RoroLilith
Semprot Holic
I see a flash
Is this sleep?
Am I in a dream?
The past sees me and it won't let go
Greeted by those I've killed along the way, because
I am the destruction The past sees me and it won't let go
Suara gahar dan membahana dari sebuah ringtone alunan musik Omega milik band Periphery dari ponselku terdengar nyaring, memekik hingga membangunkan tidur siangku. Sambil tiduran telentang, aku mengucek-ngucek kedua mata dengan jemari tangan kiri, sedangkan tangan kananku segera menggapai ponsel yang tergeletak di atas kasur. Aku masih ngantuk. Kesadaranku belum seluruhnya pulih. Sepasang retina belum fokus sehingga nama kontak yang menelponku terlihat buram. Lama kelamaan fokus lensa kedua mataku mulai normal. Aku dapat melihat huruf demi huruf yang tampil di layar ponsel. Laras, yaelah...ngapain sih nelpon disaat aku lagi enak-enak bermimpi indah. Gagal deh nyium pangeran ganteng di dalam mimpiku. Aaaaaah, jadi kesal!!!
“Assalamualaikum. Sarah, aku dah di depan asramamu. Tuuut….tuuut...tuuut”. Iiih, langsung ditutup. Dasar kamu ya. Uuuuhhhhh...
Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 1 siang. Kubangkit dari tempat tidur berjalan menuju jendela. Kugeser sedikit gorden jendela untuk mengintip. Benar juga, Laras lagi berdiri di depan asrama sambil menatap ke arah jendela kamarku. Sepertinya aku ketahuan lagi ngintip dia. Hihihi
Oh iya, aku tinggal di Asrama khusus cewek. Untuk Asrama cowok, gedungnya berada tepat didepan gedung asramaku. Ada jalan paving yang cukup lebar diantara asrama cowok dan cewek. Masing-masing asrama dijaga 2 orang satpam. Kalau mau masuk, selain penghuni asrama diwajibkan mengisi buku tamu. Aku tidak memilih ngekost karena aku merupakan mahasiswa bidik misi yang dapat beasiswa. Tentu saja rutinitasnya banyak banget. Banyak kegiatan yang diberikan kampus. Selain itu, asramaku ini dekat dengan kampus. Cukup berjalan 14 menit, aku sudah sampai fakultas. Ada 6 lantai dan kamarku berada di lantai 2. Letak kamarku berada di ujung depan gedung. Jendela kamar cukup lebar dan menghadap ke arah depan asrama cowok. Aku bersyukur dapat kamar ini. Kelebihannya, selain bisa mengawasi sepeda gayungku yang terparkir di depan asrama, aku bisa melihat lalu-lalang orang-orang melintas di jalanan depan asrama ini. Apalagi, setiap hari banyak pedagang kaki lima membawa gerobak yang selalu lewat di depan asrama.
Di ruanganku ini, sekamar dihuni oleh 2 orang. Nah, karena sedang libur panjang tahun ajaran baru, teman sekamarku sudah pulang duluan. Beda dengan aku. Biasanya aku pulang 9 sampai 11 hari kemudian. Kesibukan sebagai anggota BEM membuat jatah liburku jadi berkurang, tapi tidak apa-apa. Aku sangat menikmatinya. Apalagi sebentar lagi akan ada OSPEK. Bisa dapat kenalan mahasiswa baru. Apalagi aku masih belum punya pacar. Bisa dong cari jodoh. Hihihi
Hari ini, kebanyakan penghuni di asramaku sedang pulang kampung, hanya tersisa 7 orang dan kesemuanya itu anggota BEM. 5 orang ada di lantai 1, dan seorang lagi di lantai 6.
Siang ini aku ada janji sama Laras, sahabat baikku sejak SMP. Aku sama dia sekelas 4 kali, kelas 7, kelas 9, kelas 11 IPA 3 dan kelas 12 IPA 1. Selain cantik dan pandai, Laras berasal dari keluarga berkecukupan. Orangnya tidak sombong dan sederhana. Dia mau berteman denganku yang wajahnya pas-pasan dan dari keluarga yatim piatu.
Dulu, ayahku berdinas di Malang, kemudian dimutasi ke Jember, tempat kelahiranku. Aku mondok dari SMP di pinggir kota Malang, dan mengenyam pendidikan SMP sampai sekarang kuliah di Malang. Tapi kini sudah berbeda. Ketika kelas 9, kedua orang tuaku meninggal karena bencana tsunami. Saat itu, ortuku sedang berada di bagan apung paman. Sejak itulah, aku menjadi hak asuh pamanku yang ada di Jember. Paman selalu rutin menjengukku di pondok.
Ayahku moksa. Saat dikubur dan di adzani, ternyata yang dikubur hanyalah kain kafannya saja. Liang pusaranya harum. Menurut om Pon yang mengasuhku, ayahku golongan paham makrifat. Pemahaman tingkat tertinggi dalam agama. Menurut om Pon, ada 4 golongan. Pertama syariat, yaitu jika dimakamkan mayatnya membusuk. Kedua tarekat, yaitu jika mati, mayatnya juga membusuk. Ketiga hakikat, jika mati mayatnya mengeras dan membatu tidak hancur. Keempat makrifat. Jika meninggal, mayatnya moksa dan sirna menyatu bersama sang pencipta. Semasa hidup, aku sempat menegur mengapa tidak sholat lima waktu. Lantas beliau berujar, bahwa sholatnya berbeda. Sholatnya setiap detik dan setiap waktu. Menurutnya, saat ini walaupun sedang berbicara denganku, dia sedang ibadah komunikasi dengan Tuhan. Cara bersucinya tidak menggunakan air seperti golongan syariat dan tarekat, tapi yang lain. Karena air hanya mensucikan kulit ari terluar manusia, tapi tidak dalamnya. Daging, darah, tulang, tidak ikut disucikan. Kalau sudah masuk golongan makrifat, walaupun tidak mandi, seluruh badan itu suci. Aku kadang bingung dengan laku ortuku. Tapi anehnya, ucapan yang beliau katakan selalu benar. Contoh, aku akan lulus dengan nilai memuaskan. Angka-angka nilainya yang disebutkan benar. Bahkan sebelum meninggal, ayahku sudah tahu jalan takdirnya dan menulis nama dan tanggal kematiannya pada batu nisan. Walaupun demikian, beliau mengaku manusia yang paling bodoh di dunia. Beliau melanjutkan, anggap Tuhan itu punya rumah, nah golongan syariat itu masih belum bertemu Tuhan. Ia mengetahui alamat rumah Tuhan, jalan-jalan menuju Tuhan dan siap-siap berangkat. Untuk golongan tarekat, ia sudah berjalan dan dalam perjalanan. Entah naik motor atau jalan kaki menuju rumah Tuhan. Golongan Hakikat, ia sudah sampai tujuan, sudah sampai depan rumah Tuhan, sudah di depan pintu, tapi belum bertemu Tuhan. Golongan makrifat, ia sudah bertemu bertatap muka, duduk bareng dan ngobrol berkomunikasi dengan Tuhan. Karena itu, golongan makrifat biasanya paham tentang manunggaling kawula gusti. Yaitu bersatu dengan Tuhan. Karena, kemana-mana dalam keadaan apapun ia berkomunikasi kepada Tuhan. Tidak perlu betapa ke hutan atau ke goa untuk berkomunikasi. Aku dulu bertanya, apakah saat buang air tetap berkomunikasi? Beliau menjawab iya, karena…...
Oh iya Laras. Haduh aku sampai mengingat ortuku. Hmmm.. Aku itu tidak sepandai Laras yang selalu menyabet juara 1 di kelas, tapi selalu masuk 10 besar dari 45 siswa. Kadang juara 7, kadang pula juara 9. Mentok aku meraih juara 4. Aku bisa kuliah di Malang tidak lain karena jasa Laras. Karena kepandaiannya itu, aku tidak heran jika dia sekarang kuliah kedokteran di perguruan tinggi di kota Malang. Kalau aku kuliah keperawatan. Cita-citaku ingin menjadi tenaga kesehatan yang berguna, terutama saat bencana alam. Kampusku dengan kampusnya jaraknya tidak begitu jauh, apalagi kota Malang tidak sebesar Jakarta yang padat dan sering macet. Umurku dan Laras sama-sama berusia 18 tahun dan sedang kuliah semester 4. Di kelas, aku termasuk yang paling muda, karena sewaktu SMP aku dan Laras bisa menyelesaikan dalam 2 tahun. Itu berkat belajar bersama Laras yang selalu belajar bersama membantu mengajari pelajaran yang belum aku pahami.
Sejak SMA, kami membuat grup band yang beraliran djent, yaitu jenis musik metal progressive. Aku bisa menyukai musik itu karena pengaruh Laras. Aku sebagai basis dan Laras sebagai gitaris merangkap vokalis. Untuk drummer, kami baru memilikinya sewaktu 4 bulan kuliah di Malang. Sebelumnya, kami sering pinjam drummer dari band lain. Kami sering latihan di rumah Laras, minimal seminggu 2 kali. Karena kemampuan finansial keluarga Laras, ia bisa membuat studio musik di rumahnya. Studionya termasuk besar. Bukan hanya luasnya, tapi perlengkapannya sangat mendukung kebutuhan bermusik kami. Letaknya berdampingan dengan kamar Laras. Instrumennya terdiri dari gitar custom Ibanez prestige S series 7 string HR Giger yang dipesan langsung ke Ibanez yang ada di Jepang, bass elektrik Music Man stingray 5 HH, dan custom Mapex yang terdiri dari snare, bass drum 24", sebuah tom, dan 2 buah floor tom, cymbal, crash, splash, ride, dan juga disertai mic untuk rekaman yang terpasang lengkap. Alat perekamnya berupa satu unit CPU yang ditenagai oleh prosesor Ryzen Threadripper 2990 wx dan menggunakan aplikasi FL Studio 20 All Plugin Version. Soundcard menggunakan Roland Studio Capture 12 channel. Untuk Keyboard Synthesizer menggunakan Behringer Motor 49. Speaker Monitor menggunakan 2 unit Neumann KH 120 A. Amplifier dan efek menggunakan amplitube 4 deluxe. Tetapi, saat live kami menggunakan amplifier Randall Satan untuk gitar dan Ampeg untuk bass. Efeknya cukup menggunakan 2 buah iRig Stomp I/O dengan masing-masing laptop, satu untuk gitar dan satunya untuk bass. Semua perlengkapan itu original. Laras sangat menghargai si pembuat, karena idealisme Laras yang kukuh untuk tidak menggunakan barang haram dan aplikasi bajakan untuk berkarya membuat musik.
Sampai saat ini, kami baru memiliki 3 album yang masing-masing album terdiri dari 5 sampai 7 lagu. Untuk Album yang terbaru, musik djent kami hanya berupa instrumental. Itu karena 2 tahun lalu vokalis kami meninggal dalam kecelakaan tabrak lari saat berjalan di pinggir jalan yang sepi pada dini hari. Kepala sampai dadanya hancur kelindas, otaknya berhamburan sampai tidak ada yang mengenali. Bahkan, warga mengira korban adalah cowok. Padahal cewek. Beruntung, di dompetnya ada KTP dan SIM. Karena itu, laraslah yang menggantikan Vokal.
Setelah ngintip Laras di jendela, aku segera berganti pakaian. Sambil memikirkan pakaian apa yang akan kukenakan, aku buka almari dan melihat-lihat koleksi pakaianku. Akhirnya kupilih jilbab berwarna coklat muda dipadukan sweater tebal lengan panjang dan celana jeans dengan warna serasi. Sweater yang kukenakan agak besar dan longgar. Dulu sewaktu beli di toko ada obral diskon, yang tersisa hanya ukuran ini, toh yang penting lebih masuk ke badanku dan dipakainya pas. Lebih dari cukup untuk sekedar jalan-jalan. Setelah berpakaian rapi, aku berdandan sekedarnya. Tidak memakan waktu lama, dandan cukup 5 menit. Ngapain juga dandan berlama-lama. Toh cuma menemin Laras ke mall. Hihihi
Sebelum meninggalkan kamar, aku kenakan sandal yang biasa dipakai untuk jalan-jalan santai. Kemudian aku kunci kamar dan melangkahkan kaki menemui sahabatku.
“Raaas!!!” aku memanggil dari kejauhan di pintu utama asrama. Sebelum kupanggil, dia lagi mainin ponselnya. Laras segera mendongak ke arahku.
“lagi main game ya?” tanyaku
“kok tau?” tanyanya balik.
“wajahmu serius gitu seperti ujian skripsi” kami pun tertawa.
“yuk cabut sekarang” ajak Laras.
Aku membuka pintu depan mobil Fortuner Laras. Setelah aku masuk, Laras menyusul di pintu kemudi. Kamipun berangkat menuju Matos. Dalam perjalanan, kami bercerita tentang game yang dia mainkan tadi. Katanya dia tadi habis bunuh banyak dan tidak pernah mati di game Vainglory. Emang sih dibandingkan ML, game Vainglory pemainnya tidak sebanyak ML. Untuk sekelas Laras, game MOBA seperti itu cukup sepadan lah. Ditambah game Vainglory memakan banyak energi dan pikiran untuk menang sempurna.
Suasana jalanan kota Malang sore ini tidak macet, sehingga durasi perjalanan kami dari asramaku sampai di Matos tidak sampai 50 menit. Kami memarkirkan mobil di parkiran lantai bawah. Setelah mobil berhenti, ku lepaskan sabuk pengaman lalu keluar untuk memasuki mall.
“Sar, kita belanja ke Hypermart dulu yuk?” ajaknya
“Ayuk. Aku nurut aja sama yang punya duit” celetukku.
“aaah jangan bilang gitu, aku jadi malu tauu” wajah Laras senyum manja ke arahku.
"Ngapain malu, emang kamu berduit" ucapku.
"Bukan aku Sar yang berduit, tapi ortuku" Sanggahnya.
"Eh bener bener hihihi" ucapku
Tiap langkah kaki, kami menjadi sasaran tatapan para kaum Adam. Tentunya fokus mata mereka tertuju pada Laras. Busana gamis dan berjilbab modis Laras bagaikan seorang model. Tas hermes yang ia jinjing ditangan kiri. Udah wajahnya cantik, berduit pula. Hahahaha. Sesampai di depan Hypermart, di pintu masuk kami di cegat oleh security. Dia bilang untuk menitipkan jaket hoodie sweater yang aku kenakan di tempat penitipan barang.
“eh Ras, dibalik sweaterku ini aku cuma pakai pakain dalam doang” ku berbisik ke Laras.
“beneran?”
“iya, masak aku titipin terus topless gitu?”
“hahahaha, bagus dong. Hitung hitung pamer dan beramal sar”
“pamer sih pamer, tapi gak segitunya kali”
“Tapi kamu pakai cd kan sar?”
“Pakai dong”
“Tunggu disini. Aku bilang dulu ke security nya” Laras langsung nyamperin security yang jaraknya sekitar 4 meter dari tempatku berdiri.
Aku lihat Laras sedang berdiskusi ke security. 3 menit kemudian, security tersebut memanggil security perempuan. Mungkin buat memeriksa bohong atau beneran aku gak pakai pakaian rangkap di balik sweaterku. Laras bersama dengan security perempuan menghampiriku.
“Sar, kamu harus body check dulu” ucap Laras.
“siap” ucapku
Aku bersama security perempuan yang di dada kirinya tertempel papan nama yang tertulis Lina menuju ke toilet wanita. Kebetulan toiletnya sepi. Bu Lina segera memeriksa badanku. Tangannya memeriksa dibalik sweaterku ini, tapi tidak sampai menyentuh buah dadaku. Dia memeriksa dengan wajar dan profesional. Aku salut, memang untuk keamanan harus diperiksa secara ketat. Tampang cewek secantik aku bisa saja nyolong barang-barang dagangan. Eh, ngomong cantik tentu wajahku cantik. Bukannya sombong, tapi kenyataannya memang wajahku cantik. Teman-temanku yang mengatakannya, termasuk sahabatku sendiri, Laras. Kalau dibandingkan dengan Laras, ya aku kalah cantik. Aku cukup tahu diri dan bisa menilai diriku sendiri.
5 menit berselang, aku keluar dari toilet bersama bu Lina. Tak lupa aku mengucapkan terimakasih atas pemeriksaannya. Jadi kami pun masuk ke Hypermart untuk berbelanja tanpa menitipkan sweater yang kukenakan. Dompetku juga tak kutitipkan, soalnya isinya ada barang berharga, yaitu kartu ATM, KTP, dan Kartu Mahasiswa. Padahal didalam dompetku banyak lembaran struk dan beberapa lembar uang saja. Hihihi. Untuk tasnya Laras tidak dititipkan juga. Tasnya saja harganya mahal, tentu karyawan menyarankan untuk membawa tas Laras tersebut. Walaupun aku diperbolehkan mengenakan sweater dan membawa tas, tapi aku tetap berlaku jujur. Karena dalam agama yang kuyakini, Tuhan maha mengetahui. Aku mengingat ucapan mendiang romo yang pernah berkata “nduk, kamu harus ingat bahwa sang pencipta itu ada di sini. Itulah mengapa dia disebut Maha tahu. Karena keberadaannya yang besar yang meliputi alam semesta, wujudnya juga berbeda dari makhluk yang lain. Dia terbuat dari cahaya yang tidak bisa dilihat oleh bola mata, tapi bisa dilihat oleh mata hati. Dia tidak memakan ruang dan waktu. Jika cahaya terdapat bayangan, tetapi Dia tidak. Cahaya tidak bisa menembus tubuhmu, tapi Dia bisa. Anggap Tuhan itu air di lautan, kita adalah ikan. Kemana-mana pasti bertemu air, tetapi berbeda dengan dia. Cahaya meliputi alam semesta dan merasuk di dalam tubuh semua makhluk, karena itu dia bisa tahu isi hatimu, niatmu, dan apa yang kamu pikirkan. Nduuk… pernahkah kamu mendengar bahwa tuhan lebih dekat dari urat leher kita sendiri?..... ada milyaran manusia dan milyaran urat leher, bukan berarti Tuhan ada milyaran. Dia itu Esa.” Karena itu menurut beliau saat buang air besarpun, Tuhan ada disana. Tidak melulu ada di tempat yang indah. Wujudnya yang besar meliputi tempat bersih dan kotor.
Itulah beberapa ucapan dari romo. Nasihatnya sangat menyentuh kalbuku. Dulu waktu SD aku gengsi ketika diantar ke sekolah, aku memanggil ayahku dengan sebutan romo. Setelah mendengar penjelasannya, aku menjadi paham, bahwa ayahku ada darah biru dari raja di tanah jawa. Tapi hal itu tidak berlaku untuk anak-anakku kelak. Ketika aku melahirkan anak laki-laki, kemudian besar menikah dan memiliki anak, ia tidak berhak memanggilnya romo. Hanya dari laki-laki lah yang berhak, kecuali aku menikahi laki-laki berdarah biru.
“Sar, kamu mau beli apa? Sini aku belikan” ucap Laras.
“Apa ya.. Sabun dan shampo saja deh” ucapku
“Beneran? Gak nambah ingin beli yang lain?” Laras menawarkan lagi.
“Makasih ras.. Cukup itu saja”
“Ya sudah, silahkan kamu ambil taruh keranjang”
Aku membalas dengan senyuman. Kemudian aku mengambil 2 buah sabun cair dan sebotol shampo. Aku meletakkannya di keranjang dorong yang sudah dipenuhi belanjaan Laras. Banyak banget yang dia beli, mulai dari makanan ringan, coklat, pembalut, pewangi ruangan, obat nyamuk semprot, dan perlengkapan sehari-hari lainnya. Laras berjalan di depan dan aku di belakangnya mendorong keranjang.
“Sini sar biar aku aja yang dorong” Ucap Laras mendekatiku
“Aku saja, anggap saja bayaran karena dibayarin beli shampo dan sabun hihihi” Ucapku
“Udah aku aja, sekalian kita cabut” Ucap Laras yang memegang pegangan keranjang lalu mendorongnya menuju kasir. Aku mengekor dibelakangnya.
Kebetulan, ada kasir yang kosong, jadi kami menuju ke kasir tersebut. Sesampainya, barang-barang belanjaan kami dikeluarkan untuk scan barcode yang tertempel di tiap-tiap barang. Tertera jumlah total yang harus kami bayar lebih dari 2 jutaan. Laras mengeluarkan kartu kredit platinum dari dompetnya dan menggeseknya. Setelah membayar, kasir tersebut mengucapkan terimakasih dan tersenyum ramah kepada kami. Aku membantu membawa kantong plastik barang belanjaan.
“Sudah jam 3 sore, kita ke food court yuk? Tenang aku traktir deh” tanyanya.
“Iya iya. Hihihi” ucapku.
Kami kemudian berjalan menuju lantai atas melalui eskalator. Aku melihat sekeliling sudah mulai ramai, tapi sesampainya di food court beberapa tempat sudah penuh.
“Ah sial, nggak ada tempat Sar” gerutu Laras.
“Eh itu Ras.. Di sebelah sana ada yang udahan” ucapku dengan menunjukkan tempat duduk yang kumaksud.
“Iya, yuk kita ke sana” ucap Laras yang segera melangkahkan kaki jenjangnya ke meja yang baru saja kosong. Aku menyusul dibelakangnya. Terlihat mejanya kotor, banyak tumpahan makanan dan minuman.
“Gini ini nih yang gak patut dicontoh. Sudah mangkok dan piringnya tidak ditata, kotor pula” ucap Laras.
“Iya, jorok. Eh, sepertinya cewek dan cowok yang tadi makan di sini sekampus denganku Ras” ucapku
“Kok kamu tau Sar?” tanyanya
“Sewaktu ujian kemarin aku pernah berpapasan di ruang dekan”
“Oh gitu” ucap Laras singkat.
Aku meletakkan kantong plastik belanjaan. Laras kemudian mendekat, membuka kantong plastik dan mengeluarkan tisu yang baru ia beli. Dengan beberapa lembar tisu, ia membersihkan meja. Sedangkan aku menata mangkok, piring, dan gelas. Beberapa saat kemudian seorang pria muda datang mengambil piring, mangkok, dan gelas. Ia mengelap permukaan meja yang tadi sudah dibersihkan Laras. Tidak lupa, dengan senyum ia mengucapkan terima kasih lalu pergi.
"Nah, sekarang sudah bersih dan enak dipandang. Kamu mau pesan apa Sar?" Tanyanya dengan berdiri.
"Idem dengan kamu aja deh" ucapku.
"Okay, please wait Sar. I will be back" ucapnya sambil senyum meninggalkanku.
"Jangan lama-lama ya Ras" ucapku.
"Gak kok Sar, paling antrenya yang lama. Emang kenapa?"
"Hihihi nggak kok gak ada apa-apa" celetukku. Entah, aku merasa aku bakal pisah sama Laras. Mudah-mudahan aja perasaanku salah.
Aku melihat wajah Laras merespon dengan menoleh menjulurkan lidah di antara bibir mungilnya ke arah aku. Imut banget kamu Ras saat meletin aku. Oh iya, selagi Laras memesan makanan, aku bersihkan kursi untuk kami berdua. Aku mengambil tisu lalu mengelap permukaan dua kursi dengan tangan kananku. Mumpung belum kami dudukin. Setelah kurasa bersih, aku duduk di kursi tersebut. Sambil menunggu Laras, aku membuka ponsel dan membaca pesan WhatsApp yang belum kubaca. Ada sebanyak 137 pesan. Kebanyakan pesan dari grup BEM kampusku. Isinya mengenai rancangan kegiatan OSPEK yang membangun dan mendidik tanpa adanya perpeloncoan atau semi militer. Cukup generasiku saja yang mengalami itu, tapi tidak untuk generasi selanjutnya. Itu tidak lain karena presiden BEM yang terpilih orangnya baik. Dia tahu ada yang harus dirubah dalam kehidupan berorganisasi. Walaupun ada pro dan kontra tentang hal itu, tapi presiden BEM kami tegas. Bagi siapapun yang melakukan tindakan diluar kesepakatan, akan diberi peringatan dan bisa dikeluarkan dari keanggotaan.
Setelah membaca semua pesan tersebut, aku meletakkan ponsel di atas meja. Aku melihat Laras kembali dengan membawa papan nomor untuk di letakkan di atas meja.
"Kamu pesan apa Ras?" Tanyaku.
"Nanti kamu bakal tau Sar. Penasaran yaa?" Ucapnya kemudian duduk di kursi yang ada di hadapanku.
"Setengah aja" ucapku.
"Yeeee itu sih sama aja penasaran" selorohnya.
"Iya iya aku penasaran. Hihihi" ucapku.
"Eh Sar, menurutmu gimana lagu kita yang baru?" Tanya Laras.
"Seperti biasa, lagu bikinanmu itu bagus banget. Padahal aku cuma ngasih nada sederhana, tapi kamu bisa mengaransemen menjadi musik djent" ucapku.
"Tapi serasa ada yang kurang, coba deh kamu dengar pada bagian ini" Laras memutar musik di ponselnya.
"Sepertinya bagus, emang kurang apa Ras?" Tanyaku.
"Coba perhatikan setelah bridge" ucap Laras sembari mengulang lagu pada bagian yang a maksud.
"Eh iya ras, drumnya serasa ada yang kurang. Kurang crash" ucapku.
"Iya kan, crash cymbal lupa gak dipukul bersamaan dengan drum kick" ucapnya.
"Hihihi iya. Kamu gimana sih nulisnya kok sampai kelupaan gitu" ucapku.
"Waktu nulis di piano roll FL studio, aku lupa kalau tuts cymbal crash ada di tuts yang lain. Karena waktu convert ke FLAC, aku pakai plug in superior drummer 3 yang baru kubeli. Tahunya pas setelah jadi FLAC. Aku lupa gak aku play dulu di FL."
"Oh pantes karakter drumnya serasa beda. Kamu belinya berapa ras?" Tanyaku.
"Murah, cuma 6 jutaan kok hihihi" ucapnya.
"Murah murah, bagiku itu mahal ras. Boros banget kamu sampai beli plug in itu. Minggu lalu kamu beli spectrasonic omnisphere 2.6, padahal versi FL Studio sudah lengkap, ada FPC untuk drum, terus ada Morphine, Harmless, Harmor, PoiZone, Toxic Biohazard, Sakura, Sytrus dan FLEX untuk menggantikan spectrasonic omnisphere" ucapku
"Ya kamu tahu sendiri, walaupun versi FL Studio yang kubeli sudah yang paling lengkap, tapi tetap saja ada yang kurang Sar. Aku ingin musik djent kita ada sedikit nuansa EDM seperti lagunya C Four Harapan Terakhir. Aku juga sudah beli plug in efek baru" ucapnya.
"Hihihi iya iya aku nurut aja. Aku ingin tahu efek barunya itu seperti apa. Eh di toko daring ada yang jual tuh superior drummer 3. Ada yang 150 ribu sampai 1 setengah juta"
"Sorry sar, kalau itu pasti bajakan. Aku ingin apa yang kubeli halal tanpa curian. Kalaupun aku beli perangkat lunak bajakan di toko itu, uang yang kubeli tidak masuk ke pembuat aplikasi. Dengan kata lain, secara tidak langsung tidak menghargai hasil jerih payah pembuat" jelas Laras.
"Mbaak, ini pesanannya" tiba-tiba pelayan wanita datang menaruh 2 piring spageti, 2 gelas jus alpukat, dan 2 botol air mineral.
"Selamat menikmati" ucap pelayan sambil tersenyum.
"Makasih ya.." ucapku. Kemudian ia pergi meninggalkan kami.
"Eh Sar, tau nggak ada 2 tipe manusia di bumi ini" ucap Laras.
"Apa itu Ras?" Tanyaku.
"Manusia miskin dan manusia yang tidak menghargai orang lain" ucapnya.
"Oh maksudnya bajakan tadi?" Ucapku.
"Iya, kalau dia suka aplikasinya, beli dong. Masak terus-terusan pakai aplikasi bajakan terus" ucapku.
"Hihihi, untung androidku bukan bajakan" ucapku.
"Ah kamu ini" ucap Laras yang disambut tawa bersama.
Kami kemudian makan spaghetti pedas yang tersedia di atas meja. Saat makan, kami tidak mengucapkan sepatah katapun, karena kata orang tua dulu, makan sambil ngomong itu ora ilok atau pamali. Walaupun tempat tinggal kami beda daerah, tetapi pandanganku dan Laras sama soal ini. Rasa pedas spaghettinya lumayan membakar mulutku, rasanya ingin segera cepat-cepat dihabiskan. Wajahku lumayan berkeringat. Entah, Laras membelikanku spaghetti pedas level berapa. Apakah makananku sepedas milik Laras ya? Tapi aku lihat ekspresi raut wajah Laras tidak menampilkan dia kepedasan. Dia enjoy aja.
10 menit kemudian spaghetti di piringku habis, hanya menyisakan saus dan bumbu yang menempel di permukaan piring. Tangan kananku meraih botol air mineral dan membukanya. Aku minum beberapa teguk untuk menghilangkan kapsaisin di mulutku. Tapi rasa pedasnya masih ada. Aku melihat Laras melihat ke arahku sambil tersenyum. Iihhh ini pasti dia sengaja!! Saat sisa sedikit, aku coba mengambil seutas spaghetti di piringnya dengan sumpit, lalu kumakan. Uhukk..uhukk…. Rasanya pedas banget. Lebih pedas dari punyaku!!!
"Hahahahah, kenapa kamu Sar?" Ucap Laras setelah menghabiskan spaghettinya.
"Kamu gak liat apa? Aku kepedasan gini.. gila pedasnya… ssss haaa sssss haaaa" ucapku sambil meneguk air mineral sampai habis. Tapi, masih tetap pedas. Aku langsung minum jus alpukat.
"Menurutku pedasnya biasa saja sih Sar. Malah lebih pedas masakannya mama" ucapnya.
"Widiiih… kamu manusia apaan Ras. Gak sekalian aja kamu ikut lomba makan cabai" ucapku.
"Aku manusia biasa kok Sar. Eh, Ini kan bulan Agustus. Kalau ada lomba makan cabai, kira-kira aku bakal menang nggak ya?"
"Menurutku kamu bakal menang Ras. Apalagi kontestannya cewek cakep hihihi" ucapku.
"Bisa bisa aja, kamu juga cantik kok Sar. Kalau yang ngomong cowok, mungkin aku bisa luluh" ucapnya.
"Tapi kamu harus hati-hati lho jangan keseringan makan pedas. Kasian perut dan ususmu"
"Iya iya. Makasih ya udah ngingatkan. Aku pesanin susu ya biar ngurangi rasa pedas di mulutmu" ucapnya.
"Udah Ras. Ini jauh lebih berkurang daripada yang tadi" ucapku.
"Sip deh, yuk pulang" ucap Laras.
"Tunggu ya, aku habisin jusnya dulu" ucapku sembari tangan kanan meraih gelas berisi seperempat jus alpukat. Aku menyedot sedotan jus hijau kecoklatan karena endapan susu coklat yang berada di bawah tidak kuaduk. Jus alpukat dan air mineral Laras sudah habis. Cepat juga dia ngabisinnya.
SLUUUUURRPPPPPP
Suara ujung sedotan di dasar gelas akibat jus alpukat yang habis menyisakan beberapa gumpalan di dasarnya. Ahhh puas dan kenyang. Porsi spaghetti ditambah jus dan air mineral bikin perutku penuh, tapi gak kepenuhan. Karena, selain bisa bikin ngantuk, juga tidak baik bagi tubuh.
Laras mengetahui minumanku habis, ia kemudian merapikan piring-piring dengan menumpuknya dan gelas-gelas berjajar rapi. Ia menyingkirkan ponsel yang ada di atas meja lalu menyerahkan kepadaku. Dengan beberapa lembar tisu, aku membantu dengan membersihkan permukaan meja akibat embun es dari 2 gelas jus alpukat dan 2 gelas air mineral dingin.
Setelah bersih dan rapi, kamipun beranjak meninggalkan food court dengan membawa belanjaan di samping kursi. Kami menyusuri lantai bawah dengan elevator, kemudian lanjut berjalan menuju parkiran tempat mobil Laras terparkir.
"Ras, aku mampir ke Gramedia dulu ya. Cuma bentar kok. Aku mau beli pulpen dan spidol buat keperluan OSPEK" ucapku saat baru keluar dari elevator.
"Okay, I will wait here" ucapnya.
"Okay" jawabku singkat.
Aku menitipkan barang belanjaan ke Laras yang menunggu di luar, lalu segera masuk dan mengambil 3 pulpen dan 3 spidol yang masing-masing beda warna, hitam, biru, dan merah. Aku ke kasir lalu membayar belanjaanku. Lalu keluar menemui Laras.
"Cepat kan hihihi" ucapku.
"Iya cepet. Yuk cabut" ucap Laras.
Aku mengambil kantong plastik belanjaan dari Hypermart yang terletak di samping Laras, lalu melanjutkan perjalanan menuju parkiran.
"Sudah kamu dengerin lagu yang akan kita garap untuk latihan?"
"Sudah, lumayan sulit lagunya Ras. Tapi, bukannya itu pakai 2 gitaris, satunya siapa Ras?"
"Iya Sar. Gitaris satunya sudah dalam perjalanan naik motor bareng Paul. Sewaktu kamu beli pulpen, aku telfon mereka"
"Sip deh, jari-jariku sudah gak sabar pingin memetik dawai bass ras"
"Sama, aku juga gatal nih.."
Sesampainya di parkiran, aku segera menuju ke mobil Laras yang terparkir tidak jauh dari pintu keluar mall. Laras membuka pintu kemudi, disusul aku masuk di pintu penumpang dekat kemudi. Barang belanjaan aku letakkan di belakang kursi. Kami menutup pintu mobil, diikuti dengan memasang sabuk pengaman, lalu Laras mengemudikan mobil.
Dalam perjalanan menuju ke rumah Laras, aku memutar lagu musik dari album kami. Band kami tidak terkenal di Indonesia, tapi cukup mempunyai nama di kota kami. Ya walaupun sering dapat panggilan tampil di acara HUT Arema atau manggung dari mall ke mall, dari kampus ke kampus, diundang di sebuah radio, tapi kami menikmatinya. Laras lah yang cukup andil dalam memanajemen band. Uang bukanlah yang utama, karena kami sekedar berekspresi dalam sebuah seni dalam tangga nada. Malam ini kita menuju ke rumah Laras tidak lain untuk latihan mengikuti rutinitas dan kongkow. Dalam perjalanan ini, kami sudah memutar lagu ke 6. Belum sampai reff, kami sudah tiba di depan rumah Laras di daerah Dieng. Laras turun membuka pintu gerbang lalu kembali ke mobil untuk memasukkannya. Aku mengambil barang-barang belanjaan, membuka pintu lalu turun dari mobil.
"Mana Paul Ras kok belum datang" ucapku.
"Tau tuh, palingan lagi mampir. Kebiasaan dia gitu. Yuk masuk Sar, nanti dia kalau dah sampai dia WA aku" ucapnya.
"Mudah-mudahan gitu. Jarang banget Malang macet, kecuali dia lewat Dinoyo. Macet banget tuh sore-sore gini"
"Emang posisi dia tadi ada di mana Ras?" Tanyaku lagi
"Tadi sih dari jemput gitaris yang bakal duet bareng aku di daerah SoeHat. Ya udah langsung bawa masuk aja Sar. Aku mau nyiapin cemilan dan minumannya, kamu langsung aja ke studio" ucapnya.
"Sip deh. Aku bantuin ya?"
"Gak perlu Sar"
Aku kemudian masuk ke rumah Laras sambil menenteng kantong plastik belanjaan kami.
"Taruh mana Ras?"
"Taruh situ aja, entar aku beresin" ucapnya.
"Sip, aku ke atas dulu ya" ucapku
"Okay" singkat Laras.
Ia mengambil belanjaan sedangkan aku langsung berjalan menuju lantai atas. Setelah menaiki anak tangga, aku belok ke arah kanan dan membuka pintu tempat studio Laras berada. Setelah pintu ditutup, aku menekan saklar untuk menghidupkan lampu di dalam studio. Ruangan studio bersih dan alat musiknya tertata rapi. Sebuah PC untuk merekam berada di samping dinding ruangan. Sebuah gitar listrik milik Laras dan bass yang dipakai untuk manggung dan latihan, pada necknya tergantung di hanger yang menempel di dinding. Semua dawainya tampak baru, pasti sudah di ganti sama Laras.
Sambil menunggu, aku kemudian duduk di kursi lalu mengeluarkan ponselku. Baru saja membuka kode gembok layar, Laras datang. Dia datang bersama Paul dan seorang pria.
"Silahkan masuk" Laras mempersilahkan sambil mengayunkan tangan kanannya untuk masuk.
"Terima Kasih. Waahh…megah ya studiomu" ucap pria di samping Paul.
"Biasa aja kok sam. Tunggu bentar ya, aku mau ganti pakaian dulu" ucap Laras langsung menutup pintu meninggalkan kami bertiga.
"Sar, kenalin. Namanya Yayan. Dia yang bakal duet bareng Laras" ucap Paul
"Sarah" ucapku dengan menjulurkan tangan
"Yayan" ucapnya.
Kami berjabat tangan. Kami saling bertanya satu sama lain. Dia dari Maluku, dekat dengan Paul yang berasal dari Papua. Walaupun aku dan Laras dari Jawa, tapi aku tetap menghargai dan memanusiakan manusia. Tidak melakukan rasisme. Teringat nasihat mendiang romo. Beliau berujar, bahwa tiap manusia mempunyai sunnatullah-nya sendiri. Sebagai muslim, aku wajib beriman tentang itu. Kalau ada orang mengejek dan menghamuni orang lain. Muslim yang demikian, berarti itu adalah seburuk-buruknya iman mereka. Yang terpenting saran romo aku berperangai baik.
Aku berasal dari Jember, sedangkan Laras asli Arema alias arek Malang. Menurutku saat ini aku, Paul, dan Yayan juga arema, yaitu anak yang tinggal di Malang. Bukan anak asli Malang. Hihihi.
Aku cukup mengetahui karakter Paul. Dia baik, tapi kalau disalahi dia keras. Tidak hanya ke wanita seperti aku dan Laras, ke semuanya juga. Dulu pernah sewaktu ikut festival di Surabaya, aku dan Laras mengalami aksi pencabulan. Pantat Laras dicolek, sedangkan payudaraku diremas dua kali. Saat itu aku langsung nangis, mengetahui itu, Paul langsung menghajar pelaku pencabulan. Untunglah, kami dapat juara 1. Jadi terasa terobati. Waktu itu Paul meraih drummer terbaik. Hihihi
"Ini hidangannya" ucap Laras yang sudah tiba di studio dengan membawa nampan minuman dan snack.
"Nanti aja ngemilnya, sekarang latihan dulu" ucap Paul.
"Okay" jawab Laras.
"Paul, Sarah, kalian sudah mempelajari lagu yang kukirimkan kemarin lusa kan?" Tanya Laras.
"Sudah. Tapi beberapa progresi chordnya yang bikin jariku agak rancu" ucapku.
"Tidak apa-apa, malam ini kita latihan sampai bisa" ucapnya.
Kami sudah membagi bagian masing-masing, aku sebagai basis, Paul sebagai drummer, Yayan sebagai rhythm dan Laras sebagai lead guitar.
Aku mengambil bas lalu memasang strap, Paul sudah diposisi drum, Yayan juga sudah mengeluarkan gitar listriknya. Aku cukup kaget, gitarnya lumayan juga. Dean MAB1. Laras langsung berceloteh tentang Michael Angelo Batio, Yayan langsung tertawa. Ternyata Yayan fansnya om Batio. Hihihi
Laras langsung menyediakan efek untuk Yayan. Oh ternyata efeknya pakai Guitar Rig 5 beserta stomp dari native instrument. Efek baru itu yang dikatakan di food court. Boros banget emang. Udah beli Amplitube, beli Guitar Rig. Kata Laras sih dua-duanya bagus. Mereka memiliki karakter sound yang berbeda-beda. Laras membuka FL Studio, dan membuka file untuk latihan kita. Dia ingin langsung merekamnya. Yayan berujar, mengapa tidak pakai Cubase. Laras menjawab, Laras lebih menyukai FL Studio, karena ada fitur-fitur yang tidak dimiliki Cubase.
Aplikasi Fl Studio sudah dibuka. Masing-masing kabel yang terpasang pada soundcard Roland Studio Capture sudah siap.
"Siap?" Tanya Laras.
"Yuk" ucap Paul dan Yayan.
Pada pembukaan, Laras tampil ciamik dengan lick dan gayanya yang low profile. Saat double drum, itu bagian yang menguras energi. Terutama tangan kananku yang memetik dawai bass. Saat di tengah lagu, Yayan menjadi lead gitar dan Laras jadi rhythm. Wow permainan Yayan bagus. Cukup mengimbangi Laras. Saking bagusnya, seolah-olah mereka sedang berkelahi. Aku dan Paul sebagai pengiring seperti terbawa suasana perkelahian mereka.
Tanpa terasa, kami sudah latihan 7 kali. Tanganku udah pegal. Lalu kami duduk saling diskusi dan mendengar rekaman untuk intropeksi. Sebelum pulang, kami latihan sekali.
"Sip, besok kita siap tampil. Jaga kesehatan ya teman-teman" Ucap Laras ke Paul dan Yayan. Mereka saling berboncengan naik motor.
"Sar, nginep sini aja temani aku" ucapnya.
Aku tidak enak menolaknya. Ya akhirnya aku nginap. Kami masuk ke kamar Laras dan dia berganti piyama. Aku memuji keindahan tubuhnya. Badannya memang sudah tinggi sewaktu kenal di SMA. Tinggiku 164 centimeter, sedangkan Laras 170 centimeter. Bukan hanya badannya yang tumbuh, payudaranya juga. Selain kulitnya putih, ukuran payudaranya lebih besar dari punyaku. Laras merendahkan diri. Dia berujar, bahwa punyaku juga lumayan. Katanya kulitku bersih. Hihihi.
Kami sekarang tiduran di ranjang.
"Sar, kamu mau nggak nemani aku kuliah. Besok malam aku ada kuliahnya otopsi, kalau mau kamu bisa ikut kok Sar"
"Kamu belum libur ya Ras? Aku aja sudah libur. Kalau bukan anggota BEM dan panitia OSPEK, aku sudah pulang kampung"
"Nggak Sar, kata dosenku, kampus sudah dapat cadaver. Besok mau di kirim ke kampus."
"Oh gitu. Tapi beneran Ras aku boleh ikut kuliahmu? Aku kan jurusan keperawatan, bukan kedokteran"
"Iya gak masalah. Lagian jumlah mahasiswa angkatan di jurusanku banyak. Dosen gak mungkin hafal mahasiswanya deh"
"Ok deh kalau gitu"
"Aku punya dua almamater, kamu bisa pakai satu. Jangan lupa pakai masker ya biar teman-teman dan dosenku gak curiga. Toh karena besok kita manggungnya Sore, jadi ada waktu istirahat sejenak lalu ke kampus"
"Sip".
Kamipun tidur.
~~~
~~~
Keesokan harinya, kami bangun jam 4 pagi. Kami segera bersuci, mengenakan mukena untuk sholat berjamaah di surau terdekat. Dengan berjalan kaki, kami menghirup udara segar yang datang dari arah Barat, yaitu pegunungan dari daerah Batu. Rasanya nyaman sekali. Aku tanya gimana semalam performaku. Laras memujiku, katanya hampir tidak terdengar miss atau false. Sarah merasa berdebar-debar, sama sepertiku. Karena besok adalah ultah Arema, tentu pengunjungnya ramai.
Setibanya di surau, kami sholat berjamaah. Kemudian pulang. Kami mempersiapkan diri untuk persiapan konser. Ada banyak band yang akan tampil untuk menghibur.
Pukul 9 pagi, Paul, Yayan, sudah berkumpul di rumah Laras. Kami mempersiapkan instrumen dan efek yang akan dibawa ke dalam mobil Fortuner Laras. Untuk Paul, dia hanya membawa stik aja. Gak mungkin sih bawa drum segede itu. Hihihi. Setelah siap, kami pun berangkat. Kali ini acaranya di jalan sebelah Timur daerah bundaran Tugu dan panggung menghadap ke Timur. Panggungnya lumayan megah. Itu karena ultah kali ini sponsornya banyak.
Sambil menunggu giliran, kami kongkow di sebuah stand makanan dan minuman. Kami juga senam pemanasan jari untuk persiapan. Paul memegang stik untuk latihan single sampai triple paradiddle. Laras histeris dan langsung berdiri bersorak ketika gitaris idolanya tampil.
"Mas Norman….!! Mas Norman…!!!"
Begitulah Laras menggaungkan nama idolanya. Setelah band idolanya selesai, giliran kami tampil. Latihan semalam harus sukses dan tidak akan aku sia-siakan. Aku manggung dengan pakaian sederhana. Menggunakan jilbab, kemeja, dan celaan jean. Kalau Laras pakaiannya rocker banget. Kaos hitam dan ada tulisan Periphery di depannya. Rambutnya tergerai panjang. Emang saat konser, Laras tidak berjilbab. Tidak cuma itu sih, semalam saat Latihan dia tidak berjilbab. Hihihi
Kami sudah di atas panggung dengan instrumen masing-masing. Dalam ketukan ke 3 dari stik Paul, kami pun memainkan lagu milik Andy James dari latihan semalam.
Riuh penonton membuatku semakin bersemangat menghibur mereka. Tanpa terasa, kami selesai memainkan satu lagu. Penonton memberikan tepuk tangan. Aku merasa lega sudah memainkan lagu itu. Lagu selanjutnya adalah lagu yang sering kita mainkan disela-sela waktu latihan. Lagu milik Neil Zaza. Dimulai dari Laras memainkan opening, lalu disusul Paul, Aku dan Yayan.
Selesainya, saat aku melepaskan strap gitar yang panggul, mas Norman menghampiri kami. Dia tampak berjalan ke arah Laras dan berbincang-bincang. Laras terus bilang ke Aku, Paul, dan Yayan. Katanya kita dapat tantangan mainkan lagu jadulnya Periphery. Duh, ini gimana ya. Walaupun kami sering memainkan lagunya Periphery, tapi pada bagian polyrhythm aku lupa jumlah ketukan ganjilnya berapa. Karena saat bass drum dipukul, aku sebagai bassis dan Laras sebagai gitaris mengikuti temponya. Paul terus memanggil namaku terus memberi kode tentang ketukan polyrhythm dengan stiknya. Oh iya, aku ingat. Akupun mengacungkan ibu jari ke Paul. Vokalisnya dari kenalannya mas Norman.
Saatnya kami libas lagu kesukaan Laras dan tantangan dari mas Norman.
Akhirnya, setelah manggung kami menyalami ke mas Norman lalu turun panggung. Laras sempat bercerita momen-momen saat manggung bareng idolanya. Dia tampak sumringah saking senangnya. Terus dibalik gitar Ibanez HR Giger custom miliknya terdapat tanda tangannya. Kami akhirnya pulang. Sesampainya dirumah, Paul dan Yayan mengambil motor yang diparkir di rumah Laras lalu pulang.
Hari sudah mulai petang. Aku kemudian siap-siap mandi terus ke kampus bersama Laras. Tidak lupa aku mengenakan jilbab dan masker. Hihihi
"Yuk Sar buruan, soalnya jam segini jalan yang kita lalui pasti macet." Ucap Laras.
Akupun segera naik mobil menuju kampus Laras. Sesuai dugaan, di laboratorium sudah kumpul teman-teman Laras yang juga mengikuti kuliah otopsi. Aku dan Laras duduk di tengah. Kemudian seorang pria paruh baya masuk. Laras bilang, nama dosennya itu dr Fadil. Dia calon profesor muda yang tinggal menunggu SK dari menristekdikti.
“Selamat Malam. Hari ini kita akan praktek patologi anatomi dilanjutkan otopsi”
“Sebelum dimulai, kita berdoa menurut agama dan keyakinan masing-masing. Berdoa mulai!!” kata seorang mahasiswi di sebelah kananku.
Suasana di ruangan itu begitu hening. Beberapa diantara mereka ada yang memejamkan mata, ada pula yang menengadahkan tangan lalu mengusapkan kedua tangannya ke wajah.
“selesai”
Setelah berdoa, Laras tiba-tiba menyolekku.
"Ada apa ras?" Tanyaku.
"Kamu jangan jauh-jauh dari aku biar kamu gak dicurigai mahasiswa ilegal" ucapnya.
"Iya iya. Duduk kita sudah berdekatan gini mana bisa kabur." ucapku.
Aneh, aku melihat di meja otopsi tidak ada cadaver, atau cadavernya masih belum diambil untuk dibawa kesini ya. Aku jadi penasaran. Jantungku berdebar-debar. Bukan karena takut ketahuan aku mahasiswa ilegal, tapi untuk pertama kalinya aku mengikuti kuliah ini.
"Sar, ini kita kuliah tapi cadavernya kemana ya?" Tanyanya lirih padaku.
"Paling bentar lagi datang Ras. Mikir positif saja Ras" jawabku.
Laras memberikan sebuah buku kuliah kedokteran tentang anatomi dasar tubuh manusia kepadaku. Layaknya seorang mahasiswi di kampus ini, aku membuka buku tebal dari Laras untuk kubaca.
“kita bersyukur hari ini bisa mendapatkan kadaver yang masih segar. Selama 7 tahun terakhir kampus kita kesulitan mendapatkan kadaver segar. Terakhir kita dapat kadaver dari rumah sakit sekitar 1 setengah tahun lalu, itupun dengan kondisi membusuk dan umur kadaver sudah tua. Ini memang rezeki kalian bisa belajar dengan objek seumuran dengan kalian" ucap dr Fadil.
Sepertinya ini memang rezeki Laras dan aku. >,<
"Sebelum dimulai, apakah ada diantara kalian yang sudah pernah ikut praktikum otopsi saya?” lanjutnya.
Seisi ruangan tidak ada yang mengangkat tangan.
"Bagus, mari kita mulai." Ucap dr Fadil.
Beberapa detik kemudian, muncul seorang wanita yang masuk ke ruang laboratorium berpakaian handuk kimono putih dan memakai sandal, berambut hitam model blow pendek sebahu dan rapi. Sepasang mata belok dan bulu mata lentik menambah kesan cantik seorang dara. Mungkin ia pantas dibandingkan dengan Laras, sama-sama cantik. Ia berdiri di dekat pintu. Siapa sih dia? Bukankah dalam perkuliahan maupun praktikum tidak diperbolehkan menggunakan pakaian dan sandal seperti itu?
"Kenalkan, namanya Linda. Dia adalah mahasiswi semester 6 yang akan menemani kita dalam perkuliahan" ucap dr Fadil.
Tiba-tiba Linda melepaskan pakaian handuk kimono yang dikenakannya. Dia sepertinya santai sekali, tidak gugup atau canggung. Sepertinya dia sudah terbiasa melakukannya di depan umum. Jangan-jangan dia pengidap exhibitionism. Apakah dia mau telanjang di hadapan kami ya? Uughhh kok badanku jadi panas dingin gini sih. Sepasang pahaku saling bergesekan.
"Sar..sar..kamu gak apa-apa kan Sar?" Tanya Laras sambil menepuk pundakku.
"Eh… nggak kok ras" ucapku. Uuhhgg jadi malu deh.
Ketika tali handuk di pinggang pakaian itu dilepas, dibaliknya terdapat kain yang menutupi tubuhnya. Wujudnya mirip apron chef berupa selembar kain berwarna putih polos tanpa motif yang hanya menutupi bagian depan tubuhnya dari atas sepasang payudara dan di bawah leher sampai di bawah selangkangan Linda. Kira-kira jarak bagian bawah ujung pakaian itu dari kemaluan Linda cuma 8 cm. Ada 2 pasang tali pita di kain itu, sepasang berada di ujung sudut bagian atas yang mengikat melingkar ke leher Linda. Fungsinya agar kain tidak jatuh. Sepasang lagi berada di pinggang, diikat melingkar dari pinggang ke belakang tubuh Linda. Linda yang menghadap ke kami, tubuhnya terlihat sangat seksi. Berbeda saat tadi ia mengenakan handuk kimono. Sebagian kecil bongkahan payudara Linda nampak mengintip dari sisi samping bawah di dekat ketiak. Mungkin karena kainnya tebal, putingnya tidak terlihat nyetak. Atau ia tutup putingnya dengan plester atau sejenisnya. Hihihi ada-ada aja pikiran ngeresku.
Linda berbalik memunggungi kami. Ia meletakkan handuk kimononya pada meja berbahan alumunium dan kaca yang ada di dekat papan tulis. Jika dilihat dari arah belakang, Linda tampak sepenuhnya bugil. Hanya dua tali pita saja yang menutupinya. Sepasang pantatnya sekal bersih terawat. Aku dapat melihat beberapa stretch mark yang nyaris samar di paha atas di bawah pantatnya. Mungkin dia sedang menggunakan lotion penghilang stretch mark. Sedangkan jika dilihat dari samping, sebagian pinggang sisi punggung kelihatan dan sedikit bongkahan payudaranya terlihat menantang. Walaupun tidak tampak seluruhnya, tetap saja membuat semua pasang mata tertuju padanya. Aku bisa mengira-ngira besaran bongkahan daging kenyalnya melebihi punyaku.
Aku melihat kekiri dan kekanan. Seluruh mahasiswa menatap tajam ke arah cewek itu. Seketika dia di ruangan ini menjadi artis dan menjadi pusat perhatian. Linda sambil tetap memasang wajah senyum ramah tersungging menatap ke arah seluruh insan yang ada dihadapannya.
Ditatap banyaknya sepasang mata insan di ruangan ini, Linda bersikap biasa saja. Mungkin dia seorang model yang sudah terbiasa memamerkan tubuhnya di hadapan orang asing. Kalau aku di posisinya, pasti dinding rongga kelaminku dipenuhi cairan yang berasal dari kelenjar di sekitar vagina, serta otakku dipenuhi hormon dopamin dan oksitosin.
“Linda, kemari” ucap dr Fadil memanggil.
Dengan santai Linda berjalan melangkahkan kaki mendekati dr Fadil. Apakah ini fantasiku saja? Rasanya sungguh aneh praktikum ditemani seorang wanita muda dan cantik sepertinya. Alih-alih berpikir positif, aku malah berfantasi liar tentang Linda yang secara sukarela mau dijadikan objek pembelajaran sambil telanjang. Semoga aja itu tidak benar. Gadis mana yang mau tubuh indahnya dipertontonkan kepada seluruh insan yang ada di ruangan ini?
Langkah kaki Linda berhenti tepat di samping dr Fadil.
“sekarang perkenalkan kepada mahasiswaku” ucap dr Fadil ke Linda.
“Perkenalkan, namaku Linda. Hari ini aku akan menjadi objek belajar dan penelitian buat kalian. Mulai dari anatomi sampai otopsi. Jadi anggap saja aku ini kadaver yang boleh kalian apa-apakan” ucap Linda dengan suara lembut manja dan bibir tersenyum manis.
DEGGG!!! Jantungku serasa berhenti berdetak. Seolah-olah aku dapat mengendalikan penuh saraf otonom. Tekanan darahku melemah. Badanku terasa berkeringat tapi suhu badan dingin.
“tapi ada syaratnya.” lanjut Linda.
“apa kak syaratnya?” seloroh salah satu mahasiswa yang kudengar dari arah di belakang Laras.
“kalian harus rajin belajar dan tambah pinter. Kakak gak mau pengorbanan kakak jadi sia-sia. Setuju?”
“setuju kak” seluruh mahasiswa dan mahasiswi kompak.
Aku tidak menyangka. Kenapa dia mau melakukan itu? Apakah dia sadar dengan apa yang ia katakan? Dia akan telanjang memamerkan tiap milimeter tubuhnya kepada kami semua. Bukan cuma itu, nantinya setiap organ dalam dan tulangnya diperlihatkan juga kepada kami. Pikiran-pikiran aneh tersebut membuat jiwaku bergejolak. Disisi lain, mengapa aku merasakan dinding vaginaku terasa geli?
Astagfirullahaladzim….. Cairan dari kelenjar vagina sedikit demi sedikit mulai membasahi lorong vaginaku. Uughhh apa sih yang terjadi padaku. Kenapa dalam posisi ini aku horny. >,<
Linda pasti tahu, sedari tadi dia melangkahkan kaki, itu menandakan bahwa ia semakin mendekati kematian. Mungkin dia sudah menyiapkan diri untuk ini. Kalau dia siap, aku juga harus siap. Aku juga penasaran pelajaran otopsi itu seperti apa.
Perlahan, aku mulai membaik. Suhu dan tekanan normal kembali. Tadi aku shock. Untunglah tidak sampai pingsan.
“ada yang kalian tanyakan ke Linda?” tanya dr Fadil kepada mahasiswanya.
Seisi ruangan ini sunyi diam membisu.
"Kok pada diam sih?" Ucap Linda.
“A.. Apa alasan kakak mau menjadi kadaver hidup?” tanyaku dengan terbata-bata memberanikan diri untuk bertanya.
“Aku cinta ilmu pengetahuan, terutama ilmu kedokteran. Karena itu aku menyumbangkan seluruh tubuh sepenuhnya untuk ilmu pengetahuan” jawab Linda.
"Tapi kak, kita disini tidak mau masuk penjara karena membunuh kakak" ujar salah satu mahasiswi di samping kananku.
"Hmmm… apa aku ceritakan juga dokter?" Tanyanya ke dr Fadil.
"Silahkan" ucap dr Fadil seraya menghampiri Linda dan memberikan secarik kertas.
"Baca baik-baik ya. Kalian tidak akan dipenjara kok" ucapnya sambil menunjukkan selembar kertas putih dengan guratan tinta hitam yang telah ditandatangani dan bermaterai. Disitu disebutkan, bahwa Linda secara sukarela mempersembahkan tubuhnya untuk dijadikan objek pembelajaran dan menyumbangkan tiap organ untuk mahasiswa dan mahasiswi kampus Laras.
"Bukankah itu namanya bunuh diri?" Tanya Laras.
"Betul, kakak bunuh diri secara elegan. Hihihi" jawabnya.
Iihhh… cewek aneh. Mati kok bangga. Sambil senyum pula!! Kalau aku sih gak mau mati sia-sia sepertinya. Tapi, kenapa memekku cenut-cenut. Ughhh >,<
Aku yakin, dibalik itu semua ada alasan terbesar mengapa Linda ingin melakukan hal itu. Ia sadar, bahwa dengan melakukan itu sama saja dengan membunuh karakternya sendiri sebagai wanita yang bermatabat. Setiap milimeter bagian luar dan bagian dalam tubuhnya, serta aurat kewanitaannya yang ia tutup akan ditatap para lelaki dan perempuan di ruangan ini.
“Ukuran bra toketnya berapa tuh” seloroh salah satu mahasiswa jauh di sebelah kiriku.
“36 E” jawab Linda.
“I..i..iitu Asli ya kak?” tanya seseorang jauh di sebelah kananku
“Nanti kamu akan tau sendiri kok dik. Dokter, nanti tolong tunjukin ke adik itu keaslian payudaraku ya hihihi” ucap Linda ke dr Fadil sambil senyum.
Dr Fadil melangkahkan kaki mendekati meja otopsi.
"Bisa dimulai sekarang Linda?" Tanyanya.
"Bisa dok" balasnya.
Linda berjalan menuju meja otopsi berbahan baja stainless yang jaraknya sekitar 3 meter di depan kami. Linda berdiri tegak di samping meja otopsi. Disisi meja otopsi seberang Linda, dr Fadil sedang memeriksa dan menyiapkan peralatan-peralatan untuk praktek.
“Silahkan duduk sini” ucap dr Fadil mempersilahkan Linda untuk duduk di kursi kaki 3 tanpa sandaran yang sudah disediakan di dekat meja otopsi.
“iya dokter” jawab Linda dengan ramah.
Linda langsung duduk di kursi yang disediakan, kursinya menghadap pada seluruh mahasiswa dan mahasiswi. Gaya duduknya seperti seorang tamu negara. Duduknya tegak, kedua kaki dirapatkan, kedua pahanya memangku kedua tangannya. Aku melihat tatapan mata semua pria tertuju pada sepasang payudara yang membusung seolah-olah payudara itu ingin Linda serahkan kepada mereka.
“kalian siap untuk melihat organ dalam kakak?” tanya Linda ke mahasiswa.
“Siap dong, apalagi kak Linda cantik hehehe” jawab salah satu mahasiswa, lalu disambut tawa mahasiswa lainnya.
“Ingin lihat organ dalam kakak apa yang ini?” tanya Linda sambil menunjuk payudaranya dari samping.
“Dua-duanya” jawab mahasiswa.
dr Fadil memanggil mahasiswa. Kata Laras dia adalah Roby, salah satu mahasiswa dr Fadil yang juga merupakan asisten dosen untuk membantu dirinya.
“Kamu bungkuk sebentar ya lin” perintah dr Fadil.
Linda kemudian membungkuk sampai dadanya menyentuh sepasang paha bawah diatas lutut dan wajahnya menghadap ke lantai. Kulit putih pada punggung lehernya beserta tonjolan sepasang tulang belikatnya terlihat.
Linda yang dalam keadaan membungkuk. Dibantu Roby, di arah punggung Linda, dr Fadil menyuntikkan cairan di 5 titik ke sumsum tulang belakangnya. Kata dr Fadil nama cairan itu adalah Laytonix, yaitu cairan yang membuat saraf motorik tidak berfungsi atau kelumpuhan secara permanen.
5 menit berselang, Linda menjadi lemas. Yang tadinya duduknya tegak, kini tubuhnya terkulai bersandar di kursi. Linda mencoba untuk menggerakkan jemari tangannya, tapi tidak merespon. Begitu pula pada kakinya. Yang bisa Linda lakukan ialah menggerakkan mulut untuk berbicara, menggerakkan bola mata, berkedip, dan terakhir mengendalikan diafragma untuk bernafas dan tetap bertahan hidup. Keinginan untuk memamerkan keindahan tubuh dan merasakan setiap detik organ dan anggota tubuhnya dipotong-potong dan diambil untuk pelajaran bagi mahasiswa kedokteran membuatku merinding sekaligus horny. Setiap milimeter tubuhnya, baik bagian luar hingga dalam ia donorkan untuk ilmu pengetahuan.
“sekarang apa yang kamu rasakan ras?” tanya dr Fadil.
“seluruh badanku terasa lebih hangat” jawab Linda.
dr Fadil memeriksa denyut jantung Linda dengan stetoskop yang ditempelkan di dada Linda.
“hmmm…...kondisinya normal“ ucap dr Fadil.
“Rudi.. Tono...Roni..tolong bantu angkat ke situ” perintah dr Fadil ke 3 mahasiswa yang ditunjuknya untuk mengangkat tubuh Linda ke tengah ruangan.
Dengan bantuan mahasiswanya, mereka bertiga mengangkat tubuh lemas Linda ke tengah ruangan. Masing-masing mengangkat bagian tubuh Linda. Tono mengangkat dibagian kaki, Roni bagian punggung, dan Rudi bagian bahu.
“wuiih bro, kulitnya lembut” ucap Roni lirih kepada Rudi dan Tono.
“bener, liat tuh toketnya nyembul” kata Tono
Setelah sampai ditengah ruangan, oleh dr Fadil kedua pergelangan tangan Linda diikat oleh leather wrist restraint berwarna kuning gading yang berbahan lembut dan kuat. Kedua restraint tersebut terhubung oleh rantai baja stainless yang pendek.
“jangan kalian lepas” perintah dr Fadil ke Rudi, Tono, dan Roni.
“siap!” tegas mereka bertiga.
dr Fadil mengambil kail baja diameternya sebesar jari kelingking, kurang lebih 0,7 cm. kail itu dikaitkan pada rantai leather wrist restraint diantara kedua tangan Linda. Kail itu terhubung oleh rantai baja stainless ke katrol kerekan dilangit-langit beton ruangan, lalu berlanjut ke katrol kerekan kedua di ujung sudut atas ruangan dan menjulur kebawah yang ujungnya tertanam ditembok beton.
dr Fadil berjalan kesudut ruangan. Dengan perlahan, ia menarik rantai sehingga kedua tangan Linda tertarik ke atas diikuti tubuh Linda terangkat hingga hanya ujung ibu jarinya saja yang menyentuh lantai. Agar ketinggian tubuh Linda tetap pada posisinya, oleh dr Fadil kerekan dikunci dengan tuas..
Tatapan Linda hanya tertunduk lemas menatap lantai, itu karena efek cairan laytonix.
“kalian susun kursi disini secara melingkar, dibuat 3 baris” dr Fadil memerintahkan ke mahasiswanya untuk menata kursi belajar melingkar berbentuk huruf O, dan dibuat 3 baris.
Mereka segera berlari mengambil kursi belajar dan cepat cepat menyusun kursi duduk dibarisan paling depan. Kebanyakan cowok yang dapat duduk barisan depan, sedangkan mahasiswi dapat barisan tengah dan belakang. Ditengah, tubuh Linda tergantung dan menunduk lemas.
“angkat tangan dan jawab dengan jujur, siapakah diantara kalian yang belum pernah liat wanita telanjang?” tanya dr Fadil yang berdiri disamping Linda yang menggantung.
1 mahasiswa mengangkat tangan, diikuti 6 mahasiswa lainnya.
“cuma segini nih yang matanya masih perjaka, yang lain sudah pernah liat punya siapa?” canda dr Fadil diikuti tawa semua seisi ruangan.
“tidak masalag, yang 7 orang siap-siap jangan sampai basah ya” lanjut dr Fadil yang juga di ikuti tawa mahasiswa.
“gimana? Seksi gak nih kadaver kita ini?” Fadil memutar tubuh Linda 360 derajat.
“top banget pak”
“yahuut pak”
“seksi pak”
dr Fadil melepaskan tali yang mengikat di pinggang Linda. Pelan-pelan, ia geser ujung sudut bawah kain penutup Linda sehingga bagian kemaluan Linda nampak mengintip.
“liat nih” ucap dr Fadil.
“woooooooow” suara takjub mahasiswa.
Segera dr Fadil melepaskan kain penutup itu sehingga kemaluan Linda tertutupi lagi. Terdengar suara bernada kecewa dari mahasiswa-mahasiswa itu.
Dr Fadil beranjak berdiri dibelakang tubuh Linda. Kedua tangan dr Fadil melepaskan tali pengikat di leher yang merupakan tali terakhir kain penutup tubuh Linda. Jika dilepas, maka seluruh tubuh Linda akan nampak pada seluruh manusia diruangan ini.
Dengan cepat dr Fadil melepaskan tali pakaian yang mengikat dileher Linda, tapi tali itu masih ia genggam.
“1...2...3” dr Fadil melepaskan tali yang ia genggam.
Satu-satunya kain pelindung aurat tubuh Linda jatuh ke lantai. Kini, kondisi tubuh Linda yang kedua tangan terikat terbentang ke atas mengangkat berat tubuhnya yang telanjang dam menggantung terlihat seluruhnya. Lekuk tubuh Linda yang mirip gitar spanyol sangat seksi, pantat yang berisi, payudaranya padat bulat dan kencang, puting dan areola berwarna coklat muda serta kemaluan Linda yang bersih tanpa ditumbuhi sehelai rambut membuat seluruh tatapan pasang mata di sekeliling Linda tertuju pada titik-titik vital Linda. Kulit ketiaknya yang terpampang tampak bersih terawat dan tidak ditumbuhi bulu. Tak heran jika beberapa penis mahasiswa disini menjadi ereksi. Selain itu, sebagian mahasiswi yang melihatpun menganggap hina perbuatan Linda. Mau-maunya auratnya dipertontonkan secara gratis menjadi objek ilmu pengetahuan.
“buseet, bodynya mantep”
“susunya bulat”
“liat tuh memeknya, bersih bro”
Aku yakin Linda mendengar jelas bisikan-bisikan lirih nakal yang terucap di sekelilingnya. Melihat sikap Linda dan mendengar ucapan tak senonoh, cairan kewanitaanku seperti meluber membanjiri sela lipatan-lipatan dinding didalam vaginaku.
Oleh dr Fadil, kepala Linda yang menunduk dibuat mendongak. Wajahnya menghadap ke langit-langit. Memperlihatkan leher jenjang yang bersih. Rambutnya digerai kebelakang hingga bagian depan, dari leher, dada sampai ujung kaki terlihat tanpa terhalangi apapun. Pelajaran anatomi luar dimulai. Dengan tongkat stainless dr Fadil menjelaskan bagian satu persatu bagian luar tubuh Linda dari tangan, lengan, ketiak, kepala, mata, mulut, telinga, hidung, leher, dada, payudara, puting, areola, perut, vagina, paha, lutut, kaki, jari-jarinya, dan bagian belakang, dari tengkuk, sampai pantat. Karena mahasiswa duduk mengelilinya, dr Fadil menjelaskan sambil memutar badan Linda.
Momen-momen dr Fadil menjelaskan payudara. Cowok-cowok pada heboh. Tongkat sebagai penunjuk yang menekan puting Linda bikin cowok-cowok histeris. Kemudian, saat dr Fadil mengangkat paha kanan Linda untuk menjelaskan bagian selangkangan. Beberapa cowok ada yang sampai menunduk dan mendekat. Bahkan, ada juga yang mengeluarkan ponsel memotretnya. Tangan-tangan mereka terlihat menekan selangkangan mereka. Mungkin lagi tegang ya sampai ditekan gitu. Hihihi.
Cukup lama sih menjelaskannya. Selain sambil memutar, dr Fadil juga menjelaskan letak jantung, paru-paru, juga termasuk organ didalam abdominal cavity, meliputi hati, perut, ginjal, usus, rahim, rektum, kandung kemih, dan sebagainya. Dia menjelaskan, payudara kiri wanita cenderung lebih besar dari sebelah kanan. Itu dikarenakan letak jantung yang lebih dekat dengan payudara kiri. Ia menunjuk letak jantungnya yang dekat dengan payudara ranum sebelah kiri Linda.
Selesai menjelaskan anatomi bagian tubuh luar, dr Fadil menurunkan tubuh Linda. Dengan dibantu 2 mahasiswa dan satu mahasiswi. Tubuh telanjang Linda digotong ke meja otopsi. Dr Fadil yang berdiri di samping meja otopsi sudah meletakkan balok kayu. Kemudian tubuh Linda direbahkan berbaring tidur telentang dengan balok kayu berada di punggung dibawah tulang belikat, sehingga bagian dada Linda lebih tinggi dari pinggang, pinggul, paha, sampai kaki. Kepala Linda mendongak. Perutnya mengembang dan mengempis menghirup udara.
Pada bagian dadanya, sepasang payudara terlihat padat, kokoh dan kencang tetap pada posisinya, sedikit bergeser ke samping kanan dan ke kiri tertarik gravitasi, seperti sepasang bukit yang tinggi dan kuat tak goyah diterpa badai. Dipuncaknya, sepasang puting Linda yang tegang dan keras mengacung berwarna coklat muda. Kedua tangan Linda di letakkan di atas kepalanya. Kulit ketiak yang bersih tanpa sehelai bulu menyuguhkan keindahannya. Sungguh, pemandangan seksi ini membuat penis para mahasiswa menjadi tegang. Ini menjadi pengalaman pertama bagi kami melihat proses otopsi di depan mata kepala sendiri. Objek otopsi bukanlah cadaver, melainkan wanita muda cantik yang masih bernyawa.
“buka buku procedural autopsy kalian, lihat pada halaman 13” kata dr Fadil.
Ia menjelaskan prosedur otopsi yang sedikit aku pahami.
“Sudah siap lin?” Tanya dr Fadil.
“Siap” tegas Linda.
Posisi dr Fadil berdiri disisi kiri Linda. Ia mengenakan handscoon lalu mengambil rib cutter dengan tangan kiri yang berada di sisi kirinya. Rib cutter tersebut baru ia beli dengan pesanan khusus, karena itu bentuknya lebih berbeda.
“Pertama tama, kita akan memotong objek dengan teknik baru. Namanya O-shape” kata dr Fadil kepada mahasiswanya.
Dengan rib cutter di tangan kanannya, dr Fadil mulai menekan ujung rib cutter yang sangat tajam di sebelah samping kiri bawah payudara Linda, tepatnya pada tulang rusuk bawah di atas pinggang sebelah kiri Linda.
“klak” suara ruas tulang rusuk melayang Linda yang terpotong oleh Rib Cutter.
“aaaaah” jeritan lirih Linda pun terdengar lagi.
3 ruas tulang rusuk palsu putus.
“cklak...cklak..cklakk” suara rib cutter yang dipegang pada kedua tangan dr Fadil mulai bergerak dan memotong tulang rusuk sejati Linda. Tangan dr Fadil yang sudah ahli dibidangnya tentu tidak kesulitan memotong cangkang tulang rusuk Linda. Itu terlihat dengan kecepatan potong 2 Cm per detik dan hasil potongannya yang teratur dan rapi.
Dari tulang rusuk sebelah kiri Linda, rib cutter kini memotong dan berbelok 45 derajat memutari payudara kiri Linda ke arah sebelah atas tulang hulu. Tidak sampai 1 menit, rib cutter sudah sampai diatas Payudara kiri Linda melanjutkan perjalanannya memotong satu ruas tulang rawan atas, tepat di bagian tengah, yaitu di bawah tulang selangka. Dilanjutkan lurus memotong kulit di sebelah atas tulang hulu lalu berlanjut memotong satu ruas tulang rawan atas sebelah kanan, melewati bagian atas payudara kanan Linda dan berbelok 45 derajat arah ke pinggang kanan atas memotong 7 ruas tulang sejati diikuti oleh tulang rusuk palsu Linda.
dr Fadil mengambil scalpel. Dari pinggang kanan atas Linda, yaitu dari potongan rib cutter terakhir tulang rusuk palsu Linda, dr Fadil menekan bilah tajam scalpel sedalam 4mm dan memotong jaringan kulit pinggang kanan menuju hingga ke tulang pinggul kanan. Dari tulang pinggul kanan, dr Fadil membelokkan scalpel memotong jaringan kulit pada bagian depan dekat tulang pinggul mengikuti garis dekat selangkangan sampai di atas kemaluan Linda, yaitu 2,5 cm diatas klistoris. Mungkin diatas tulang pubis. Scalpel terus menyayat dan mengiris kulit pubis mulus Linda mengikuti garis selangkangan ke arah tulang pinggul sebelah kiri naik, lalu lanjut ke pinggang kiri atas tepat pada potongan rib cutter pertama, tulang rusuk sebelah kiri. Dilihat secara keseluruhan, bentuk potongan dr Fadil dengan menggunakan rib cutter dan scalpel berbentuk lonjong seperti angka 0.
Kedua tangan dr Fadil memegang dada atas, memasukkan jari jari ke rongga dada atas Linda tepat di bekas potongan rib cutter. Dengan scalpel, ia mengangkat dada Linda sambil memotong dan memisahkan jaringan bagian dalam antara tulang rusuk dan organ dalam di balik tulang rusuknya.
“Aaaaaaahh” jerit Linda. Pasti dalam hatinya ia tahu akan jadi seperti ini. Sebentar lagi dada dan kulit perut Linda, termasuk sepasang payudara indah yang dibangga-banggakan beserta tulang dada dan sebagian ruas tulang rusuknya tak lama lagi akan lepas dari tubuhnya.
Tidak butuh waktu lama, bagian dada atas sampai bagian perut Linda terpisah dari tubuhnya.
“Robi, ini kamu taruh di sebelah whiteboard” perintah dr Fadil kepada seorang mahasiswa.
“siap dokter” jawab Robi. Robi mengambil bagian dada atas Linda dengan kedua tangannya, dipegang disisi kiri dan kanan dada samping dekat payudara Linda.
“kok sepertinya berat rob, gimana kalau dibantu?” tanya seorang mahasiswa.
“gak perlu, aku bisa sendiri” jawabnya.
Oleh Robi dada Linda digantung di samping whiteboard yang lokasinya tidak jauh dari tubuh Linda. Robi menggantungnya dengan menggunakan 2 buah rantai kuat yang masing-masing ujung rantainya terdapat kail berukuran besar, panjang kailnya 5 cm dan berdiameter 2,5 mm dikaitkan diantara rongga tulang rusuk sebelah atas payudara kiri dan kanan Linda.
Nampak dihadapanku paru-paru, hati, usus kecil, usus besar, dan organ jeroan Linda yang begitu menakjubkan. Paru-parunya masih berfungsi kembang-kempis menyerap oksigen. Oleh dr Fadil, kami membagi menjadi beberapa kelompok berisi 2-3 orang. Tujuannya, masing-masing kelompok akan mendapatkan bagian tubuh Linda untuk diteliti dan dipelajari. Tentu Aku berkelompok dengan Laras. >,<
Setelah itu, dr Fadil mengambil 2 buah gunting klem, ia jepitkan pada usus dekat lambung, lalu mengambil lagi 2 gunting klem untuk menjepit usus. Mungkin usus besar dekat rektum. Ia potong usus tersebut lalu mengambil scalpel mengeluarkan usus kecil serta usus besar. Ia serahkan kelompok didepanku. Linda tidak meronta. Mungkin efek cairan yang disuntikkan tadi. Dr Fadil lanjut memotong ginjal, ia serahkan ke kelompok lain. Saat organ Hati dipotong dan diserahkan ke kelompok lain, jantungnya masih berdetak, tapi lemah. Wow hebat banget. Tangan kiri dr Fadil menggenggam Jantung yang masih berdetak, lalu memotongnya. Ia serahkan ke kelompok lain. Aku yakin, Linda kini sudah mati. Paru-parunya sudah tidak mengembang lagi.
Dr Fadil bergeser ke pinggul. Tangan kirinya dimasukkan abdominal cavity, disusul tangan kanan yang memegang scalpel. Ia memotong sesuatu. Ketika diangkat, ia menyerahkan ke Laras. Oh ternyata ini adalah rahim Linda. Bentuk dan besarnya seperti ini. Laras menarik tanganku ke meja di pojok ruangan. Laras meletakkan uterus Linda di atas meja stainless. Potongan dr Fadil rapi, ada sekitar 2 centimeter selaput dinding vagina Linda yang berbentuk cincin mengelilingi servik. Sedikit darah segar keluar dari potongan vaginanya.
"Sar, kira-kira bentuk rahim kita seperti ini" ucap Laras.
"Iya ras. Mungkin punyamu lebih besar" celetukku.
"Iihhh tau dari mana kamu Sar?" Tanyanya.
"Kamu lebih tinggi dari aku dan Linda, pasti punyamu sedikit lebih jumbo hihihi" ucapku
"Iya ya. Mungkin selisihnya sekitar 1 centimeter" ucap Laras.
Kami pun tertawa. Di seberangku pada heboh. Ada kelompok laki-laki yang mendapatkan salah satu potongan payudara Linda beserta dengan cangkang tulang rusuknya. Eh, bukannya salah satu laki-laki itu yang tanya tentang keaslian payudara Linda ya. Laras membenarkan. Hoki tuh anak. Kulihat beberapa kelompok ada yang mendapatkan otak, sepasang mata, mulut serta lidah dan kerongkongan. Ada pula yang mendapatkan memek dan lorong vagina, ada yang mendapat anus dan rektum, ada yang mendapat salah satu tangan, paha, betis tulang punggung, tulang pinggul, dan sebagainya sampai bagian-bagian tubuh Linda habis dibagi-bagikan ke kelompok mahasiswa. Seperti yang dikatakan Linda, kami harus rajin belajar.
“Liat bro susunya, besar dan kencang” terdengar celoteh salah satu dari mahasiswa menempelkan cangkang tulang rusuk sebelah kiri serta payudara kiri ke dadanya yang berkelompok di sampingku.
“Hahaha kamu kayak cewek bro. Bener, toketnya mantul abis. Tanganku gatal ingin meremasnya” ucap temannya.
"Ya udah nih remas aja" ucap mahasiswa yang menempelkan payudara Linda ke dadanya.
"Gede mana sama pacarmu?"
"Wuiihh jauh lebih gede ini"
“Hei kalian. Harap tenang. Saya tinggal dulu, karena ada panggilan operasi dari rumah sakit. Silahkan kalian pelajari sendiri. Oh iya, pesan Linda, kalian boleh membawa pulang bagian tubuh yang sudah dibagikan.”
"Siap dokter" teriak lantang para mahasiswa.
Aku dan Laras segera meneliti rahim beserta ovariumnya. Laras mengambil pisau, dia akan memotong rahim Linda untuk melihat bagian dalamnya. Bilah pisau belum menyentuh rahim, salah satu mahasiswa menyarankan kita untuk membawa pulang dan dipelajari dirumah. Lagian, jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Akhirnya kami sepakat untuk membawa pulang. Laras mengantarkanku untuk pulang ke asrama. Aku kembalikan almamaternya. Aku juga mengucapkan terima kasih. Malam ini aku harus istirahat, karena besok sebagai panitia OSPEK, aku harus datang ke kampus lebih awal.
~~○●●»»Setelah OSPEK««●●○~~
Ponselku berdering.
"Halo Sar, kamu sudah free kan?" Tanyanya.
"Sudah" ucapku singkat.
"Boleh nggak aku main ke Jember?" Tanyanya
"Boleh kok. Ini aku lagi berkemas mau pulang ras" jawabku.
"Oh, rencana pulang naik apa Sar?" Tanyanya.
"Biasa sih, naik kereta" tanyaku.
"Ada ya kereta dari Malang ke Jember?" tanyanya
"Ada lah, malah keretanya sampai Banyuwangi. Kamu bisa langsung turun stasiun terakhir, jalan kaki sebentar sudah sampai pelabuhan penyebrangan ke Bali" jelasku.
"Sudah beli tiket?"
"Belum. Bentar aku cek dulu"
Aku kemudian buka aplikasi. Setelah aku cek, kereta Tawang Alun untuk hari ini penuh.
"Ras, waduh udah kehabisan"
"Hihihi, kamu sih gak pesan lebih awal. Gini aja Sar, bareng aku aja. Aku juga kangen sama Om Pon dan tante Nur"
"Iya deh Ras"
"Aku jemput bentar lagi ya jam 9 pagi"
"Sip"
Aku pun sudah mengemasi pakaian dalam tas. Beberapa jam kemudian, Laras tiba. Dia mengklakson memanggilku SARAH seperti kode morse. Huh, bikin malu aja. Rame tauuu!!! Dasar Laras…. >,<
Aku turun, menyapanya lalu masuk ke mobil.
"Hi Sarah" ucap Paul.
"Boleh kan aku ikut?" Tanya Paul.
"Boleh dong. Kita ini kan sudah seperti sahabat" ucapku.
"Eh, kamu kuat kan nyetir jauh Ras?" Tanyaku ke Laras.
"Huh, kamu kayak gak tau aku aja Sar. Tenang, semalam aku sudah tidur kok. Hihihi"
"Alhamdulillah. Yuk cabut" ucapku.
Kami pun berangkat menuju ke kampung halamanku. Lumayan jauh, sekitar 5 jam perjalanan. Dalam perjalanan aku ngobrol banyak kenangan masa lalu. Laras sudah 3 kali ke rumah. Ini yang ke 4 kalinya. Sedangkan Paul, ini untuk pertama kalinya ke rumahku.
Jam 2 siang, kami tiba di rumah. Rumahku cukup dekat dengan pantai. Sejak ortuku meninggal, aku tinggal bersama om Pon dan keluarganya.
"Lho kok sepi?" Tanya Laras.
Aku turun untuk mengecek. Oh ternyata tante Nur lagi di kebun belakang. Setelah sungkem ke tante, aku menanyakan keberadaan om Pon. Katanya, om Pon lagi ada di bagan apung. Aku kemudian kembali menemui Laras dan Paul, bahwa di rumah ada tante. Mereka pun turun. Aku mengajaknya untuk makan siang, lalu mengajak Laras untuk sholat dzuhur berjamaah. Selepas Sholat, aku mengajak mereka berdua untuk ke bagan apung menemui om Pon. Mereka setuju. Akhirnya kami berangkat ke sana menaiki perahu motor milik om Pon. Kali ini, aku yang mengemudikan perahu sampai perahu kami sampai di bagan apung. Om Pon yang menyadari kehadiranku segera menolong membantu menambatkan perahu.
"Om" ucap Laras sambil salaman, diikuti oleh Paul.
Om sudah kenal Laras. Karena pembiayaan saat tahlil ortuku ialah Laras. Kami ngobrol tentang kabar masing-masing, terutama kuliahku. Aku menjelaskan, bahwa kuliahku baik-baik saja. Aku tentu tidak mau mengecewakan ortuku dong. Hihihi
Tiba-tiba ponselku, ponsel Paul, dan ponsel Laras muncul notifikasi gempa dari BMKG. Diinformasikan bahwa gempa berkekuatan 8,6 SR di arah Selatan dapat menyebabkan tsunami. Kami langsung bergegas naik perahu untuk pulang. Kami semua terkejut. Baru 10 menit meninggalkan bagan apung, dari arah Selatan muncul tsunami. Om Pon berusaha mensejajarkan perahu dengan arah datangnya tsunami. Semakin cepat tsunami itu mengejar kami. Hingga akhirnya perahu kami terangkat, lalu tergulung tsunami. Sesak. Gelap. Hampa. Aku tidak sadarkan diri.
Terakhir diubah: