Disclaimer
Menanggapi pertanyaan dari agan insyafcoli dan agan lainnya yang ingin saya membuat story dengan personel JKT48 dan memasukkannya dalam jajaran story sekaligus meramaikan page 1 yang didominasi oleh JKT48. Mohon maaf, saya sebisa mungkin menyajikannya menurut pemahaman saya. Terlebih lagi, sebenarnya saya enggan karena sudah banyak karya orang lain yang jauh lebih baik dari buatan saya. Maybe I am not the best. At least I am trying.
P. S.
I am sorry for an inappropriate scene and lacks of photos
Part 1
Pesan teks dari Selena
“kangen nih, harus dateng pokoknya.”
Pasti ujung – ujungnya ngeseks juga. Setelah peristiwa kemarin, dia sering memintaku untuk bertemu. Kadang kulakukan, kadang juga tidak. Dan pasti kembali ke awal, seks. Dia kembali mengirim pesan.
“nanti shopping ke fx dulu. Syuting bentar nanti aku hubungin lagi.”
Tempatnya mengingatkanku pada seseorang yang tidak kusangka bahwa adalah publik figur di kemudian hari. So, here’s the story.
Saat itu aku masih bekerja di perusahaan plumbing (pemipaan). Aku masih belum mengenal Asyifa ataupun Yara. Disana, aku baru saja menghadiri pertemuanku dengan klien. Usai pertemuan, kuhabiskan waktu berkeliling di dalamnya. Udara dingin membuatku bergegas mencari kamar mandi. Tuntas dengan urusanku, aku membasuh tangan di wastafel.
“halo? Ada orang? Tolongin aku! Aku kekunci.” suara dari salah satu WC.
Aku mendekati pintunya yang tertutup. Tidak ada panel ataupun handle.
“tunggu. Aku dobrak nih pintu.”
Aku mendorong tapak sepatu di dekat pengunci pintu. Akhirnya, beberapa kali percobaan pintu itu terbuka. Seseorang dengan jaket hoodie, berkacamata dan bermasker. Kutaksir umurnya masih belasan tahun.
“makasih udah nolongin aku. Untung kamu ada di sini.”
“kamu cewek? Ini kan kamar mandi cowok.”
“tadi yang cewek penuh. Udah kebelet, malah kekunci.”
“ya udah kalo itu alasannya.”
“makasih banget udah nolongin aku. Kamu minta apa dari aku?”
“enggak minta apa – apa. Ya udah buruan keluarin eh maksudnya keluar dari sini.” Sial, aku salah ngomong di depan dia.
“kakak mau dikeluarin? Tapi, bayar loh.” Dia memancingku.
“enggak deh kalo bayar.”
“becanda koq, kak. Kalo gitu biar Sinka yang keluarin.”
“eh aku enggak minta kali. Entar dicariin. Sono gih keluar.” Aku berusaha menolaknya.
“enggak. Aku keluarin kakak dulu baru aku keluarin dari sini. Itung – itung balas jasa kakak udah nolongin.”
Ponselku berdering. Nomor yang tidak dikenal.
“Halo. Grha disini.”
“Honey? Do you miss me?” suaranya mengingatkanku pada Asyifa.
“Asyifa. Darimana kamu tahu nomor aku?”
“Zizi ngasih tahu kamu masih hidup. Aku seneng banget. Ini beneran kamu kan?”
“Iya, ini aku. Aku baru ganti nomor aku.”
“sombong enggak ngabarin aku. Aku kan kangen.”
“kapan – kapan ya kita ketemu.”
“janji? Awas kalo enggak. Aku bakal nyamperin kamu gimanapun caranya.”
Asyifa menghubungiku lagi setelah sekian lama. Huh, bahasa yang serupa dengan Selena. Aku kembali dimana aku pertama kali dengan sosok yang kupanggil Sinka.
Di dalam kamar mandi, tanpa ragu dia membuka resleting dan mengeluarkan penisku dari celana.
“Punya kakak gedean ih.”
Jarinya lentik melingkar dan melaju mundur di penisku. Terkamannya membuat gairahku naik. Sesekali, dia menjilatnya tanpa jijik.
“Enak banget, sumpah!”
“Kakak juga.”
Dia mulai berani mengulum penisku sebagian membasahinya dengan liur.
“clllluuurrrrppppphhhhh……….ccccccclllllluuuuuurrrrrrppppppphhhhh……ccccccccllllluuuuurrrrrrrrppppphhhhh…….”
Dia berjongkok memberiku permainan luar biasa. Kepalanya maju mundur melahap penisku. Sesekali, jemarinya membantu mengocok. Aku yang bersandar di dinding melenguh keenakan. Ponselnya berbunyi dan dia mengangkatnya masih dalam mengulum penisku.
“ya…halo…”
“Kak Sinka dimana sih? Udah ditungguin.” Suara seseorang dari seberang telepon.
“tanggung….bentar….lagi….uuhuk….uhuk…” dia memaksakan diri untuk terus mengulumku.
“Kak Sinka sakit? Enggak ngomong sih!”
“bentar….lagi…sampe…”
Dia menutupnya dan mempercepat kulumannya. Lidah, mulut dan tangannya bekerja keras.
“aku enggak kuat. Aku keluar….”
“cccccrrrroooootttttttssssss………ccccccrrrrrroooooottttssssss…….”
Dia membuka mulut seolah memperlihatkan pejuhku telah berada dimulutnya dan ditelannya singkat.
“Lega banget..”
“Kakak udah keluar. Banyak banget juice nya.”
“bisa aja kamunya.”
Kami berdua merapikan diri.
“kakak siapa namanya? Aku Sinkaranda. Panggil aja Sinka.”
“Grha nama aku.”
“Kak, minta nomornya dunk. Nanti Sinka kasih sesuatu.”
Aku memberikan nomorku. Aku sendiri tidak berharap dia akan menghubungiku lagi.
“emang mau ngasih apa?”
“Rahasia dunk.”
Dia keluar dari kamar mandi. Aku tidak percaya apa yang terjadi barusan. Aku menenangkan diri dan mengumpulkan energi.
Waktu masih lama sebelum aku memenuhi janjiku dengan Selena. Masih ada waktu, aku akan mempersiapkan diri. Mobil pinjaman Selena terlihat kotor di luar garasi.
“aku akan mencuci mobil untuk nanti malam.”
Mencuci mobil tentu saja bukan hal yang asing untukku. Hal yang paling bisa kulakukan saat ini adalah mencuci mobil. Tiba – tiba, teringat lagi dengan kenangan bersama Sinka.
“Kak Grha?” Sinka meneleponku.
“Ini Sinka ya? Ada apa?”
“kak, bisa minta tolong?”
“Tolongin apa. Kalo bisa bantu ya kakak bantu.”
“Kakak bisa bantuin nyuci mobil?”
“nyuci mobil? Tinggal bawa ke cucian aja sih. Lagi kerja nih!”
“enggak sempet, kak. Ini aja masih di luar. Malem aja abis kerja juga enggak apa – apa. Aku kasih sesuatu deh nanti.”
“aku kan enggak tahu rumahnya.”
“nanti aku share lokasinya. Sinka tunggu ya. Bye kak Grha.”
Dia menutup teleponnya. Apa yang kamu mau, Sinka? Aku bertanya – tanya dalam hati. Aku harus fokus ke pekerjaanku dulu.
Lokasinya berada di perumahan mewah yang tidak kukenali. Aku berhenti di rumah dengan 2 mobil hatchback berwarna yang terparkir di pelataran yang agak tinggi dari jalanan. Aku memberi kabar bahwa aku telah sampai. Dia membuka pagar dan menyambutku.
“Kak Grha pasti capek. Masuk dulu aja.”
Aku masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Sesaat kemudian, seorang perempuan menyajikan minuman dan cemilan untukku.
“Silahkan dinikmati, Kak Grha.” Sapanya.
“siapa ya? Aku belum pernah ketemu kayaknya.”
“emang belum. Kenalin, aku Naomi.” Dia menjabat tanganku menebarkan senyumnya.
“jangan lama – lama salamannya. Huh, Kak Shinta nih.” Sinka tidak terima dan melepaskan jabat tangan kami.
“Ini cowok yang kamu ceritain? Lumayan juga.” Naomi seperti sedang melakukan penilaian.
“oh iya. By the way, itu mobil yang di luar yang mau dicuci? Aku bisa bawa mobilnya ke cucian. Tadi di jalan, ada yang buka 24 jam.” Aku mencoba pembicaraan.
“jangan di luar nyucinya, kak. Kita pengen bisa nyuci mobil.” Ungkap Sinka.
“bisa ngajarin sekalian bantuin kita nyuci? Ada imbalannya koq.” Naomi menimpali.
“aku enggak punya pilihan lain. Apalagi, dari kalian. Kita mulai sekarang.”
“kita ganti baju dulu kalo gitu.” Naomi bangkit dari duduknya.
“oke. Aku siapin dulu alat – alatnya.”
Aku menuju garasi dan mengambil alat seperti spons, sabun, lap dan selang air. Di dalam rumah, Sinka dan Naomi tampak mempersiapkan sesuatu yang tidak kuketahui.
“Kak Shinta nantang nih ceritanya?”
“Kalo takut ya berarti aku yang menang.”
“siapa takut! Aku bakal buktiin ke kak Shinta.”
“Iya, Adek aku, Sinka.”
“kakak jangan nyesel ya. Punya dia gede loh, kak.”
“oh ya? Masa’?”
Mereka keluar dari rumah dengan pakaian serupa. Kaos oblong yang longgar. Panjangnya hampir menutupi paha mereka.
“aku udah basahin mobilnya. Waktunya di cuci pake sabun.”
“baik, kak!” seru mereka bersamaan.
Mereka mengambil ember berisi air dan sabun di dekatnya.
“koq enggak keluar sih? Padahal dikocok juga.” Sinka memegang botol sabun dan menuangkannya dengan cara dikocok.
“Dek, itu di pencet kayak gini.” Naomi memencet botol sabun miliknya dan cairan itu menyemprot kena bajunya.
“ih kakak sukanya muncrat belepotan. Kalo aku kan dikit – dikit biar enak.” Sinka mengocok botolnya hingga keluar isinya sedikit demi sedikit.
Apa yang mereka lakukan sedikit banyak membuatku terangsang. Naomi suka disemprot. Sedangkan, Sinka pelan – pelan asal keluar. Ya ampun, apa yang kupikirkan. Mereka mulai menyabuni kendaraan mereka masing – masing.
“Naomi, begini caranya nyuci atap mobilnya.” Aku memperagakan caranya.
“aku coba ya!” serunya di sisi mobil yang lain.
Kaca mobil milik Naomi cukup transparan. Dadanya menempel di kaca dan tertekan. Aku mencuri pandang melihatnya. Apalagi, saat benda itu berputar – putar seperti mengelap kaca. Sepertinya aku melihat putingnya samar. Aku menelan ludahku sendiri.
“kena kamu!” pikir Naomi yang masih melanjutkan godaannya.
“Kak Shinta, dasar.” Gumam Sinka.
Sinka mengambil tindakan.
“Kak Grha, bantuin aku!” teriak Sinka.
Aku berpindah ke Sinka yang kubantu untuk naik ke atas kap mobil. Pantatnya hampir saja mengenai mukaku.
“tadi gini ya caranya ngelap kaca mobil?” dia meniru gerakanku.
“iya, Sinka. Begitu caranya.”
Dengan sengaja, dia memperlihatkan dadanya yang menggantung bebas lewat lubang masuk kepala. Bergulir kesana – kemari. Aku tidak bisa melepaskan pandanganku darinya.
“Yes! Liatin terus, kak!” gumamnya.
Naomi melihat Sinka yang cukup berhasil mengganggu konsentrasiku. Dia mengambil selang dan menyiram air ke mobil.
“Kak! Udah selese nih! Bantuin dunk.” Naomi memegangi selang.
Aku meninggalkan Sinka dan membantu Naomi menyiram mobil.
“kalo nyiramnya itu dari atas ke bawah biar debunya turun.”
“harus ngalir ya kak? Kalo aku biasanya disemprot di atas aja.” Dia menggodaku dengan menyilangkan tangannya sehingga memajukan dadanya. Kaosnya basah karena sabun. Kaosnya transparan memperlihatkan di dalam kaosnya.
“kalo di atas aja ya enggak bersih, Naomi.” Aku berusaha mengalihkan perhatianku dari dadanya yang sengaja ditonjolkan.
Diam – diam, Sinka menuju keran dan memampetkan aliran air selang dengan menginjaknya.
“loh. Koq airnya begini?” tanyaku.
“bisa begitu? Biasanya lancar.” Naomi pun kebingungan.
Dia melihat ke arah lubang selang dan air menyembur deras membasahi wajah dan pakaiannya. Sinka tertawa melihat Naomi basah.
“Adek! Awas ya!” Naomi mengejarnya dengan menyemprotkan air ke Sinka.
Aku sengaja tidak memisahkan mereka. Kulihat lekuk tubuh Sinka semakin tercetak jelas di balik bajunya. Begitu juga dengan Naomi yang dibalas semprotan oleh Sinka. Dibalik kaos basah mereka, Naomi bertelanjang dada dengan g-string minim. Dadanya membuat lekuk yang keindahannya tidak dapat kulewatkan. Pantat Naomi juga tidak kalah seksinya. Sinka malah lebih nekat. Sengaja, dia tidak memakai apapun dan aku bisa melihat dada dan vaginanya yang berbulu jarang. Langsung saja, penisku bereaksi melihat mereka.
“Kak, udahan yuk. Udah dingin.” Naomi menonjolkan dadanya dengan menyilangkan tangannya kedinginan.
“udah bersih juga mobilnya.” Sinka malah tidak peduli bahwa kaosnya basah membuatnya telanjang di depanku.
“I-iya, Sinka. Aku be-beresin dulu.” Kegugupanku tergambar jelas di deoan mereka yang sudah melangkah pergi.
Di rumah, mereka nampak riang setelah berhasil menggodaiku.
“aku berhasil kan, kak?”
“iya, dek. Kamu berhasil. Nekat juga sampe segitu usahanya.”
“abisnya kakak udah mau menang sih. Malem ini, aku duluan pokoknya.”
Aku menunggu mereka selesai membersihkan diri. Sedikit cemilan bisa memberiku energi.
“Kakak bisa mandi di kamar aku soalnya kamar mandi tamu lagi rusak.”
“enggak apa – apa, Sinka?”
“Iya. Aku udah siapin, koq.”
Masuk ke dalam kamarnya, suasana kamar perempuan begitu terasa. Aku segera membersihkan diri. Sementara, Sinka sibuk dengan ponselnya.
“ah. Segarnya.” Aku baru keluar dari kamar mandi.
“wangi banget sih, kak.” Sinka menyambutku.
Penampilannya dengan kaos ketat dan mini skirt jeansnya membuatnya cantik natural.
“harus dunk, Sinka. Kalo enggak wangi entar kamunya ngambek.”
Aku memegang ujung kaosnya dan mendekatkan diri di tubuhnya.
“kamu juga wangi, Sinka. Imbalannya mana nih?” aku menempelkan dahiku padanya.
“kakak nakal. Sinka jadi gerah nih.” Dia berusaha menolakku.
“Dibuka aja kalo berani.”
Dia menarik leherku dan kami melakukan ciuman pertama kami. Bibirnya lembut dipadukan dengan hisapan lembut di lidah membuatku bergairah.
“ccccccccllllluuuuuupppphhhhh…….cccccccccllllllluuuuuuuuuppppppphhhhh……ccccccclllllluuuuuuuuppppppphhhhh……..”
Tangannya berusaha meraih punggungku. Tanganku sendiri menaikksn bajunya lewat pinggang hingga underboob. Kemudian turun lagi dan naik lagi. She’s not wearing any of bra. Lidahku mencampurkan air liurnya di mulutku sebagai pengganti dahaga. Dia melakukannya penuh nafsu untuk seumurannya.
“adek pasti lagi enak nih. Ngintip aja lah.” Naomi dengan piyamanya melangkah malas.
Aku dan Sinka berpindah di atas kasur setelah sebelumnya saling menelanjangkan diri. Aku melipat lututku dan bertumpu di atasnya. Sinka mulai memanjakan penisku dengan kocokan tangannya disertai lidahnya. Dibasahi seluruhnya kemudian dihisapnya kuat.
“sssssssllllluuuuuuurrrrrpppphhhhh…….ssssssslllllllluuuuuuurrrrrppppphhhh……sssssssslllllluuuuurrrrrppppphhhh…..”
Diremasnya zakarku hingga tegang. Dia mulai mengulum penisku dan kepalanya maju mundur searah penisku. Aku turut mendorong penisku dan memegangi rambutnya.
“sssssssslllllloooooorrrrrrppppphhhhh……….ccccccccllllllloooooorrrrrrpppppphhhhhhh……..sssssssssllllllllooooooorrrrrrrrrpppppppphhhhhh……..ccccccccllllllllooooooorrrrrrrrppppphhhhh……”
Dari balik pintu kamar Sinka yang terbuka sedikit, sepasang mata Naomi melihat Sinka yang mengoralku. Aku melihat Naomi yang mengintip. Kubiarkan saja dia menikmati pemandangan ini.
“Untung banget si adek. Dapetnya mana yang gede sih.”
Tidak sadar kekesalannya berbuah pada nafsunya. Naomi mulai meraba vaginanya dan menusuknya dengan jari. Masturbasi dengan melihat Sinka tengah kucumbui.
“Kak, langsung aja. Udah basah akunya.” Pintanya.
Aku memasukkan penisku ke vaginanya. Kedua kakinya bertumpu di pahaku.
“kak….pelan – pelan….sakit…..” rintihnya sampai menggenggam seprai berlebihan. Kepalanya memberontak kesana kemari.
“tahan, Sinka. Bentar lagi masuk koq.” Aku menenangkannya sambil mendorong pinggangku masuk.
“uuuuggghhhhhhh……..udah masuk. Kerasa banget di meki aku.” Desahnya parau.
Aku mendiamkannya sejenak.
“entotin Sinka, kak. Entotin!” inginnya.
Pinggangku mulai mengebor vaginanya dengan penis. Dia menatapku penuh kesakitan.
“uuuuggghhhh…….aaaaaaahhhhhh…….uuuuuggghhhh…….oooooohhhhhh……..ssssshhhhhh…….sssshhhh……”
Aku memberinya dorongan yang memberinya kepuasan seksual. Penisku bertumbuk di dalamnya menimbulkan bunyi gercap kelamin yang beradu.
“enak….banget…..enak…..terus….sodok…..terus…..”
Aku memindahkan kakinya rapat di bagian bahu kananku dan menghujamnya terus. Tubuhnya terus menerima perlakuanku.
“uuuuuuccccchhh……makin…….sssssshhhh……enak………oooooohhhhh……..terussss……”
“rasain tuh, Sinka!”
“ampun…….kak……..terussss…..enak…….uuuuuuucccchhhhh……..oooooohhhhhhhh…….ampun…..”
Di luar, Naomi semakin intens melakukan fingering pada vaginanya. Dia tengah membayangkan jika itu adalah dirinya.
“mmmmmmmmmhhhhhhhhhh………….mmmmmmmmhhhhhhhhh……….mmmmmmmhhhhh……”
Sodokanku semakin tajam. Aku membelah kakinya sehingga berpangku di kedua bahuku. Dia merengkuh badanku membuatku menindihnya.
“aaahhhhhhh…….makin……sempit……….meki…..aku…....oooohhhhh…….punya…….kakak………enak……..sssssssssshhhhhhhh……..”
Aku menciumnya penuh nafsu.
“Cccccccccuuuuuuuurrrrrppppphhhh………cccccccccuuuuurrrrrrpppppphhhhh………ccccccccuuuuuuurrrrrrppppppphhhh….”
“Kak…..Sinka…..mau…..keluar…..” Bisiknya di telingaku.
“Kakak juga mau keluar.”
Aku bersemangat menggenjotnya hingga titik penghabisan. Dia semakin erat menjepit penisku dalam.
“kyaaaaa……..”
“gggggaaaaaahhhhh…….”
Aku menyemburkan pejuhku bersamaan dengan Sinka di dalam vaginanya. Aku melakukan hujaman terakhir menguras pejuh yang tersisa. Naomi juga mengakhiri fingeringnya. Tangannya basah akibat melihatku usai bersamaan dengan Sinka. Kemudian, ia kembali ke kamarnya.
“juice kakak anget. Sinka suka banget.”
“kamu juga enak banget, Sinka.”
“biarin di dalem ya, kak. Nyaman rasanya.”
“iya, adek Sinka.”
Kami berdua saking tersenyum dan saling berpelukan hingga tertidur.
Usai mencuci mobil, aku melongok ke dapur mencari kudapan yang bisa kumakan.
“sebaiknya aku memasak makanan.”
Di dapur juga lah, pertemuanku dengan Naomi berlanjut.
Tengah malam, aku terbangun. Sinka masih terlelap dalam kondisinya semula. Aku pergi ke dapur untuk mencari air minum.
“nyari air minum?” sapa Naomi.
“yeah. Aku sedikit haus.”
Dia duduk di depan meja dapur bertipe bar ini.
“aku ngeliat kamu sama Sinka kayaknya nikmat banget.” Akunya padaku.
“boongin pake tangan emangnya enak?”
“enggak enak sih. Tapi, udah nafsu banget.”
“aku suka cewek yang ngomong apa adanya kayak kamu, Naomi.”
“jangan muji kayak gitu ah. Malu akunya.”
“kamu laper enggak? Aku bisa masak makanan kalo kamu mau. Kebetulan, ada bahannya nih.” Kataku sambil mengeluarkan bahan makanan dari kulkas.
“emang bisa masak? Boleh aja sih.”
Setelah mengolah bahan makanan menjadi masakan yang cukup untukku dan Naomi, kami bersantap malam mengisi perut yang kosong.
“enak deh masakan kamu. Jadi iri pengen bisa masak kayak gini.”
“biasa aja, Naomi.”
“kali ini biarin aku yang nyuci piringnya.”
Naomi beranjak dari kursi menuju tempat cuci piring. Aku mendekatinya dan langsung menciumi leher dan tengkuknya.
“Naomi, kamu itu menggoda banget tadi.”
“Aku iri sama Sinka yang udah kamu entotin duluan.”
“aku suka banget pantat kamu. Seksi banget.” Aku meremas pantatnya dengan tanganku.
Tidak tahan, dia berbalik dan mencium bibirku. Aku telah bersiap menyambutnya.
“ccccccllllllluuuuuupppphhhhhh…..”
“Grha…..”
“Naomi…..”
“cccccccccccllllluuuuuuuuuupppppppppphhhhhhh……….ccccccccccccllllllllllluuuuuuuuuppppppphhhhhhhh….”
Aku menunggingkan Naomi di depanku dan melucuti celana piyamanya. Pantatnya seksi menggugahku untuk menciuminya.
“oooooggghhhhhh……ooooooogggghhhhhh………oooooogggghhhhhh…..”
“kiss….my….ass…….yeahhhh…….kiss them…..”
Anusnya kujilat tanpa memedulikan apapun itu. Naomi mengejang nikmat.
“ooooogggghhhhhh………hhhhhhhmmmmmm…….fffffuuuuucccckkkk……ssssshhhhhiitttt……..”
Setelah puas menjilatinya, aku menampar pantatnya keras hingga berbekas.
“sssspppllllaaatttt…….ssppppllllaaatttt…….sssspppplllllaaatttt…….ssssssppppplllllaaaatttt…..”
“mmmmhhhhh…..mmmmmhhh…….spank….me…..harder……..ooooogggghhh…….ssssssshhhhhh…….more………harder……………”
“do you take it up in the ass, Naomi?”
“yes. I do. Do it now!”
To be continued………
Menanggapi pertanyaan dari agan insyafcoli dan agan lainnya yang ingin saya membuat story dengan personel JKT48 dan memasukkannya dalam jajaran story sekaligus meramaikan page 1 yang didominasi oleh JKT48. Mohon maaf, saya sebisa mungkin menyajikannya menurut pemahaman saya. Terlebih lagi, sebenarnya saya enggan karena sudah banyak karya orang lain yang jauh lebih baik dari buatan saya. Maybe I am not the best. At least I am trying.
P. S.
I am sorry for an inappropriate scene and lacks of photos
Part 1
Pesan teks dari Selena
“kangen nih, harus dateng pokoknya.”
Pasti ujung – ujungnya ngeseks juga. Setelah peristiwa kemarin, dia sering memintaku untuk bertemu. Kadang kulakukan, kadang juga tidak. Dan pasti kembali ke awal, seks. Dia kembali mengirim pesan.
“nanti shopping ke fx dulu. Syuting bentar nanti aku hubungin lagi.”
Tempatnya mengingatkanku pada seseorang yang tidak kusangka bahwa adalah publik figur di kemudian hari. So, here’s the story.
Saat itu aku masih bekerja di perusahaan plumbing (pemipaan). Aku masih belum mengenal Asyifa ataupun Yara. Disana, aku baru saja menghadiri pertemuanku dengan klien. Usai pertemuan, kuhabiskan waktu berkeliling di dalamnya. Udara dingin membuatku bergegas mencari kamar mandi. Tuntas dengan urusanku, aku membasuh tangan di wastafel.
“halo? Ada orang? Tolongin aku! Aku kekunci.” suara dari salah satu WC.
Aku mendekati pintunya yang tertutup. Tidak ada panel ataupun handle.
“tunggu. Aku dobrak nih pintu.”
Aku mendorong tapak sepatu di dekat pengunci pintu. Akhirnya, beberapa kali percobaan pintu itu terbuka. Seseorang dengan jaket hoodie, berkacamata dan bermasker. Kutaksir umurnya masih belasan tahun.
“makasih udah nolongin aku. Untung kamu ada di sini.”
“kamu cewek? Ini kan kamar mandi cowok.”
“tadi yang cewek penuh. Udah kebelet, malah kekunci.”
“ya udah kalo itu alasannya.”
“makasih banget udah nolongin aku. Kamu minta apa dari aku?”
“enggak minta apa – apa. Ya udah buruan keluarin eh maksudnya keluar dari sini.” Sial, aku salah ngomong di depan dia.
“kakak mau dikeluarin? Tapi, bayar loh.” Dia memancingku.
“enggak deh kalo bayar.”
“becanda koq, kak. Kalo gitu biar Sinka yang keluarin.”
“eh aku enggak minta kali. Entar dicariin. Sono gih keluar.” Aku berusaha menolaknya.
“enggak. Aku keluarin kakak dulu baru aku keluarin dari sini. Itung – itung balas jasa kakak udah nolongin.”
Ponselku berdering. Nomor yang tidak dikenal.
“Halo. Grha disini.”
“Honey? Do you miss me?” suaranya mengingatkanku pada Asyifa.
“Asyifa. Darimana kamu tahu nomor aku?”
“Zizi ngasih tahu kamu masih hidup. Aku seneng banget. Ini beneran kamu kan?”
“Iya, ini aku. Aku baru ganti nomor aku.”
“sombong enggak ngabarin aku. Aku kan kangen.”
“kapan – kapan ya kita ketemu.”
“janji? Awas kalo enggak. Aku bakal nyamperin kamu gimanapun caranya.”
Asyifa menghubungiku lagi setelah sekian lama. Huh, bahasa yang serupa dengan Selena. Aku kembali dimana aku pertama kali dengan sosok yang kupanggil Sinka.
Di dalam kamar mandi, tanpa ragu dia membuka resleting dan mengeluarkan penisku dari celana.
“Punya kakak gedean ih.”
Jarinya lentik melingkar dan melaju mundur di penisku. Terkamannya membuat gairahku naik. Sesekali, dia menjilatnya tanpa jijik.
“Enak banget, sumpah!”
“Kakak juga.”
Dia mulai berani mengulum penisku sebagian membasahinya dengan liur.
“clllluuurrrrppppphhhhh……….ccccccclllllluuuuuurrrrrrppppppphhhhh……ccccccccllllluuuuurrrrrrrrppppphhhhh…….”
Dia berjongkok memberiku permainan luar biasa. Kepalanya maju mundur melahap penisku. Sesekali, jemarinya membantu mengocok. Aku yang bersandar di dinding melenguh keenakan. Ponselnya berbunyi dan dia mengangkatnya masih dalam mengulum penisku.
“ya…halo…”
“Kak Sinka dimana sih? Udah ditungguin.” Suara seseorang dari seberang telepon.
“tanggung….bentar….lagi….uuhuk….uhuk…” dia memaksakan diri untuk terus mengulumku.
“Kak Sinka sakit? Enggak ngomong sih!”
“bentar….lagi…sampe…”
Dia menutupnya dan mempercepat kulumannya. Lidah, mulut dan tangannya bekerja keras.
“aku enggak kuat. Aku keluar….”
“cccccrrrroooootttttttssssss………ccccccrrrrrroooooottttssssss…….”
Dia membuka mulut seolah memperlihatkan pejuhku telah berada dimulutnya dan ditelannya singkat.
“Lega banget..”
“Kakak udah keluar. Banyak banget juice nya.”
“bisa aja kamunya.”
Kami berdua merapikan diri.
“kakak siapa namanya? Aku Sinkaranda. Panggil aja Sinka.”
“Grha nama aku.”
“Kak, minta nomornya dunk. Nanti Sinka kasih sesuatu.”
Aku memberikan nomorku. Aku sendiri tidak berharap dia akan menghubungiku lagi.
“emang mau ngasih apa?”
“Rahasia dunk.”
Dia keluar dari kamar mandi. Aku tidak percaya apa yang terjadi barusan. Aku menenangkan diri dan mengumpulkan energi.
Waktu masih lama sebelum aku memenuhi janjiku dengan Selena. Masih ada waktu, aku akan mempersiapkan diri. Mobil pinjaman Selena terlihat kotor di luar garasi.
“aku akan mencuci mobil untuk nanti malam.”
Mencuci mobil tentu saja bukan hal yang asing untukku. Hal yang paling bisa kulakukan saat ini adalah mencuci mobil. Tiba – tiba, teringat lagi dengan kenangan bersama Sinka.
“Kak Grha?” Sinka meneleponku.
“Ini Sinka ya? Ada apa?”
“kak, bisa minta tolong?”
“Tolongin apa. Kalo bisa bantu ya kakak bantu.”
“Kakak bisa bantuin nyuci mobil?”
“nyuci mobil? Tinggal bawa ke cucian aja sih. Lagi kerja nih!”
“enggak sempet, kak. Ini aja masih di luar. Malem aja abis kerja juga enggak apa – apa. Aku kasih sesuatu deh nanti.”
“aku kan enggak tahu rumahnya.”
“nanti aku share lokasinya. Sinka tunggu ya. Bye kak Grha.”
Dia menutup teleponnya. Apa yang kamu mau, Sinka? Aku bertanya – tanya dalam hati. Aku harus fokus ke pekerjaanku dulu.
Lokasinya berada di perumahan mewah yang tidak kukenali. Aku berhenti di rumah dengan 2 mobil hatchback berwarna yang terparkir di pelataran yang agak tinggi dari jalanan. Aku memberi kabar bahwa aku telah sampai. Dia membuka pagar dan menyambutku.
“Kak Grha pasti capek. Masuk dulu aja.”
Aku masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Sesaat kemudian, seorang perempuan menyajikan minuman dan cemilan untukku.
“Silahkan dinikmati, Kak Grha.” Sapanya.
“siapa ya? Aku belum pernah ketemu kayaknya.”
“emang belum. Kenalin, aku Naomi.” Dia menjabat tanganku menebarkan senyumnya.
“jangan lama – lama salamannya. Huh, Kak Shinta nih.” Sinka tidak terima dan melepaskan jabat tangan kami.
“Ini cowok yang kamu ceritain? Lumayan juga.” Naomi seperti sedang melakukan penilaian.
“oh iya. By the way, itu mobil yang di luar yang mau dicuci? Aku bisa bawa mobilnya ke cucian. Tadi di jalan, ada yang buka 24 jam.” Aku mencoba pembicaraan.
“jangan di luar nyucinya, kak. Kita pengen bisa nyuci mobil.” Ungkap Sinka.
“bisa ngajarin sekalian bantuin kita nyuci? Ada imbalannya koq.” Naomi menimpali.
“aku enggak punya pilihan lain. Apalagi, dari kalian. Kita mulai sekarang.”
“kita ganti baju dulu kalo gitu.” Naomi bangkit dari duduknya.
“oke. Aku siapin dulu alat – alatnya.”
Aku menuju garasi dan mengambil alat seperti spons, sabun, lap dan selang air. Di dalam rumah, Sinka dan Naomi tampak mempersiapkan sesuatu yang tidak kuketahui.
“Kak Shinta nantang nih ceritanya?”
“Kalo takut ya berarti aku yang menang.”
“siapa takut! Aku bakal buktiin ke kak Shinta.”
“Iya, Adek aku, Sinka.”
“kakak jangan nyesel ya. Punya dia gede loh, kak.”
“oh ya? Masa’?”
Mereka keluar dari rumah dengan pakaian serupa. Kaos oblong yang longgar. Panjangnya hampir menutupi paha mereka.
“aku udah basahin mobilnya. Waktunya di cuci pake sabun.”
“baik, kak!” seru mereka bersamaan.
Mereka mengambil ember berisi air dan sabun di dekatnya.
“koq enggak keluar sih? Padahal dikocok juga.” Sinka memegang botol sabun dan menuangkannya dengan cara dikocok.
“Dek, itu di pencet kayak gini.” Naomi memencet botol sabun miliknya dan cairan itu menyemprot kena bajunya.
“ih kakak sukanya muncrat belepotan. Kalo aku kan dikit – dikit biar enak.” Sinka mengocok botolnya hingga keluar isinya sedikit demi sedikit.
Apa yang mereka lakukan sedikit banyak membuatku terangsang. Naomi suka disemprot. Sedangkan, Sinka pelan – pelan asal keluar. Ya ampun, apa yang kupikirkan. Mereka mulai menyabuni kendaraan mereka masing – masing.
“Naomi, begini caranya nyuci atap mobilnya.” Aku memperagakan caranya.
“aku coba ya!” serunya di sisi mobil yang lain.
Kaca mobil milik Naomi cukup transparan. Dadanya menempel di kaca dan tertekan. Aku mencuri pandang melihatnya. Apalagi, saat benda itu berputar – putar seperti mengelap kaca. Sepertinya aku melihat putingnya samar. Aku menelan ludahku sendiri.
“kena kamu!” pikir Naomi yang masih melanjutkan godaannya.
“Kak Shinta, dasar.” Gumam Sinka.
Sinka mengambil tindakan.
“Kak Grha, bantuin aku!” teriak Sinka.
Aku berpindah ke Sinka yang kubantu untuk naik ke atas kap mobil. Pantatnya hampir saja mengenai mukaku.
“tadi gini ya caranya ngelap kaca mobil?” dia meniru gerakanku.
“iya, Sinka. Begitu caranya.”
Dengan sengaja, dia memperlihatkan dadanya yang menggantung bebas lewat lubang masuk kepala. Bergulir kesana – kemari. Aku tidak bisa melepaskan pandanganku darinya.
“Yes! Liatin terus, kak!” gumamnya.
Naomi melihat Sinka yang cukup berhasil mengganggu konsentrasiku. Dia mengambil selang dan menyiram air ke mobil.
“Kak! Udah selese nih! Bantuin dunk.” Naomi memegangi selang.
Aku meninggalkan Sinka dan membantu Naomi menyiram mobil.
“kalo nyiramnya itu dari atas ke bawah biar debunya turun.”
“harus ngalir ya kak? Kalo aku biasanya disemprot di atas aja.” Dia menggodaku dengan menyilangkan tangannya sehingga memajukan dadanya. Kaosnya basah karena sabun. Kaosnya transparan memperlihatkan di dalam kaosnya.
“kalo di atas aja ya enggak bersih, Naomi.” Aku berusaha mengalihkan perhatianku dari dadanya yang sengaja ditonjolkan.
Diam – diam, Sinka menuju keran dan memampetkan aliran air selang dengan menginjaknya.
“loh. Koq airnya begini?” tanyaku.
“bisa begitu? Biasanya lancar.” Naomi pun kebingungan.
Dia melihat ke arah lubang selang dan air menyembur deras membasahi wajah dan pakaiannya. Sinka tertawa melihat Naomi basah.
“Adek! Awas ya!” Naomi mengejarnya dengan menyemprotkan air ke Sinka.
Aku sengaja tidak memisahkan mereka. Kulihat lekuk tubuh Sinka semakin tercetak jelas di balik bajunya. Begitu juga dengan Naomi yang dibalas semprotan oleh Sinka. Dibalik kaos basah mereka, Naomi bertelanjang dada dengan g-string minim. Dadanya membuat lekuk yang keindahannya tidak dapat kulewatkan. Pantat Naomi juga tidak kalah seksinya. Sinka malah lebih nekat. Sengaja, dia tidak memakai apapun dan aku bisa melihat dada dan vaginanya yang berbulu jarang. Langsung saja, penisku bereaksi melihat mereka.
“Kak, udahan yuk. Udah dingin.” Naomi menonjolkan dadanya dengan menyilangkan tangannya kedinginan.
“udah bersih juga mobilnya.” Sinka malah tidak peduli bahwa kaosnya basah membuatnya telanjang di depanku.
“I-iya, Sinka. Aku be-beresin dulu.” Kegugupanku tergambar jelas di deoan mereka yang sudah melangkah pergi.
Di rumah, mereka nampak riang setelah berhasil menggodaiku.
“aku berhasil kan, kak?”
“iya, dek. Kamu berhasil. Nekat juga sampe segitu usahanya.”
“abisnya kakak udah mau menang sih. Malem ini, aku duluan pokoknya.”
Aku menunggu mereka selesai membersihkan diri. Sedikit cemilan bisa memberiku energi.
“Kakak bisa mandi di kamar aku soalnya kamar mandi tamu lagi rusak.”
“enggak apa – apa, Sinka?”
“Iya. Aku udah siapin, koq.”
Masuk ke dalam kamarnya, suasana kamar perempuan begitu terasa. Aku segera membersihkan diri. Sementara, Sinka sibuk dengan ponselnya.
“ah. Segarnya.” Aku baru keluar dari kamar mandi.
“wangi banget sih, kak.” Sinka menyambutku.
Penampilannya dengan kaos ketat dan mini skirt jeansnya membuatnya cantik natural.
“harus dunk, Sinka. Kalo enggak wangi entar kamunya ngambek.”
Aku memegang ujung kaosnya dan mendekatkan diri di tubuhnya.
“kamu juga wangi, Sinka. Imbalannya mana nih?” aku menempelkan dahiku padanya.
“kakak nakal. Sinka jadi gerah nih.” Dia berusaha menolakku.
“Dibuka aja kalo berani.”
Dia menarik leherku dan kami melakukan ciuman pertama kami. Bibirnya lembut dipadukan dengan hisapan lembut di lidah membuatku bergairah.
“ccccccccllllluuuuuupppphhhhh…….cccccccccllllllluuuuuuuuuppppppphhhhh……ccccccclllllluuuuuuuuppppppphhhhh……..”
Tangannya berusaha meraih punggungku. Tanganku sendiri menaikksn bajunya lewat pinggang hingga underboob. Kemudian turun lagi dan naik lagi. She’s not wearing any of bra. Lidahku mencampurkan air liurnya di mulutku sebagai pengganti dahaga. Dia melakukannya penuh nafsu untuk seumurannya.
“adek pasti lagi enak nih. Ngintip aja lah.” Naomi dengan piyamanya melangkah malas.
Aku dan Sinka berpindah di atas kasur setelah sebelumnya saling menelanjangkan diri. Aku melipat lututku dan bertumpu di atasnya. Sinka mulai memanjakan penisku dengan kocokan tangannya disertai lidahnya. Dibasahi seluruhnya kemudian dihisapnya kuat.
“sssssssllllluuuuuuurrrrrpppphhhhh…….ssssssslllllllluuuuuuurrrrrppppphhhh……sssssssslllllluuuuurrrrrppppphhhh…..”
Diremasnya zakarku hingga tegang. Dia mulai mengulum penisku dan kepalanya maju mundur searah penisku. Aku turut mendorong penisku dan memegangi rambutnya.
“sssssssslllllloooooorrrrrrppppphhhhh……….ccccccccllllllloooooorrrrrrpppppphhhhhhh……..sssssssssllllllllooooooorrrrrrrrrpppppppphhhhhh……..ccccccccllllllllooooooorrrrrrrrppppphhhhh……”
Dari balik pintu kamar Sinka yang terbuka sedikit, sepasang mata Naomi melihat Sinka yang mengoralku. Aku melihat Naomi yang mengintip. Kubiarkan saja dia menikmati pemandangan ini.
“Untung banget si adek. Dapetnya mana yang gede sih.”
Tidak sadar kekesalannya berbuah pada nafsunya. Naomi mulai meraba vaginanya dan menusuknya dengan jari. Masturbasi dengan melihat Sinka tengah kucumbui.
“Kak, langsung aja. Udah basah akunya.” Pintanya.
Aku memasukkan penisku ke vaginanya. Kedua kakinya bertumpu di pahaku.
“kak….pelan – pelan….sakit…..” rintihnya sampai menggenggam seprai berlebihan. Kepalanya memberontak kesana kemari.
“tahan, Sinka. Bentar lagi masuk koq.” Aku menenangkannya sambil mendorong pinggangku masuk.
“uuuuggghhhhhhh……..udah masuk. Kerasa banget di meki aku.” Desahnya parau.
Aku mendiamkannya sejenak.
“entotin Sinka, kak. Entotin!” inginnya.
Pinggangku mulai mengebor vaginanya dengan penis. Dia menatapku penuh kesakitan.
“uuuuggghhhh…….aaaaaaahhhhhh…….uuuuuggghhhh…….oooooohhhhhh……..ssssshhhhhh…….sssshhhh……”
Aku memberinya dorongan yang memberinya kepuasan seksual. Penisku bertumbuk di dalamnya menimbulkan bunyi gercap kelamin yang beradu.
“enak….banget…..enak…..terus….sodok…..terus…..”
Aku memindahkan kakinya rapat di bagian bahu kananku dan menghujamnya terus. Tubuhnya terus menerima perlakuanku.
“uuuuuuccccchhh……makin…….sssssshhhh……enak………oooooohhhhh……..terussss……”
“rasain tuh, Sinka!”
“ampun…….kak……..terussss…..enak…….uuuuuuucccchhhhh……..oooooohhhhhhhh…….ampun…..”
Di luar, Naomi semakin intens melakukan fingering pada vaginanya. Dia tengah membayangkan jika itu adalah dirinya.
“mmmmmmmmmhhhhhhhhhh………….mmmmmmmmhhhhhhhhh……….mmmmmmmhhhhh……”
Sodokanku semakin tajam. Aku membelah kakinya sehingga berpangku di kedua bahuku. Dia merengkuh badanku membuatku menindihnya.
“aaahhhhhhh…….makin……sempit……….meki…..aku…....oooohhhhh…….punya…….kakak………enak……..sssssssssshhhhhhhh……..”
Aku menciumnya penuh nafsu.
“Cccccccccuuuuuuuurrrrrppppphhhh………cccccccccuuuuurrrrrrpppppphhhhh………ccccccccuuuuuuurrrrrrppppppphhhh….”
“Kak…..Sinka…..mau…..keluar…..” Bisiknya di telingaku.
“Kakak juga mau keluar.”
Aku bersemangat menggenjotnya hingga titik penghabisan. Dia semakin erat menjepit penisku dalam.
“kyaaaaa……..”
“gggggaaaaaahhhhh…….”
Aku menyemburkan pejuhku bersamaan dengan Sinka di dalam vaginanya. Aku melakukan hujaman terakhir menguras pejuh yang tersisa. Naomi juga mengakhiri fingeringnya. Tangannya basah akibat melihatku usai bersamaan dengan Sinka. Kemudian, ia kembali ke kamarnya.
“juice kakak anget. Sinka suka banget.”
“kamu juga enak banget, Sinka.”
“biarin di dalem ya, kak. Nyaman rasanya.”
“iya, adek Sinka.”
Kami berdua saking tersenyum dan saling berpelukan hingga tertidur.
Usai mencuci mobil, aku melongok ke dapur mencari kudapan yang bisa kumakan.
“sebaiknya aku memasak makanan.”
Di dapur juga lah, pertemuanku dengan Naomi berlanjut.
Tengah malam, aku terbangun. Sinka masih terlelap dalam kondisinya semula. Aku pergi ke dapur untuk mencari air minum.
“nyari air minum?” sapa Naomi.
“yeah. Aku sedikit haus.”
Dia duduk di depan meja dapur bertipe bar ini.
“aku ngeliat kamu sama Sinka kayaknya nikmat banget.” Akunya padaku.
“boongin pake tangan emangnya enak?”
“enggak enak sih. Tapi, udah nafsu banget.”
“aku suka cewek yang ngomong apa adanya kayak kamu, Naomi.”
“jangan muji kayak gitu ah. Malu akunya.”
“kamu laper enggak? Aku bisa masak makanan kalo kamu mau. Kebetulan, ada bahannya nih.” Kataku sambil mengeluarkan bahan makanan dari kulkas.
“emang bisa masak? Boleh aja sih.”
Setelah mengolah bahan makanan menjadi masakan yang cukup untukku dan Naomi, kami bersantap malam mengisi perut yang kosong.
“enak deh masakan kamu. Jadi iri pengen bisa masak kayak gini.”
“biasa aja, Naomi.”
“kali ini biarin aku yang nyuci piringnya.”
Naomi beranjak dari kursi menuju tempat cuci piring. Aku mendekatinya dan langsung menciumi leher dan tengkuknya.
“Naomi, kamu itu menggoda banget tadi.”
“Aku iri sama Sinka yang udah kamu entotin duluan.”
“aku suka banget pantat kamu. Seksi banget.” Aku meremas pantatnya dengan tanganku.
Tidak tahan, dia berbalik dan mencium bibirku. Aku telah bersiap menyambutnya.
“ccccccllllllluuuuuupppphhhhhh…..”
“Grha…..”
“Naomi…..”
“cccccccccccllllluuuuuuuuuupppppppppphhhhhhh……….ccccccccccccllllllllllluuuuuuuuuppppppphhhhhhhh….”
Aku menunggingkan Naomi di depanku dan melucuti celana piyamanya. Pantatnya seksi menggugahku untuk menciuminya.
“oooooggghhhhhh……ooooooogggghhhhhh………oooooogggghhhhhh…..”
“kiss….my….ass…….yeahhhh…….kiss them…..”
Anusnya kujilat tanpa memedulikan apapun itu. Naomi mengejang nikmat.
“ooooogggghhhhhh………hhhhhhhmmmmmm…….fffffuuuuucccckkkk……ssssshhhhhiitttt……..”
Setelah puas menjilatinya, aku menampar pantatnya keras hingga berbekas.
“sssspppllllaaatttt…….ssppppllllaaatttt…….sssspppplllllaaatttt…….ssssssppppplllllaaaatttt…..”
“mmmmhhhhh…..mmmmmhhh…….spank….me…..harder……..ooooogggghhh…….ssssssshhhhhh…….more………harder……………”
“do you take it up in the ass, Naomi?”
“yes. I do. Do it now!”
To be continued………