DISCLAIMER
Cerita ini hanyalah fiktif semata..
Nama, karakter dan jalan cerita, tak lain hanyalah fiktif dan hanya sebatas suatu alur cerita yang tidak didasarkan dari cerita hidup seseorang.
Jika ada kesamaan cerita, alur, nama dan karakter, itu semua hanya menjadi suatu kebetulan belaka.
Penulis sendiri, menuliskan cerita ini semata-mata untuk bersangkutan keluar dari kenyataan fana hidup ini sementara, demi mengisi waktu luang sembari berkreasi untuk diri sendiri, dan sangat bersyukur jika ada yang menikmati cerita berikut ini.
Sekian, dan sekali lagi, cerita ini hanyalah fiktif yang diciptakan dari ide dan imajinasi liar penulis.
Selamat menikmati..
Akhir november, cuaca di kota B terasa dingin menusuk kulit, dan terdengar suara gerimis hujan diluar.
“Buzz..buzz..”
Didalan kamar, ponselku bergetar dimeja samping ranjang.
“Duh berisik banget .. siapa sih yang nelpon? “, gerutuku.
Aku yang sedang terbaring diatas ranjang, berusaha menggapai ponselku yang belum berhenti berdering dalam mode getar.
Dengan kepala yang terasa berat, aku terbangun.
“Halo”, jawabku pelan berusaha menahan kesal.
“Iya hallo, ini dengan bapak Reza Renjani?”, terdengar suara merdu dari si penelpon.
“Iya betul, ini siapa ya?”, jawabku sambil berusaha untuk duduk, tetapi kepalaku yang masih terasa sangat pusing membuatku sedikit oleng.
“Perkenalkan pak, saya Ratna dari Bank ***. Bisa minta waktunya sebentar pak?”
“Duh sori, saya lagi sakit, mau istirahat. Lain kali saja ya” balasku kesal langsung mematikan pembicaraan telpon itu.
“Lagi puyeng gini malah ditelpon sales”, gerutuku.
Aku terduduk lunglai. Kurasakan badanku lembab karena keringat. Aku berusaha bernafas dengan rileks. Perlahan pusing dikepalaku agak berkurang. Kuperhatikan sekeliling kamarku. Kamar ini adalah kamar istriku dirumah orang tuanya. Hanya ada sedikit perabot di kamar ini. Sebuah ranjang queen size, meja tempatku mengambil ponselku tadi, sebuah meja rias, serta ada sebuah lemari kayu berwarna coklat tua.
“kenapa aku bisa jadi disini, bukankah aku tadi .. “, pikirku heran. Aku berusaha mengingat untuk menyadari kondisiku. Sambil memijit pelan dahiku, kurasakan memori itu kembali. Ingatan tentang suara dan tawa menyeramkan yang terakhir bergema dikepalaku sebelum aku terbangun tadi.
“Manusia yang malang, Kuberikan kepadamu kesempatan kedua. Selesaikan misimu atau tidak akan ada lagi kesempatan lain untukmu. Hahahahaha”
Ingatan-ingatan yang lain sebelum tidurku tadi kemudian berdatangan. Hantaman benda tumpul di kepalaku, aku yang tersungkur di lantai dengan darah yang menggenang disekitar kepalaku. Aku teringat semuanya menjadi buram, kegelapan perlahan menyelimuti hingga pekat. Hanya penyesalan dan kesedihan yang ada terakhir terlintas dipikiranku. Lalu dalam kegelapan yang terasa lama itu, suara misterius itu terdengar sangat jelas seperti suara orang yang sedang memakai speaker dengan echo dan volume yang keras.
Aku yang tadi terduduk lunglai terhenyak mengingat kejadian itu. Kurasakan jantungku berebar keras. Keringat dingin mulai keluar dari tubuhku.
“bukankah tadi aku sudah … mati?? Suara apa itu? Kenapa aku jadi bisa disini?”. Beribu macam pertanyaan terlintas dipikiranku. Sambil terheran-heran , secara reflex aku melihat jam di ponselku. Dengan mata terbelalak aku melihat tanggal yang tertera disana.
“20 November 2018?”
“bukankah hari ini mestinya tanggal 20 November 2023?”
Aku berusaha mengingat-ngingat kejadian yang menimpaku. Sebelum para bedebah itu mengeroyokku, dan membawaku ke sebuah gudang tua yang entah dimana.
“aku mati dan kembali ke masa lalu??”
“Suara apa itu tadi? Kesempatan kedua? Misi?”
Tidak ada yang menjawab dalam kesepian kamar ini.
Lalu tiba-tiba..
Cklek..
Pintu kamar terdengar terbuka. Aku terperanjat dalam kondisi masih terheran-heran.
“Lho kamu udah bangun sayang. Gimana kondisinya, udah baikan belum?”.
Dari balik pintu yang terbuka itu kulihat seorang wanita berparas manis terbalut hijab warna krem. Kukenali itu adalah wanita yang kucintai sejak lama. Dia adalah istriku, yang sudah kupacari dari zaman kuliah sampai akhirnya kupinang pada tahun 2016 silam.
“Kok malah melongo, masih pusing ya kepalanya? Maaf ya lama tadi perginya. Habis antri banget tadi di supermarketnya. Tadi aku belikan bubur ayam kesukaan kamu. Mau dimakan sekarang?”, tanya istriku lagi.
Aku yang masih terdiam heran menatapnya lalu tersadar dan menjawab,
“Aku udah agak mendingan. Ya boleh deh makan sekarang aja, sama tolong buatin teh panas juga ya”, pintaku.
“Syukurlah kalo uda mendingan. Ya udah aku ambilin dulu ya”, jawab istriku.
Kemudian dia mengecup keningku dan berjalan ke arah tangga untuk menuju meja makan yang ada di lantai bawah. Pantatnya yang indah melenggok menggoda. Memang salah satu yang sangat aku sukai dari istriku adalah pantatnya yang bulat bikin gak tahan untuk meremas.
Wajahnya sih tidak terlalu cantik, ayu manis tipikal gadis jawa. Tapi bodynya yang ramping dengan bokong yang sempurna selalu jadi perhatian pria-pria kalau kami sedang jalan keluar. Apalagi istriku kalau keluar suka memakai baju lengan panjang yang agak ketat, sehingga payudaranya yang seukuran pas di genggamanku itu selalu tercetak dengan indah. Dengan balutan jilbab yang selalu dipakainya kalau sedang diluar rumah, julukan jilboob mantul memang pantas disematkan untuknya.
“eh tapi apa itu?”, aku tersadar sambil memicingkan mata karena ada tulisan2 agak bersinar di belakang punggungnya.
[Loyalty : 89]
[Lust : 15]
[Thought : worry, relief, feel guilty]
[Status : Wife (immune)]
……………
…………
Dan kulihat nilai lust itu turun 1 ke angka 14..
“What the **** !?!?!?” Aku terperangah melongo….
Cerita ini hanyalah fiktif semata..
Nama, karakter dan jalan cerita, tak lain hanyalah fiktif dan hanya sebatas suatu alur cerita yang tidak didasarkan dari cerita hidup seseorang.
Jika ada kesamaan cerita, alur, nama dan karakter, itu semua hanya menjadi suatu kebetulan belaka.
Penulis sendiri, menuliskan cerita ini semata-mata untuk bersangkutan keluar dari kenyataan fana hidup ini sementara, demi mengisi waktu luang sembari berkreasi untuk diri sendiri, dan sangat bersyukur jika ada yang menikmati cerita berikut ini.
Sekian, dan sekali lagi, cerita ini hanyalah fiktif yang diciptakan dari ide dan imajinasi liar penulis.
Selamat menikmati..
*******
SG 1 - The Beginning
SG 1 - The Beginning
Akhir november, cuaca di kota B terasa dingin menusuk kulit, dan terdengar suara gerimis hujan diluar.
“Buzz..buzz..”
Didalan kamar, ponselku bergetar dimeja samping ranjang.
“Duh berisik banget .. siapa sih yang nelpon? “, gerutuku.
Aku yang sedang terbaring diatas ranjang, berusaha menggapai ponselku yang belum berhenti berdering dalam mode getar.
Dengan kepala yang terasa berat, aku terbangun.
“Halo”, jawabku pelan berusaha menahan kesal.
“Iya hallo, ini dengan bapak Reza Renjani?”, terdengar suara merdu dari si penelpon.
“Iya betul, ini siapa ya?”, jawabku sambil berusaha untuk duduk, tetapi kepalaku yang masih terasa sangat pusing membuatku sedikit oleng.
“Perkenalkan pak, saya Ratna dari Bank ***. Bisa minta waktunya sebentar pak?”
“Duh sori, saya lagi sakit, mau istirahat. Lain kali saja ya” balasku kesal langsung mematikan pembicaraan telpon itu.
“Lagi puyeng gini malah ditelpon sales”, gerutuku.
Aku terduduk lunglai. Kurasakan badanku lembab karena keringat. Aku berusaha bernafas dengan rileks. Perlahan pusing dikepalaku agak berkurang. Kuperhatikan sekeliling kamarku. Kamar ini adalah kamar istriku dirumah orang tuanya. Hanya ada sedikit perabot di kamar ini. Sebuah ranjang queen size, meja tempatku mengambil ponselku tadi, sebuah meja rias, serta ada sebuah lemari kayu berwarna coklat tua.
“kenapa aku bisa jadi disini, bukankah aku tadi .. “, pikirku heran. Aku berusaha mengingat untuk menyadari kondisiku. Sambil memijit pelan dahiku, kurasakan memori itu kembali. Ingatan tentang suara dan tawa menyeramkan yang terakhir bergema dikepalaku sebelum aku terbangun tadi.
“Manusia yang malang, Kuberikan kepadamu kesempatan kedua. Selesaikan misimu atau tidak akan ada lagi kesempatan lain untukmu. Hahahahaha”
Ingatan-ingatan yang lain sebelum tidurku tadi kemudian berdatangan. Hantaman benda tumpul di kepalaku, aku yang tersungkur di lantai dengan darah yang menggenang disekitar kepalaku. Aku teringat semuanya menjadi buram, kegelapan perlahan menyelimuti hingga pekat. Hanya penyesalan dan kesedihan yang ada terakhir terlintas dipikiranku. Lalu dalam kegelapan yang terasa lama itu, suara misterius itu terdengar sangat jelas seperti suara orang yang sedang memakai speaker dengan echo dan volume yang keras.
Aku yang tadi terduduk lunglai terhenyak mengingat kejadian itu. Kurasakan jantungku berebar keras. Keringat dingin mulai keluar dari tubuhku.
“bukankah tadi aku sudah … mati?? Suara apa itu? Kenapa aku jadi bisa disini?”. Beribu macam pertanyaan terlintas dipikiranku. Sambil terheran-heran , secara reflex aku melihat jam di ponselku. Dengan mata terbelalak aku melihat tanggal yang tertera disana.
“20 November 2018?”
“bukankah hari ini mestinya tanggal 20 November 2023?”
Aku berusaha mengingat-ngingat kejadian yang menimpaku. Sebelum para bedebah itu mengeroyokku, dan membawaku ke sebuah gudang tua yang entah dimana.
“aku mati dan kembali ke masa lalu??”
“Suara apa itu tadi? Kesempatan kedua? Misi?”
Tidak ada yang menjawab dalam kesepian kamar ini.
Lalu tiba-tiba..
Cklek..
Pintu kamar terdengar terbuka. Aku terperanjat dalam kondisi masih terheran-heran.
“Lho kamu udah bangun sayang. Gimana kondisinya, udah baikan belum?”.
Dari balik pintu yang terbuka itu kulihat seorang wanita berparas manis terbalut hijab warna krem. Kukenali itu adalah wanita yang kucintai sejak lama. Dia adalah istriku, yang sudah kupacari dari zaman kuliah sampai akhirnya kupinang pada tahun 2016 silam.
“Kok malah melongo, masih pusing ya kepalanya? Maaf ya lama tadi perginya. Habis antri banget tadi di supermarketnya. Tadi aku belikan bubur ayam kesukaan kamu. Mau dimakan sekarang?”, tanya istriku lagi.
Aku yang masih terdiam heran menatapnya lalu tersadar dan menjawab,
“Aku udah agak mendingan. Ya boleh deh makan sekarang aja, sama tolong buatin teh panas juga ya”, pintaku.
“Syukurlah kalo uda mendingan. Ya udah aku ambilin dulu ya”, jawab istriku.
Kemudian dia mengecup keningku dan berjalan ke arah tangga untuk menuju meja makan yang ada di lantai bawah. Pantatnya yang indah melenggok menggoda. Memang salah satu yang sangat aku sukai dari istriku adalah pantatnya yang bulat bikin gak tahan untuk meremas.
Wajahnya sih tidak terlalu cantik, ayu manis tipikal gadis jawa. Tapi bodynya yang ramping dengan bokong yang sempurna selalu jadi perhatian pria-pria kalau kami sedang jalan keluar. Apalagi istriku kalau keluar suka memakai baju lengan panjang yang agak ketat, sehingga payudaranya yang seukuran pas di genggamanku itu selalu tercetak dengan indah. Dengan balutan jilbab yang selalu dipakainya kalau sedang diluar rumah, julukan jilboob mantul memang pantas disematkan untuknya.
“eh tapi apa itu?”, aku tersadar sambil memicingkan mata karena ada tulisan2 agak bersinar di belakang punggungnya.
[Loyalty : 89]
[Lust : 15]
[Thought : worry, relief, feel guilty]
[Status : Wife (immune)]
……………
…………
Dan kulihat nilai lust itu turun 1 ke angka 14..
“What the **** !?!?!?” Aku terperangah melongo….
Terakhir diubah: