Peewee_Wik_Wik
Pendekar Semprot
- Daftar
- 16 Feb 2019
- Post
- 1.855
- Like diterima
- 3.419
#1. Prolog
"Tok..tok..tok!!!!" Ketukan palu hakim serasa menghantam ulu hatiku. Aku hanya bisa termenung menyesali segala perbuatanku selama ini. Penyesalan hanya bisa datang terlambat. Hari ini, Senin 20 Agustus 2018 bertepatan dengan 10 tahun pernikahanku dengan Lilis, dan hakim memutuskan berakhirnya hubungan rumahtangga kami secara hukum. Ya, Elisa Nurahmah yang sekarang telah menjadi mantan istriku, telah menggugat perceraian dengan tuduhan perselingkuhan yang selama ini aku lakukan dibelakangnya setahun terakhir ini. Dia menemukan bukti percakapanku dengan wanita lain. Aku akui bahwa aku sangat ceroboh saat itu. Karena aku orang yg cukup cermat dan berhati2 selama ini, selalu menghapus segala percakapanku dengan Arin, Wanita Idaman Lainku. Sebenarnya isi percakapanku dengan Arin tidaklah terlalu vulgar dan intim, lebih ke perhatian dan menanyakan kabar kegiatannya saat itu. Dan yang membuatku heran, kenapa Lilis begitu cemburu buta dan keukeh menggugatku dengan bukti sebatas percakapan seperti itu. Dan herannya, hakim pun mengabulkan gugatannya bercerai dan memintaku tetap memberi nafkah kepada kedua anakku yang masih bersekolah setiap bulannya.
#flashback
Aku bertemu pertama kali dengan Lilis sekitar 12 tahun lalu, kebetulan aku baru dipindah tugaskan ke sebuah pulau di Sumatra. Sebut saja namaku Ferdi, 36 tahun asal Jawa, lebih tua 3 tahun daripada Lilis (usia kami saat ini) Lilis merupakan wanita keturunan sumatra Sunda, dengan mewarisi kecantikan ala gadis Sunda pada umumnya walau dia terlahir di tempat perantauan, domisilinya saat ini. Dengan paras cantik namun innocent, tinggi sekitar 150 cm dan berat 45 kg sudah cukup meluluhkan perasaanku saat pertama kali berjumpa dengannya, di kantor tempatku bekerja. Kebetulan saat itu dia sedang mencari data untuk penyusunan tugas akhir kuliahnya. Aku terpukau dengan wajah lugunya saat melemparkan senyum manisnya kala itu. Dan aku pun bertekad mendekati dan menyeriusi hubungan dengannya. Sekitar sebulan berkenalan dengannya, kami pun resmi jadian sebagai sepasang kekasih. Saat itu akupun benar-benar berniat serius menikahinya, karena aku yakin dia gadis yg tepat, memiliki kepribadian yg baek, penurut dan pastinya masih perawan. Ya, aku masih berprinsip ingin memiliki istri yg masih perawan, walau aku sendiri sudah tidak perjaka, sungguh sikap egois seorang laki-laki. Lilis ini tipe wanita pendiam dan pasif dalam berkomunikasi, alias hanya menunggu kabar dariku, walau aku juga tidak menyukai wanita yg agresif, setidaknya sedang-sedang sajalah. Hanya itu saja yg sebenarnya menjadi nilai minus buatku, namun aku masih bisa memakluminya.
Dari awal aku sudah menyatakan keseriusanku kepadanya, dan juga kubuktikan dengan berkenalan dengan kedua orangtuanya walau hubungan kita masih seumur jagung. Orangtuanya menyambutku dengan positif, karena melihat aku saat itu berstatus pegawai dan memiliki masa depan cerah serta tentunya berniat serius dengan anak gadisnya.
Hubungan kami pun berjalan normal dengan sedikit keributan kecil yg semua selalu karena masalah komunikasi yg cenderung satu arah, karena dia cenderung cuek dan kurang inisiatif memulai komunikasi entah sms apalagi meneleponku. Namun semua itu masih bisa kumaklumi, karena pada dasarnya memang sifatnya yg pemalu. Seminggu sekali aku selalu menjemputnya dengan menggunakan sepeda motor kesayanganku, untuk bertemu sekalian berjalan jalan melepas penat ke tengah kota. Rumah Lilis memang berada di pinggiran kota tempatku bekerja dan tinggal, lebih tepatnya di sebuah perkampungan yg lumayan padat penduduknya. Rumahnya termasuk besar dengan pekarangan yg luas dan berjarak sekitar 10 meter dengan rumah tetangga terdekatnya. Butuh waktu sekitar 40 menit untuk tiba di rumahnya dari tempatku tinggal.
Tak terasa sudah hampir setahun kami berpacaran, mulai dari berpegangan tangan hingga berciuman sudah menjadi hal biasa buat kami, walau Lilis bukanlah partner berciuman yg baek atau cenderung pasif dan dingin. Sedikit demi sedikit rasa penasaran dan nafsu timbul di benakku, karena aku seorang lelaki yg jg punya nafsu ditambah aku punya pengalaman pacaran yg vulgar di masa remajaku, walau tidak pernah sampai ML, karena aku jg memiliki prinsip tidak ingin memerawani pacar pacarku. Cukup sebatas saling merangsang organ seksual masing masing. Dan perjakaku memang telah hilang, karena rasa penasaranku tentang ML setelah lulus kuliah dengan seorang wanita yg setahun lebih tua dariku dan memang sudah tidak perawan.
Dengan berbekal pengalaman kenakalanku itulah, aku pun berhasrat melakukannya dengan Lilis. Pernah suatu ketika kuajak dia ke rumah kontrakanku. Dan seperti biasa kita saling berciuman, dan disaat dia lengah aku mulai meraba raba payudaranya. Berulangkali Lilis berusaha untuk menyingkirkan tanganku, namun akhirnya dia menyerah. Tak selesai disitu, aku pun jg berusaha membuka kancing bajunya satu persatu, dan saat itu juga Lilis menangis. Akupun mengakhiri dan berjanji tidak mengulangi lagi.
Namun, yg namanya setan selalu muncul kapan dan dimana saja. Aku tidak pernah menyerah dgn upaya untuk mendapatkan keinginanku itu. Hingga akhirnya setelah membutuhkan waktu yg tidak sebentar, aku berhasil meyakinkan Lilis untuk dapat menikmati payudaranya. Dan tidak tanggung tanggung aku melakukannya di rumah Lilis.
Sore itu seperti biasa aku mengunjunginya untuk menghabiskan malam minggu bersama. Namun kita memutuskan tidak kemana mana alias dirumah saja. Dan sudah menjadi kebiasaan kedua orangtuanya menyambutku di ruang tamu. Setelah berbasa basi sebentar dan menyuguhkan minuman dan makanan kecil, mereka meninggalkanku berdua dengan anak gadisnya. Lilis saat itu menggunakan kaos berwarna pink dengan rok panjang semata kaki. Dia hanya mengenakan hijab jika berada diluar rumah saja. Kami pun melakukan obrolan tentang kegiatan kami selama seminggu terakhir dengan posisi duduk berhadapan. Tak terasa waktu menunjukkan pk. 20.00 wib, aku pun meminta Lilis berpindah duduk ke sebelahku. Aku mulai memeluknya, dan bibir kami pun saling berpagutan. Begitu kulihat dia lengah, aku pun mulai meremas remas payudaranya. Tak lama kemudian, aku mulai berani memasukkan tanganku ke dalam bajunya melalui bagian bawah kaosnya. Kuremas remas sembari menyusupkan tanganku ke dalam BHnya yg berukuran 34 B sembari mencari puting susunya. Ya, kali ini Lilis sudah tidak seketat dulu terhadapku. Dia sudah mulai pasrah terhadap perlakuanku kepada organ organ vitalnya. Menghisap susu sembari memainkan klitoris vaginanya menjadi kebiasanku di setiap kunjunganku di tiap tiap akhir pekan. Dan dia mengakalinya dengan memeluk bantal kursi tamu sembari kulancarkan serangan ke organ vitalnya, sambil berjaga seandainya orangtuanya tiba tiba muncul.
Bersambung..
Mulustrasi:

Update:
Page 1
Page 2
Page 3
Page 5
Page 8
Page 10
Page 11
Page 13
Page 14
Page 16
Page 18
Page 19
Page 21
Page 25
Page 26
Page 28
"Tok..tok..tok!!!!" Ketukan palu hakim serasa menghantam ulu hatiku. Aku hanya bisa termenung menyesali segala perbuatanku selama ini. Penyesalan hanya bisa datang terlambat. Hari ini, Senin 20 Agustus 2018 bertepatan dengan 10 tahun pernikahanku dengan Lilis, dan hakim memutuskan berakhirnya hubungan rumahtangga kami secara hukum. Ya, Elisa Nurahmah yang sekarang telah menjadi mantan istriku, telah menggugat perceraian dengan tuduhan perselingkuhan yang selama ini aku lakukan dibelakangnya setahun terakhir ini. Dia menemukan bukti percakapanku dengan wanita lain. Aku akui bahwa aku sangat ceroboh saat itu. Karena aku orang yg cukup cermat dan berhati2 selama ini, selalu menghapus segala percakapanku dengan Arin, Wanita Idaman Lainku. Sebenarnya isi percakapanku dengan Arin tidaklah terlalu vulgar dan intim, lebih ke perhatian dan menanyakan kabar kegiatannya saat itu. Dan yang membuatku heran, kenapa Lilis begitu cemburu buta dan keukeh menggugatku dengan bukti sebatas percakapan seperti itu. Dan herannya, hakim pun mengabulkan gugatannya bercerai dan memintaku tetap memberi nafkah kepada kedua anakku yang masih bersekolah setiap bulannya.
#flashback
Aku bertemu pertama kali dengan Lilis sekitar 12 tahun lalu, kebetulan aku baru dipindah tugaskan ke sebuah pulau di Sumatra. Sebut saja namaku Ferdi, 36 tahun asal Jawa, lebih tua 3 tahun daripada Lilis (usia kami saat ini) Lilis merupakan wanita keturunan sumatra Sunda, dengan mewarisi kecantikan ala gadis Sunda pada umumnya walau dia terlahir di tempat perantauan, domisilinya saat ini. Dengan paras cantik namun innocent, tinggi sekitar 150 cm dan berat 45 kg sudah cukup meluluhkan perasaanku saat pertama kali berjumpa dengannya, di kantor tempatku bekerja. Kebetulan saat itu dia sedang mencari data untuk penyusunan tugas akhir kuliahnya. Aku terpukau dengan wajah lugunya saat melemparkan senyum manisnya kala itu. Dan aku pun bertekad mendekati dan menyeriusi hubungan dengannya. Sekitar sebulan berkenalan dengannya, kami pun resmi jadian sebagai sepasang kekasih. Saat itu akupun benar-benar berniat serius menikahinya, karena aku yakin dia gadis yg tepat, memiliki kepribadian yg baek, penurut dan pastinya masih perawan. Ya, aku masih berprinsip ingin memiliki istri yg masih perawan, walau aku sendiri sudah tidak perjaka, sungguh sikap egois seorang laki-laki. Lilis ini tipe wanita pendiam dan pasif dalam berkomunikasi, alias hanya menunggu kabar dariku, walau aku juga tidak menyukai wanita yg agresif, setidaknya sedang-sedang sajalah. Hanya itu saja yg sebenarnya menjadi nilai minus buatku, namun aku masih bisa memakluminya.
Dari awal aku sudah menyatakan keseriusanku kepadanya, dan juga kubuktikan dengan berkenalan dengan kedua orangtuanya walau hubungan kita masih seumur jagung. Orangtuanya menyambutku dengan positif, karena melihat aku saat itu berstatus pegawai dan memiliki masa depan cerah serta tentunya berniat serius dengan anak gadisnya.
Hubungan kami pun berjalan normal dengan sedikit keributan kecil yg semua selalu karena masalah komunikasi yg cenderung satu arah, karena dia cenderung cuek dan kurang inisiatif memulai komunikasi entah sms apalagi meneleponku. Namun semua itu masih bisa kumaklumi, karena pada dasarnya memang sifatnya yg pemalu. Seminggu sekali aku selalu menjemputnya dengan menggunakan sepeda motor kesayanganku, untuk bertemu sekalian berjalan jalan melepas penat ke tengah kota. Rumah Lilis memang berada di pinggiran kota tempatku bekerja dan tinggal, lebih tepatnya di sebuah perkampungan yg lumayan padat penduduknya. Rumahnya termasuk besar dengan pekarangan yg luas dan berjarak sekitar 10 meter dengan rumah tetangga terdekatnya. Butuh waktu sekitar 40 menit untuk tiba di rumahnya dari tempatku tinggal.
Tak terasa sudah hampir setahun kami berpacaran, mulai dari berpegangan tangan hingga berciuman sudah menjadi hal biasa buat kami, walau Lilis bukanlah partner berciuman yg baek atau cenderung pasif dan dingin. Sedikit demi sedikit rasa penasaran dan nafsu timbul di benakku, karena aku seorang lelaki yg jg punya nafsu ditambah aku punya pengalaman pacaran yg vulgar di masa remajaku, walau tidak pernah sampai ML, karena aku jg memiliki prinsip tidak ingin memerawani pacar pacarku. Cukup sebatas saling merangsang organ seksual masing masing. Dan perjakaku memang telah hilang, karena rasa penasaranku tentang ML setelah lulus kuliah dengan seorang wanita yg setahun lebih tua dariku dan memang sudah tidak perawan.
Dengan berbekal pengalaman kenakalanku itulah, aku pun berhasrat melakukannya dengan Lilis. Pernah suatu ketika kuajak dia ke rumah kontrakanku. Dan seperti biasa kita saling berciuman, dan disaat dia lengah aku mulai meraba raba payudaranya. Berulangkali Lilis berusaha untuk menyingkirkan tanganku, namun akhirnya dia menyerah. Tak selesai disitu, aku pun jg berusaha membuka kancing bajunya satu persatu, dan saat itu juga Lilis menangis. Akupun mengakhiri dan berjanji tidak mengulangi lagi.
Namun, yg namanya setan selalu muncul kapan dan dimana saja. Aku tidak pernah menyerah dgn upaya untuk mendapatkan keinginanku itu. Hingga akhirnya setelah membutuhkan waktu yg tidak sebentar, aku berhasil meyakinkan Lilis untuk dapat menikmati payudaranya. Dan tidak tanggung tanggung aku melakukannya di rumah Lilis.
Sore itu seperti biasa aku mengunjunginya untuk menghabiskan malam minggu bersama. Namun kita memutuskan tidak kemana mana alias dirumah saja. Dan sudah menjadi kebiasaan kedua orangtuanya menyambutku di ruang tamu. Setelah berbasa basi sebentar dan menyuguhkan minuman dan makanan kecil, mereka meninggalkanku berdua dengan anak gadisnya. Lilis saat itu menggunakan kaos berwarna pink dengan rok panjang semata kaki. Dia hanya mengenakan hijab jika berada diluar rumah saja. Kami pun melakukan obrolan tentang kegiatan kami selama seminggu terakhir dengan posisi duduk berhadapan. Tak terasa waktu menunjukkan pk. 20.00 wib, aku pun meminta Lilis berpindah duduk ke sebelahku. Aku mulai memeluknya, dan bibir kami pun saling berpagutan. Begitu kulihat dia lengah, aku pun mulai meremas remas payudaranya. Tak lama kemudian, aku mulai berani memasukkan tanganku ke dalam bajunya melalui bagian bawah kaosnya. Kuremas remas sembari menyusupkan tanganku ke dalam BHnya yg berukuran 34 B sembari mencari puting susunya. Ya, kali ini Lilis sudah tidak seketat dulu terhadapku. Dia sudah mulai pasrah terhadap perlakuanku kepada organ organ vitalnya. Menghisap susu sembari memainkan klitoris vaginanya menjadi kebiasanku di setiap kunjunganku di tiap tiap akhir pekan. Dan dia mengakalinya dengan memeluk bantal kursi tamu sembari kulancarkan serangan ke organ vitalnya, sambil berjaga seandainya orangtuanya tiba tiba muncul.
Bersambung..
Mulustrasi:

Update:
Page 1
Page 2
Page 3
Page 5
Page 8
Page 10
Page 11
Page 13
Page 14
Page 16
Page 18
Page 19
Page 21
Page 25
Page 26
Page 28
Terakhir diubah: