Dony, begitu nama panggilanku.
Tumbuh sebagai laki-laki aku
boleh dibilang sempurna baik
dalam hal ketampanan maupun
kejantanan dengan tubuhku yang
tinggi tegap dan atletis. Dalam
kehidupan aku juga serba
berkecukupan karena aku adalah
juga anak angkat kesayangan
seorang pejabat sebuah
departemen pemerintahan yang
kaya raya.
Saat ini aku kuliah di kota
Bandung, di situ aku menyewa
sebuah rumah kecil dengan
perabot lengkap dan untuk
pengawasannya aku dititipkan
kepada Oom Rony, sepupu
ayahku yang juga pemilik rumah
untuk memperhatikan segala
kebutuhanku. Oom Rony adalah
seorang pejabat perbankan di
kota kembang ini dan dia
kuanggap sebagai wali orang
tuaku. Sekalipun aku sadar
ketampanan dan segala
kelebihanku digila-gilai banyak
perempuan, namun aku masih
belum mencari pacar tetap.
Untuk menyalurkan hobby
isengku saat sekarang ini aku
lebih senang dengan cewek-
cewek yang berstatus freelance
atau cewek bayaran yang kunilai
tidak akan membawa tuntutan
apa-apa di belakang hari.
Begitulah, pada tahun keempat
masa kuliahku secara kebetulan
aku mendapat seorang teman
yang cocok dengan seleraku.
Seorang gadis berstatus
pembantu rumah tangga
keluargaku tapi penampilannya
cantik berkesan gadis kota.
Jadinya konyol, di luaran aku
terkenal sebagai pemuda
mahalan kelas atas tapi tanpa
ada yang tahu justru partner
tetap untuk ber-iseng-ku
sendiri adalah seorang gadis
kampung yang status sosialnya
jauh di bawahku.
Sriwasti nama asli si cantik anak
bekas pembantu rumah tangga
orangtuaku, tapi lebih akrab
dipanggil dengan Wasti. Sewaktu
mula-mula hadir di tempatku ini
dia memang meringankan aku
tapi juga membuat aku jadi
panas dingin berada di dekatnya.
Pasalnya dulu aku pernah punya
skandal hampir menggagahi dia
sehingga dengan kembalinya dia
kali ini dalam status istri orang
tapi tinggal kesepian ini tentunya
menggali lagi gairah
rangsanganku kepadanya.
Usianya 3 tahun lebih muda
dariku, dia dulu dibiayai
sekolahnya oleh orangtuaku dan
ketika tamat SMA dia pernah
beberapa bulan bekerja
membantu-bantu di rumahku
sambil berusaha masuk Akademi
Perawat. Sayang dia gagal dan
kemudian pulang kampung lagi
untuk menerima lamaran
seorang pemuda di tempat
asalnya itu.
Waktu masih di rumah
orangtuaku itulah aku yang
tertarik kecantikannya, kalau
pulang dari Bandung sering iseng
menggoda dia, suatu kali sempat
kelewatan nyaris merenggut
kegadisannya. Sebab di suatu
kesempatan Wasti yang memang
kutahu menaruh hati padaku
sudah pasrah kugeluti dalam
keadaan bugil hanya saja karena
aku masih tidak tega dan juga
masih takut sehingga urung aku
menodai dia. Kuingat waktu itu
secara iseng-iseng aku sengaja
ingin menguji kesediaannya
yaitu ketika ada kesempatan dia
kuajak ke dalam kamarku.
Beralasan meminta dia memijati
aku tapi sambil begitu
kugerayangi dia di bagian-bagian
sensitifnya. Ternyata dia diam
saja tidak berusaha untuk
menolakku, sehingga aku
meningkat lebih terang-terangan
lagi. Susunya memang
menggiurkan dengan bentuknya
yang membulat kenyal tapi aku
masih mengincar lebih ke bawah
lagi. Was gimana kalau kamu
buka dulu celana dalammu, Mas
Dony pengen gosok-gosokin yang
enak di punyamu, bujukku
dengan tangan sudah meraba-
raba di selangkangannya.
Wasti tersipu-sipu dengan gugup
ragu-ragu, meskipun begitu
menurut saja dia untuk
membuka celana dalamnya yang
kumaksudkan itu.
Ta.. tapi.. nggak apa-apa ya
Mass..? kali ini terdengar nada
tanya kuatirnya.
Aku yang memang cuma sekedar
menguji segera menenangkan
dia.
Oo tenang aja, nggak Mas
masukin inimu cuma sekedar
ditempel-tempelin aja kok..
jawabku sambil juga
menurunkan celana dalamku
memamerkan batangku yang
sudah setengah tegang
terangsang.
Kuambil tangannya dan
meletakkan di batang
kemaluanku meminta dia
memainkan batang itu dengan
genggaman melocok, ini diikuti
Wasti mulanya dengan wajah
kikuk malu tapi toh dia mulai
terbiasa juga. Nampak tidak ada
tanda-tanda risih karena baru
kali ini dia melihat batang
telanjang seorang laki-laki.
Layap-layap keenakan oleh
kocokannya sambil begitu
sebelah tanganku juga ikut
meremasi susu bergantian
dengan bermain di liang
kemaluannya. Lama-lama terasa
menuntut, kuminta Wasti
merubah posisi bertukar tempat,
dia yang berbaring setengah
duduk tersandar di kepala
tempat tidur, dari situ aku pun
masuk duduk berlutut di tengah
selangkangannya.
Dalam kedudukan ini tangan
Wasti bisa mencapai batanganku
dan melocoknya tepat di atas
liang kemaluannya sementara
kedua tanganku yang bebas bisa
bermain dari kedua susu sampai
ke liang kemaluannya. Lagi-lagi
Wasti memperlihatkan air muka
khawatir karena dikira aku
sudah akan menyetubuhinya tapi
kembali kutenangkan dan
menyuruh dia terus melocok
dengan hanya menggesek-gesek
ujung kepala batang kemaluan di
celah menguak liang kemaluan
berikut klitorisnya. Cukup terasa
enak buatku meskipun memang
penasaran untuk berlanjut lebih
jauh, tapi begitupun aku bisa
menahan emosiku sampai
kemudian locokannya berhasil
membuatku berejakulasi.
Menyembur-nyembur maniku
tumpah di celah liang
kemaluannya yang terkuak
mengangkang, tapi sengaja
kutahan tidak kutusukkan di
lubang itu. Huffhh pinterr
kamu Was.. besok-besok bikinin
lagi kayak gini ya? kataku
memberi pujian ketika
permainan usai. Wasti
mengangguk malu-malu bangga
dan sejak itu setiap ada
kesempatan aku ingin beriseng,
dia yang kuajak dan kugeluti
sekedar menyalurkan
tuntutanku. Memang, sampai
dengan saat itu aku masih
bertahan untuk tidak mengambil
keperawanannya karena masih
terpikir status kami yang
berbeda. Aku majikan dan dia
pembantu, padahal dalam
segalanya Wasti betul-betul
seorang gadis yang mulus
kecantikannya. Dibandingkan
dengan wanita-wanita cantik
yang kukenal belakangan, Wasti
pun tidak kalah indahnya. Tapi
itulah yang namanya
pertimbangan status padahal
akhirnya aku toh bertemu lagi
dan membuat hubungan yang
lebih jauh dengannya.
Di kampungnya Wasti dinikahi
Ardi seorang pemuda
tetangganya, dia sempat
beberapa bulan hidup bersama
tapi ketika Ardi yang lulusan
Akademi Teknik, minta ijin
selama setahun karena mendapat
pekerjaan sebagai TKI di suatu
negara Arab, Wasti praktis hidup
sebagai janda sendirian. Begitu,
untuk mengisi waktunya dia juga
meminta ijin agar bisa mencari
pekerjaan tambahan dan dia pun
teringat kepadaku karena aku
memang pernah menjanjikan hal
itu kalau dia ingin mendapat
tambahan pencaharian. Ardi
setuju karena aku sudah bukan
asing bagi mereka, maka sesaat
sebelum Ardi berangkat ke Arab
dia ikut mengantar Wasti
meminta pekerjaan padaku.
Kedatangan Wasti untuk
menawarkan tenaganya tentu
saja tidak bisa kutolak tapi untuk
tinggal bersama di rumah
sewaanku jelas akan
mengundang kecurigaan orang,
dia pun kutawarkan tinggal
sambil bekerja di sebuah tempat
usahaku. Kebetulan aku memang
mengusahakan sebuah Panti Pijat
yang sebetulnya dimodali Oom
Rony, sehingga kehadiran Wasti
bisa membantu mewakili aku
sebagai orang kepercayaanku
dalam mengawasi tempat pijat
itu. Wasti langsung setuju tapi
waktu suaminya sudah
berangkat meninggalkan dia
barulah dia berkomentar
bingung soal pekerjaan itu.
Tapi.., aku bener nggak disuruh
kerja mijet Mas? katanya agak
keberatan dengan tugas yang
belum dimengertinya itu.
Ya enggak dong, kamu di sana
Mas kasih tugas utama sebagai
pengawas tempat itu. Kalau soal
mau belajar mijet sih boleh-
boleh aja, malah bagus supaya
Mas bisa kebagian rasanya juga,
kataku sambil tersenyum
menggoda.
Ngg.. gitu nanti ada yang
ngajakin tidur aku, gimana
Mas..?
Boleh, tapi minta ijin Mas dulu.
Yang jelas Mas dulu yang pakai
baru boleh dikasih yang lain,
kataku tambah menggoda lebih
jauh.
Di sini Wasti langsung mesem
malu-malu, tapi begitupun
senang dengan tawaranku untuk
mewakili aku mengawasi usaha
tempat pijatku. Dia kuberi kamar
di rumah yang kukontrak untuk
usaha pijat itu tapi secara rutin
seminggu dua kali dia datang
membantu membersihkan
rumahku dan mengambil baju-
baju kotorku untuk
dicucikannya.
Begitulah dengan adanya Wasti
yang seolah-olah membawa
keberuntungan bagiku, usahaku
pun semakin bertambah ramai.
Apalagi dia yang semula hanya
bertindak sebagai tuan rumah
setelah mulai belajar teknik
memijat dan mulai
mempraktekkan kepada
tamunya, semakin banyak saja
mereka yang datang mem-
booking Wasti. Antri para tamu
itu hadir dengan niat ingin
mencicipi asyiknya pijatan
sambil tentunya berusaha
merayu agar bisa menikmati
lebih dari sekedar pijatan si
manis Wasti ini. Tetapi mereka
belum sampai ke situ karena di
bulan kedua kehadiran Wasti
baru kepadakulah yang paling
dekat dengannya saat ini, dia
memberikan keistimewaannya.
Karena sudah pernah ada
hubungan sebelumnya maka
mudah saja bagiku untuk
membuat kelanjutan intim
dengannya, cuma saja setelah
beberapa lama baru terpikir
olehku untuk mencicipi dia.
Waktu itu aku terserang
muntaber dan sempat seminggu
aku terbaring di rumah sakit
dengan ditunggui bergantian
oleh Wasti dan Indri kakak
perempuanku yang sengaja
datang dari Jakarta untuk
mengurusi sampai dengan
kesembuhanku. Keluar dari
rumah sakit dan setelah melihat
aku sudah mendekati pulih
kesembuhanku, Indri pun
kembali lagi ke Jakarta dengan
meninggalkan pesan pada Wasti
untuk tetap mengurusi sampai
aku betul-betul sembuh. Lewat
lagi dua hari tenagaku kembali
pulih seperti semula tapi seiring
dengan itu mulai timbul lagi
tuntutan kejantananku dan kali
ini aku berencana akan
menyalurkannya pada Wasti
sebagai sasaranku yang paling
dekat denganku saat itu. Ini
karena aku selama dirawat
olehnya merasa lebih akrab
perasaanku dan berhutang budi
sekali padanya.
Tau nggak Was? Apa yang
pertama-tama mau Mas bikin
kalau udah sembuh bener dari
sakit ini? tanyaku mengajak dia
ngobrol menjelang
kesembuhanku.
Apa tuh kira-kira Mas?
Mas kepengen begini.. kataku
sambil memberi tanda ibu jari
dijepit telunjuk dan jari
tengahku.
Wasti langsung ketawa geli
mendengarnya.
Hik, hik, hik.. Mas Dony yang
dipikir kok itu dulu. Emang
puasa berapa hari ini udah
kepengen banget sih?
Justru itu, kepingin sih jangan
bilang lagi tapi coba tebak siapa
nanti yang bakal Mas ajak
tidur?
Hmm siapa ya? Mas sih banyak
ceweknya mana Wasti tau siapa
orangnya?
Orangnya ya kamu Was.
Ngg kok malah aku, kan masih
banyak yang cakep lainnya
Mas.. Wasti kontan tersipu-sipu
malu seolah tidak percaya
denganku.
Yang Mas pilih emang kamu
kok, sementara jangan dulu
dikasih ke yang lainnya ya!
kataku sambil menarik dia
mendekat kepadaku.
Kasih siapa Mas, kan katanya
harus ijin Mas dulu?
Makanya itu nanti Mas yang
pakai dulu. Kasih Mas ya?
Kali ini kususupkan tanganku ke
selangkangannya mengusap-usap
bukit kemaluannya dan diterima
Wasti dengan mengangguk
sambil menggigit bibir malu-
malu.
Dia sudah bersedia dan ketika
tiba saatnya, aku sengaja
mengajaknya keluar menginap di
hotel karena aku ingin betul-
betul bebas berdua dengan dia.
Maklum di rumah sewaanku
masih kukhawatirkan Indri
ataupun keluargaku dari Jakarta
akan muncul sewaktu-waktu
sehingga tidak terlalu aman
rasanya. Segera aku pun bersiap-
siap dan membuka lemari untuk
mengambil uang tapi ide
nyentrikku mendadak timbul
ketika terpandang sweaterku
yang tergantung di situ. Kuminta
dia memakai sweater itu tapi
tanpa mengenakan apa-apa lagi
di balik itu, ini memang
diturutinya tapi sambil meringis
geli ketika sudah naik ke mobil
duduk di sebelahku.
Mas ini ada-ada aja, masak aku
cuma disuruh pakai kayak gini
sih?
Kamu biar cuma pakai gini
tetep keliatan manis kok Was,
kataku membesarkan hatinya.
Tapi kan lucu Mas, di atasnya
anget tapi di bawahnya bisa
masuk angin..
Maksud Mas Donny begini
supaya pemanasannya bikin
cepet tambah kepengennya.
Sambil nyupir gampang megang-
megangin kamu.. jelasku dengan
menjulurkan tangan ke
selangkangannya sudah langsung
merabai liang kemaluan
telanjangnya.
Wasti tersipu-sipu tapi toh
menurut juga ketika aku
meminta dia menaikkan kedua
kakinya ke atas jok sehingga
liang kemaluannya lebih
terkangkang lebar, lebih leluasa
tanganku bermain di situ. Dia
dari sejak dulu memang tidak
pernah membantah apapun
permintaanku. Mengusap-usap
bukit yang cuma sedikit
ditumbuhi bulu-bulu
kemaluannya serta meremas-
remas pipi menggembung dari
bagian kewanitaannya yang
menggiurkan ini, terasa kenyal
daging mudanya itu.
Dipermainkan begitu tangannya
otomatis terjulur ke kemaluanku
membalas memegang seperti
dulu ketika dia masih sering
bermain-main dengan milikku,
tapi cuma sebentar karena segera
dicabut lagi.
Lho kenapa nggak diterusin?
Nggak ah, nanti keburu
muncrat duluan. Mas kan udah
puasa beberapa hari pasti
sekarang udah kentel susunya,
kan sayang kalau keburu tumpah
di luar nanti Wasti nggak
kebagian.
Lho kan dipanasin dulu
botolnya nggak apa-apa. Siapa
tau kelewat kentel malah nggak
mau netes airnya nanti?
Masak nggak mau keluar Mas?
Oh iya lupa, kalau diperes-peres
pakai lubang sempit ini memang
pasti keluar sih. Tapi sambil
dikocokin yang enak nanti ya?
Rangsangan selama perjalanan
sudah mulai memanaskan gairah
birahi kami, ketika tiba di hotel
kelanjutannya semakin membara
lagi. Di hotel yang kupilih, Wasti
sudah kusuruh masuk ke kamar
duluan sementara aku masih
menutup pintu mobil sebelum
kususul dia di situ. Kubuka
sekalian bajuku hingga telanjang
bulat sementara dia masih
berlutut di sofa yang menempel
dekat jendela, pura-pura
memandang ke luar mengintip
lewat gordyn jendela. Segera aku
merapat dari belakangnya
langsung membuka sweater satu-
satunya penutup tubuhnya,
begitu sama telanjang bulat
kupeluk dia merapatkan
punggungnya ke dadaku dan
mulai mengecupi lembut
lehernya dengan diikuti kedua
tanganku bermain masing-
masing meremasi susu dan bukit
kemaluannya.
Maass.. botolnya kerasa udah
keras bener.. katanya
mengomentari kemaluanku yang
sudah mengencang menempel di
atas pantatnya.
Iya, udah ngerti dia sebentar
lagi bakal ditumpahin isinya ke
lobang ini, jawabku singkat.
Kupondong dia dan
membaringkan di atas tempat
tidur langsung kudekap dan
mencumbui dengan kecupan-
kecupan seputar wajahnya dan
usapan-usapan tangan di sekujur
tubuhnya. Kenangan lama
terungkit, gemas-gemas sayang
rasanya dengan tubuhnya yang
mulus lagi cantik ini. Ingin
kulampiaskan emosi nafsuku
tapi seperti takut dia kesakitan
oleh tenagaku, jadinya setengah
keras setengah tertahan
serbuanku. Remasan tangan
kuganti saja dengan permainan
mulutku, tanpa menghentikan
kecupanku yang mulai kujalari
menurun ke leher menuju ke
buah dadanya. Wasti selain
mulus bersih juga tidak berbau
keringatnya sehingga enak untuk
kucium-ciumi dan kujilat-jilati.
Tiba di bagian susunya, kedua
bukit daging yang putih
membulat bagus lagi kenyal ini
segera kukecap dengan mengisap
berganti-ganti masing-masing
pentilnya. Mengenyoti bagian
puncaknya, kungangakan lebar-
lebar mulutku serasa ingin
memasukkan banyak-banyak
daging menonjol itu agar dapat
kusedot sepuas-puasnya. Di
dalam mulutku lidahku
berputaran menjilati pentilnya,
menggigit-gigit kecil membuat
dia mengerang dalam geli-geli
senang.
Ssh ahngg.. geli Mass..
suaranya merengek manja
membuat aku semakin gemas
bergairah. Air mukanya mulai
merah terangsang karena sambil
begitu aku juga menambahi
dengan mempermainkan liang
kemaluannya. Menggosok-gosok
klitorisnya dan mulai
mencucukkan satu jariku
mengoreki bagian mulut
lubangnya. Ada satu yang
istimewa dan menyenangkatu
yang istimewa dan
menyenangkitu dia mempunyai
klitoris jenis besar yang jarang
kujumpai pada kebanyakan
kemaluan-kemaluan perempuan.
Aku sudah lama mengenal
bagian ini tapi masih juga seperti
penasaran membawa aku
merosot ke bawah untuk
memperhatikannya lebih jelas.
Ihh.. Mas ini mau ngeliat apa
sih..?
Wasti rupanya kikuk malu
dengan perobahan mendadakku.
Tangannya bergerak ingin
menutup bagian itu tapi cepat
kusingkirkan.
Kok mau ditutup sih, kan Mas
kangen pengen ngeliat itil
gedemu kayak dulu Was?
Hngg.. punyakku jelek kok mau-
maunya diliat sih Mas..?
Kamu keliru, justru yang begini
disenengin orang laki soalnya
jarang ada..
Aaah Mas Dony menghibur
ajaa. Apanya disenengin, jadi
ketawaan malah..
Lho Mas sendiri udah keliling
banyak cewek belum pernah
dapet yang gini. Udah denger
cerita dari orang-orang baru
Mas penasaran lagi sama kamu
Was..
Ngg abiiss Mas nggak dulu-dulu
ngambilnya.. Sekarang udah
keburu diambil Kang Ardi
duluan baru Mas minta, kan
Wasti nggak tega ngasihnya
kalau udah bekas-bekas Mas..
timpal Wasti dengan air muka
membayangkan kecewa.
Melihat ini buru-buru aku
menghibur.
Tapi nggak apa, biarpun gitu
Mas Dony juga tetep seneng sama
kamu kok. Sini Mas bikinin buat
kamu.
Tumbuh sebagai laki-laki aku
boleh dibilang sempurna baik
dalam hal ketampanan maupun
kejantanan dengan tubuhku yang
tinggi tegap dan atletis. Dalam
kehidupan aku juga serba
berkecukupan karena aku adalah
juga anak angkat kesayangan
seorang pejabat sebuah
departemen pemerintahan yang
kaya raya.
Saat ini aku kuliah di kota
Bandung, di situ aku menyewa
sebuah rumah kecil dengan
perabot lengkap dan untuk
pengawasannya aku dititipkan
kepada Oom Rony, sepupu
ayahku yang juga pemilik rumah
untuk memperhatikan segala
kebutuhanku. Oom Rony adalah
seorang pejabat perbankan di
kota kembang ini dan dia
kuanggap sebagai wali orang
tuaku. Sekalipun aku sadar
ketampanan dan segala
kelebihanku digila-gilai banyak
perempuan, namun aku masih
belum mencari pacar tetap.
Untuk menyalurkan hobby
isengku saat sekarang ini aku
lebih senang dengan cewek-
cewek yang berstatus freelance
atau cewek bayaran yang kunilai
tidak akan membawa tuntutan
apa-apa di belakang hari.
Begitulah, pada tahun keempat
masa kuliahku secara kebetulan
aku mendapat seorang teman
yang cocok dengan seleraku.
Seorang gadis berstatus
pembantu rumah tangga
keluargaku tapi penampilannya
cantik berkesan gadis kota.
Jadinya konyol, di luaran aku
terkenal sebagai pemuda
mahalan kelas atas tapi tanpa
ada yang tahu justru partner
tetap untuk ber-iseng-ku
sendiri adalah seorang gadis
kampung yang status sosialnya
jauh di bawahku.
Sriwasti nama asli si cantik anak
bekas pembantu rumah tangga
orangtuaku, tapi lebih akrab
dipanggil dengan Wasti. Sewaktu
mula-mula hadir di tempatku ini
dia memang meringankan aku
tapi juga membuat aku jadi
panas dingin berada di dekatnya.
Pasalnya dulu aku pernah punya
skandal hampir menggagahi dia
sehingga dengan kembalinya dia
kali ini dalam status istri orang
tapi tinggal kesepian ini tentunya
menggali lagi gairah
rangsanganku kepadanya.
Usianya 3 tahun lebih muda
dariku, dia dulu dibiayai
sekolahnya oleh orangtuaku dan
ketika tamat SMA dia pernah
beberapa bulan bekerja
membantu-bantu di rumahku
sambil berusaha masuk Akademi
Perawat. Sayang dia gagal dan
kemudian pulang kampung lagi
untuk menerima lamaran
seorang pemuda di tempat
asalnya itu.
Waktu masih di rumah
orangtuaku itulah aku yang
tertarik kecantikannya, kalau
pulang dari Bandung sering iseng
menggoda dia, suatu kali sempat
kelewatan nyaris merenggut
kegadisannya. Sebab di suatu
kesempatan Wasti yang memang
kutahu menaruh hati padaku
sudah pasrah kugeluti dalam
keadaan bugil hanya saja karena
aku masih tidak tega dan juga
masih takut sehingga urung aku
menodai dia. Kuingat waktu itu
secara iseng-iseng aku sengaja
ingin menguji kesediaannya
yaitu ketika ada kesempatan dia
kuajak ke dalam kamarku.
Beralasan meminta dia memijati
aku tapi sambil begitu
kugerayangi dia di bagian-bagian
sensitifnya. Ternyata dia diam
saja tidak berusaha untuk
menolakku, sehingga aku
meningkat lebih terang-terangan
lagi. Susunya memang
menggiurkan dengan bentuknya
yang membulat kenyal tapi aku
masih mengincar lebih ke bawah
lagi. Was gimana kalau kamu
buka dulu celana dalammu, Mas
Dony pengen gosok-gosokin yang
enak di punyamu, bujukku
dengan tangan sudah meraba-
raba di selangkangannya.
Wasti tersipu-sipu dengan gugup
ragu-ragu, meskipun begitu
menurut saja dia untuk
membuka celana dalamnya yang
kumaksudkan itu.
Ta.. tapi.. nggak apa-apa ya
Mass..? kali ini terdengar nada
tanya kuatirnya.
Aku yang memang cuma sekedar
menguji segera menenangkan
dia.
Oo tenang aja, nggak Mas
masukin inimu cuma sekedar
ditempel-tempelin aja kok..
jawabku sambil juga
menurunkan celana dalamku
memamerkan batangku yang
sudah setengah tegang
terangsang.
Kuambil tangannya dan
meletakkan di batang
kemaluanku meminta dia
memainkan batang itu dengan
genggaman melocok, ini diikuti
Wasti mulanya dengan wajah
kikuk malu tapi toh dia mulai
terbiasa juga. Nampak tidak ada
tanda-tanda risih karena baru
kali ini dia melihat batang
telanjang seorang laki-laki.
Layap-layap keenakan oleh
kocokannya sambil begitu
sebelah tanganku juga ikut
meremasi susu bergantian
dengan bermain di liang
kemaluannya. Lama-lama terasa
menuntut, kuminta Wasti
merubah posisi bertukar tempat,
dia yang berbaring setengah
duduk tersandar di kepala
tempat tidur, dari situ aku pun
masuk duduk berlutut di tengah
selangkangannya.
Dalam kedudukan ini tangan
Wasti bisa mencapai batanganku
dan melocoknya tepat di atas
liang kemaluannya sementara
kedua tanganku yang bebas bisa
bermain dari kedua susu sampai
ke liang kemaluannya. Lagi-lagi
Wasti memperlihatkan air muka
khawatir karena dikira aku
sudah akan menyetubuhinya tapi
kembali kutenangkan dan
menyuruh dia terus melocok
dengan hanya menggesek-gesek
ujung kepala batang kemaluan di
celah menguak liang kemaluan
berikut klitorisnya. Cukup terasa
enak buatku meskipun memang
penasaran untuk berlanjut lebih
jauh, tapi begitupun aku bisa
menahan emosiku sampai
kemudian locokannya berhasil
membuatku berejakulasi.
Menyembur-nyembur maniku
tumpah di celah liang
kemaluannya yang terkuak
mengangkang, tapi sengaja
kutahan tidak kutusukkan di
lubang itu. Huffhh pinterr
kamu Was.. besok-besok bikinin
lagi kayak gini ya? kataku
memberi pujian ketika
permainan usai. Wasti
mengangguk malu-malu bangga
dan sejak itu setiap ada
kesempatan aku ingin beriseng,
dia yang kuajak dan kugeluti
sekedar menyalurkan
tuntutanku. Memang, sampai
dengan saat itu aku masih
bertahan untuk tidak mengambil
keperawanannya karena masih
terpikir status kami yang
berbeda. Aku majikan dan dia
pembantu, padahal dalam
segalanya Wasti betul-betul
seorang gadis yang mulus
kecantikannya. Dibandingkan
dengan wanita-wanita cantik
yang kukenal belakangan, Wasti
pun tidak kalah indahnya. Tapi
itulah yang namanya
pertimbangan status padahal
akhirnya aku toh bertemu lagi
dan membuat hubungan yang
lebih jauh dengannya.
Di kampungnya Wasti dinikahi
Ardi seorang pemuda
tetangganya, dia sempat
beberapa bulan hidup bersama
tapi ketika Ardi yang lulusan
Akademi Teknik, minta ijin
selama setahun karena mendapat
pekerjaan sebagai TKI di suatu
negara Arab, Wasti praktis hidup
sebagai janda sendirian. Begitu,
untuk mengisi waktunya dia juga
meminta ijin agar bisa mencari
pekerjaan tambahan dan dia pun
teringat kepadaku karena aku
memang pernah menjanjikan hal
itu kalau dia ingin mendapat
tambahan pencaharian. Ardi
setuju karena aku sudah bukan
asing bagi mereka, maka sesaat
sebelum Ardi berangkat ke Arab
dia ikut mengantar Wasti
meminta pekerjaan padaku.
Kedatangan Wasti untuk
menawarkan tenaganya tentu
saja tidak bisa kutolak tapi untuk
tinggal bersama di rumah
sewaanku jelas akan
mengundang kecurigaan orang,
dia pun kutawarkan tinggal
sambil bekerja di sebuah tempat
usahaku. Kebetulan aku memang
mengusahakan sebuah Panti Pijat
yang sebetulnya dimodali Oom
Rony, sehingga kehadiran Wasti
bisa membantu mewakili aku
sebagai orang kepercayaanku
dalam mengawasi tempat pijat
itu. Wasti langsung setuju tapi
waktu suaminya sudah
berangkat meninggalkan dia
barulah dia berkomentar
bingung soal pekerjaan itu.
Tapi.., aku bener nggak disuruh
kerja mijet Mas? katanya agak
keberatan dengan tugas yang
belum dimengertinya itu.
Ya enggak dong, kamu di sana
Mas kasih tugas utama sebagai
pengawas tempat itu. Kalau soal
mau belajar mijet sih boleh-
boleh aja, malah bagus supaya
Mas bisa kebagian rasanya juga,
kataku sambil tersenyum
menggoda.
Ngg.. gitu nanti ada yang
ngajakin tidur aku, gimana
Mas..?
Boleh, tapi minta ijin Mas dulu.
Yang jelas Mas dulu yang pakai
baru boleh dikasih yang lain,
kataku tambah menggoda lebih
jauh.
Di sini Wasti langsung mesem
malu-malu, tapi begitupun
senang dengan tawaranku untuk
mewakili aku mengawasi usaha
tempat pijatku. Dia kuberi kamar
di rumah yang kukontrak untuk
usaha pijat itu tapi secara rutin
seminggu dua kali dia datang
membantu membersihkan
rumahku dan mengambil baju-
baju kotorku untuk
dicucikannya.
Begitulah dengan adanya Wasti
yang seolah-olah membawa
keberuntungan bagiku, usahaku
pun semakin bertambah ramai.
Apalagi dia yang semula hanya
bertindak sebagai tuan rumah
setelah mulai belajar teknik
memijat dan mulai
mempraktekkan kepada
tamunya, semakin banyak saja
mereka yang datang mem-
booking Wasti. Antri para tamu
itu hadir dengan niat ingin
mencicipi asyiknya pijatan
sambil tentunya berusaha
merayu agar bisa menikmati
lebih dari sekedar pijatan si
manis Wasti ini. Tetapi mereka
belum sampai ke situ karena di
bulan kedua kehadiran Wasti
baru kepadakulah yang paling
dekat dengannya saat ini, dia
memberikan keistimewaannya.
Karena sudah pernah ada
hubungan sebelumnya maka
mudah saja bagiku untuk
membuat kelanjutan intim
dengannya, cuma saja setelah
beberapa lama baru terpikir
olehku untuk mencicipi dia.
Waktu itu aku terserang
muntaber dan sempat seminggu
aku terbaring di rumah sakit
dengan ditunggui bergantian
oleh Wasti dan Indri kakak
perempuanku yang sengaja
datang dari Jakarta untuk
mengurusi sampai dengan
kesembuhanku. Keluar dari
rumah sakit dan setelah melihat
aku sudah mendekati pulih
kesembuhanku, Indri pun
kembali lagi ke Jakarta dengan
meninggalkan pesan pada Wasti
untuk tetap mengurusi sampai
aku betul-betul sembuh. Lewat
lagi dua hari tenagaku kembali
pulih seperti semula tapi seiring
dengan itu mulai timbul lagi
tuntutan kejantananku dan kali
ini aku berencana akan
menyalurkannya pada Wasti
sebagai sasaranku yang paling
dekat denganku saat itu. Ini
karena aku selama dirawat
olehnya merasa lebih akrab
perasaanku dan berhutang budi
sekali padanya.
Tau nggak Was? Apa yang
pertama-tama mau Mas bikin
kalau udah sembuh bener dari
sakit ini? tanyaku mengajak dia
ngobrol menjelang
kesembuhanku.
Apa tuh kira-kira Mas?
Mas kepengen begini.. kataku
sambil memberi tanda ibu jari
dijepit telunjuk dan jari
tengahku.
Wasti langsung ketawa geli
mendengarnya.
Hik, hik, hik.. Mas Dony yang
dipikir kok itu dulu. Emang
puasa berapa hari ini udah
kepengen banget sih?
Justru itu, kepingin sih jangan
bilang lagi tapi coba tebak siapa
nanti yang bakal Mas ajak
tidur?
Hmm siapa ya? Mas sih banyak
ceweknya mana Wasti tau siapa
orangnya?
Orangnya ya kamu Was.
Ngg kok malah aku, kan masih
banyak yang cakep lainnya
Mas.. Wasti kontan tersipu-sipu
malu seolah tidak percaya
denganku.
Yang Mas pilih emang kamu
kok, sementara jangan dulu
dikasih ke yang lainnya ya!
kataku sambil menarik dia
mendekat kepadaku.
Kasih siapa Mas, kan katanya
harus ijin Mas dulu?
Makanya itu nanti Mas yang
pakai dulu. Kasih Mas ya?
Kali ini kususupkan tanganku ke
selangkangannya mengusap-usap
bukit kemaluannya dan diterima
Wasti dengan mengangguk
sambil menggigit bibir malu-
malu.
Dia sudah bersedia dan ketika
tiba saatnya, aku sengaja
mengajaknya keluar menginap di
hotel karena aku ingin betul-
betul bebas berdua dengan dia.
Maklum di rumah sewaanku
masih kukhawatirkan Indri
ataupun keluargaku dari Jakarta
akan muncul sewaktu-waktu
sehingga tidak terlalu aman
rasanya. Segera aku pun bersiap-
siap dan membuka lemari untuk
mengambil uang tapi ide
nyentrikku mendadak timbul
ketika terpandang sweaterku
yang tergantung di situ. Kuminta
dia memakai sweater itu tapi
tanpa mengenakan apa-apa lagi
di balik itu, ini memang
diturutinya tapi sambil meringis
geli ketika sudah naik ke mobil
duduk di sebelahku.
Mas ini ada-ada aja, masak aku
cuma disuruh pakai kayak gini
sih?
Kamu biar cuma pakai gini
tetep keliatan manis kok Was,
kataku membesarkan hatinya.
Tapi kan lucu Mas, di atasnya
anget tapi di bawahnya bisa
masuk angin..
Maksud Mas Donny begini
supaya pemanasannya bikin
cepet tambah kepengennya.
Sambil nyupir gampang megang-
megangin kamu.. jelasku dengan
menjulurkan tangan ke
selangkangannya sudah langsung
merabai liang kemaluan
telanjangnya.
Wasti tersipu-sipu tapi toh
menurut juga ketika aku
meminta dia menaikkan kedua
kakinya ke atas jok sehingga
liang kemaluannya lebih
terkangkang lebar, lebih leluasa
tanganku bermain di situ. Dia
dari sejak dulu memang tidak
pernah membantah apapun
permintaanku. Mengusap-usap
bukit yang cuma sedikit
ditumbuhi bulu-bulu
kemaluannya serta meremas-
remas pipi menggembung dari
bagian kewanitaannya yang
menggiurkan ini, terasa kenyal
daging mudanya itu.
Dipermainkan begitu tangannya
otomatis terjulur ke kemaluanku
membalas memegang seperti
dulu ketika dia masih sering
bermain-main dengan milikku,
tapi cuma sebentar karena segera
dicabut lagi.
Lho kenapa nggak diterusin?
Nggak ah, nanti keburu
muncrat duluan. Mas kan udah
puasa beberapa hari pasti
sekarang udah kentel susunya,
kan sayang kalau keburu tumpah
di luar nanti Wasti nggak
kebagian.
Lho kan dipanasin dulu
botolnya nggak apa-apa. Siapa
tau kelewat kentel malah nggak
mau netes airnya nanti?
Masak nggak mau keluar Mas?
Oh iya lupa, kalau diperes-peres
pakai lubang sempit ini memang
pasti keluar sih. Tapi sambil
dikocokin yang enak nanti ya?
Rangsangan selama perjalanan
sudah mulai memanaskan gairah
birahi kami, ketika tiba di hotel
kelanjutannya semakin membara
lagi. Di hotel yang kupilih, Wasti
sudah kusuruh masuk ke kamar
duluan sementara aku masih
menutup pintu mobil sebelum
kususul dia di situ. Kubuka
sekalian bajuku hingga telanjang
bulat sementara dia masih
berlutut di sofa yang menempel
dekat jendela, pura-pura
memandang ke luar mengintip
lewat gordyn jendela. Segera aku
merapat dari belakangnya
langsung membuka sweater satu-
satunya penutup tubuhnya,
begitu sama telanjang bulat
kupeluk dia merapatkan
punggungnya ke dadaku dan
mulai mengecupi lembut
lehernya dengan diikuti kedua
tanganku bermain masing-
masing meremasi susu dan bukit
kemaluannya.
Maass.. botolnya kerasa udah
keras bener.. katanya
mengomentari kemaluanku yang
sudah mengencang menempel di
atas pantatnya.
Iya, udah ngerti dia sebentar
lagi bakal ditumpahin isinya ke
lobang ini, jawabku singkat.
Kupondong dia dan
membaringkan di atas tempat
tidur langsung kudekap dan
mencumbui dengan kecupan-
kecupan seputar wajahnya dan
usapan-usapan tangan di sekujur
tubuhnya. Kenangan lama
terungkit, gemas-gemas sayang
rasanya dengan tubuhnya yang
mulus lagi cantik ini. Ingin
kulampiaskan emosi nafsuku
tapi seperti takut dia kesakitan
oleh tenagaku, jadinya setengah
keras setengah tertahan
serbuanku. Remasan tangan
kuganti saja dengan permainan
mulutku, tanpa menghentikan
kecupanku yang mulai kujalari
menurun ke leher menuju ke
buah dadanya. Wasti selain
mulus bersih juga tidak berbau
keringatnya sehingga enak untuk
kucium-ciumi dan kujilat-jilati.
Tiba di bagian susunya, kedua
bukit daging yang putih
membulat bagus lagi kenyal ini
segera kukecap dengan mengisap
berganti-ganti masing-masing
pentilnya. Mengenyoti bagian
puncaknya, kungangakan lebar-
lebar mulutku serasa ingin
memasukkan banyak-banyak
daging menonjol itu agar dapat
kusedot sepuas-puasnya. Di
dalam mulutku lidahku
berputaran menjilati pentilnya,
menggigit-gigit kecil membuat
dia mengerang dalam geli-geli
senang.
Ssh ahngg.. geli Mass..
suaranya merengek manja
membuat aku semakin gemas
bergairah. Air mukanya mulai
merah terangsang karena sambil
begitu aku juga menambahi
dengan mempermainkan liang
kemaluannya. Menggosok-gosok
klitorisnya dan mulai
mencucukkan satu jariku
mengoreki bagian mulut
lubangnya. Ada satu yang
istimewa dan menyenangkatu
yang istimewa dan
menyenangkitu dia mempunyai
klitoris jenis besar yang jarang
kujumpai pada kebanyakan
kemaluan-kemaluan perempuan.
Aku sudah lama mengenal
bagian ini tapi masih juga seperti
penasaran membawa aku
merosot ke bawah untuk
memperhatikannya lebih jelas.
Ihh.. Mas ini mau ngeliat apa
sih..?
Wasti rupanya kikuk malu
dengan perobahan mendadakku.
Tangannya bergerak ingin
menutup bagian itu tapi cepat
kusingkirkan.
Kok mau ditutup sih, kan Mas
kangen pengen ngeliat itil
gedemu kayak dulu Was?
Hngg.. punyakku jelek kok mau-
maunya diliat sih Mas..?
Kamu keliru, justru yang begini
disenengin orang laki soalnya
jarang ada..
Aaah Mas Dony menghibur
ajaa. Apanya disenengin, jadi
ketawaan malah..
Lho Mas sendiri udah keliling
banyak cewek belum pernah
dapet yang gini. Udah denger
cerita dari orang-orang baru
Mas penasaran lagi sama kamu
Was..
Ngg abiiss Mas nggak dulu-dulu
ngambilnya.. Sekarang udah
keburu diambil Kang Ardi
duluan baru Mas minta, kan
Wasti nggak tega ngasihnya
kalau udah bekas-bekas Mas..
timpal Wasti dengan air muka
membayangkan kecewa.
Melihat ini buru-buru aku
menghibur.
Tapi nggak apa, biarpun gitu
Mas Dony juga tetep seneng sama
kamu kok. Sini Mas bikinin buat
kamu.