 5 di halaman 35 atau klik di sini.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd