MAKAN MALAM BERSAMA
Rina berdiri cemas di depan ruangan operasi raut wajahnya begitu pucat, dia mengutuk kebodohannya, andai tidak ada doni yang sigap membawa ke rumah sakit, rina gak tau apa yang akan terjadi, rina tak sanggup membayangkan.
“Kak, duduk aja , tenangkan pikiran, kakak sudah telpon mas andi,” tanya doni, ya ampun rina saking panik lupa dengan andi, apakah suaminya sudah mendarat.
Rina kemudian menyadari dia tak membawa tas, hanya dompet yang dia bawa, hpnya tertinggal di tas, “saya lupa bawa hp don,” jawab rina.
“ini pakai hp saya saja,” doni memberikan hpnya ke rina, namun rina lupa nomor suaminya, dia simpan nomor suaminya dengan nama ayah, tak pernah dia tahu kalo penting untuk menghapal nomor orang terdekat, “saya gak hapal nomor mas andi don,”
***
Hampir 1 jam doni dan rina menunggu di depan kamar operasi, rina terlihat gelisah, kedua tangannya saling meremas, mulutnya komat kamit seperti membaca doa, wajahnya tertunduk.
Doni mendekati rina, dia berjongkok di hadapan rina berusaha menghibur dan membuat rina tenang, “kak, saya yakin abang akan baik-baik saja,” doni menggenggam tangan rina.
Entah karena begitu berat rasa khawatirnya pada akbar, rina membiarkan pria yang belum lama dikenalnya itu meremas tangannya, tanpa sadar rina menangis sesenggukan melepas semua rasa dihatinya, doni kemudian refleks memeluknya.
Rina membiarkan doni memeluknya, rina merasa dia butuh bahu untuk menangis melepaskan semua rasa sedih melihat putranya menderita, rina terisak-isak hebat di bahu doni.
Doni merasakan kepedihan hati wanita cantik dalam pelukannya ini, “keluarin semua kak, menangislah,” ucap doni, harum rambut dan tubuh wanita cantik ini menggetarkan perasaan doni, hatinya berdebar-debar.
“Hmm maaf don, seharusnya aku gak boleh seperti ini,” rina melepaskan dirinya dari pelukan doni.
“Maaf kak, aku hanya ingin membuat kakak tenang, maaf kalau aku memeluk kakak, aku.. aku,” doni sibuk menahan debaran hatinya.
“Gak apa-apa don, gak usah dibahas lagi ya,” ucap rina, kemudian rina mencari tisue didalam dompetnya, “ini kak, hapus air mata kakak” doni menyodorkan sapu tangannya.
Pintu kamar operasi terbuka, beberapa orang berbaju biru menggunakan masker keluar dari ruangan operasi, “operasinya sukses pak, sekarang pasien sedang di siapkan untuk di bawa ke ruang perawatan” seorang dokter menjelaskan, lalu dokter tersebut mengatakan setelah pasien nanti dipindah dia kan kembali lagi memeriksa.
Rina bernapas lega, tak lama akbar didorong oleh beberapa perawat menuju kamar perawatan, doni dan rina mengikuti dari belakang.
***
“Karena cepat di tangani, maka pemulihan dek akbar rasanya tidak terlalu lama, tapi untuk sekarang sudah tak ada bahaya, dek akbar tadi saya berikan penenang, jadi dia akan tidur hingga besok, nanti saya buatkan surat izin buat sekolahnya ya bu, saya pemisi dulu” ucap dokter yang kembali datang ke ruang perwatan akbar.
“Terima kasih dokter,” ujar rina, “terima kasih dokter,” ucap doni bersalaman dengan dokter tersebut, dokter kemudian meninggalkan ruangan.
Rina duduk di sisi bed akbar, di genggamnya tangan akbar, diciuminya tangan mungil itu, “maafin bunda ya sayang, cepet sembuh ya nak, bunda sedih liat abang menderita seperti ini,” ujar rina terisak-isak, doni hanya terdiam.
Tak lama ibu dan bapak rina datang tergopoh-gopoh masuk ke ruang perawatan akbar, nenek sangat terkejut terlihat wajahnya pucat, “kenapa ama si abang rin,” tanyanya, rina kemudian menjelaskan semua yang terjadi.
“Ibu dan bapak tau darimana?’ tanya rina, kemudian rina menjelaskan karena dirinya sangat panik, dia lupa membawa hp.
“Tadi dari andi, rupanya dia nelpon ke hp kamu, yang angkat novi, lalu novi cerita ke andi apa yang terjadi dengan akbar, andi langsung menghubungi bapak,” jawab pak rudi.
Pak rudi melihat ke doni, rina menjelaskan doni adalah tetangga di depan rumah, untung saja doni segera membawa akbar ke rumah sakit.
“Ohh gitu, terima kasih banyak nak doni, terima kasih banyak” ucap pak rudi menyalami doni, “gak usah sungkan pak, kebetulan saya ada disitu,” ujar doni.
“Rin ini kenapa si abang gak membuka mata juga, bang..ini nenek datang sayang..” ucap nenek terdengar sedih, rina menjelaskan akbar di kasih obat tidur, agar tak banyak bergerak.
“Maaf kak, mungkin sebaiknya kakak pulang saja, besok pagi kembali lagi kesini, soalnya kasian nanda, bukankah nanda masih menyusui,” ucap doni.
“Benar itu rin, kasian nanda, sudah kamu pulang dulu, biar bapak sama ibu yang jaga abang,” timpal pak rudi.
Rina merasa berat meninggalkan putranya, namun apa yang dikatakan doni dan bapak juga ada benarnya, stok asi rina juga sudah tak ada di kulkas, terakhir tadi siang dia stok sebelum mengantar suaminya ke bandara.
Akhirnya dengan berat hati rina pulang, tak henti-hentinya dia mencium akbar, “bunda pulang ya sayang, besok bunda kesini lagi, kasian adikmu di rumah,”, kemudian rina pulang bersama doni.
Dalam perjalanan, rina hanya diam saja, kepalanya menyender ke jendela mobil, “kak apakah kakak sudah makan?, bagaimana kalau kita makan dulu,” tanya doni.
“Eh..apa don,” rina tersadar dari lamunannya, “kakak sudah makan, kita makan dulu ya, aku soalnya lapar,” ucap doni.
“Tadi sebelum kejadian ini, aku dah sempet masak, makan di rumah aja ya,” ucap rina, doni mengangguk. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam ketika mobil rina memasuki garasi rumah.
“Nov, kamu pindah ke kamar sana, maafin ibu ya, kamu jadi tidur begini” rina membangunkan novi yang tertidur di depan tv, “ohh ehh, ibu sudah pulang, gimana abang bu,” tanya novi, rina kemudian menceritakan semua.
“Nov, sebelum tidur, tolong bantu ibu sebentar ya, tolong siapin makanan buat mas doni, kasian dia, gara-gara bantu kita, belum makan,” ucap rina, “baik bu,” novi kemudian segera menyiapkan makanan untuk doni. rina masuk ke dalam kamar mengganti pakaian.
Setelah berganti pakaian dengan piyama tidur, rina menghampiri meja makan, novi baru saja selesai menghangatkan makanan, setelah menata di meja makan, novi pamit tidur karena mengantuk sekali, novi naik ke atas, kamar asisten rumah tangga ada di atas.
Rina menelpon andi, dan menceritakan bahwa akbar sudah dioperasi dengan sukses, sekarang masa pemulihan, andi juga berbicara dengan doni mengucapkan terima kasih atas bantuan doni, setelah menelpon, rina kemudian mengajak doni makan.
“Loh kok kakak, gak ikut makan,” tanya doni, “aku gak selera don,” ucap rina, “kak, kakak musti makan walau sedikit, jangan nanti kakak malah sakit, kasian kan nanda, dan juga akbar, pasti akbar besok ingin ketemu bundanya,” ucapan doni membuat rina kemudian ikut makan.
Mereka kemudian makan bersama, tak ada pembicaraan saat makan, pikiran rina dipenuhi rasa kuatir terhadap akbar, doni melihat kekhawatiran dari wajah rina. Tiba-tiba dari dalam kamar terdengar nanda menangis.
Rina segera masuk ke kamar, dia membuka atasan piyama tidurnya, rina membuka behanya, karena dia tak terbiasa menyusui nanda menggunakan bra, rina menyusui nanda sebentar, setelah nanda terlelap rina meletakkan nanda pelan-pelan di boxnya, rina lupa mengenakan branya kembali, lalu kembali ke ruang makan.
“Makannya nambah don,” ucap rina, sekarang pikirannya sedikit lega, “sudah kak, aku memang gak pernah makan banyak kok, masakan kakak sungguh lezat, terima kasih ya kak,” ucap doni.
“Aku yang harusnya terima kasih don, kalau gak ada kamu, aku gak tau deh,” rina berbicara sambil makan, doni melihat ada bulatan puting menyeplak di atasan piyama rina, hati doni berdebar.
Rina bukan sengaja memamerkan putingnya, namun memang pikirannya yang sedang kacau, membuat dia tak menyadari doni memperhatikan putingnya yang menonjol di balik piyama, apalagi saat rina berdiri membereskan makanan, doni melihat bayang-bayang payudara montok di balik piyama rina.
“Sebaiknya aku pulang, aku gak boleh disini, ini berbahaya,” ucap doni dalam hati, setelah selesai makan, doni berpamitan pada rina, dia ingin segera keluar dari rumah ini, dia takut dirinya khilaf.
***
BERSAMBUNG