Di bawah ini adalah sebuah percakapan antara Sejarawan asal Australia (SA) dan Sejarawan asal Indonesia (SI) yang saya kutip di salah satu warung kopi di kampung Sukagoblok. Sebenarnya Sejarawan Australia sedang berbicara dengan pemilik warung, namun tiba-tiba Sejarawan Indonesia yang sedang duduk di sampingnya memotong pembicaraan mereka.
SA: PKI sebenarnya adalah akronim dari Partai Komunis Indonesia. Namun semenjak Jenderal Soeharto berhasil mengkudeta Soekarno melalui sebuah kudeta merangkak, PKI menjadi idiom atas segala kejahatan, baik internal maupun eksternal.
SI: Tau apa Anda? Belagu Anda! Saya menyaksikan sendiri apa yang telah mereka lalukan di negara ini!
SA: ( Bingung) Maaf, Bung. Apa yang hendak Anda sampaikan?
SI: Coba, coba jelaskan apa yang Anda tahu tentang PKI, silahken!
SA:Baik, saya teruskan. Pada tahun 1917, Henk Sneevlit, seseorang yang nantinya hendak dibuatkan patungnya di depan Monas oleh Bung Karno, di
SI: (Memotong) Langsung saja ke intinya, Bung!
SA
Bingung) Intinya dimana? Bagaimana kita bisa mengenal Tuhan Jesus jika kita tak tahu bagaimana ia dilahirkan oleh Maria? baga
SI:
(Memotong) Tak perlu juga aku mengenal Tuhan Jesusmu!
SA: Baiklah. Bagaimana kita hendak mempelajari Islam jika kita tak tahu saat-saat Muhammad menerima wahyu pertamanya? baga
SI: (Memotong) Anda mau cari gara-gara ya, Bung? kenapa mesti bawa-bawa agamaku segala?
SA: (Bingung)
SI: Sini biar saya kasi tahu apa itu PKI. Dengar baik-baik!
SA: (Bingung, berbisik pada si penjaga warung) Dia siapa, Mas?
SI: Husy! Dengarkan. PKI itu memberontak tiga kali terhadap pemerintahan Indonesia yang syah! Pertama di tahun 1926, kedua di Madiun 1948, dan terakhir di tahun 65.
SA: Tahun 1926 bukannya masih pemerintahan Hindia Belanda? Kalau itu disebut pemberontakan terhadap pemerintahan, apa pula kabarnya Pangeran Diponegoro dan pahlawan lainnya? Bukankah dengan perlawanan, saya menyebut itu perlawanan bukan pemberontakan, harusnya mereka disamakan dengan Diponegoro dan lain-lain? dianugerahkan juga gelar pahlawan? Ratusan ribu anggotanya dibuang dan mati di Tanah Merah, bukan?
SI: Tahu apa, kamu? Memangnya saat itu kamu sudah lahir?
SA: (Bingung)
SI: Baik. Di pemberontakan Madiun, PKI membantai ratusan umat islam dan kaum nasionalis di Jawa Timur dan Jawa Tengah. mereka menanam mayat para korban di sumur-sumur. di Marx house, kabarnya darah para korban mengapung hingga mata kaki.
SA: Ya, itu patut disesalkan. Di masa baru merdeka seperti itu banyak kekuatan-kekuatan yang merasa berhak menentukan jalannya revolusi, dan mungkin itulah cara PKI. Tapi menurut data yang kredibel dan bisa dipertanggung jawabkan, bahkan diakui oleh pemerintah, korban dari pihak PKI dan FDR mencapai ribuan orang.
SI: Tahu apa kamu? Mana datanya? Kok saya tidak tahu?
SA: (Bingung)
SI: Saya lanjutkan. Di tahun 1965, PKI berencana merebut kekuasaan negara dengan cara membunuh ke tujuh Jenderal teras dari MBAD. Mereka dibantai dan mayatnya di tanam di sumur Lubang Buaya. keji sekali pemberontakan yang satu ini.
SA: Jika hendak berontak, kenapa bukan Soekarno dan barisan para mentri yang menguasai kabinet yang ditangkap? Saya tak pernah tahu ada kudeta yang tidak menangkap presiden. Malahan, bukannya Soeharto yang menangkapi para menteri dan merumahkan presiden?
SI: Ah, itu kan kelicikannya PKI. Tahu apa kamu? Apa kamu ada di Indonesia saat kejadian itu berlangsung?
SA: (Bingung)
SI: Jelas, dengan kelakuan seperti itu, yang selalu ingin memberontak, PKI dilarang. Wajib itu!
SA: Setahu saya Masjumi juga memberontak, tapi kelak, namanya dibersihkan. dan Darul Islam jelas-jelas melakukan pemberontakan di Jawa Barat.
SI: Jangan menduga hal-hal yang masih belum dipastikan!
SA: (Bingung)
SI: Komunisme itu licik. Bikinan orang Yahudi. dibiayai sama keluarga Rosthchild, Pasti kamu tak tahu, kan?
SA: Itu kan spekulasi. Bukannya kamu bilang barusan, jangan menduga hal-hal yang masih belum dipastikan?
SI: Ah, Kalau itu jelas! Bisa dipercaya!
SA: Datanya?
SI: Cari saja sendiri, kenapa mesti saya yang tunjukkan? Kamu hendak belajar dari saya?
SA: (Bingung)
Tiba-tiba Sejarawan Indonesia berdiri dan pergi begitu saja. Ia bahkan lupa membayar minumannya. Tak berapa lama ia kembali datang sambil ngos-ngosan. Besok kita lanjutkan!
SA: PKI sebenarnya adalah akronim dari Partai Komunis Indonesia. Namun semenjak Jenderal Soeharto berhasil mengkudeta Soekarno melalui sebuah kudeta merangkak, PKI menjadi idiom atas segala kejahatan, baik internal maupun eksternal.
SI: Tau apa Anda? Belagu Anda! Saya menyaksikan sendiri apa yang telah mereka lalukan di negara ini!
SA: ( Bingung) Maaf, Bung. Apa yang hendak Anda sampaikan?
SI: Coba, coba jelaskan apa yang Anda tahu tentang PKI, silahken!
SA:Baik, saya teruskan. Pada tahun 1917, Henk Sneevlit, seseorang yang nantinya hendak dibuatkan patungnya di depan Monas oleh Bung Karno, di
SI: (Memotong) Langsung saja ke intinya, Bung!
SA

SI:
(Memotong) Tak perlu juga aku mengenal Tuhan Jesusmu!
SA: Baiklah. Bagaimana kita hendak mempelajari Islam jika kita tak tahu saat-saat Muhammad menerima wahyu pertamanya? baga
SI: (Memotong) Anda mau cari gara-gara ya, Bung? kenapa mesti bawa-bawa agamaku segala?
SA: (Bingung)
SI: Sini biar saya kasi tahu apa itu PKI. Dengar baik-baik!
SA: (Bingung, berbisik pada si penjaga warung) Dia siapa, Mas?
SI: Husy! Dengarkan. PKI itu memberontak tiga kali terhadap pemerintahan Indonesia yang syah! Pertama di tahun 1926, kedua di Madiun 1948, dan terakhir di tahun 65.
SA: Tahun 1926 bukannya masih pemerintahan Hindia Belanda? Kalau itu disebut pemberontakan terhadap pemerintahan, apa pula kabarnya Pangeran Diponegoro dan pahlawan lainnya? Bukankah dengan perlawanan, saya menyebut itu perlawanan bukan pemberontakan, harusnya mereka disamakan dengan Diponegoro dan lain-lain? dianugerahkan juga gelar pahlawan? Ratusan ribu anggotanya dibuang dan mati di Tanah Merah, bukan?
SI: Tahu apa, kamu? Memangnya saat itu kamu sudah lahir?
SA: (Bingung)
SI: Baik. Di pemberontakan Madiun, PKI membantai ratusan umat islam dan kaum nasionalis di Jawa Timur dan Jawa Tengah. mereka menanam mayat para korban di sumur-sumur. di Marx house, kabarnya darah para korban mengapung hingga mata kaki.
SA: Ya, itu patut disesalkan. Di masa baru merdeka seperti itu banyak kekuatan-kekuatan yang merasa berhak menentukan jalannya revolusi, dan mungkin itulah cara PKI. Tapi menurut data yang kredibel dan bisa dipertanggung jawabkan, bahkan diakui oleh pemerintah, korban dari pihak PKI dan FDR mencapai ribuan orang.
SI: Tahu apa kamu? Mana datanya? Kok saya tidak tahu?
SA: (Bingung)
SI: Saya lanjutkan. Di tahun 1965, PKI berencana merebut kekuasaan negara dengan cara membunuh ke tujuh Jenderal teras dari MBAD. Mereka dibantai dan mayatnya di tanam di sumur Lubang Buaya. keji sekali pemberontakan yang satu ini.
SA: Jika hendak berontak, kenapa bukan Soekarno dan barisan para mentri yang menguasai kabinet yang ditangkap? Saya tak pernah tahu ada kudeta yang tidak menangkap presiden. Malahan, bukannya Soeharto yang menangkapi para menteri dan merumahkan presiden?
SI: Ah, itu kan kelicikannya PKI. Tahu apa kamu? Apa kamu ada di Indonesia saat kejadian itu berlangsung?
SA: (Bingung)
SI: Jelas, dengan kelakuan seperti itu, yang selalu ingin memberontak, PKI dilarang. Wajib itu!
SA: Setahu saya Masjumi juga memberontak, tapi kelak, namanya dibersihkan. dan Darul Islam jelas-jelas melakukan pemberontakan di Jawa Barat.
SI: Jangan menduga hal-hal yang masih belum dipastikan!
SA: (Bingung)
SI: Komunisme itu licik. Bikinan orang Yahudi. dibiayai sama keluarga Rosthchild, Pasti kamu tak tahu, kan?
SA: Itu kan spekulasi. Bukannya kamu bilang barusan, jangan menduga hal-hal yang masih belum dipastikan?
SI: Ah, Kalau itu jelas! Bisa dipercaya!
SA: Datanya?
SI: Cari saja sendiri, kenapa mesti saya yang tunjukkan? Kamu hendak belajar dari saya?
SA: (Bingung)
Tiba-tiba Sejarawan Indonesia berdiri dan pergi begitu saja. Ia bahkan lupa membayar minumannya. Tak berapa lama ia kembali datang sambil ngos-ngosan. Besok kita lanjutkan!